Anda di halaman 1dari 23

Makalah Radiologi

EMFISEMA PARU

Disusun Oleh :
RAM BOBBY ILDANIEL SILITONGA
(213 210 014)

Pembimbing :

dr. Nova Riama Saragih, Sp. Rad


dr. Even Sitorus, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah radiologi yang
berjudul EMFISEMA PARU.
Makalah dibuat untuk melengkapi persyaratan dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian Ilmu Radiologi di RSUD Dr.
Djasamen Saragih Pematang Siantar.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Nova Riama Saragih, Sp. Rad dan dr.Even Sitorus, Sp.Rad, sebagai pembimbing
selama penulis mengikuti KKS dan berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan
satu persatu yang telah memberikan masukan, bantuan dan informasi dalam
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan di dalam penyusunan makalah
ini, maka dengan segala kerendahan hati kami menerima saran dan kritik untuk
penyempurnaannya di waktu yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi penulis dan yang lainnya. Terima Kasih.

Pematangsiantar, Agustus 2017


Penulis

Ram Bobby Ildaniel Silitonga

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
EMFISEMA PARU ......................................................................................... 1
A. Pendahuluan .............................................................................................. 1
B. Insiden dan Epidemiologi.......................................................................... 2
C. Etiologi ...................................................................................................... 2
D. Klasifikasi.................................................................................................. 4
E. Anatomi dan Fisiologi ............................................................................... 6
F. Patofisiologi .............................................................................................. 8
G. Diagnosis ................................................................................................... 9
H. Diagnosis Banding .................................................................................... 15
I. Komplikasi ............................................................................................... 17
J. Penatalaksanaan ........................................................................................ 17
K. Prognosis ................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Emfisema paru adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh
pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai
dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel. Dalam keadaan lanjut,
penyakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran napas yang menetap dan
dinamakan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), perokok dan penembang batu
bara memiliki insiden lebih tinggi. (1,2,3)
Emfisema paru diklasifikasikan atas dasar pola keikutsertaan unit
pertukaran gas (asinus) paru bagian distal bronkiolus terminalis. Walapun hanya
beberapa pola morfologik telah dijelaskan, ada dua hal yang paling penting , yaitu
perubahan morfologik yang meliputi bronkiolus pernapasan dan duktus alveolaris
di pusat asinus (emfisema sentriasinar) dan perubahan di seluruh asinus
(emfisema panasinar).(4) Emfisema sentriasinar sering ditemukan pada pasien pria
perokok, biasanya pada lobus atas paru dan menyertai pasien bronkitis kronik.
Emfisema panasinar terdapat pada pasien defisiensi α1 anti tripsin dan sering
menyertai proses degeneratif atau pasien bronkitis kronik. Timbul pada lobus
bawah paru.(5)
Di negara-negara Barat seperti Inggris dan Amerika Serikat penyakit paru
kronik merupakan salah satu penyebab utama kematian dan ketidakmampuan
pasien untuk bekerja. Di Indonesia penyakit emfisema paru meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah orang yang mengisap rokok dan pesatnya kemajuan
industri. Sesuai dengan gagasan WHO, yaitu “kesehatan bagi semua di tahun
2000”, disamping meningkatkan pelayanan kesehatan juga harus mengaktifkan
penyuluhan terhadap bahaya rokok dan polusi yang dapat menyebabkan penyakit
paru obstruksi kronik. (1)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ETIOLOGI
a. Merokok
Secara patologis merokok dapat menyebabkan gangguan pergerakan
silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan
hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi
makrofag alveolar akan mempermudah terjadinya peradangan pada bronkus
dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan
bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi saluran napas, dinding bronkiolus
melemah dan alveoli pecah. Di samping itu, merokok akan merangsang
leukosit polimorfonuklear melepaskan enzim protease (proteolitik), dan
menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara aktifitas keduanya.(1,2)
b. Polusi Udara
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya
emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah
yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga
menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolar. (1,2)
c. Infeksi
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat.
Penyakit infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkitis akut, asma
bronkial dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat
menyebakan terjadinya emfisema. (1,2)
d. Faktor Genetik
Defisiensi Alfa-1 anti tripsin, kurangnya enzim yang diperlukan untuk
metabolisme tripsin sebagai enzim pencernaan. Jika tripsin tidak
dimetabolisme akan menyebabkan destruksi pada jaringan paru normal. Cara
yang tepat bagaiman defisiensi antitripsin dapat menimbulkan emfisema
masih belum jelas. (1,2)

2
Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase
dan antielastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan
keseimbangan akan menimbulkan kerusakan jaringan elastik paru. Arsitektur
paru akan berubah dan menimbulkan emfisema. Sumber elastase yang penting
adalah pancreas. Perangsangan pada paru antara lain oleh asap rokok dan
infeksi menyebabkan elastase bertambah banyak. Aktifitas sistem antielastase
yaitu sistem alfa-1 protease inhibitor terutama enzim alfa-1 antitripsin (alfa-1
globulin) menjadi menurun. Akibat tidak ada lagi keseimbangan antara
elastase dan antielastase akan terjadi krusakan jaringan elastik paru dan
kemudian emfisema. (1)
e. Obstruksi Jalan Napas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus,
sehingga terjadinya mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus
pada waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi.
Etiologinya adalah benda asing di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor
intrabronkial di mediastinum, kongenital.(1,2)

B. KLASIFIKASI
Menurut The Amerika Thoracic Sosciety, emfisema paru dibagi atas:(1)
1. Paracicatrial : terdapat pelebaran saluran udara dan kerusakan dinding
alveolus di tepi suatu lesi fibrotik paru.
2. Lobular : pelebaran saluran udara dan kerusakan dinding alveolus di asinus/
lobules sekunder.
Emfisema paru dibagi lagi menurut tempat proses terjadinya, yaitu:
1. Sentrolobular (centriacinar/centrilobular emphysema): kerusakan terjadi di
daerah sentral asinus. Daerah distalnya tetap normal.

3
Gambar 1
Menunjukkan emfisema sentrolobular, tanda panah menunjukkan
kerusakan terjadi di daerah sentral asinus, sedangkan daerah distalnya
tetap normal (dikutip dari kepustakaan 16)

2. Panlobular (panacinar/panlobular emphysema) : kerusakan terjadi di


seluruh asinus.

Gambar 2.
Gambar menunjukkan emfisema panlobular. Tanda panah menunjukkan
kerusakan terjadi diseluruh daerah asinus. (dikutip dari kepustakaan 16)

3. Tak dapat ditentukan : kerusakan terdapat diseluruh asinus, tetapi tidak


dapat ditentukan dari mana mulainya.

Ada empat jenis empisema paru : (7)


1. Emfisema sentrilobuler : Secara selektif hanya menyerang bronchiolus
respiratoris. Dinding – dinding mulai berlubang membesar, bergabung

4
dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang sewaktu dinding-dinding
terintegrasi. Berlangsung mula-mula duktus alveolaris dan sakum
alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan. Penyakit ini cenderung
lebih berat menyerang bagian atas paru, tetapi akhirnya cenderung tersebar
tidak merata. Emfisema tipe ini paling sering terjadi pada perokok yang
tidak menderita defesiensi congenital antitripisin α.(5,9)
2. Emfisema panlobuler : pada tipe emfisema ini, asinus secara merata
membesar dari tingkat bronkiolus respiratorik hingga alveolus buntu di
terminal. Emfisema panlobuler lebih sering terjadi di zona paru bawah dan
merupakan tipe emfisema yang terjadi pada defesiensi antitrypsin α-1.(5,9)
3. Emfisema parasepta atau subpleura : pada bentuk ini bagian proksimal
asinus normal, tetapi bagian distal umumnya terkena. Emfisema lebih
nyata di sekat pleura, disepanjang septum jaringan ikat lobules dan tepi
lobules. Temuan khas adanya ruang udara yang multiple, saling
berhubungan dan membesar kadang kadang membentuk struktur mirip
kista dan jika membesar progresif disebut bulla. Tipe emfisema ini
mungkin mendasari kasus pneumothoraks spontan akibat bulla atau balon
subpleura yang pecah.(5,9)
4. Emfisema parasikattrisial : parasikattrisial emfisema juga berbeda dari
sentrilubular emfisema, pada emfisema jenis ini tidak disebabkan oleh
destruksi dari dinding alveolus tetapi dari bekas luka didalam perbatasan
parenkim paru.(9)

5
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi Saluran Pernapasan dan Paru-Paru

Gambar 3
Anatomi saluran pernapasan (dikitip dari kepustakaan 17)

Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru-paru


adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus. Saluran pernapasan
dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Gerakan
silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke
superior di dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju faring. Kemudian
udara menuju trakea, yang bercabang pada bronkus kanan dan kiri. Batang
bronkus terbagi menjadi bagian yang lebih kecil, disebut bronkiolus. Struktur
bronkiolus terdiri dari struktur yang menyerupai rambut, berupa epitel yang
disebut silia, yang mendorong kotoran keluar dari paru-paru selama ekspulsi
faring. Ketika dalam bronkiolus, udara sesuai temperatur tubuh, terdiri dari 100%
kelembapan dan saringan lengkap.(2,10)

6
Gambar 4
Anatomi saluran pernapasan (dikitip dari kepustakaan 11)
Bronkiolus berujung pada saccus udara disebut alveoli. Ketika bernapas,
rongga dada mengembang, alveoli mengembang mendesak udara mengisi rongga.
Ketika menghembuskan napas, alveoli rileks dan udara bergerak keluar dari paru-
paru. Proses ini disebut pertukaran gas. (2,10)
Paru-paru terbagi atas dua, satu di kanan dan satu di kiri, yang merupakan
bagian utama organ respirasi. Setiap paru dibagi atas lobus atas dan lobus bawah,
meskipun lobus atas pada paru kanan terdiri dari bagian yang ketiga yang disebut
lobus medial kanan. Paru kanan lebih besar dan lebih berat di bandingkan paru
kiri, yang lebih kecil dalam ukuran karena posisi utama jantung di sebelah kiri.
Paru kanan tediri dari 3 lobus : lobus superior, lobus media dan lobus inferior.
Serta mempunyai 2 fisura : fisura horizontal dan fisura oblique. Tampak paru kiri
terdiri dari 2 lobus : lobus superior dan inferior. Dan mempunyai 1 fisura yaitu
fisura oblique. (2,10)

7
2. Fisiologi Pernapasan
Proses fisiologi pernapasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke
dalam jaringan-jaringan, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagi
menjadi tiga stadium. Stadium pertama ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-
gas ke dalam dan keluar paru. Stadium kedua transportasi, yang harus ditinjau dari
beberapa aspek : 1) difusi gas-gas antara alveoli dan kapiler paru (respirasi
eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan; 2) distribusi darah dalam
sirkulasi pulmonari dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolu-
alveolus; dan 3) reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah. Stadium
akhir respirasi adalah respirasi sel atau respirasi interna, yaitu zat-zat dioksidasi
untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses
metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru.(2,11)

D. PATOFISIOLOGI

Gambar 5
Tampak gambaran mukus di bronkioli, alveoli yang melebar dan kapiler yang
sedikit (dikitip dari kepustakaan 2)

Penyempitan saluran napas terjadi pada bronkitis kronik dan emfisema


paru. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya
tanda-tanda obstruksi. Pada emfisema paru penyempitan saluran napas terutama
disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi
keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar, yaitu yang

8
disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang
menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.(1)
Berdasarkan penggunaan nilai aliran yang diperoleh dari manuver
kapasitas vital ekspirasi paksa dan pengukuran resistensi jalan napas yang jauh
lebih canggih dan sifat kelenturan elastik paru, sudah jelas bahwa bronkitis kronik
dan emfisema paru dapat terjadi tanpa disertai dengan obstruksi. Akan tetapi
sewaktu pasien mulai merasakan dispnea sebagai akibat proses ini, obstruksi
selalu dapat ditemukan. Karena bronkitis kronik dan emfisema selalu ditemukan
bersamaan sulit untuk menentukan peran masing-masing dalam menyebabkan
kecacatan seorang pasien.(4)

E. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
1) Anamnesis :
Sebagai suatu kasus yang sering dijumpai dalam masyarakat, ada
beberapa hal yang perlu ditanyakan ketika menganamnesis yaitu : riwayat
menghirup rokok, riwayat terpajan zat kimia, riwayat penyakit emfisema
pada keluarga, terdapat faktor predisposisi pada masa bayi misalnya BBLR,
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara,
sesak napas waktu beraktivitas terjadi bertahap dan pelan-pelan memburuk
dalam beberapa tahun. (9)
Pasien dengan emfisema paru dominan biasanya mempunyai riwayat
sesak napas dengan batuk kadang-kadang disertai sputum mukoid. Bila ada
infeksi, sputum menjadi purulen atau mukopurulen dan kental. Gejala lain
yang dapat timbul adalah batuk kronis, kelelahan, kehilangan nafsu makan
dan kehilangan berat badan. (9)
2) Pemeriksaan Fisik.(9)
a. Inspeksi
 Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
 Barrel chest (pelebaran diameter antero-posterior)
 Penggunaan otot bantu pernapasan

9
 Hipertropi otot bantu pernapasan
 Pelebaran sela iga
 Bila terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema tungkai.
b. Palpasi
Fremitus melemah, sela iga melebar
c. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah.
d. Auskultasi
 Suara napas vesikuler normal atau melemah
 Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
saat ekspirasi paksa dan ekspirasi memanjang.

2. GAMBARAN RADIOLOGI
1) Gambaran Radiologi Konvensional (14,15,16)
Dengan menggunakan Foto Polos Thoraks dapat menunjukkan
diagnosis dari Emfisema.
Diagnosis foto polos thoraks ini didasarkan pada :
a. Tanda hiperinflasi (diafragma datar, peningkatan ruang retrosternal,
kadang dada besar/ Barrel chest).
b. Kriteria Vaskular (menurunnya pembuluh darah perifer, daerah
avaskular lokal, arteri paru besar).

10
Gambar 6. A. Foto toraks posisi PA
Bayangan vaskuler perifer sedikit, khususnya daerah basal.
Lengkungan diafragma letak rendah dan meningkatnya jumlah aerasi
jaringan paru. Tampak gambaran jantung yang ramping (Dikutip dari
kepustakaan 15)

Gambar 6. B. Foto thoraks posisi lateral


Tampak bayangan vaskuler perifer sedikit, khususnya daerah basal.
(Dikutip dari kepustakaan 14)

Emfisema paru disebabkan oleh obstruksi pernapasan kronik yang


merupakan hasil destruksi alveoli. Paru-paru berisi lebih banyak udara
dibandingkan keadaan normal sebab obstruksi jalan napas mengakibatkan

11
udara terperangkap. Kadang-kadang, persediaan udara meningkat
menyerupai bola, yang disebut bulla. Hal ini memberikan pengertian sejak
densitas cairan pada dinding alveolar menjadi hilang dan udara
terperangkap dalam paru-paru. Selain itu, karena destruksi jaringan maka
hanya sedikit pembuluh darah yang tampak. (14,17)
Jadi, pada gambaran foto thoraks dari emfisema paru ditemukan
gambaran radiologi sebagai berikut: (15)
 Hiperinflasi paru
 Hemidiafragma letak rendah
 Hemidiafragma datar (jarak ≤1,5 cm antara garis yang
menghubungkan sudut costa dan cardioprenicus dengan puncak
midhemidiafragma)
 Ruang udara retrosternal > 2,5 cm
 Barrel chest
 Pemangkasan dan distorsi vaskuler paru (hipertensi arteri pulmonal)
 Pembesaran jantung kanan
 Bulla
2) CT-SCAN
Dengan menggunakan CT-scan telah terbukti bermanfaat dalam
mendiagnosis suatu emfisema. Grade dari emphysema yaitu :(14,17)
a) Analisis kuantitatif
b) Grade visual
Analisis kuantitatif didasarkan pada pengukuran kepadatan
dengan berbagai kerapatan atau grading visual piksel dengan grade
visual, penekanan non-peripheral.(14,17)

12
Gambar 7
A) CT-Scan pasien dengan emfisema paru, tampak udara dalam bulla
B) CT-Scan thoraks pada perokok menunjukkan emfisema sentrilobular.
(Dikutip dari kepustakaan 14)

F. DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumothoraks
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan
radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avaskuler patern) dengan batas
paru berupa garis radiopak tipis berasal dari pleura visceral. Jika
pneumotoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru
kuncup/ kolaps didaerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah
kontralateral. Selain itu sela iga menjadi lebih lebar. Terjadi akibat udara
masuk ke dalam rongga pleura akibat robekan pleura parietal dan visceral.
(3,20)

13
Gambar 8. Foto thoraks posisi PA
Tanda panah menunjukkan daerah yang hiperlusen avaskuler pada daerah
seluruh hemitoraks kanan dan jaringan paru yang kolaps di bagian
sentral.(Dikutip dari kepustakaan 3)

2. Asma
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut : (7,21,21)
1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.

14
Gambar 9
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun (Dikutip dari
kepustakaan 21 )

G. KOMLPIKASI
1. Kollaps paru (Pnenumothoraks)
Udara masuk kedalam rongga pleura karena lemahnya dinding alveolus dan
pleura visceral yang terjadi secara tiba tiba dan tak terduga didalam
empisema terjadi pecahnya bled sub pleura pada permukaan paru paru atau
penyakit bula lokal.(22)
2. Heart problem (hipertensi paru)
Emfisema dapat meningkatkan tekanan darah di arteri, Mula mula takikardi
kemudian bradicardi jika otot jantung tidak cukup mendapat O2, peningkatan
tekanan darah yang diikuti penurunan tekanan darah jika hipoksia tidak
diatasi. Keadaan ini biasa disebabkan oleh yang biasa disebut kor
pulmonal.(22)

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang pandai harus dilakukan dengan pengetahuan yang
selengkap mungkin mengenai derajat obstruksi, taraf disabilitas dan reversibilitas
relative pasien tersebut. Karena emfisema proses yang irreversibel, tindakan

15
mencegah progresifitas penyakit dan menghindari serangan akut merupakan
pendekatan utama.(4)
Adapun penatalaksanaan bronkitis kronik dan emfisema paru dapat dibagi
atas : (1,7,22)
1. Pencegahan
 Rokok : hubungan rokok dengan penyakit ini sudah jelas. Karena itu
merokok harus diberhentikan. Meskipun sukar, penyuluhan dan usaha
optimal harus dilakukan.
 Menghindari lingkungan polusi : sebaiknya dilakukan penyuluhan berkala
khususnya pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang
mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran pernapasan.
 Vaksin : dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama
terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.
2. Terapi farmakologis
a. Pemberian Bronchodilator(1)
Tujuan utama untuk mengurangi obstruksi jalan napas yang masih
mempunyai komponen yang refersibel meskipun sedikit. Dengan
mengurangi obstruksi sedikit saja akan membantu pasien.
 Pemberian Bronkodilator yaitu Golongan teofilin biasanya diberikan
dengan dosis 10-15 mg/kgBB per oral. Dalam pemberian obat ini
harus diperhatikan kadar teofilin dalam darah karena metabolisme
sangat bervariasi pada setiap indifidu. Konsentrasi dalam darah yang
baik adalah 10-15 mg/L.
 Pemberian golongan Agonist B2 sebaiknya diberikan secara aerosol
atau nebuliser. Dapat juga diberikan kombinasi antara obat secara
aerosol dan obat oral sehingga diharapkan efek bronkodilator lebih
kuat. Efek samping utama adalah tremor namun dapat menghilang
dengan pemberian yang agak lama. Hati-hati pada penderita aritmia
jantung (ekstra sistol ventrikel atau takikardia ventrikel). Selain efek
bronkodilator terbutalin suatu egonist B2 yang juga memiliki efek
pengeluaran mukus bila diberikan secara aerosol.

16
b. Pemberian kortikosteroid
Pada beberapa pasien pemberian kortikosteroid akan berhasil
mengurangi obstruksi saluran napas. Pada penelitian madella dkk terdapat
respon baik pada 8 dari 38 pasien. Karena itu Hinshaw dan Murry
menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4
minggu kalau tidak ada respon, baru dihentikan.(1)
c. Mengurangi sekresi mukus
 Minum cukup, supaya tidak terjadi dehidrasi dan mukus menjadi
lebih encer
 Ekspektoran, yang sering digunakan adalah gliseril guaikolat,
kalium yodida, dan amonium klorida.
 Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas
dan mengencerkan sputum.
 Mukolitik, dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.
3. Pemberian O2 jangka panjang, pemberian O2 jangka panjang telah terbukti
berguna pada pasien-pasien dengan bronkitis kronik emfisema paru yang
lanjut dengan hipoksia kronik.
4. Operasi
 Reduksi volume paru (Lung Volume Reduction). Pada prosedur ini, proses
pembedahan mengangkat sebagian jaringan paru yang rusak dan terlalu
meluas. Pengangkatan sebagian jaringan paru yang rusak ini agar bagian
paru yang lain dan otot diafragma membaik dan bekerja lebih efisien agar
dapat memperbaiki proses bernapas.
 Transplantasi paru (Lung Transplant), Transplantasi paru dilakukan pada
emfisema yang berat dan semua pilihan telah gagal. Akan tetapi
pendekatan ini memiliki batasan karena terbatasnya organ-organ dari
donor, dan banyaknya jumlah pasien yang membutuhkan.

I. PROGNOSIS
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur
dan gejala klinis waktu berobat. Penderita yang berumur kurang dari 50 tahun

17
dengan : sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Sesak
sedang, 5 tahun kemudian 42% penderita akan sesak lebih berat dan meninggal.(1)

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Soemantri ES, Uyainah A. Bronkitis kronik dan emfisema paru. Dalam:


Suyono S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI; 2001. Hal : 827-881
2. Kacmarek RM. Obstruktive pulmonary diseaseand general management
principles. The Essentials of respiratory care 4th eition.United States of
America: Elsevier Mosby; 2005. P : 365-372
3. Patel PR. Saluran pernapasan. Dalam : Safitri A, editor. Lecture notes
radiology. Edisi ke dua.Jakarta : Erlangga; 2005. Hal : 44-45, 48-49
4. Ingram RH. Bronkitis Kronik, Emfisema dan obstruksi jalan napas. Dalam:
Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et
all, editors. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13 volume 3.
Jakarta: ECG; 2000. Hal : 1397-1353
5. Robinson SL, Kumar V , editors. Sistem pernapasan: buku ajar patologi II.
Edisi 4. Jakara : ECG;1995. Hal : 551-520
6. Seputar kedokteran dan linux : Emfisema. [Online]. 2007 Available
from:URL;http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/emphysema.html
7. Wilson LM. Gangguan sistem pernapasan. Dalam : Price SA, Wilson LM,
editors. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6 volume 2.
Jakarta: EGC; 2006. Hal : 736-749, 783-899
8. Dr Luke A Danaher. Pulmonary amphysema. [Online]. 2010 Available
from:URL;http://radiopaedia.org/articles/pulmonary-emphysema.
9. Ketal LH, Lofgren R, Mehlic AJ,editors. Fundamentals of chest radiology 2nd
edition: emphysema. United States of America: Saunders Elsevier; 2006. P :
57-68
10. Virtual Medical Center.Human Respiratory System. [Online].2010Available
from:URL;http://www.virtualmedicalcenter.com
11. PATTS. Pulmonary/respiratory system. [Online].2000.
[Availablefrom:URL;http://webschoolsolution.com/patts/system/lungs.html#a
natomy. P : 1-3

19
12. Applegate E. The anatomy and physiologi learning system: functional
relationsip of the respiratory system. 3rd edition. Canada: Saunders
Elsevier;2006. P : 287-299
13. Herring W. Learning radiology: recognizing the basics : chronic obstructive
pulmonary disease. United states of America: Mosby Elsevier;2007.
14. Medcyclopedia.Respiratory disease and emphysema.[Online]. 2008 Available
from:URL;http://www.medcyclopedia.com/nic_k18_883.jpg
15. Ouellette H, Tetreault P. Clinical radiology: chest radiograph. United States
of America : Medmaster; 2000. P : 21-22
16. Ekayuda Iwan. Radiologi Diagnostik edisi II. Jakarta; 2005. Hal : 108-112
17. Richard B.G. Essensial Radiology. New York; 2006 Hal : 84-85
18. Mithun Prasad. Arcot Sowmya. Peter Wilson. Multi-level classification of
emphysema in HRCT lung images. Springer-Verlag :London; 2007 P: 1-4
19. West JB. Pulmonary patophysiology: obstructive diseases. United States of
America : Lippincott Williams & Wilkins; 2003.
20. Joanne LW, Andrew Chug. Pathologic Features of Crronic Obstructive
Pulmonary Disease Diagnostic Criteria and Differential Diagnosis. 2005 P:
90-92
21. : David CH, Brian A. The Hands-On Guide to Imaging. United States of
America: Blackwell;2004 P: 25-27
22. Mayoclinic.Emphysema.[online] 2012 avaible from :
http//www.mayoclinic.com/health/emphysema/DS00296.
23. Chimmey. Emfisema. [online] 2012 avaible from :
http://www.wordpress.com

20

Anda mungkin juga menyukai