DOKTER PEMBIMBING
dr. Daniel Effendi, Sp.A
DISUSUN OLEH
Herlince .W. Amalo
030.11.130
Bab 1 Pendahuluan 1
Bab 2 Presentasi Kasus . 3
Bab 3 Tinjauan Pustaka .. 15
Bab 4 Analisis kasus .38
Bab 5 Kesimpulan .39
Daftar pustaka ...40
BAB I
PENDAHULUAN
Bronkiolitis adalah peradangan di bronkiolus. Penyakit ini sering didapatkan pada anak usia
kurang dari 2 tahun. Selain itu, bronkiolitis juga merupakan penyebab tersering perawatan
rumah sakit pada bayi di bawah 1 tahun. Penyakit ini ditandai oleh sindrom klinis berupa
nafas cepat, retraksi dada dan wheezing.1
Penyebab terbanyak disebabkan oleh RSV (respiratory syncytial virus),penyebab lain
pada kasus-kasus yang lebih jarang disebabkan oleh virus parainfluenza tipe 1 dan 3,
Influenza B, Parainfluenza tipe 2, Adenovirus. Penyebab tersering dari bronkiolitis adalah
virus Respiratory Syncytical (RSV), kira-kira 45-55% dari total kasus. Sedangkan virus lain
seperti Parainfluenza, Rhinovirus, Adenovirus, dan Enterovirus sekitar 20%. Bakteri dan
mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Sekitar 70% kasus bronkiolitis
pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat di rumah sakit, sedangkan sisanya
biasanya dapat dirawat di poliklinik. Sebagian besar infeksi saluran napas ditularkan lewat
droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik,
tetapi infeksi sekunder pada anak tahun-tahun pertama kehidupan akan bermanifestasi berat.
Virus RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak bertahan
lama. Infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan gejala klinis. RSV adalah golongan
paramiksovirus dengan bungkus lipid .1
Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus. Hal ini
karena antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4-6 minggu kehidupan, kemudian akan
menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran napas bawah,
terutama terhadap virus. Secara klinis bronkiolitis akut sukar dibedakan dengan pneumonia
bakteri sedangkan gejala obstruksi saluran napas, secara klinis sukar dibedakan dengan
serangan asma. Bronkiolitis pada masa bayi dapat menimbulkan dampak pada saluran napas
berupa batuk, wheezing dan hiperreaktivitas sampai beberapa tahun kemudian.1
Faktor resiko penyakit ini diantaranya: berat bayi lahir rendah, bayi berumur kurang
dari 6 bulan, bayi prematur, sosial ekonomi rendah, lingkungan pemukiman yang padat,
terpapar asap rokok, ketiadaan pemberian ASI.1
Infeksi pada sel respiratorius bronkiolus dan sel epitel bersilia menyebabkan terjadinya
peningkatan sekresi mukus, terjadi kematian sel, diikuti infiltrasi limfosit peribronkial dan
edema submukosa menyebabkan terjadinya penyempitan dan obstruksi pada saluran napas
kecil. Hasil dari obstruksi selama ekspirasi ini menyebabkan terjadinya air trapping dan
overinflasi untuk kemudian terjadi gangguan keseimbangan ventilasiperfusi.1,2
Periode terpenting pertumbuhan dan perkembangan anak adalah umur di bawah 5
tahun.. Delayed development adalah klasifikasi ciri anak menunjukkan keterlambatan signifikan
2
dalam satu atau lebih domain perkembangan kognitif, emosional atau fisik. Salah satu masalah
pada penderita delayed development yakni terdapat hipotonus. Hipotonus adalah penurunan
massa otot dan biasanya terjadi suatu peningkatan mobilitas sendi. Tonus otot menurun
disebabkan karena oleh menurunnya impuls dari otak ke otot melalui saraf perifer. Akibatnya
mengalami kesulitan dalam beraktifitas dan melakukan kemampuan fungsional.3
BAB II
PRESENTASI KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
3
Morbiditas
Kehamilan
Perawatan Antenatal
ASI/PASI
Nasi Tim
02
ASI
24
ASI
56
ASI
67
ASI/PASI
7-10
10-12
Kesimpulan riwayat makanan: Pasien mendapat ASI eksklusif
Lebih dari 1 tahun
Jenis Makanan
Nasi/ Pengganti
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu
Ulangan (umur)
BCG
1 bulan
DPT / DT
2 bulan
Polio
0 bulan
2 bulan
Campak
Hepatitis B
0 bulan
1 bulan
G. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
No
Tanggal lahir
(umur)
Jenis
kelamin
Hidup
Lahir
mati
Abortus
Mati
(sebab)
Keterangan
kesehatan
6
1.
25-5-1996 (9 th)
Perempuan
Sehat
22-9-2000 (5 th)
Laki-laki
Sehat
25-8-2015 (8 bln)
Laki-laki
Pasien
b. Riwayat Pernikahan
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama
Suku bangsa
Keadaan kesehatan
Kosanguinitas
Penyakit, bila ada
Ayah
Tn. Bahrudin
I
25 th
SMA
Islam
Jawa
Sehat
-
Ibu
Ny. Rohimah
I
19 th
SMA
Islam
Sunda
Riwayat PEB selama kehamilan
-
Umur
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Kesimpulan penyakit yang pernah diderita: Pasien tidak mempunyai penyakit lain
sebelumnya.
I. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal bersama kedua orang tua di rumah kontrakan. Menurut ibu pasien, kondisi
rumah memiliki ventilasi baik, pencahayaan cukup, sumber air dari jet pump, jamban bersih
milik sendiri di dalam rumah, sampah tiap hari diangkut petugas. Rumah berada didekat
pabrik minuman yang banyak polusi. Jarak rumah ke rumah cukup padat, dengan jumlah
orang yang cukup banyak juga.
7
KEPALA : Normocephali, cekung (-), kelainan kulit kepala (-), ubun-ubun besar sudah
menutup
RAMBUT: Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.
WAJAH : wajah simetris, oedem (-), luka atau jaringan parut (-), sianosis (-), dismorfik
(-), pucat (-)
MATA
: Alis mata merata, madarosis (-), palpebral cekung (-), palpebral oedem (-/-),
bulu mata hitam, merata, trikiasis (-), kontak mata -/Visus
Sklera ikterik
Konjungtiva anemis
Exophthalmus
Endofthalmus
Pupil
Strabismus
: kesan baik
: -/: -/: -/: -/: isokor 3mm/3mm
: -/-
Ptosis
Lagofthalmus
Cekung
Bercak bitot
RCL/RCTL
Kornea
Alis
TELINGA
:
Bentuk
Nyeri tarik aurikula
Liang telinga
Serumen
Sekret
: Normotia
: -/: Lapang/lapang
: +/+
: -/-
HIDUNG :
Bentuk
Sekret
Mukosa hiperemis
: Simetris
: -/: -/-
BIBIR
Tuli
Nyeri tekan tragus
Membran timpani
Refleks cahaya
: -/-
: kesan simetris, pucat (-), kering (-), sianosis (-), labioskizis (-)
MULUT : Trismus (-) oral hygiene baik, gigi geligi sudah tumbuh, mukosa gusi dan pipi
berwarna merah muda, stomatitis (-)
LIDAH : Normoglosia, mukosa merah muda (-), atrofi papil (-), tremor (-), coated
tongue (-)
TENGGOROKAN : Arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula ditengah, tonsil T2/T2
hiperemis (-)
LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,
tidak tampak deviasi trakea.
THORAKS
: Bentuk simetris, deformitas (-), retraksi intercostal ringan (+),
retraksi supraklavikula (-), retraksi suprasternal (-), retraksi subcostal (-)
JANTUNG :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi
: Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan jantung ICS III-V linea sternalis dextra
Batas atas jantung ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
PARU :
Inspeksi
: Bentuk simetris, pernapasan simetris pada saat statis dan dinamis, pernapasan
abdomino-torakal
Palpasi
: Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas tidak ada yang tertinggal, vocal
fremitus sama kuat kanan kiri
Perkusi
: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+ reguler, ronchi +/+, wheezing pada seluruh
ekspirasi dan sebagian inspirasi dengan lokasi 2 dari 4 lapang paru.
ABDOMEN
:
9
Inspeksi : Perut bentuk datar, tidak ada efloresensi yang bermakna, smiling umbilikus
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 5x / menit
Palpasi
: Supel, nyeri tekan -, turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani, shifting dullnessANOGENITALIA : Jenis kelamin laki-laki, hipospadi -, epispadi -, fimosis -, testis dalam
skrotum +/+
KELENJAR GETAH BENING : Tidak teraba pembesaran KGB pada regio colli, axilla
maupun inguinal
ANGGOTA GERAK :
Ekstremitas : Akral hangat seluruh ekstremitas, sianosis (-), CRT <2 , edema
TULANG BELAKANG: bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
STATUS NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis
Kanan
Kiri
Biseps
Triceps
Patella
Achiles
Refleks Patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Klonus
Rangsang meningeal
Kaku kuduk
Kerniq
Laseq
Bruzinski I
Bruzinski II
Kanan
+
Kiri
+
-
Kanan
-
Kiri
-
10
Satuan
ribu/l
juta/l
g/dl
%
ribu/l
fL
Pg
g/dl
%
Nilai Normal
6 - 17,5
3,6 - 5,2
10,5 12,9
35 43
217 497
74 106
21 33
28 32
<14
mmol/L
mmol/L
mmol/L
135 155
3,6 - 5,5
98 115
Rontgen thoraks
Deskripsi :
Intensitas cukup, simetris, inspirasi cukup.
Mediastinum tidak melebar
Jantung: kesan jantung tidak membesar, batas jantung kiri jelas, batas jantung kanan
kurang jelas
Paru: Tampak perselubungan hiller dan perihiler kanan, tampak peningkatan corakan
bronkovaskuler yang tersebar merata pada kedua lapang paru
Diafragma: sinus kostofrenikus dan hemidiafragma kanan dan kiri baik
Kesan: bronkiolitis
2.5 RESUME
11
Pasien laki-laki berusia 8 bulan datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar oleh kedua orang
tua dengan keluhan sesak sejak 2 hari sebelum masuk RS. Sesak dirasakan tiba-tiba dan
semakin memberat. Pasien juga demam naik turun sejak 2 hari disertai batuk berdahak yang
sulit dikeluarkan disertai pilek dengan sekret berwarna putih sejak 2 minggu yang lalu. Ibu
pasien juga mengeluh pasien belum bisa tengkurap atau duduk hingga sekarang berusia 8
bulan. BAB dan BAK normal serta nafsu makan pasien baik.
Ibu pasien mengaku pasien lahir prematur dengan operasi secio secaria atas indikasi
pre eklamsi berat. Pada saat lahir kulit pasien kuning.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan takipenea (nafas 56x/menit), kontak mata -/-,
adanya retraksi intercostal ringan , ronchi +/+ dan wheezing pada seluruh ekspirasi dan
sebagian inspirasi dengan lokasi 2 dari 4 lapang paru, reflex fisiologis meningkat, klonus +
Pemeriksaan laboratorium didapatkan dalam batas normal namun pada pemeriksaan
radiologis didapatkan kesan bronkiolitis.
: Ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tgl
S
26/4/16 Sesak,batuk,
HP-1
pilek
27/4/16 Sesak
berkurang
30/4/16
Batuk
Pilek
O
TSS, CM
S: 37,5oC
HR: 98x/m, regular, isi
cukup, ekual
RR: 60x/menit, regular
TD: 100/80 mmHg
Mata CA -/- SI -/Hidung NCH +
Mulut Sianosis (-)
Kering(-)
Thorax Retraksi
intercostae +
c/ BJ I & II reg, m (-),
g (-)
p/ SNV, rh+/+,
wheezing pada
inspirasi sebagian
lapang paru &
ekspirasi pada semua
lapang paru
Abdomen datar,
supel BU+ 6x
Ekstremitas Akral
Hangat +, sianosis -,
CRT<2
Belum bisa
tengkurap&duduk
TSS, CM
S: 37,6oC
HR: 98x/m, regular, isi
cukup, ekual
RR: 32x/menit, regular
Mata CA -/- SI -/Hidung NCH Mulut Sianosis (-)
Kering(-)
A
Bronkiolitis
serangan sedang
Delayed
development
P
Oksigen nasal 2l/menit
IVFD KAEN 1B
3cc/kgbb/jam
Nebulisasi combivent
0,5cc dalam NaCl 0,9%
1 cc
Terbutalin 2x0,4mg
Inj.Ampicillin
4x250mg
Inj.Dexamethasone
3x1,5mg
Ambroxol 3x5mg
Bronkiolitis
serangan sedang
Delayed
development
1/5/201 Batuk +
6
Pilek 5/5/201 Sesak 6
Thorax Retraksi
intercostae +,c/ BJ I &
II reg, m (-), g (-)
p/ SNV, rh+/+,
wheezing pada
inspirasi sebagian
lapang paru &
ekspirasi pada semua
lapang paru
Abdomen datar,
supel BU+ 5x
Ekstremitas Akral
Hangat +, sianosis -,
CRT<2
Belum bisa
tengkurap&duduk
TSS, CM
S: 37,6oC
HR: 98x/m, regular, isi
cukup, ekual
RR: 32x/menit, regular
Mata CA -/- SI -/Hidung NCH Mulut Sianosis (-)
Kering(-)
Thorax retraksi -,
c/ BJ I & II reg, m (-),
g (-)
p/ SNV, rh-/-,
wheezing pada
ekspirasi, lokasi 2
dari 4 lapang paru
Abdomen datar,
supel BU+ 5x
Ekstremitas Akral
Hangat +, sianosis -,
CRT<2
Belum bisa
tengkurap&duduk
CT Scan : atrofi otak
Ambroxol 3x5mg
Bronkiolitis
serangan ringan
Delayed
development
Venflon
Terbutalin 2x0,4mg
Ampicillin 2x100mg
Ambroxol 3x5mg
ASI 8x100cc
Boleh pulang
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 BRONKIOLITIS
3.1.1 Definisi
Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorik akut-bawah yang ditandai dengan adanya
inflamasi pada bronkiolus. Umumnya infeksi disebabkan oleh virus. Penyakit ini terjadi selama
usia 2 tahun pertama dengan insidens puncaknya pada sekitar usia 6 bulan. Secara klinis
ditandai dengan episode wheezing, nafas cepat dan retraksi dada.4,5
3.1.2 Etiologi
Penyebab utama dari bronkiolitis adalah infeksi Repiratory Syncytical Virus (RSV) yang
memilki morbiditas dan mortalitas tinggi, terutama pada anak dengan risiko tinggi dan
imnunokompromise. Sekitar 95 % dari kasus-kasus tersebut secara serologis terbukti
disebabkan oleh invasi RSV. Beberapa penyebab lainadalah Adenovirus, virus influenza, virus
parainfluenza, Rhinovirus dan mikoplasma. Tidak ada bukti yang kuat bahwa bakteri
menyebabkan bronkiolitis.5
RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350
nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang
merupakan bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G
(attachment protein ) yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang
menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua
protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua
macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala yang
pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5
hari.5
3.1.3 Faktor Risiko
Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada
bayi usia 6 bulan. Makin muda usia bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat
penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi
15
maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan
penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis dan
immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit yang
lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita, namun bronkiolitis berat
lebih sering terjadi pada laki-Iaki. Selain itu, faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah status
sosial ekonomi yang rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, dan berada
pada tempat penitipan anak atau tempat dengan lingkungan yang padat penduduk.4,5
3.1.4 Epidemiologi
Bronkiolitis mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada bayi usia 6
bulan. Pada daerah yang penduduknya padat, bronkiolitis oleh karena RSV terbanyak pada
usia 2 bulan. RSV menyebar melalui droplet dan kontak langsung, seseorang biasanya aman
apabila berjarak lebih 6 feet dari seseorang yang menderita infeksi RSV. Droplet yang besar
dapat berthan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang penderita menularkan virus tersebut
selama 10 hari.6
Di Negara dengan 4 musim, bronkiolitis banyak terdapat pada musim dingin sampai
awal musim semi, di Negara tropis pada musim hujan.6
3.1.5 Patofisiologi
Masa inkubasi RSV 2-5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudia menyebar dari
saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran
nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran nafas
melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi
gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran nafas
menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin ke dalam lumen
bronkiolus. Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus
tertimbun didalam bronkiolus. Kerusakan epitel saluran nafas juga mengakibatkan sel aferen
lebih terpapar terhadap allergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptide
(neurokinin, substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran nafas. Pada
akhirnya kerusakan epitel saluran nafas juga meningkatkan ekspresi Intercellular Adesion
Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinophil dan sel-sel
inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dan proses inflamasi, edema
saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran nafas.7
16
Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan
compliance, meningkatkan tahanan saluran nafas, dead space serta meningkatkan shunt.
Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja sistem pernafasan, batuk,
wheezing, obstruksi saluran nafas, hiperaerasi, atelektasis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis
metabolik sampai gagal nafas. Resistensi aliran udara saluran nafas meningkat pada fase
inspirasi maupun pada fase ekspirasi. Selama fase ekpirasi terdapat mekanisme klep hingga
udara akan terperangkap dan menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir ekspirasi
meningkat hampir dua kali diatas normal. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi total.7
Anak besar dan orang dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila terserang infeksi
virus. Perbedaan anatomi antara paru-paru bayi muda dan anak ang lebih besar mungkin
merupakan kontribusi terhadap hal ini. Respon proteksi imunologi terhadap RSV bersifat
transien dan tidak lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran nafas bawah akan
meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Akibat infeksi yang berulang-ulang, terjadi
cumulative immunity sehingga pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih
tahan terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV.7
Penyembuhan brokiolitis akut ditandai dengan regenerasi epitel bronkus dan
bronkiolus 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15
hari. Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan seluler. Respon antibodi
sitemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun
yang buruk.7
kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung,
penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya
hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang,
wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop, serta terdapat crackles. Hepar
dan lien teraba akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi.
Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen <92% pada udara kamar. Pada beberapa pasien
dengan bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media serta faringitis.8
18
3.1.8 Diagnosis
Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya epidemi RSV
di masyarakat. Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan
atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk,
pilek, demam dan (4) menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan
wheezing.5
Pertama sekali dapat dicatat bahwa bayi dengan bronkiolitis
menderita suatu infeksi ringan yang mengenai saluran pernapasan bagian
atas disertai pengeluaran sekret-sekret encer dari hidung dan bersinbersin. Gejala-gejala ini biasanya akan berlangsung selama beberapa hari
dan disertai demam dari 38,50C hingga 390C, akan tetapi bisa juga tidak
disertai
demam,
bahkan
pasien
bisa
mengalami
hipotermi.
Pasien
daerah
sub
kostal.
Retraksi
biasanya
tidak
dalam
karena
adanya
diafragma
kebawah
karena
tertekan
oleh
paru
yang
hiperinflasi. Suara riak-riak halus yang tersebar luas juga dapat terdengar
pada bagian akhir inspirasi. Fase ekspirasi pernafasan akan memanjang
dan suara-suara pernapasan juga bisa hampir tidak terdengar jika sudah
berada dalam kasus yang berat.5
Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory
Distress Assessment Instrument (RDAI), yang menilai distres napas
berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor
lebih dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3 dimasukkan
dalam kategori ringan. Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif
dan berguna untuk menilai derajat keparahan penderita. Saturasi oksigen
<95% merupakan tanda terjadinya hipoksia dan merupakan indikasi untuk
rawat inap.5
Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal. Pada pasien
dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN. Limfopenia yang biasanya
20
Asma bronchial
Terdapat riwayat keluarga asma, episode berulang pada bayi yang sama, mulainya
mendadak tanpa infeksi yang mendahului, ekspirasi sangat memanjang, eosinofilia dan
3.1.10 Tatalaksana
Infeksi
besar
virus
RSV
tatalaksana
biasanya
sembuh
bronkiolitis
pada
sendiri
bayi
(self
bersifat
limited)
sehingga
suportif,
yaitu
sebagian
pemberian
21
oksigen,
minimal
handling
pada
bayi,
cairan
intravena
dan
kecukupan
cairan,
penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu,
dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, antiinflamasi seperti kortikosteroid,
antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline
(polyclnal) atau humanized RSV monoclonal antibody (palvizumad).4
Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang
adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap. Penderita resiko
tinggi
harus
bulan,
prematur,
dirawat
inap,
kelainan
jantung,
diantaranya:
kelainan
berusia
neurologi,
kurang
penyakit
dari
paru
kronis,
Dapat melakukan pemantauan saluran nafas (melalui penempatan posisi, pengisapan dan
pembersihan cairan).
-
Apnoe
Hypoksemia4
Pengobatan Suportif
A. Pengawasan
Untuk pasien yang dirawat inap penting dilakukan pengawasan sistem jantung paru dan
jika ada indikasi dilakukan pemasangan pulse oxymetri.4
B. Oksigenasi
22
Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga
memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi ventilasi paru-paru.
Pemberian oksigen tambahan direkomendasikan ketika saturasi oksigen menetap dibawah
91% dan dihentikan ketika saturasi oksigen menetap diatas 94%. Oksigenasi dengan kadar
oksigen 30 40 % sering digunakan untuk mengoreksi hipoksia, gunakan nasal kanul
(dengan kecepatan maksimun 2L/m); masker (minimum 4 liter/menit) atau kotak kepala.
Penderita bronkiolitis kadang-kadang membutuhkan ventilasi mekanik, yaitu pada kasus
gagal nafas, serta apnea berulang. CPAP biasa digunakan untuk mempertahankan tekanan
positif paru. CPAP mungkin memberi keuntungan dengan cara membuka saluran napas
kecil, mencegah air trapping dan obstruksi.4
C. Pengaturan Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi akibat keluarnya cairan lewat
evaporasi, karena pernafasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi
diberikan cairan rumatan. Berikan tambahan cairan 20 % dari kebutuhan rumatan jika
didapatkan demam yang naik turun atau menetap (suhu > 38,5 0C). Cara pemberian cairan
ini bisa secara intravena atau pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus hati-hati
pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak nafas,
akibat lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma ke paru. Selain itu harus dicegah
terjadinya overload cairan.4
Pengobatan Medikamentosa
A. Antivirus (Ribavirin)
Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk
mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus.
23
B. Bronkodilator
Obat-obat beta 2 agonis sangat berguna pada penyakit dengan penyempitan saluran napas
karena menyebabkan efek bronkodilatasi, mengurangi pelepasan mediator dari sel mast,
menurunkan tonus kolinergik, mengurangi pembengkakan mukosa dan meningkatkan
pergerakan silia saluran napas sehingga efektivitas dari mukosilier akan lebih baik.6
Tabel 2. Bronkodilator Simpatomimetik untuk inhalasi
Jenis obat
Epinephrine
Isoproterenol
Metaproterenol
Terbutalin
Salbutamol
Fenoterol
Potens
Selektivitas reseptor
Efek puncak
Lama kerja
(menit)
(jam)
4
4
4
4
4
4
0
0
+3
+4
+4
+4
2
3-15
30-60
60
30-60
30-60
1-1,5
1-2
3-4
4
4-6
4-6
Pada tabel diatas tampak bahwa salbutamol, terbutalin dan fenoterol merupakan agonis
selektif 2 yang mempunyai efek simpatomimetik dengan efek kardiovaskular yang
minimal serta lama kerja 4-6 jam. Pemberian salbutamol inhalasi mempunyai onset kurang
dari 15 menit dan efek puncak dicapai dalam 30-60 menit.6
Walaupun pemakaian nebulisasi dengan 2 agonis sampai saat ini masih
kontroversi, tetapi masih dianjurkan dengan alas an :
1. Pada bronkiolitis, selain terdapat proses inflamasi akibat infeksi virus juga ada
3.
4.
Segera memanggil bantuan atau membawa pasien ke rumah sakit kembali jika
didapatkan gangguan pernafasan
25
3.1.11 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara,
membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci tangan dan
penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari
tempat keramaian umum, pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan
penderita ISPA.4
Langkah preventif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian imunisasi aktif
(Vaksinasi) dan pasif (Immunoglobulin).4
Immunoglobulin
Imunisasi pasif dapat dilakukan dengan pemberian gammaglobulin yang mengandung titer
antibodi protektif tinggi (respigram). Respigram adalah human polyclonal hyperimmune
globilin. Dosis yang dianjurkan 750 mg/KgBB setiap bulan, diberikan secara intravena pada
anak dibawah umur 24 bulan. Indikasi lain adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan
kurang dari 35 minggu. 4
Pendekatan
profilaksis
pada
populasi
resiko
tinggi
adalah
meningkatkan
(augmentation) antibodi yang menetralisasi protein F dan G dengan cara pemberian dari luar
dan imunisasi dari ibu. Pada manusia, efek imunoglobulin yang mengandung neutralizing
26
antibody titer tinggi atau monoklonal terhadap protein F akan mengurangi beratnya penyakit.
Bila pada bayi premature atau bayi dengan penyakit paru kronis diberikan RSV hyperimmune
globulin atau antibodi monoklonal terhadap protein F yang disebut dengan Palivizumab setiap
bulan, diberikan secara intramuskular setiap hari, lama perawatan RSV akan berkurang secara
bermakna. Palivizumab adalah humanized murine monoclonal anti-F glycuprotein antibody,
yang mencegah masuknya RSV kedalam sel host. Akan tetapi resiko efek samping
kemungkinan meningkat pada bayi dengan penyakit jantung sianotik. AAP merekomendasikan
profilaksis boleh diberikan hanya pada bayi dengan resiko tinggi yang tidak menderita
penyakit jantung sianotik 1,4
Vaksinasi
Sesudah penelitian dengan vaksin inaktif, dikembangkan vaksin live attenuated. Vaksin RSV
pertama, yang terdiri dari cold passaged mutan, efektif untuk orang dewasa, tetapi pada anak
terlalu virulen dan tidak stabil karena dapat berubah menjadi virus biasa kembali. Kemudian
dari permukaan glikoprotein murni, dikembangkan DNA dan peptik sintetik. Vaksin live
attenuated mempunyai kelebihan, yaitu dapat diberikan intranasal dan menginduksi imunitas
mukosa dan sistemik. 1,4
Dianjurkan pemberian live attentuated RSV dan PIV3 (Parainfluenza virus serotipe 3)
sebagai vaksin kombinasi sebanyak dua atau tiga kali dengan dosis pertama sebelum atau pada
usia 1 bulan diikuti dengan vaksin bivalen PIV1 dan PIV2 pada usia 4-6 bulan.4
3.1.12 Komplikasi
Biasanya komplikasinya bisa berupa apneu, pneumonia, sindrom aspirasi, gagal nafas yang
membutuhkan ventilator mekanik, dehidrasi, atrial tachycardia. Pneumothorak dapat juga
terjadi pada penyakit obstruksi yang berat Ada beberapa kelompok pasien yang beresiko tinggi
terhadap infeksi RSV yang berat yaitu : bayi prematur (usia kehamilan <35 minggu), penyakit
jantung kongenital, penyakit paru kronik, fibrosis kistik, dan kelainan fungsi imunologi (bisa
karena kemoterapi, transplantasi, dan kelainan imunodefisiensi kongenital atau didapat)4
Komplikasi seperti otitis media akut, pneumonia bakterial dan gagal jantung jarang
dijumpai.4
3.1.13 Prognosis
Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan penyakit latar
belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas). Anak biasanya dapat mengatasi
serangan tersebut sesudah 48 72 jam. Mortalitas kurang dari 1 %. Anak biasanya meninggal
27
karena jatuh ke dalam apneu yang lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena
dehidrasi yang disebabkan oleh takipneu dan kurang makan-minum.4
Penelitian di Norwegia menunjukkan bahwa bayi yang dirawat dengan bronkhiolitis
mempunyai kecendrungan menderita asma dan penurunan fungsi paru pada usia 7 tahun
dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan adanya hipereaktifitas bronkhial yang
menetap selama beberapa tahun setelah menderita bronkiolitis pada bayi muda, baik para RSV
positif, maupun RSV negatif. Tidak dapat dibuktikan secara jelas bahwa bronkiolitis terjadi
pada anak dengan kecendrungan asma, keberhasilan pengobatan dengan kortikosteroid
mungkin dapat mengurangi prevalens asma pada anak dari kelompok pengobatan. 4
DEVELOPMENTAL DELAY
3.2.1 Definisi
Developmental Delay adalah ketertinggalan secara signifikan pada fisik, kemampuan kognitif,
perilaku, emosi, atau perkembangan sosial seorang anak bila dibandingkan dengan anak
normal seusianya. Seorang anak dengan developmental delay akan tertunda dalam mencapai
satu atau lebih perkembangan kemampuannya. Seorang anak dengan Global Developmental
Delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan Global (KPG) adalah anak yang tertunda
dalam mencapai sebagian besar hingga semua tahapan perkembangan pada usianya.
Keterlambatan perkembangan global merupakan keadaan yang terjadi pada masa
perkembangan dalam kehidupan anak.10
3.2.2 Epidemiologi
Developmental Delay sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di Amerika
Serikat angka kejadian diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5 tahun. 3 Penelitian oleh
Suwarba dkk.di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta mendapatkan prevalensinya adalah 2,3 %.11
3.2.3 Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau
Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi11:
1. Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dnegna kemampuan anak melakukan
pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan
sebagainya.
2. Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk melakukan
gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil,
28
tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis,
dan sebagainya.
3. Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk
memberikan respon terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah, dan
sebagainya.
4. Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri
anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh
anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya.
3.2.4 Etiologi
Developmental delay dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan
neurodevelopmental (mulai dari disabilitas belajar hingga kelainan neuromuskular. Tabel
berikut memberikan pendekatan beberapa etiologi :
Tabel 3. Penyebab Developmental delay menurut Forsyth dan Newton13
Kategori
Genetik atau Sindromik
Teridentifikasi dalam 20% dari
mereka yang tanpa tanda-tanda
neurologis, kelainan dismorfik,
atau riwayat keluarga
Metabolik
Teridentifikasi dalam 1% dari
mereka yang tanpa tanda-tanda
neurologis, kelainan dismorfik,
atau riwayat keluarga
Endokrin
Traumatik
Komentar
Sindrom yang mudah diidentifikasi,
misalnya Sindrom Down
Penyebab genetik yang tidak terlalu
jelas pada awal masa kanak-kanak,
misalnya Sindrom Fragile X,
Sindrom Velo-cardio-facial (delesi
22q11),Sindrom Angelman,
Sindrom Soto, Sindrom Rett,
fenilketonuria maternal,
mukopolisakaridosis, distrofi
muskularis tipe Duchenne, tuberus
sklerosis, neurofibromatosis tipe 1,
dan delesi subtelomerik.
Skrining universal secara nasional
neonatus untuk fenilketonuria
(PKU) dan defisiensi acyl-Co A
Dehidrogenase rantai sedang.
Misalnya, kelainan siklus/daur urea
Terdapat skrining universal neonatus
untuk hipotiroidisme kongenital
Cedera otak yang didapat
29
Malformasi serebral
Infeksi
Toksin
Selain itu faktor risiko seperti status gizi, pemberian ASI, perawatan kesehatan,Berat lahir
rendah berisiko untuk mengalami keterlambatan perkembangan12
3.2.5 Deteksi Dini
Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan pencapaian
perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap tahap perkembangan
umumnya cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan normal jika ia dapat berjalan mulai
usia 10 hingga 18 bulan, sehingga seringkali terjadi perbedaan perkembangan di antara anak
yang seusia. Untuk itu, orang tua perlu mengenal tanda bahaya (red flag) perkembangan
anak.Untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan umum,
perlu data / laporan atau keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau skrining
perkembangan pada anak.13
30
Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara komprehensif untuk
menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko
pada anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang
anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat
diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Penilaian
pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik
dan penilaian perkembangan.13
Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat dari
beberapa tanda bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana seperti yang tercantum di
bawah13:
Tanda bahaya perkembangan motor kasar
1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh bagian kiri dan
kanan.
2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari usia 6 bulan
3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol
Tanda bahaya gangguan motor halus
1.
2.
2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau ketertarikan dengan
orang lain pada usia 20 bulan
3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan
Tanda bahaya gangguan sosio-emosional
1. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain
2. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah
3. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya
4. 15 bulan: belum ada kata
5. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura
6. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti
7. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan bersosialisasi / interaksi
Tanda bahaya gangguan kognitif
1. 2 bulan: kurangnya fixation
2. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
3. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara
4. 9 bulan: belum babbling seperti mama, baba
5. 24 bulan: belum ada kata berarti
6. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata
3.2.6 Gejala Klinis
Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian dalam
beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila di perhatikan.
Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli dalam melihat gejala dan
hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining prosedur yang dilakukan dokter, dapat
membantu menggali gejala dan akan berbeda jika skrining dilakukan dalam sekali kunjungan
dengan skrining dengan beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan,
lingkar kepala, lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian KPG yang
berpatokan pada kegagalan perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar, motorik
halus, bicara, bahasa, kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari dimana belum
diketahui penyebab dari kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal spesifik yang dapat
mengarahkan
kepada
diagnosa
klinik
KPG
terkait
ketidakmampuan
anak
dalam
1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan
2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan
3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk
4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan
5. Anak memiliki masalah komunikasi
6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus
3.2.7 Diagnosis
Anamnesis
Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orangtua secara seksama
tentang
perkembangan
anaknya.
Orang
tua
dapat
mencatat
setiap
keterlambatan
perkembangan, perubahan tubuh dan kurang responsifnya anak tersebut, sehingga perlu
perhatian khusus. Tiap orangtua tentunya memiliki daerah perhatian yang berbeda. Penggalian
anamnesis secara sistematis meliputi, resiko biologi akibat dari gangguan prenatal atau
perinatal, perubahan lingkungan akibat salah asuh, dan akibat dari penyakit primer yang sudah
secara jelas terdiagnosis saat infant.10
Contoh, dari pandangan biologi, infant dengan berat badan lahir rendah seringkali
beresiko terhadap angka kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau meningitis, gangguan
metabolik, dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung memengaruhi perkembangan otak.
Anak dengan resiko lingkungan termasuk didalamnya ibu yang masih muda dan tidak
berpengalaman serta ibu yang tidak sehat secara individu atau kekurangan finansial. Anak
yang hidup dalam keluarga bermasalah akibat obat-obatan terlarang, minuman keras dan
kekerasan sering menyebabkan hasil buruk. Anak dengan faktor resiko kondisi medis seperti
myelomeningocele, sensorineural deafness, atau trisomy 21 diketahui memiliki hubungan
dengan keterlambatan perkembangan anak. Perhatian saat ini sering pula akibat dari infeksi
virus HIV. Kurangnya motorik milestones, peubahan perilaku, atau kognitif buruk serta
perubahan fungsi serebelum dalam tahun pertama sering dihubungkan dengan HIV.10
Pemeriksaan Fisik
Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik. Pengukuran lingkar
kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali) adalah bagian penting dalam
pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering dihubungkan dengan kelainan kromosom,
atau faktor penyakit genetik lain sulit dilihat dalam pemeriksaan yang cepat. 10 Sebagai
tambahan, pemeriksaan secara terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat dilakukan
33
saat infant, dengan menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti arah
cahaya lampu. Saat anak sudah memasuki usia pre-school, pemeriksaan yang lebih mendalam
diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat ditemukan adanya
strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test dengan menggunakan brain-stem
evoked potentials pada infant. Saat umur memasuki 6 bulan, kemampuan pendengaran dapat
dites dengan menggunakan peralatan audiometri. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran dapat
diperiksa menggunakan audiometer portable. Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari
infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena bila terjadi secara
kontinyu akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan kulit secara
menyeluruh dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit ektodermal seperti tuberous
sklerosis atau neurofibromatosis yang dihubungkan dengan delay. Pemeriksaan fisik juga
harus meliputi pemeriksaan neurologi yang berhubungan dengan perkembangan seperti
adanya primitive reflek, yaitu moro reflex, hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan
tonus.10
Pemeriksaan Penunjang
spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya riwayat keluarga dengan KPG.
Meskipun skrining untuk Fragile X lebih sering dilakukan anak laki-laki karena insiden
yang lebih tinggi dan severitas yang lebih buruk, skrining pada wanita juga mungkin saja
dilakukan bila terdapat indikasi yang jelas.
Diagnosis
dipertimbangkan pada wanita dengan retardasi mental sedang hingga berat yang tidak
dapat dijelaskan.10
c. Skrining tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital perlu
dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG hanya dilakukan bila terdapat
klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.10
d. EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki riwayat
epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner). Belum terdapat data yang
cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum dapat digunakan sebagai rekomendasi
pemeriksaan pada anak dengan KPG tanpa riwayat epilepsi.10
e. Imaging
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG (terlebih
bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus lebih dipilih
dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara klinis sebelumnya.10
3.2.8 Diagnosis Banding
Etiologi dan penyebab dari KPG saat ini belum bisa memprediksi secara spesifik, gangguan
mana saja yang akan terlibat dalam penegakan KPG ini, terdapat beberapa penyakit atau
gangguan dengan gambaran serupa GDD, namun memiliki beberapa perbedaan yaitu retardasi
mental, palsi serebral, Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism Spectrum
Disorder (ASD).10
3.2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum ditemukan. Hal itu
disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anak-anak belajar dan berkembang
dengan cara mereka sendiri berdasarkan kemampuan dan kelemahan masing-masing.
35
Sehingga penanganan KPG dilakukan sebagai suatu intervensi awal disertai penanganan pada
faktor-faktor yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan, antara lain11,13:
1. Speech and Language Therapy
Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP, autism,
kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities. Metode yang dilakukan bervariasi
tergantung dengan kondisi dari anak tersebut. Salah satunya, metode menggunakan jari,
siulan, sedotan atau barang yang dapat membantu anak-anak untuk belajar mengendalikan
otot pada mulut, lidah dan tenggorokan. Metode tersebut digunakan pada anak-anak
dengan gangguan pengucapan. Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat yang
membuat anak-anak tertarik untuk terus belajar dan mengikuti terapi tersebut.11,13
2. Occupational Therapy
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri dalam
menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka antara bermain, belajar
dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, memakai pakaian, makan, dan lain-lain.
Sehingga anak-anak yang mengalami kemunduran pada kemampuan kognitif, terapi ini
dapat
membantu
mereka
meningkatkan
kemampuannya
untuk
menghadapi
permasalahannya.11,13
3. Physical Therapy
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus,
keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya. Kemampuan motorik
kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang besar seperti berguling,
merangkak, berjalan, berlari, atau melompat. Kemampuan motorik halus yakni
menggunakan otot yang lebih kecil seperti kemampuan mengambil barang. Dalam terapi,
terapis akan memantau perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan, daya tahan
otot dan sendi, dan kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi ini
dilakukan oleh terapi dan orang-orang yang berada dekat dengan anak tersebut. Sehingga
terapi ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan.11,13
4. Behavioral Therapies
Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan memiliki
efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau buruk seperti melempar
barang-barang, menggigit, menarik rambut, dan lain-lain. Behavioral therapy merupakan
36
37
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien datang keluhan sesak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak pada pasien
disebabkan oleh virus yang bereplikasi di dalam nasofaring dan kemudian menyebar dari
saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran
nafas. Virus mempengaruhi sistem saluran nafas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada
mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel
epitel silia yang menyebabkan terjadi edema submukosa. Virus yang merusak epitel bersilia
akan mengganggu gerakan mukosilier sehingga mukus tertimbun dalam bronkiolus.
Akibatnya terjadi penyempitan saluran nafas sehingga pasien sesak.
38
Pasien juga mengeluh batuk berdahak. Batuk merupakan mekanisme pertahanan dari
tubuh akibat adanya infeksi atau benda asing. Selain itu, pada bronkiolitis tertimbun banyak
mukus sehingga akan terjadi respon batuk untuk mengeluarkan mukus.
Pasien yang masih berusia 8 bulan sangat rentan untuk mengalami bronkiolitis karena
respon imun yang buruk sehingga virus lebih mudah bereplikasi dan menginfeksi saluran
nafas.
Pasien lahir prematur dengan berat bayi lahir rendah serta belum imunisasi dasar
secara lengkap. Hal ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya bronkiolitis karena respon
imun yang buruk serta menjadi risiko untuk mengalami gangguan perkembangan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan takipnea dan retraksi sela iga. Takipnea merupakan
frekuensi pernafasan yang cepat dan dangkal yang melebihi normal, pada bayi berusia 8 bulan
frekuensi pernafasan normal adalah <50x/menit. Takipnea biasanya terjadi saat adanya
ketidakseimbangan antara karbondioksida dan oksigen. Takipnea merupakan mekanisme
kompensasi agar oksigen bisa masuk dan tersalurkan ke dalam tubuh dan dapat membuang
karbon dioksida yang menumpuk.. Selain itu, adanya ronchi dan wheezing pada saat inspirasi
dan ekspirasi menandakan bahwa adanya udara yang melewati saluran nafas yang sempit
karena adanya obstruksi saluran nafas.
Pasien belum bisa tengkurap merupakan salah satu ciri dari keterlambatan
perkembangan (developmental delay). Normalnya bayi sudah bisa tengkurap pada usia 3-4
bulan. Berbagai etiologi dapat menyebabkan gangguan perkembangan, namun pada kasus ini
pasien yang lahir prematur, belum diimunisasi secara lengkap dan juga berat bayi lahir rendah
merupakan risiko yang dapat menimbulkan gangguan perkembangan.
BAB V
KESIMPULAN
Bronkiolitis adalah suatu infeksi atau inflamasi akut dari saluran
pernapasan atas dan bawah yang menyebabkan obstruksi pada saluran
napas kecil pada anak di bawah usia 2 tahun. Angka insiden tertinggi pada
anak berusia di bawah 6 bulan terutama usia 2-3
bulan
Penyebab bronkiolitis pada pasien ini cenderung lebih mengarah ke
infeksi virus yaitu paling banyak disebabkan oleh RSV. Respon imun yang
39
buruk pada pasien dibawah 2 tahun merupakan salah satu risiko untuk
terjadinya bronkiolitis
Risiko berat bayi lahir rendah dan juga lahir prematur merupakan
risiko bukan hanya terhadap bronkiolitis namun juga risiko keterlambatan
perkembangan pada anak (developmental delay)
DAFTAR PUSTAKA
1.
40
3. Menkes JH, Moser FG. Neurologic examination of the child and infant. Dalam: Menkes
JH, Sarnat HB, penyunting. Child neurology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2006.h.1-27
4. RahajoeN, Supriyatno B, Setyanto. DB Buku Ajar
Physician 2004;69:326-30
Kim CK, Kim SW, Park CS, Kim BI, Kang H, Koh YY. Bronchoalveolar lavage
cytokine profiles in acute asthma and acute bronchiolitis. J Allergy Clin Immunol
2003;112:64-71
8.
9.
Unpad. 2005
10. Srour M, Mazer B, Shevell MI. Analysis of clinical features predicting etiologic yield
in the Assessment of global development delay. Pediatrics 2006;118:139-45.
11.
Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak
12.
13.
Indonesia.
[diunduh
Mei
2016].
[Available
from]:
URL:
http
//idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/mengenal-keterlambatanperkembangan-umum-pada-anak.html.
41