Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengue merupakan penyakit virus utama yang menyerang manusia disebabkan oleh

nyamuk ditemukan lebih dari 100 negara dan mengancam lebih dari 2,5 juta penduduk di negara

tropis dan subtropik. Infeksi virus dengue disebabkan oleh 4 tipe serotip (DEN 1-4) yang paling

banyak menyebabkan perawatan di rumah sakit dan merupakan penyebab kematian pada anak

terbanyak di beberapa negara tropis. Case fatality rate dari demam berdarah dengue sekitar 5%,

kebanyakan kasus yang fatal terjadi pada anak-anak. Mayoritas anak yang dirawat karena

demam dengue, demam berdarah dengue/ sindrom syok dengue sembuh dengan perawatan

suportif yang ketat.1

Pada tahun 2011 revisi guideline WHO, dengue dibagi menjadi demam dengue, demam

berdarah dengue, demam berdarah dengue tanpa syok atau dengan syok dan expanded dengue

syndrome (EDS). Manifestasi yang tidak lazim adalah spektrum yang luas dari infeksi dengue

yang mempengaruhi berbagai sistem organ; kardiovaskular, gastrointestinal, hepar, sistem saraf,

paru-paru dan sistem renal.2 Kondisi ini dapat terjadi karena mungkin terkait dengan koinfeksi,

komorbid, atau komplikasi dari syok berkepanjangan. Adapun insiden dengue secara global

terbanyak di Asia Tenggara dan Pasifik Barat yang merupakan 75% dari jumlah global dengue.

Di Amerika 64,6% kasus berada di negara-negara Kutub Selatan, 19% di Ekuador, 12,5% di

Amerika Tengah dan Meksiko dan 3,9% di Karibia, namun untuk insiden EDS secara umum

belum dilakukan penelitian lebih lanjut. Di Indonesia pada tahun 2009, 2010 dan 2011 telah

dilaporkan kejadian EDS di Rumah sakit Dr Soetomo Surabaya dan Rumah Sakit Soerya

Sepanjang Sidoarjo. Pada tahun 2009 ada tiga kasus, tahun 2010 ada dua kasus dan tahun 2011

1
ada dua kasus dengue dengan manifestasi yang tidak biasa. Beberapa faktor mempengaruhi

situasi ini seperti pemanasan global, peningkatan urbanisasi yang menyebabkan kesadaran

tentang sanitasi lingkungan yang baik. Disamping itu banyak kasus manifestasi tidak biasa yang

ditemukan dan memerlukan prosedur baru untuk membuat diagnosis dan tatalaksana terbaru. 2,3

1.2 Batasan Masalah

Laporan kasus ini membahas tentang expanded dengue syndrome, demam dengue dengan

manifestasi tidak biasa.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Penulisan refrat ini bertujuan untuk memahami tatalaksana expanded dengue syndrome.

2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

3. Memenuhi salah satu syarat dalam menjalankan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan

Anak RSUD Bangka Tengah - Koba.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada beberapa literatur

berupa buku teks, jurnal dan makalah ilmiah.

BAB II

2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
1. Pasien
Nama : An A
Usia : 14 Februari 2011 - 6 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Bangka
Alamat : Bangka Tengah

2. Nama org tua


Ayah : Tn A Ibu : Ny. A
Usia : 30 th Usia : 29 th
Pekerjaan : Petani Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Agama : Islam Agama : Islam
Suku Bangsa : Bangka Suku Bangsa : Bangka

No. CM : 07 97 11
Bangsal : ICU
Masuk RS : 10 Desember 2017

2.2 Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu ayah pasien dan perawat ruangan ICU RSU Bangka
Tengah 10 Desember - 19 Desember 2017 serta di dukung oleh catatn medis pasien.

1. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama : Penurunan kesadaran 12 jam
b. Keluhan tambahan : Badan terasa panas, nyeri kepala, nyeri belakang mata,
mimisan, bintik kemerahan di badan, mual hingga
muntah, nafsu makan berkurang

2. Riwayat penyakit sekarang :


Sebelum masuk rumah sakit

3
- 5 SMRS os merasa badan panas mendadak tinggi, dirasakan pada rabu siang,
badan panas disertai keluhan nyeri kepala, nyeri belakang mata, nyeri sendi,
namun tidak ada mimisan, bintik kemerahan di badan, batuk pilek, sesak nafas.
- 4 SMRS os merasa badan masih terasa panas disertai dengan nyeri kepala, nyeri
kepala, nyeri sendi, nyeri belakang mata, tidak ada mimisan, bintik kemerahan di
badan, batuk pilek dan sesak
- 3 SMRS os merasa badan masih tetap panas disertai nyeri kepala, nyeri sendi,
nyeri belakang mata, os mimisan sebanyak 1-2 kali dalam sehari, mimisan cepat
berhenti sendiri, tidak ada bintik kemerahan di badan, buang air besar kehitaman,
batuk pilek, sesak nafas.
- 2 SMRS os merasa badan asih tetap panas disertai nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri
belakang mata, os merasa badan terdapat bintik kemerahan pada tangan kanan,
bintik merah jika di pegang tidak timbul/kasar, jika di tekan tidak menghilang,
bintik kemerahan hampir lebih dari 20 bintik, tidak terasa gatal dan tidak nyeri, os
juga mengeluhkan mual hingga muntah, os tidak mau makan dan minum, os juga
merasa buang air besar terdapat kehitaman, kotoran lembek, tidak berlendir.
Tidak ada keluhan batukpilek, sesak nafas.
Setelah masuk rumah sakit
HRMS tanggal 10 Desember 2017 Pukul 20.05. os merasa badan masih panas, tiba
tiba tidak sadarkan diri, os di bawa ke mantri untuk mendapatkan pengobatan, setelah
diberikan pengobatan tidak ada perubahan, os sebelumnya tidak terjatuh maupun
terbentuk, tidak ada kejang

3. Riwayat Penyakit Orang Tua Pasien :


- Riwayat ibu dan ayah menderita hal yang sama dengan pasien tidak ada
- Riwayat ibu dan ayah menderita Malaria, Chikungunya, Demam BErdarah Dengue
tidak ada
- Riwayat Ibu dan ayah menderita kencing manis, asma, penyakit jantung, penyakit
ginjal, alergi, anemia, serta kelainan darah disangkal
Kesan : Tidak ada factor risiko pada kedua orang tua

4. Riwayat Kehamilan
Os lahir dari Ibu usia 20, riwayat haid teratur, siklus 28 hari, lama haid sekitar 6 hari per
siklus dalam sehari mengganti 3 – 4 kali pembalut. Saat hamil, ibu mengatakan tidak pernah
melakukan pemeriksaan kehamilan baik ke bidan maupun ke dokter. Selama hamil, ibu tidak
mendapatkan suntikan vaksin tetanus toxoid.
Riwayat penyakit kencing manis, asma, penyakit jantung, hipertensi disangkal.

4
Riwayat ibu demam tinggi selama proses kehamilan disangkal. Riwayat trauma, pijat
perut dan minum obat-obatan atau jamu disangkal. Pola makan sebelum dan selama hamil
mengalami perubahan, yang biasanya 3 kali sehari menjadi 4-5 kali sehari.
Kesan : Riwayat kehamilan tidak baik

5. Riwayat Persalinan
Lahir bayi perempuan dari ibu P2A0, usia kehamilan 39 minggu, partus spontan
pervaginam pada tanggal 14 Februari 2011 pukul 08.30 WIB, ditolong oleh dukun
bersalin dan bidan desa. Berat badan lahir 3500 gram, panjang badan, lingkar kepala,
lingkar dada tidak diketahui, kaput suksedaneum (-), sefal hematom (-).
- Bayi lahir menangis kuat, warna kulit kemerahan dengan biru pada ekstremitas,
pernafasan baik, tonus otot baik dan frekuensi denyut jantung >100 kali/menit
- Menit ke-10, bayi menangis kuat, warna kulit kemerahan, pernafasan baik, tonus otot
baik, dan frekuensi denyut jantung >100 kali/menit
- APGAR score didapatkan 8/9
Kesan : Riwayat persalinan tidak baik

6. Riwayat Tumbuh Kembang


a. Riwayat pertumbuhan
Berat badan lahir 3500 gram, panjang badan, lingkar kepala, lingkar dada tidak
diukur saat lahir.

b. Riwayat Perkembangan
- Tengkurang usia 3 bulan
- Duduk 9 bulan
- Merambat 1 tahun
- Jalan 2 tahun
- Usia 4 tahun demam tiba-tiba setelah demam turun os tidak dapat berjalan, os di
bawa ke RS dan tidak ada perubahan, dokter di rumah sakit tersebut menyebutkan
bahwa anak tidak apa-apa, os hanya diberikan fisioterapi jalan, setelah fisioterapi
os bisa berjalan namun tidak lama kemudian setelah dibawa kerumah tidak dapat
berjalan kembali, sampai sekarang os hanya mengesot.

5
Kesan : Tumbuh kembang sesuai usia *Curiga AFP -> karena tiba tiba anak tidak dapat
berjalan

7. Riwayat Makan dan Minum


Sesaat setelah lahir os diberi Asi hingga usia 2 tahun, dengan tahapan MPASI mulai usia
6 bulan, MPASI os Nasi dengan air tajin.
Kesan : Riwayat pemberian makan tidak baik

8. Riwayat Imunisasi
Hanya polio di bulan awal kelahiran
Kesan : imunisasi tidak lengkap

6
9. Riwayat Keluarga Berencana:
Ibu pasien tidak menggunakan alat/obat kontrasepsi sebelum hamil.

10. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien seorang wiraswasta dan ibu pasien adalah ibu rumah tangga. Ayah dan Ibu
pasien baru menikah 1 tahun yang lalu. Biaya pengobatan ditanggung Pribadi
Kesan : Sosial ekonomi menengah ke bawah.

11. Data Perumahan


- Kepemilikan rumah : Milik sendiri
- Keadaan rumah : Rumah Kayu 1 kamar tidur, 1 kamar mandi
- Sumber air bersih : Sumber air minum air galon, air untuk memasak dan
mencuci sayuran ditampung dari air hujan, limbah
buangan dialirkan ke sungai/rawa di belakang rumah
- Keadaan lingkungan : Tidak ada rumah sekitar selain rumah os, rumah bangunan
berdiri tepat di tengah Kebun Kelapa Sawit
Kesan : Lingkungan kurang baik, ada faktor risiko penularan infeksi

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


GCS : E3M5V2
Kesadaran : Somnolen

1. Tanda Vital
- Tekanan Darah : 80/40 mmHg
- Nadi : 130 x/mnt, Ireguler, tidak kuat angkat
- Pernafasan : 32 x/mnt, Spontan, Terkesan Cepat tidak dalam, Pernafasan Chest
Abominal, tidak ada hambatan dalam pola nafas
- Suhu : 38 C Axilla
- SpO2 : 95% dengan Pemberian Nasal Kanul 3 Lpm

2. Index Massa Tubuh


- Berat Badan : 12,5 Kg
- Tinggi Badan : 86 cm
- BB/TB : (12/51)x100 = 23%
kesan : Stunting

7
3. Status Generalis
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : sekret (-/-) darah (-/-) T0
Leher : pembesaran KGB (-)

COR
Inspeksi : Ictus cordis (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV linea mid clavicularis sinistra
Perkusi : Batas atasselaiga II garis parasternal kiri
Batas kananselaiga IV garis parasternal kanan
Batas kiriselaiga IV garismidklavikula
Auskultasi :Bunyijantung I – II normal, reguler, murmur (-)

PULMO
Inspeksi : Bentukdanpergerakanhemitorakskirisamadengankanan
Palpasi : Fremitus taktildanvokalhemitorakskirisamadengankanan
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi :Suaranafasvesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

ABDOMEN
Inspeksi :  Datar, simetris
Auskultasi :Hepardan lien tidakteraba, nyeritekan (-)
Palpasi :Timpani
Perkusi :Bisingusus (+) normal

Akral : Dingin (+/+), CRT >2 dtk (+/+)

8
STATUS NEUROLOGI
Kekuatan otot

5555 5555
1111 1111

Rangsang Meningeal
1. kaku kuduk (-)
2. Tanda Brudinsky I (-)
3. Tanda Briudsky II (-)
Reflek fisiologi meningkat (-)
Reflek patologis
1. Babinsky (-)
2. Chadok (-)

Laboratorium (10 Desember 2017)

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


Hemoglobin 17,2 g/dl 12 - 16 gr/dl
Leukosit 10.000 ul 4.500 - 10.700/µl
Eritrosit 7,64 Jt/L 4.2 – 6.2 Jt/L
Trombosit 26.000 ul 150.000-400.000/µl
Hematokrit 42 % 38 – 47 %
MCV 56 Fl 80-100
MCH 22 pg 26-34
MCHC 40 % 32-36
Hitung jenis
Limfosit 28 % 25.0-40.0
Mix : basofil, 0/0/13 % 4.0-13.0
eosinofil, monosit
Netrofil 59 % 50.0-70.0
Anti Dengue
IgM Reaktif - Non reaktif
IgG Reaktif - Non reaktif

RESUME
Anamnesa

9
- Febris bifasik 5 hari, disertai cefalgia, mialgia, nyeri retroorbital, melena.
- Riwayat flaccid paralisis usia 4 tahun
- Riwayat imunsasi tidak lengkap
- Riwayat makan tidak sesuai usia
- Riwayat ekonomi yang rendah
Pemeriksaan fisik
- TTV : TD : 80/40 mmHg, HR : 130 x/mnt, RR : 30 x/mnt, S : 38 C
- Akral : tanda syok (+)
- BB/U : (12/21) x 100 = 57% kesan : GiziBuruk
TB/U : (86/109)x100 = 78% kesan : TB Kurang
BB/TB : (12/51)x100 = 23% kesan : GiziBuruk
- Kekuatan otot

5555 5555
1111 1111

Laboraturium
- Trombositopenia
- Leukositosis
- Hemokonsentrasi meningkat > 20%
- IgM dan IgG : Positif

Diagnosis :
- Dengue Shock Syndrom
- Susp Eselopati Dengue
- Severly stunted
- Paraparese inferior flaccid
Diagnosis banding :
- Chikungunya heamorragic fever
- Syok septik
- Idiopathic thrombocytopenia purpura

Terapi :
- Non Medikamentosa
o Tirah baring

10
o Banyak minum
o Diet tinggi kalori tinggi protein
- Medikamentosa
o Resusitasi RL20 cc/kg = 250 cc ->90 x/mnt
o IVFD Ringer lactat 7 cc/KgBB/Jam = 80 tpm (87,3 cc/jam)
o Cek analyzer/6 jam
o Balance cairan/6 jam
o Buat kurva suhu
o Inj PCT flash 13 cc (T > 39 C)
o Inj Ceftriaxone 2 x 625 mg
o Po PCT syr 3x1 Cth (> 38 C)

Usulan pemeriksaan :
- Konsul dr. Dora Sp.A
- Rawat ICU
- Cek analyzer /6 jam
- Cek SGOT/ SGPT, CRP, Bun Creatinin
- Pantau tanda tanda shock

PROGNOSA
- Auo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Qou ad sanactionam : dubia ad bonam

11
Follow up ruangan
RUANG RAWAT ICU
Tanggal Anamnesa dan pemeriksaan fisik Terapi Labraturium
10/12/17 S : Demam (-),NGT tampak kehitaman (+),kejang (-), P: *At : 75.000
O : Kesadaran : Sopor - Termonesulsi HCT : 37%
TD : 135/96-144/97 HR : 104-90 - IVFD RL 5 cc/kg/jam Al : 12.100
RR : 33- 42. S : 37-37 - Inj.PCT flash 13 cc (T > 6 jam ke 1
39 C) - Hb : 17.2
Mata : edema palpebra (-/-) - Inj Ceftriaxone 2 x 650 - Leu : 10.000
Cor : Bj 1 dan 2 N, M (-),G (-) mg (H1) - Tr : 26.000
Pulmo : V (+/+), Rh (-/-) Wh (-/-) - Inj omeprazole 1x0.3 cc - Ht : 42
Abdomen : asites (-) Bu (-) - Po PCT 3x1 Cth (T > 38
Akaral : Tanda shock (-) C) 6 jam ke 2
- Bilas lambung - Hb : 15.2
Balance 8 jam : - Cek analyzer/6 jam - Leu : 11.000
Masuk : 1138.75 - Obs TTV, Tanda - Tr : 27.000
Keluar : 713.7 Perdarahan, Tanda Shock - Ht : 38
IWL :93.7 - Ro RLD + PA
Balance :+ 425.05 - Cek SGOT/PT, BUN, 6 jam ke 3
Diuresis : 5.5 cc/kg/jam Creat, Albumin - Hb : 14.8
- Puasa - Leu : 12.200
A: - Tr : 30.000
- DSS overcome (Hr 5-6) - Ht : 36
- Susp enselopati dengue (Hr 5-6)
- Fimosis
- Paraparese inferior spastik
- Severly shufed
- Uppergit bleeding

12
11/12/17 S : NGT kehitaman (+), Demam (+) P: 6 jam ke 1
O : Kesadaran : Sopor - Termonesulsi - Hb : 12.6
TD : 135/76-126-76 HR : 88-90 - Transfusi trombosit 3 - Leu : 12.100
RR : 48-34 S : 38-38.4-38.3-36 kolf secepatnya - Tr : 75.000
AT 23.000 - Premed inj dexa 1.2 mg - Ht : 37
Hb 11.7 pre transfusi - Ur : 26.08
- Inj lasix 6 mg post - Cr : 2.51
Mata : edema palpebra (-/-) transfusi
- SGOT : 77
Cor : Bj 1 dan 2 N, M (-),G (-) - Bilas lambung/4jam
- SGPT : 82
Pulmo : V (+/+), Rh (-/-) Wh (-/-) - Jernih mulai intake
Abdomen : asites (-) Bu (-) - Selama puasa GDS/24 - Protein Total : 4.23
Akaral : Tanda shock (-) jam - Albumin : 2.7
- Jika HR meningkat sd - Globulin : 1.53
Balance 24 jam : 140 x/mnt/ ada tanda
6 jam ke 2
Masuk : 1730.1 shock _> analyzer CITO,
- Hb : 11.7
Keluar : 1332.6 HB menurun _> plan
- Leu : 13.800
IWL : 262.9 PRC 1 kantung (Premed
Balance :+736.2 sama) - Tr : 23.000
Diuresis : 4 cc/kg/jam - IVFD 2 jalur : - Ht : 29
I RL 43 cc/jam 6 jam ke 3
A: II KaEN 3A 20 cc/jam - Hb : 11.1
- Upper GIT bleeding - Leu : 13.200
- DSS overcome (Hr 6-7)
- Tr : 31.000
- Susp enselopati dengue (Hr 6-7)
- Paraparese inferior spastik - Ht : 22
- Severly shufed 6 jam ke 4
- Hb : 11.2
- Leu : 14.000
- Tr : 19.000
- Ht : 28
12/12/17 S : Demam (+), terakhir semalam, NGT sudah tidak P : 6 jam ke 1
kehitaman, BAB kehitaman (+) 3x, Gelisah (-). - Termonesulsi - Hb : 10.7

13
Tangan bekas infus tampak kehitaman dan sedikit luka - IVFD : 5 cc/kg/j - Leu : 12.500
(plebitis) I RL 43 cc/jam - Tr : 27.000
O : Kesadaran : Sopor II KaEN3A 20 cc - Ht : 27
TD : 130/80-120/87 HR : 60-50 - Inj ceftriaxone 2 x 650 - SGOT : 56
RR : 42-37 S : 37-38-37 mg (H1) - SGPT : 29
- Inj Gentamisin 5 mg/kg/r
Mata : edema palpebra (-/-) = 2 x 30 mg 6 jam ke 2
Cor : Bj 1 dan 2 N, M (-),G (-) - Jika NGT jernih, BU (+) - Hb : 10.5
Pulmo : V (+/+), Rh (-/-) Wh (-/-) -> Susu 50 cc/3 jam - Leu : 12.400
Abdomen : asites (-) Bu (+) menurun - Transfusi PRC 120 xx - Tr : 26.000
Akaral : Tanda shock (-) dalam 4 jam - Ht : 26
- Pre med inj dexa 1.2 mg,
HB turun 10.7 post transfusi lasix 6 mg 6 jam ke 3
Lab Elektrolit (MONITOR KETAT) - Hb : 10.7
- Natrium : 145.6 - Opilax syr 2 x 5 cc (Jika - Leu : 9.000
- Kalium : 1.24 NGT Jernih) - Tr : 62.000
- Calsium : 6.4 - Selama puasa GDS/ 24 - Ht : 32
jam - Natrium : 147.6
EKG : AV Block derajat 2 morbits type 1 - EKG - Kalium : 1.45
- Ro Thorax - Calsium 118.9
Balance 24 jam : - Cek electrolit
Masuk : 1692.6 - Dopamin 5 mg/kg/mnt – 6 jam ke 4
Keluar : 1910 7.2 mg, Dopamin + D5% - Hb : 12.7
IWL : 260 sd 24 cc syring 1 cc/jam - Leu : 9.900
Balance :- 477.4 - Gentamisin salep pada - Tr : 36.000
Diuresis : 5.3 cc/kg/jam luka 4x1 - Ht : 32
- Koreksi cepat.
A: Hipokalemia 12 cc KCL
- DSS overcome (Hr 7-8) + aquabides
- Upper GIT Bleeding (perbaikan) sampaidengan 50 cc
- Aritmia susp miokarditis dengue dd/ inbalance dalam 4 jam.
electrolit - KaEN3A diganti
KaEN3B 15 cc/jam

14
- Jika sudah koreksi cepat
selesai. IVFD I masuk
darah jalur 2 KaEN3B 15
cc/jam.
- MONITOR KETAT
13/12/18 S : Demam (+), NGT kehitaman (+), BAB Hitam P : (-)
terakhir semalam - Termonesulsi
O : Kesadaran : Sopor - IVFD : I D5 ½ 5 cc/jam.
TD : 123/88-125-86 HR : 56-56 II Amiosteril 30 cc/jam
RR : 25-23 S : 37,7-38-37 - Inj ceftrione 2x650 mg
- Inj levofloksasin 5
Mata : edema palpebra (-/-) mg/kg/hr = 2 x 30 mg
Cor : Bj 1 dan 2 N, M (-),G (-) - Opilax syr 2 x 5 cc (Jika
Pulmo : V (+/+), Rh (-/-) Wh (+/+) NGT Jernih)
Abdomen : asites (-) Bu (-) - Koreksi lambat 400 cc
Akaral : Tanda shock (-) KaEN3B + 10 cc KCL
dalam 20 jam, kec. 41
Lab elektrolit cc/jam. 2 plabot
- Natrium : 135.1 - Dopamin 5 mg/kg/mnt
- Kalium : 2.74 7.2 mg. Dopamin + D5
- Calsium : 100.4 % sd 10 cc. Kec. 1
cc/jam
- Inj. Lasix 6 mg
Balance 24 jam : - Inj. Gentamisin 2x30 mg
Masuk : 1118.4 - Cek lab lengap analyzer,
Keluar : 910 elektrolit,
IWL : 344.1 BUN,Creat,Albumin
Balance :+157.4 - GDS/24 jam, selama
Diuresis : 3.0 cc/kg/jam puasa
- Tetes air putih/gula PO
A: - Koreksi cepat
- DSS Overcome (Hr 8-9) hipokalemia ulang 170
- Upper GIT Bleeding cc KaEN3B + 10 cc KCL

15
- Aritmia susp. Mikarditis dengue dd/ dalam 4 jam. Kecepatan
hiperkalemia berat 45 cc/jam
- Lanjut koreksi lambat
400 cc KaEN3B + 10 cc
KCL dalam 20 kec. 41
cc/jam. 2 plabot (1 olah
PT habis dalam 10 jam,
koreksinya sd 20 jam)
- Extra nebu velutine 1
respul
- Pantau durate nebu
14/12/17 S : NGT semalam kehitaman P: Analyzer :
O : Kesadaran : Sopor - Termonesulsi - Hb : 11.6
TD : 127/86-118/69 HR : 52-56 - Aminosteril 30 cc/jam - Leu : 19.500
RR : 26-21 S : 37.6-38-37 - Dopamin 5 mg/kg/mnt - Tr : 60.000
7.2 mg. Dopamin + D5 - Ht : 30
Mata : edema palpebra (-/-) % sd 24 cc. Kec. 10
Cor : Bj 1 dan 2 N, M (-),G (-) cc/jam Kimia darah
Pulmo : V (+/+), Rh (-/-) Wh (-/-) - Opilax syr 2x5cc (jika - GDS : 83
Abdomen : asites (-) Bu (-) NGT jernih) - Ur : 27
Akaral : Tanda shock (-) - Inj gentamisin 2 x 30 mg - Cr : 0.51
- Tetes air gula /gula PO - Protein total : 6.3
Balance 24 jam : - Inj meropenem 350 mg - Albumin : 2.4
Masuk : 986.5 tiap 8 jam – syiring dlm - Globulin : 3.9
Keluar : 807.2 ½ jam
IWL : 249.6 - Alinamin 3 x ½ amp IV
Balance :+179.1 - Pasang NGT ulang
Diuresis : 2.06 cc/kg/jam - Residu jernih, BU (+) ->
mulai minum susu
A: - Albumin 20% 1 gr/kg/hr
- DSS Overcome. Expended dengeu syndrom. = 12.5 gram – 50 cc
(Hr 9-10) dalam 4 jam. Pre med inj
- Upper GIT Bleeding dexa 1.2 mg. Post inj

16
- Aritmia susp miokarditis dengeu dengan lasix 6 mg
hpokalemi berat - Dopamin stop
- Ileus ec hipokalemi dd/ sepsis - IVFD : I Aminofluid 20
cc. II KaEN3B 15 cc/jam
15/12/17 S : NGT jernih, BAB (+) P: Analyzer :
O : Kesadaran : Sopor - Termonesulsi - Hb : 11.2
TD : 98/54-90-49 HR : 55-55 - IVFD : I aminofluid 30 - Leu : 15.600
RR : 28-23 S : 37-36 cc/jam. II KaEN3b 15 - Tr : 110.000
cc/jam - Ht : 29
Mata : edema palpebra (-/-) - Opilax syr 2x5 cc (jika
Cor : Bj 1 dan 2 N, M (-),G (-) NGT jernih) Kimia darah
Pulmo : V (+/+), Rh (-/-) Wh (-/-) - Inj gentamisin 2 x 30 mg - GDS : 119
Abdomen : asites (-) Bu (+) - Inj meropenem 350 mg - Ur : 33
Akaral : Tanda shock (-) tiap 8 jam. Syiring dlm ½ - Cr : 0.4
jam - Protein total : 5.68
Balance 24 jam : - Alinamin 3x1/2 jam - Albumin : 3.6
Masuk : 986.5 - Tetes air putih/gula - Globulin : 2.08
Keluar : 807.2 - NGT jernih, BU (+) -> - Natrium : 142.4
IWL : 249.6 mulai intake susu
- Kalium : 2.9
Balance :+179.1 - Cek UR, CR, Albumin,
- Calsium : 113.7
Diuresis : 2.06 cc/kg/jam elektrolit dan analyzer
- Sukralfat syr 3x320 mg -
A: 5cc
- DSS Overcome. Expended dengeu syndrom. - Mulai minum
(Hr 10-11) susu/po/NGT – coba 50
- Upper GIT Bleeding cc. Pan enteral
- Aritmia susp miokarditis dengeu dengan
hpokalemi berat
- Ileus ec hipokalemi dd/ sepsis
16/12/17 S : NGT Jernih (+), BAB (+) P: Kimia darah
O : Kesadaran : CM - Termonesulsi - Natrium : 142.7
TD : 90/50-99/54 HR : 50-50 - IVFD : Aminofluid 26 - Kalium : 2.48
RR : 30-29 S : 36-36 cc/jam - Chlorida : 116.8

17
- Koreksi cepat : KaEN3A
Mata : edema palpebra (-/-) 80 cc + KCL 8 cc dlm 4
Cor : Bj 1 dan 2 N, M (-),G (-) jam. Kec 22 cc/jam
Pulmo : V (+/+), Rh (-/-) Wh (-/-) - Koreksi lambat KaEN
Abdomen : asites (-) Bu (-) 3A 1 kolf + KCL 15
Akaral : Tanda shock (-) meg. Kec 20 cc/jam
- Opilac syr 2x5 cc (Jika
Lab elektrolit NGT Jernih)
- Inj gentamisin 2x30 mg
- Natrium : 142.7 - Inj meropenem 350
- Kalium : 2.48 mg/8jam – syring ½ jam
- Chlorida : 116.8 - Alinamin 3x1/2 jam
- Tetes air putih/gula
- Selama NGT keruh
Balance 24 jam : puasa
Masuk : 1048.5 - Sukralfat syr 3x320 mg –
Keluar : 1039.8 5 cc
IWL : 249.6 - Inj omz 1x0.3cc
Balance :8.7 - Cek elektrolit
Diuresis : 1.8 cc/kg/jam

A:
- DSS Overcome. Expended dengeu syndrom.
(Hr 11-12)
- Upper GIT Bleeding
- Aritmia susp miokarditis dengeu dengan
hpokalemi berat
- Ileus ec hipokalemi dd/ sepsis
17/12/18 S : NGT Jernih (+), BAB (+),Residu NGT 5 cc, P : (-)
berwarna kuning setelah minum susu dan bilas 60 cc - Termonesulsi
O : Kesadaran : CM - IVFFD : I Aminofluid 26
TD : 90/50 -98/57 HR : 65-103 cc/jam. II Koreksi lambat
RR : 38-42 S : 36-36 hipokalemia KaEn3A

18
500 cc – 15 Meg KCL –
Mata : edema palpebra (-/-) 20 cc/jam
Cor : Bj 1 dan 2 N, M (-),G (-) - Inj gentamisin 2x30 mg
Pulmo : V (+/+), Rh (-/-) Wh (-/-) - Inj meropenem 350
Abdomen : asites (-) Bu (-) mg/8jam – syiring ½ jam
Akaral : Tanda shock (-) - In omeprazole 1x0.3 cc
- Opilac syr 2x5 cc (jika
Balance 24 jam : NGT jernih)
Masuk : 1412.45 - Drip alinamin 3x1/2 jam
Keluar : 1083.6 IV
IWL : 229 - Tetes air puttih/gula
Balance :202 - Selama NGT keruh –
Diuresis : 3.2 cc/kg/jam puasa
- Sukralfat syr 3x320 mg -
A: 5 cc
- DSS Overcome. Expended dengeu syndrom. - Susu 50cc/3 jam, kalau
(Hr 12-13) bagus naik jadi 100cc
- Upper GIT Bleeding. Perbaikan - Aminofluid turun jadi 20
- Aritmia susp miokarditis dengeu dengan cc/jam
hpokalemi berat - Opilax di tunda
- Ileus ec hipokalemi dd/ sepsis
18/12/17 S : TAK P: Analyzer :
O : Kesadaran : CM - Termonesulsi - Hb : 10.6
HR : 50 RR : 27 S : 36.6 - IVFD : I aminofluid 20 - Leu : 3400
Mata : edema palpebra (-/-) cc/jam. II KaEn3A 16 - Tr : 4000
Cor : Bj 1 dan 2 N, M (-),G (-) cc/jam - Ht : 27
Pulmo : V (+/+), Rh (-/-) Wh (-/-) - Inj gentamisin 2x30 mg
Abdomen : asites (-) Bu (-) Kimia darah
- Inj meropenem 350 mg
Akaral : Tanda shock (-) - Natrium : 137.5
tiap 8 jam – syring ½ jam
A: - Kalium : 2.8
- Inj omeprazole 1x0.3 cc
- DSS Overcome. Expended dengeu syndrom. - Calsium : 114.2
- Drip alinamin 3x1/2 jam
(H13-14)
- Diet susu 50 cc/3 jam
- Upper GIT Bleeding. Perbaikan
- Sukralfat syr 3x320 mg –
19
- Aritmia susp miokarditis dengue 5 cc
- Ileus ec hipokalemi dd/ sepsis - Konfirmasi hasil lab,
hasil trombosit?
- Rencana pindah
bangsal
- Bubur 3x1, extra susu
3x100 cc
RUANG RAWAT INAP-STRAWBERRY
19/12/17 S : TAK P:
O : Kesadaran : CM - Termonesulsi
HR : 100 RR : 30 S : 36.7 - IVFD : I aminofluid 20
cc/jam. II KaEn3A 16
Mata : edema palpebra (-/-) cc/jam
Cor : Bj 1 dan 2 N, M (-),G (-) - Inj gentamisin 2x30 mg
Pulmo : V (+/+), Rh (-/-) Wh (-/-) - Inj meropenem 350 mg
Abdomen : asites (-) Bu (-)
tiap 8 jam – syring ½ jam
Akaral : Tanda shock (-)
- Inj omeprazole 1x0.3 cc
A: - Drip alinamin 3x1/2 jam
- DSS Overcome. Expended dengeu syndrom. - Diet susu 50 cc/3 jam
(Hr 14-15) - Sukralfat syr 3x320 mg –
- Upper GIT Bleeding. perbaikan 5 cc
- Aritmia susp miokarditis dengeu - Bubur 3x1, extra susu
- Ileus ec hipokalemi dd/ sepsis 3x100 cc
BLPL :
- KSR 2x1/2 tab
- Asedas 1x1 cth
- Intenias1x1 sach

BAB III

20
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypty dan Aedes

albopictus sebagai vektornya, dengan karakteristik penyakit diantaranya seperti demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, adanya

rush dan ptechie. Infeksi dengue dapat bermanifestasi berat dengan keterlibatan organ hati, ginjal, otak, atau jantung, yang dikenal

dengan expanded dengue syndrome. Kondisi ini dapat terjadi karena mungkin terkait dengan koinfeksi, komorbid, atau komplikasi

dari syok yang berkepanjangan.1,2,4,5

WHO pada tahun 2011 mengklasifikasikan manifestasi klinis infeksi virus dengue menjadi:2

1. Sindroma virus, yaitu demam sederhana yang tidak khas, yang sulit dibedakan dengan demam akibat infeksi virus lain.

2. Demam dengue, yaitu demam yang timbul mendadak, tinggi (39-40 ̊C), terus-menerus (pola demam kurva kontinua), bifasik,

biasanya berlansung 2-7 hari. Manifestasi perdarahan pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet yang positif atau beberapa

prekie spontan.

3. Demam berdarah dengue (DBD), yaitu demam yang timbul mendadak, tinggi (39-40 ̊C), terus-menerus (pola demam kurva

kontinua), bifasik, biasanya berlangsung 2-7 hari. Pada DBD terjadi keboocoran plasma.

21
4. Sindroma Syok Dengue merupakan syok hipovolemik yang terjadi pada DBD, yang diakibatkan peningkatan permeabilitas

kapiler yang disertai perembesan plasma.

5. Expanded dengue syndrome (EDS) merupakan manifestasi klinis yang melibatkan organ seperti hati, ginjal, jantung, maupun

otak yang berhubungan dengan infeksi dengue dengan atau tidak ditemukannya tanda kebocoran plasma. EDS dapat berupa penyulit

infeksi dan manifestasi klinis yang tidak lazim (unusual manifestation). Penyulit infeksi berupa kelebihan cairan, sedangkan

manifestasi klinis yang tidak lazim ialah ensefalopati dengue, perdarahan hebat, infeksi ganda, kelainan ginjal, dan miokarditis.

2.2 Epidemiologi

Penyakit dengue terutama ditemukan didaerah tropik dan subtropik dengan sekitar 2,5 milyar penduduk yang beresiko untuk terjangkit

penyakit ini. Di dunia, dalam tiga dekade terakhir, terjadi peningkatan angka kejadian penyakit tersebut di berbagai negara yang dapat

menimbulkan kematian sekitar kurang dari 1%. Diperkirakan setiap tahun sekitar 50 juta manusia terinfeksi virus dengue yang

500.000 diantaranya memerlukan rawat inap, dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak.4

Insiden beberapa kasus dengue di beberapa negara di dunia diantaranya Di Amerika 64,6% kasus berada di negara-negara

Kutub Selatan, 19% di Ekuador, 12,5% di Amerika Tengah dan Meksiko dan 3,9% di Karibia. Di Amerika Utara dengue sering

terlihat di Texas dan Hawaii. Mediterania Timur dan Timur dan Afrika Barat juga merupakan daerah endemik. Insiden Dengue di

Asia Tenggara dan Pasifik Barat lebih dari 75% dari jumlah global dengue.2 Asia Tenggara dengan jumlah penduduk sekitar 1,3

milyar rmerupakan daerah endemis, Indonesia bersama dengan Bangladesh, India, Maladewa, Myanmar, Sri Langka, Thailand dan

22
Timur Leste termasuk dalam kategori endemik A (endemik tinggi). Di Negara tersebut penyakit dengue merupakan alasan utama

rawat inap dan salah satu penyebab utama kematian pada anak.3,4

Di Indonesia, selama kurun waktu empat tahun (2008-2012) telah dirawat 13.940 pasien yang terdiri atas demam dengue (DD)

5.931, DBD 5.844 dan sindrom syok dengue (SSD) 2.165 pasien. Kelompok umur terbanyak adalah 5-14 tahun yaitu 9.036 (64,8%).4

Kasus Expanded Dengue Syndrome di Indonesia pada tahun 2009, 2010 dan 2011 telah dilaporkan kejadian EDS di Rumah

sakit Dr. Soetomo Surabaya dan Rumah Sakit Soerya Sepanjang Sidoarjo. Pada tahun 2009 ada tiga kasus, tahun 2010 ada dua kasus

dan tahun 2011 ada dua kasus dengue dengan manifestasi yang tidak biasa.3,4 Angka kematian kasus infeksi dengue tertera pada tabel :

Tabel 2.2. Angka kematian DD, DBD, dan SSD yang di rawat di enam rumah sakit pendidikan, tahun 2008-2013
Manifestasi Klinis Jumlah Kasus Meninggal

Kasus %

Demam dengue 5.931 5 0,08

Demam berdarah 5.844 21 0,36


dengue
Sindrom syok dengue 2.165 169 7,81

Jumlah 13.940 195 1,39


Sumber : Data Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP DR, Hasan Sadikin, RSUP Dr. Soetomo, RSUP Dr.
Sarjito, RSUP Dr. Karyadi, dan RSUP Dr. Mohammad Hosein. Dikutip dari : Sri RH, Ismoedijanto M, Alex C. Pedoman Diagnosis dan Tata
Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014.

23
Angka kematian kasus infeksi dengue yang dirawat 1,39%. Apabila dilihat dari kasus SSD saja, tampak bahwa angka kematian

masih cukup tinggi yaitu 7,81% dari seluruh kasus SSD. Penyebab kematian selain SSD, dilaporkan pada beberapa kasus adanya

manifestasi klinis yang tidak lazim (unusual manifestation/expanded dengue syndrome) seperti ensefalopati dengue dan koagulasi

intra-vaskular diseminata (KID), serta beberapa kasus disertai komorbid yakni infeksi HIV dan sepsis.4

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Dengue telah diakui sebagai salah satu ancaman kesehatan masyarakat yang paling signifikan yang menyebabkan morbiditas dan

mortalitas yang tinggi di seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditularkan ke manusia melalui gigitan

dari nyamuk Aedes aegypty yang merupakan vektor utama, meskipun ada spesies lain seperti Aedes albopticus. Pada saat ini nyamuk

Aedes aegipty merupakan nyamuk domestik yang mempunyai afinitas tinggi untuk menggigit manusia (antropofilik) serta dapat

menggigit lebih dari satu individu (multiple-bite) untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Pola hidup seperti ini menyebabkan nyamuk

tersebut menjadi vektor yang sangat potensial untuk menularkan virus dengue dari satu individu ke individu lain. Hanya nyamuk

betina yang menggigit manusia. Aedes albopticus selain dapat menularkan keempat jenis virus dengue, juga merupakan vektor untuk

22 spesies arbovirus.4,5

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling

ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue yang

disertai syok (dengue shock syndrome = DSS). Virus dengue termasuk grup B arthropod virus (arbovirus) dan sekarang dikenal

24
sebagai flavivirus, yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Keempat jenis serotipe ini

ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DENV-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus

berat.2

2.4 Patofisiologi dan Patogenesis

Hingga kini, sebagian besar ahli masih menganut the secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection

hypothesis yang menyatakan ahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan

infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.4,6

Patogenesis infeksi virus dengue berhubungan dengan:4

a. Faktor virus, yaitu serotipe, jumlah, virulensi

b. Faktor pejamu, genetik, usia, status gizi, penyakit komorbid dan interaksi antara virus dan pejamu.

c. Faktor lingkungan, musim, curah hujan, suhu udara, kepadatan penduduk, morbilitas penduduk, dan kesehatan lingkungan.

Peran sistem imun dalam infeksi virus dengue adalah:4

a. Infeksi pertama kali (primer) menimbulkan kekebalan seumur hidup untuk serotipe penyebab.

b. Infeksi sekunder dengan serotipe virus yang berbeda (secondary heterologeus infection) memberikan manifestasi klinnis berat

daripada infeksi primer.

25
Gambar 2.4. Patogenesis dengue berdasarkan WHO 20093
Secara umum, patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi berbagai komponen dari respons imun atau reaksi

inflamasi yang terjadi secara terintegrasi. Sel imun yang paling penting dalam berinteraksi dengan virus dengue yaitu sel dendrit,

monosit/makrofag, sel endotel dan trombosit. Akibat interaksi tersebut akan dikeluarkan berbagai mediator antara lain sitokin,

26
peningkatan aktivitas sistem komplemen, serta terjadi aktivasi limfosit T. Apabila aktivasi sel imun berlebihan, akan diproduksi

sitokin (terutama proinflamasi) dan mediator inflamasi lain dalam jumlah banyak. Akibat produksi berlebih dari zat-zat tersebut akan

menimbulkan berbagai kelainan yang akhirnya menimbulkan tanda dan gejala dari infeksi virus dengue.

Imunopatogenesis virus dengue terbagi menjadi :4

a. Respons Imun Humoral

Respons imun humoral diperankan oleh limfosit B dengan menghasilkan antibodi spesifik terhadap virus dengue. Antibodi yang

dihasilkan melindungi diri dari terjadinya penyakit berat, namun sebaliknya dapat pula menjadi pemicu terjadinya infeksi berat

melalui mekanisme antibody-dependent enhancement (ADE). Virus dengue mempunyai empat serotipe yang secara antigenik

berbeda. Infeksi virus dengue primer oleh suatu serotip tertentu dapat menimbulkan kekebalan yang menetap untuk serotipe

bersangkutan (antibodi homotipik). Pada saat bersamaan, sebagai bagian dari kekebalan silang (cross imunity) akan dibentuk antibodi

untuk serotipe lain (yang berbeda). Jika terjadi infeksi oleh serotipe yang berbeda, maka antibodi heterotipik yang bersifat non atau

subneutralisasi berikatan dengan virus atau partikel tertentu dari virus serotipe yang baru membentuk kompleks imun. Kompleks imun

akan berikatan dengan reseptor Fcγ yang banyak terdapat terutama pada monosit dan makrofag, sehingga memudahkan virus

menginfeksi sel. Virus bermultiplikasi di dalam sel dan selanjutnya virus keluar dari sel, sehingga terjadi viremia. Kompleks imun

juga mengaktifkan kaskade komplemen untuk menghasilkan C3a dan C5a yang mempunyai dampak langsung terhadap peningkatan

permeabilitas vaskular.4

27
b. Respons Imun Selular

Respons imun selular yang berperan yaitu limfosit T (sel T). Respons sel T terhadap infeksi virus dengue dapat tidak menimbulkan

penyakit atau hanya berupa infeksi ringan, namun juga sebaliknya dapat terjadi hal yang merugikan bagi pejamu. Sel T spesifik untuk

virus dengue dapat mengenali sel yang terinfeksi virus dengue dan menimbulkan respons beragam berupa proliferasi sel T,

menghancurkan (lisis) sel terinfeksi dengue, serta memproduksi berbagai sitokin. Pada penelitian in vitro, diketahui bahwa baik sel T

CD4 maupun sel T CD8 dapat menyebabkan lisis sel target yang terinfeksi dengue. Sel T CD4 lebih banyak sebagai penghasil sitokin,

sedangkan sel T CD8 lebih berperan untuk lisis sel target dibanding dengan produksi sitokin.4

Pada infeksi sekunder oleh virus dengue serotipe yang berbeda, sel T memori mempunyai aviditas yang lebih besar terhadap

serotipe yang sebelumnya dibanding dengan serotipe virus yang baru. Fenomena lisis terhadap virus yang baru tidak optimal,

sedangkan produksi sitokin berlebihan. Sitokin yang dihasilkan oleh sel T berperan dalam memacu respons inflamasi dan

meningkatkan permeabilitas sel endotel vaskular.3

c. Mekanisme Autoimun

28
Virus dengue mempunyai beberapa komponen protein yang berperan dalam pembentukan antibodi spesifik diantaranya protein E,

prM, dan NS1. Protein yang berperan dalam mekanisme autoimun adalan protein NS1. Antibodi terhadap protein NS1 menunjukkan

reaksi silang dengan sel endotel dan trombosit sehingga menimbulkan gangguan pada kedua sel tersebut dan memacu respons

inflamasi. Sel endotel yang diaktivasi oleh antibodi terhadap protein NS1 dengue ternyata dapat mengekspresikan sitokin, kemokin,

dan molekul adhesi.4

Selain itu, antibodi terhadap prM juga dapat menyebabkan reaksi autoimun. Autoantibodi terhadap protein prM dapat beraksi

silang dengan sel endotel. Proses autoimun ini diduga kuat terdapat kesamaan atau kemiripan antara protein NS1 dan prM dengan

komponen tertentu pada sel endotel dan trombosit yang disebut sebagai molecular mimicry. Autoantibodi yang bereaksi dengan

komponen yang dimaksud, mengakibatkan sel yang mengandung molekul hasil ikatan antara keduanya akan dihancurkan oleh

makrofag atau mengalami kerusakan. Akibatnya, pada trombosit akan terjadi trombositopenia dan pada sel endotel terjadi peningkatan

permeabilitas yang mengakibatkan perembesan plasma.4

2.4.1.1 Peran Kalsium dalam Imunopatogenesis Dengue

Kalsium memegang peranan penting dalam respon imun pada infeksi dengue. Dalam studi invitro, Mg2+ dan Ca2+ dibutuhkan untuk

pengikatan virus dengue dengan monosit makrofag dan sel B serta sel T. Sehingga pada kasus dengue terjadi penurunan Ca 2+ dan

Mg2+. Ca2+ memiliki peranan penting dalam aktivitas sitotoksik virus DEN tipe 2. Sel yang mati menunjukkan adanya peningkatan

kalsium di intraseluler. Proliferasi dari dengue tergantung dari keadaan kalsium dan diinhibisi oleh ketidakadaan kalsium dan calcium

channel antagonist drugs.7

29
Hipokalsemia terlihat pada kasus demam berdarah yang berat dan telah diakui berhubungan dengan peningkatan mortalitas.

Dalam studi in vitro pada hewan dan jaringan manusia hubungan kalsium dengan infektivitas virus dengue dan respon imun terhadap

dengue ditemukan adanya pola ketidakteraturan penyimpanan kalsium intraseluler pada miokarditis dan disfungsi jantung yang terkait

dengue. Meskipun demikian, masih ada kekurangan bukti klinis tentang peran ketidakseimbangan kalsium dalam dengue, efek klinis

hipokalsemia pada dengue dan pada interaksi antara ion kalsium darah dan imunopatogenesis penyakit.7

Meskipun hipokalsemia telah diamati pada pasien dengue, tidak ada bukti bahwa saat ini hipokalsemia ini memiliki implikasi

klinis yang signifikan. Penggunaan kalsium pada pasien dengan demam berdarah tidak dianjurkan secara rutin. Hanya ada sedikit

bukti tentang peran kalsium pengganti pada pasien dengan demam berdarah yang hipokalsemia.7

2.4.1.2 Peran Sitokin dan Mediator Inflamasi Lain

Sitokin merupakan suatu molekul protein yang berperan penting dalam respons imun tubuh melawan infeksi. Dalam lingkup respons

inflamasi, secara umum sitokin mempunyai sifat proinflamasi dan antiinflamasi. Pada keadaan respons fisiologis, terjadi

keseimbangan antara kedua jenis sitokin tersebut. Apabila sitokin diproduksi berlebihan dalam jumlah yang sangat banyak dan

reaksinya berlebihan, akan merugikan penajmu. Pada infeksi virus dengue, sitokin juga berperan dalam menentukan derajat penyakit.

Demam Berdarah Dengue (DBD) bahkan Sindrom Syok Dengue (SSD) ditandai dengan peningkatan jenis dan jumlah sitokin yang

sering disebut sebagai badai sitokin (cytokine storm/cytokine tsunami). Dari beberapa penelitian, sitokin yang paling banyak perannya

yaitu TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, dan IFN-γ. Mediator lain yang sering dikemukakan mempunyai peran penting dalam menimbulkan

derajat penyakit berat yaitu kemokin, CXCL-9, CXCL-10, dan CXCL-11 yang dipicu oleh IFN-γ.4

30
2.4.1.3 Peran Sistem Komplemen

Pada pasien DBD atau DSS dikemukakan ditemukan penurunan kadar komplemen, sehingga diduga bahwa aktivasi sistem

komplemen mempunyai peran dalam patogenesis terjadi penyakit yang berat. Kompleks imun virus dengue dan antibodi pada infeksi

sekunder dapat mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur klasik. Protein NS1 dapat mengaktifkan sistem komplemen secara

langsung melalui jalur alternatif dan apabila berlebihan dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular.4

Selain melalui kedua jalur tersebut, aktivasi komplemen pada infeksi virus dengue juga dapat melalui jalur mannose-binding lectin.

Aktivasi komplemen menghasilkan peptide yang mempunyai aktivitas biologik sebagai anafilatoksin yaitu C3a dan C5a. Komplemen

C5a menginduksi produksi beberapa sitokin proinflamasi (seperti TNF-α, IL-1, IL-6 dan IL-8) dan meningkatkan ekspresi molekul

adhesi pada neutrofi; maupun sel endotel, sehingga peran C5a dalam peeningkatan permeabilitas vaskular sangat besar.4

2.4.1.4 Faktor Pejamu

Beberapa faktor resiko dari pejamu diantaranya usia, status gizi, faktor genetik, dan penyakit tertentu yang berhubungan dengan

system imun. Anak-anak umumnya mempunyai penyakit yang lebih berat dibandingkan dengan orang dewasa, diduga karena anak-

anak mem;punyai system mikrovaskular yang lebih mudah untuk mengalami peningkatan permeabilitas. Bayi usia 6-12 bulan

mempunyai risiko lebih berat, mesipun pada infeksi primer. Hal ini diduga melalui mekanisme antibody-dependent enhancement yang

sama dengan infeksi sekunder pada pejamu dengan usia lebih dari satu tahun. Antibodi IgG anti dengue yang bersifat nonneutralising

ditransfer dari ibu pada saat kehamilan. Faktor genetik juga merupakan sebagai faktor resiko, yang berhubungan dengan human

leucocyte antigen (HLA) tertentu, yang mempunyai faktor resiko lebih rentan terhadap infeksi virus dengue.4

31
2.5 Manifestasi Klinis

Gambar 2.5. Klasifikasi dan derajat keparahan dengue menurut WHO 2009 8

Klasifikasi dan derajat keparahan dengue menurut who 2009 terdapat 3 tanda bahaya pada demam dengue derajat berat yaitu:

Perembesan plasma yang berat, perdarahan hebat dan kerusakan hebat pada organ. Kriteria kemungkinan demam dengue dengan

adalah: pernah berkunjung ke daerah yang endemis dengue disertai dengan 2 gejala atau lebih seperti muntah, ptekie, nyeri dan pegal-

pegal, test torniquet positif, leukopenia, serta di konfirmasi dengan hasil laboratorium (penting jika tidak terdapat perembesan

plasma). Sementara kriteria demam dengue derajat berat adalah 1) terdapatnya perembesan plasma yang berat yang ditandai dengan

32
syok, penumpukkan cairan dengan respiratory distress, 2) Perdarahan hebat, di evaluasi dari kondisi klinis pasien, 3) gangguan organ

yang berat, ditandai dengan SGOT atau SGPT ≥ 1000, gangguan sistem saraf pusat, serta gangguan jantung dan organ lainnya.8

2.6. Manifestasi tidak biasa

2.6.1 Kelainan Neurologis

2.6.1.1 Ensefalopati Dengue

Ensefalitis biasanya disertai demam, penurunan kesadaran, sakit kepala, kejang, dan tanda-tanda neurologis fokal. Sebaliknya,

ensefalopati adalah gambaran klinis penurunan kesadaran, yang dapat disebabkan oleh ensefalitis, gangguan metabolik,

alkohol, atau obat-obatan.9

Patogenesis terjadinya ensefalopati dengue masih belum jelas, belum diketahui virus ini neurotropik atau langsung dimediasi

oleh infeksi langsung dari sistem saraf/ tidak langsung melalui mekanisme lain.9

33
Gambar 2.6.1.1 Temuan klinis dan laboratorium pada pasien dengan ensefalitis dengue.9
Dari penelitian yang dijelaskan di atas, kita dapat mengenali gejala klinis yang menjadi ciri ensefalitis dengue [Gambar

2.6.1.1]. Gejala umum yang muncul adalah ensefalitis klasik yaitu; demam, sakit kepala, penurunan kesadaran, dan kejang.

Gejala lain yang diidentifikasi termasuk meningismus, ekstensor plantar, sikap tubuh yang abnormal, kelumpuhan saraf wajah,

dan tetraparesis.9

2.6.1.2 Cerebellitis

Komplikasi neurologis terjadi pada 0,5-6 % dari pasien dengan infeksi dengue. Hal ini terjadi oleh karena di mediasi oleh

mekanisme sistem imun dari tubuh yang menyebabkan manifestasi dari neurologi dan antigen dari dengue telah di teliti pada

otak pasien dengan ensefalitis dengue. Pada beberapa kasus, permulaan atau onset dari gejala cerebellar bervariasi mulai dari

dua hari sampai dua minggu setelah onset dari demam. Untuk pemeriksaan penunjang menggunakan MRI. Pada beberapa

kasus menunjukkan hasil yang normal, namun ada juga pada beberapa kasus lain yang menunjukkan hasil MRI berupa adanya

34
hiperintensitas dari cerebellum. Pasien yang dilaporkan memiliki hasil MRI dengan hiperintensitas dari cerebellum

menunjukkan adanya Eipstein Barr virus sebagai ko-infeksi.10

Cerebellitis akut mempunyai hubungan dengan infeksi virus, yang dapat terjadi sebagai infeksi primer ataupun post infeksi.

Cerebellitis akut umumnya terjadi dari nfeksi sekunder, diantaranya virus varicella zoster, virus Epstein Barr, measles, mumps,

rubella, virus herpes simpleks dan coxsackie virus. Post infeksi cerebellitis pada beberapa kasus dilaporkan mengikuti infeksi

dari virus varicella zoster, coxsackie virus, virus Eipstein Barr. Keterlibatan cerebellar pada infeksi dengue belum sepenuhnya

dimengerti.10

2.6.1.3 Perdarahan Intra Serebral

Mekanisme yang mengakibatkan perdarahan intraserebral pada infeksi dengue sebagian besar terkait dengan gangguan

hemostasis: trombositopenia, pemanjangan clotting times dengan atau tanpa disseminated intravascular coagulation, atau

kegagalan organ multiple dan sindrom kebocoran kapiler. Kondisi terkait lainnya mungkin termasuk lesi langsung pada jaringan

(ensefalitis) dan vaskulopati. Kemungkinan penyebab perdarahan pada pasien dalam studi Sanchez, et al bisa berupa inflamasi

vaskulopati. 11

2.6.1.4 Trombosis Vena Serebri

Trombosis vena pada infeksi dengue disebabkan karena dehidrasi yang diakibatkan oleh adanya kebocoran plasma. Oleh

karena itu pemberian hidrasi yang tepat sangat penting pada stadium awal untuk mencegah komplikasi seperti trombosis vena

serebri. Penelitian yang dilakukan di India menemukan adanya pasien demam dengue dengan trombosis vena serebri. Pasien

35
dengan keluhan adanya demam selama 10 hari, adanya keluhan diplopia pada mata kiri dan mengalami nyeri kepala selama 2

hari.12

2.6.2 Perdarahan Masif

Perdarahan pada infeksi dengue dapat ringan sampai berat yang kadang memerlukan perawatan kedaruratan. Perdarahan hebat

umumnya akibat Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan gagal multiorgan seperti disfungsi hati dan ginjal,

hipoksia yang berhubungan dengan syok yang berat dan berkepanjangan, asidosis metabolik yang disertai dengan

trombositopenia. Adanya aktivasi koagulasi yang luas menyebabkan pembentukan fibrin intravaskular dan oklusi pembuluh

darah kecil yang mengakibatkan timbulnya thrombosis. Peningkatan penggunaan trombosit pada DIC menyebabkan makin

menurunnya jumlah trombosit dan faktor pembekuan sehingga memicu perdarahan hebat.3

Perdarahan berat pada infeksi dengue umumnya terjadi pada saluran cerna berupa hematemesis, hematokezia, dan melena.

Perdarahan samar pada saluran cerna yang terjadi bersama dengan hemokonsentrasi umumnya sulit untuk didiagnosis. Adanya

perdarahan internal atau tersamar pada saluran cerna harus dicurigai apabila evaluasi klinis dan pemberian cairan yang

adekuat, namun terjadi kondisi sebagai berikut :

a. Pasien dengan syok refrakter (syok yang tidak berhasil diatasi dengan pedoman syok pada umumnya), dan memiliki

hemoglobin dan hematokrit rendah atau penurunan hemoglobin dan hematokrit.

b. Pasien dengan tekanan sistolik atau diastolik yang meningkat artau normal namun denyut nadi masih cepat.

36
c. Pasien dengan penurunan hematokrit lebih dari 10% selama pemberian cairan.3

Aktivasi kaskade koagulasi selama infeksi virus mungkin dapat membatasi penyebaran infeksi. Namun, pembekuan yang

berlebihan dapat menyebabkan penyebaran koagulasi intravaskular dan perdarahan berikutnya, seperti selama demam dan

demam berdarah dengue.3

2.6.3 Kelainan pada Ginjal

2.6.3.1 Nefropati

Nefropati dapat terjadi akibat kompleks antigen-antibodi yang ditemukan di glomerulus, respon imun in situ tersebut memicu

kerusakan struktur glomerulus. Pada studi kasus ditemukan kebanyakan infeksi dengue yang memicu kerusakan ginjal diikuti

oleh syok, rabdomiolisis dan hipotensi. Hematuria mikroskopis merupakan temuan utama pada nefropati. Kelainan

mikroskopis termasuk hematuria dan proteinuria dapat menetap selama beberapa bulan atau tahun nefropati akan mengalami

perbaikan. Pada kasus terbaru, proteinuria akan hilang pada hari ke-19 dan mikroskopis hematuria hilang setelah 6 bulan.13

2.6.3.2 Gagal Ginjal Akut

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase teminal syok sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Acute

Kidney Injuri (AKI) merupakan komplikasi buruk infeksi dengue pada anak-anak, ditandai dengan penurunan jumlah urin,

peningkatan kadar ureum dan kreatinin. 1 Proteinuria dan sedimen urin yang abnormal adalah manifestasi ginjal yang paling

umum pada pasien dengan demam berdarah.3

37
Beberapa jenis AKI pada infeksi dengue telah dilaporkan yang mencakup nekrosis tubular akut, yang mungkin berhubungan

dengan edema interstitial dan infiltrasi mononuklear, glomerulonefritis akut, mikroangiopati trombotik, dan gagal ginjal

myoglobinuric dalam konteks kegagalan multiorgan. Kondisi yang paling umum yang terkait dengan cedera ginjal akut adalah

syok berkepanjangan dengan asidosis metabolik, dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) parah yang menyebabkan

hipoksia/ iskemia dan menyebabkan beberapa disfungsi organ. Dalam kasus-kasus dari cedera ginjal akut akibat infeksi dengue

langka, dan sebagian besar diagnosis nekrosis tubular akut dibuat atas dasar klinis. Mekanisme keterlibatan ginjal pada anak

dengan demam berdarah tanpa perdarahan atau hipotensi masih belum jelas. Jessie et al, menemukan bahwa virus dengue

dapat menyebabkan invasi langsung pada ginjal. Penelitian meneliti adanya lokalisasi seluler virus dengue dalam jaringan

manusia yang terinfeksi dengan menerapkan imunohistokimia dan teknik hibridisasi in situ dalam spesimen jaringan yang

mengalami infeksi dengue yang telah dikonfirmasi secara serologis atau virologi. Di ginjal antigen virus terdeteksi sebagai

deposit granular diskrit dalam sel lapisan dalam tubulus.3

2.6.4 Miokarditis

Mekanisme patologis dan kejadian miokard manifestasi tidak jelas. Gangguan irama dapat berupa sinus takikardia, sinus

bradikardia, gangguan konduksi atrioventrikular, fibrilasi atrium bersama dengan atrium dan ventrikel ektopik. Kerusakan

miokard jarang terjadi, bisa akibat langsung dari invasi virus yang menyebabkan kerusakan pada serat otot. Otopsi pada post

mortem yang dilakukan mengungkapkan adanya perubahan histologis berbeda dalam miokardium yang menunjukkan edema

38
interstitial dengan sel inflamasi infiltrasi dan nekrosis serat miokard. Gangguan penyimpanan kalsium dalam sel yang

terinfeksi juga berkontribusi terhadap kerusakan miokard.14

Kalsium juga memainkan peran penting dalam fungsi jaringan miokard. Keterlibatan jantung pada infeksi dengue telah

dibahas dalam banyak studi, meskipun sedikit yang diketahui tentang patogenesis sebenarnya. Miokarditis dengue mungkin

hadir dengan berbagai gejala termasuk perubahan elektrokardiografi (sinus bradikardia, takikardia, inversi T-gelombang

elektrokardiografi (EKG), efusi perikardial, gangguan fungsi diastolik, dan tingkat patologis peningkatan Creatine

Phosphokinase Band Miokard (CPK-MB). Ada beberapa teori yang menjelaskan adanya ketidakteraturan dalam penyimpanan

Ca2+ dalam sel miokard yang terinfeksi dapat langsung berkontribusi terhadap perkembangan miokarditis. Salgado et al,

berusaha untuk menguji hipotesis bahwa otot lurik adalah target infeksi dengue dan adanya perubahan dalam homeostasis

kalsium juga dikaitkan dengan disfungsi miokard pada infeksi dengue.14

Disfungsi miokard dapat dilihat pada penderita DBD, sekitar 20% dari penderita DBD memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri

kurang dari 50%, dan cenderung kembali normal dalam beberapa minggu. Mekanisme patogenik disfungsi jantung belum

jelas; adanya perubahan tonus otonom dan hipotensi berkepanjangan diduga memiliki peranan penting. Kelainan

elektrokardiografi dilaporkan sebanyak 44-75% pada pasien DBD, dan perpanjangan interval PR atau sinus bradikardia dapat

terjadi, dan beberapa melaporkan adanya blok atrioventrikular.4

Pada awalnya, pasien demam dengue dengan komplikasi miokarditis itu asimptomatik atau mengalami gejala jantung ringan

seperti bradikardia, transient atrioventricular block, dan atau ventricular arrhythmia. Pada keadaan yang berat, pasien akan

39
mengalami acute pulmonary edema dan atau syok kardiogenik oleh karena kerusakan sel myocardial yang berat dengan gagal

ventikel kiri.14

2.6.5 Tiroktosikosis

Hipertiroid dengan penyakit grave non stigmata dapat terjadi pada demam dengue. Gejala berupa takiaritmia, kuning, anemia,

peningkatan aktivitas usus pada pasien demam dengue dengan atau tanpa pembesaran tiroid dapat ditemukan, namun

mekanisme pasti belum diketahui.15

Selain itu, di India juga ditemukan kejadian subakut tiroiditis pada demam dengue yang termasuk ke dalam expanded dengue

syndrome. Demam dengue dengan subakut tiroiditis dicurigai pada pasien pembengkakan kelenjar tiroid yang terasa nyeri

pada perabaan dan disertai adanya gambaran hipertiroidisme.16

2.7 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Penegakkan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat sangat penting dalam tatalaksana klinis, surveillans,

penelitian, dan uji klinis vaksin.4

2.7.1 Isolasi virus

Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur sel nyamuk atau pada sel mamalia (vero cell LLCMK2

dan BHK21). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang rumit dan hanya dapat dilakukan pada enam hari pertama demam.4

40
2.7.2 Deteksi antigen IgM dan IgG

Untuk mendeteksi antibody (IgM dan IgG) penggunaan ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) merupakan cara yang paling

banyak digunakan, cara ini memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi 1. Serum antibodi IgM dapat dideteksi dengan

tingkat sensitivitas 96% dan tingkat spesifisitas 97%. Sementara IgG muncul dengan titer yang rendah pada awal gejala dan

meningkat secara perlahan pada akhir minggu pertama dari onset penyakit.17,18

IgM anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat terdeteksi pada hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah hari ke

sembilan puluh. Pada infeksi dengue primer, IgG anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan dengan IgM anti dengue, namun

pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan lama dalam serum. Kinetik NS1 antigen virus dengue dan

IgG serta IgM antidengue, merupakan petunjuk dalam menentukan jenis pemeriksaan dan untuk membedakan antara infeksi primer

dengan infeksi sekunder.4

2.7.3 Deteksi Antigen NS1 (Non-struktural 1)

Protein ini muncul saat awal gejala dan dapat bertahan hingga hari ke-14 setelah infeksi. Pemeriksaan antigen ini memiliki tingkat

sensitivitas 90% dan spesifisitas 100%.11

2.7.4 RT-PCR (Reverse Transcription followed by Polimerase Chain Reaction)

41
RT-PCR merupakan bagian dari test asam nukleat. Cara ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi materi genetik dari virus dengue.

Cara ini diperkirakan memiliki tingkat sensitivitas lebih baik dari isolasi virus pada kultur sel. Tingkat sensitivitasnya dapat mencapai

93% hingga 100%, tergantung pada jenis serotip yang diperiksa.11

2.8 Pemeriksaan pada kondisi manifestasi tidak biasa (unusual manifestation)11

a. Ensefalopati dengue dapat dijumpai peningkatan kadar transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang.
b. Ensefalitis dengue dapat dijumpai virus dengue atau dari jaringan otak

Tabel 2.8 Analisis dan interpretasi pemeriksaan CSS11

Sumber :Sohler MP, Rosadas C, Castro MJC. Neurological Complications In Dengue Infection: a Review For Clinical Practice. Rio de
Janiero. 2013: 71(9-B): 667-671.
c. Kelainan ginjal ditandai dengan penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.4

d. Miokarditis pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan asidosis metabolik dan hipokalsemi 4. Diagnosis dari acute

myocardial infarction didasarkan pada peningkatan marker biokimia dari nekrosis myocardial (serum kreatinin kinase-MB dan

atau troponin I dari jantung) dan didapatkan dari EKG yakni peningkatan gelombang Q atau peningkatan atau penurunan dari

42
ST segmen. Ketika sudah tegak diagnosis miokarditis atau nekrosis dari myocardial, troponin I itu lebih sensitif dan lebih

spesifik dari kreatinin kinase-MB.14

e. Perdarahan masif saluran cerna ditegakkan adanya perdarahan internal atau tersamar pada pada saluran cerna harus yang

dicurigai apabila setelah evaluasi klinis dan pemberian cairan yang adekuat.4

2.8 Penatalaksanaan

Penanganan kasus DBD yang utama adalah tindakan promotif dan preventif karena secara kuratif tidak ada perawatan khusus untuk

demam berdarah, pengobatannya hanya bersifat simptomatis dan suportif. Obat-obatan diberikan untuk meringankan demam dan rasa

sakit. Penderita sebaiknya segera dirawat, dan terutama dijaga jumlah cairan tubuhnya. Terapi yang dapat diberikan diantaranya

antipiretik, surface cooling dan antikonvulsan.5

2.8.1 Tatalaksana Ensefalopati 4,19,20

1. Mempertahankan oksigenasi dengan pemberian oksigen

2. Mencegah atau mengurangi tekanan intrakranial dengan cara sebagai berikut :

a. Berikan cairan intravena dengan volume yang dibatasi (restriksi) tidak lebih dari 80% kebutuhan rumatan untuk

mencegah terjadinya atau memberatnya edema otak selama fase pemulihan dari syok.

Pada enselopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok telah teratasi, selanjutnya cairan diganti
43
dengan cairan yang tidak mengandung HCO3 dan jumlah cairan harus segera dikurangi.Tatalaksana dengan pemberian

NaCl 0,9 % : D5 = 1:3 untuk mengurangi alkalosis.

b. Ganti lebih cepat ke cairan koloid apabila nilai hematokrit masih tetap tinggi atau kebocoran plasma berat.

c. Pemberian diuretik segera pada kasus kelebihan cairan.

d. Posisi pasien dalam keadaan lebih tegak, posisi kepala 30 derajat lebih tinggi dari tubuh.

e. Intubasi dini bila diperlukan untuk mencegah hiperkarbia dan mempertahankan jalan nafas.

f. Kortikosteroid seperti deksametason dapat diberikan 0,15 mg/Kg BB/dosis intravena diberikan setiap 6-8 jam, untuk

menggurangi tekanan intrakranial atau edema otak (apabila tidak ada perdarahan).

3. Mengurangi produksi amoniak dengan pemberian laktulosa 5-10 mL setiap 6 jam.

4. Mempertahankan gula darah pada kadar 80-100 mg/dl. Infus glukosa direkomendasikan 4-6mg/Kg/Jam.

5. Koreksi gangguan asam basa, ketidakseimbangan elektrolit (hiponatremia atau hipernatremia, hipokalemia atau

hiperkalemia, hipokalsemia) dan asidosis.

6. Vitamin K1 intravena 3 mg untuk umur < 1 tahun, 5 mg untuk umur < 5 tahun dan 10 mg untuk umur> 5 tahun atau

dewasa.

7. Antikonvulsi diberikan untuk mengatasi kejang : fenobarbital, dilatin atau diazepam intravena.

8. Apabila trasnfusi darah diperlukan, sebaiknya fresh red packed cell. Transfusi trombosit, fresh frozen plasma dapat

menyebabkan overload cairan dan meningkatkan TIK.

44
9. Terapi antibiotik empiris dianjuran apabila dicurigai terjadi infeksi bakteri sekunder.

Pada DBD enselopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis

(kombinasi ampisilin 100 mg/kgBB/hari + kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari). Apabila obat-obat tersebut sudah menunjukkan

tanda resistan, maka obat ini dapat diganti dengan obat-obat yang masih sensitif dengan kuman-kuman infeksi sekunder,

seperti cefotaxime, ceftriakson, ampisilin+clavulanat, amoxillin+clavulanat, dan kadang-kadang dapat dikombinasikan

dengan aminoglikosida.6

2.8.2 Tatalaksana Perdarahan Gastrointestinal 19,20

1. Menemukan sumber perdarahan

2. Apabila volume darah yang keluar dapat diukur maka diganti dengan volume yang sama. Namun apabila sulit diukur maka

diberikan darah segar 5-10 mL/kg BB fresh packed red cell atau 10-20 mL/kg BB fresh or fairly whole blood

3. Pemberian H2 antagonis dan proton pump inhibitor, dianggap kurang efektif.

4. Tidak ada bukti nyata khasiat pemberian komponen darah seperti suspensi trombosit, fresh frozen plasma atau

cryoprecipitate, akan dapat menyebabkan sindrom kelebihan cairan.

5. Pemberian rekombinan faktor VII pada sebagian kasus dengan perdarahan masif tanpa gagal organ memberikan hasil baik.

6. Monitoring

45
1. Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat

teratasi.

1. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil.

1. Jumlah dan frekuensi diuresis.

Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi

dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat

dengan tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat

diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap

belum mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamin perlu

dipertimbangkan.

2.8.3 Tatalaksana Gagal Ginjal Akut 19,20

1. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan, pemasangan kateter vena sentral menjadi alternatif untuk pemberian cairan.

2. Bila penggantian cairan telah terpenuhi atau sesuai kebutuhan, syok telah teratasi, tetapi produksi urine masih tetap belum

ada, dipertimbangkan pemberian furosemid 1 mg/Kg BB.

3. Dopamine dapat dipertimbangkan untuk membuka aliran darah ginjal yang sebelumnya terganggu.

4. Gangguan elektrolit dan asam basa harus segera dikoreksi.

46
5. Diuresis, kadar ureum dan kreatinin, kadar elektrolit, tanda vital. Kadar hematokrit harus dipantau dan dievaluasi secara

teratur untuk menilai hasil pengobatan termasuk memantau kemungkinan timbulnya edema paru dan gagal jantung.

6. Plasmaferesis atau hemodialisis atau renal replacement therapy dapat dilakukan pada pasien dengan keadaan gagal ginjal

yang semakin memburuk.

2.8.4 Tatalaksana Miokarditis 6,20,21,22,23,24

Jika gagal jantung kongestif hadir pada pasien dengan miokarditis viral, digitalis mungkin berguna dalam menjaga fungsi yang

memadai. Diuretik dapat diberikan bersamaan untuk mengeluarkan cairan ekstraseluler berlebihan dan menurunkan preload.

Pemantauan tekanan intrakardiak dapat memfasilitasi pemeliharaan tekanan pengisian yang memadai.

1. Istirahat total, monitor vital sign (nadi, nafas dan tekanan darah)

2. Berikan oksigenasi yang adekuat

3. Farmakologi, diantaranya :

a. Berikan diuretik ( seperti furosemid 1mg/kg BB 1-3 kali sehari)

Diuretik berguna untuk menggurangi gejala bendungan

b. Inotropik dapat membantu meningkatkan kontraktilitas otot jantung

Agen inotropik digunakan ketika curah jantung tidak dapat dipertahankan. Dopamin, dobutamin, inamrinone (sebelumnya

amrinon), dan milrinone adalah vasopresor paling umum digunakan.

Pada dosis yang lebih rendah, obat ini merangsang beta1-adrenergik dan reseptor dopaminergik (vasodilatasi ginjal, inotropisme

47
positif); pada dosis yang lebih tinggi, merangsang alpha-adrenergik reseptor (vasokonstriksi ginjal). Dobutamin merangsang

reseptor beta1-adrenergik. mengurangi peningkatan resistensi vaskuler sistemik. Dosis dopamin 2-10 mg/Kg BB/ hari dan

dobutamin, 10 mg/kg BB/ hari.

c. Digoxin

Menambah kekuatan dan kontraksi ventrikel, mengurangi tonus simpatis, menurunkan resistensi sistemik dengan vasodilatasi

perifer serta menurunkan resistensi sitemik. Digoxin adalah glikosida jantung dengan efek inotropik langsung selain efek tidak

langsung pada sistem kardiovaskular. Ini bekerja langsung pada otot jantung, meningkatkan kontraksi sistolik miokard. Tindakan

tidak langsung digoxin yang mengakibatkan peningkatan aktivitas saraf sinus karotis dan simpatik.

Tabel 2.8.4.1 Dosis digoxin pada anak


Umur Total dosis Dosis Maintenance digoxin
digoxin/mcg/kgBB/hari mcg/kgBB/hari
PO IV PO IV
Prematur 20 15 5 3-4
Neonatus 30 20 8-10 6-8
<2 tahun 40-50 30-40 10-12 7,5-9
>2 tahun 30-40 20-30 8-10 6-8
>10 tahun/dewasa 0,75-1,5 mg 0,5-1 mg 0,125-0,5 mg 0,1-0,4 mg

Sumber : Saxena, Anita. Consesnsus review of Drug Therapy of Cardiac Diseases in Children. All India Institute of Medical Sciences,
New Delhi, India.2009.

d. Gamma Globulin

Gamma globulin intravena penting dalam pengobatan miokarditis akut. Ini telah dikaitkan dengan peningkatan fungsi ventrikel

48
kiri dan ketahanan hidup. Agen terapi baru sedang dipelajari sebagai salah satu pengobatan miokarditis. Ini termasuk agen yang

menghambat masuknya virus ke sel, antivirus yang menghambat translasi, transkripsi, atau keduanya dan interferon. Namun,

strategi ini masih dalam tahap awal, hal ini masih dalam tahap penelitian. Dosis yang digunakan 2mg/Kg BB/24 Jam.

e. ACE Inhibitor

Curah jantung dan resistensi sistemik menentukan tekanan darah. Ketika resistensi sistemik menurun dengan penurunan

afterload, shortening myocardium dan meningkatkan stroke volume. Oleh karena itu, curah jantung dapat dipertahankan pada

tingkat yang lebih rendah dengan jantung kebutuhan oksigen miokard rendah. ACE inhibitor menurunkan produksi angiotensin

II, suatu vasokonstriktor kuat. Tingginya kadar angiotensin II juga telah dikaitkan dengan kerusakan sel pada pasien dengan

miokarditis. Dosis captopril yang digunakan adalah 1-3 mg/Kg BB/Hari dibagi setiap 8 jam. Captopril mengurangi afterload dan

nekrosis miosit. Hal ini bermanfaat dalam semua tahap gagal jantung kronis. Efek farmakologis obat mengakibatkan penurunan

resistensi vaskuler sistemik, menurunkan tekanan darah, preload dan afterload. Dyspnea dan toleransi latihan ditingkatkan.

f. Aritmia bisa diberikan lidokain atau amiodarone

g. Kortikosteroid

Penggunaan agen imunosupresif untuk pengobatan miokarditis virus masih kontroversial. Beberapa penelitian pada hewan

menunjukkan eksaserbasi sitotoksisitas virus ketika subjek diobati dengan agen imunosupresif. Pada beberapa kasus pada

49
manusia telah menunjukkan bahwa kondisi pasien membaik ketika pasien diobati dengan agen ini. Beberapa penelitian

memberikan rekomendasi penggunaan prednisolon 2.5 mg/kg per hari dalam satu minggu pada anak-anak, setelah itu dosis

diturunkan secara bertahap.26

h. Koreksi asidosis dan hipokalsemia

i. Pada pasien yang dicurigai miokarditis harus berhati-hati dalam pemberian cairan

2.8.5 Terapi Lain-lain

Kalsium diperlukan untuk agregasi platelet, meskipun peran yang tepat belum diketahui pasti. Dalam beberapa kasus pasien yang

menderita demam berdarah, pemberian kalsium karbonat dan vitamin D3 dilaporkan memberikan peningkatan klinis kondisi pasien

dan jumlah trombosit. Dalam sebuah studi terkontrol pada 10 pasien dengan gambaran klinis demam berdarah, peningkatan yang

signifikan dalam jumlah trombosit ditemukan setelah pemberian oral kalsium karbonat. Namun secara umum, belum ada bukti kuat

dari manfaat suplemen kalsium dalam dengue, peran kalsium masih dalam studi lebih lanjut.14

2.8 Prognosis 18, 19, 27,28

Pada kasus EDS ditemukan prognosis nya lebih buruk dari demam dengue. Sehingga prognosis sangat tergantung dari pengenalan dini

dengan cara pemantauan cermat dan tindakan cepat dan tepat.19

50
Pada ensefalopati dengue sebagian pasien akan pulih seperti semula, sedangkan sisanya akan mengalami gejala sisa seperti

kelemahan dan kejang. Ensefalitis dengue yang disertai gejala neurologis membutuhkan waktu pemulihan yang cukup lama.

Kelemahan dapat terjadi pada pasien dengan kelumpuhan saraf. 19

Mortalitas ensefalopati dengue yang pernah dilaporkan di Denmark adalah sebesar 22% dari jumlah keseluruhan pasien yang

didiagnosis.28 Sedangkan penelitian yang dilakukan di Pakistan, di dapatkan sebanyak 20% kematian pasien yang didiagnosis dengan

ensefalopati dengue dan 5% kematian pasien dengan perdarahan intaserebral.

Syok dan obesitas memiliki faktor resiko yang besar untuk terjadi gagal ginjal akut. Pasien yang mampu bertahan dan tidak

berlanjut ke gagal ginjal kronik, fungsi ginjalnya akan kembali seperti semula setelah 1 bulan. 27 Kasus Acute Kidney Injury oleh

karena EDS didapatkan sebesarkan 11,3% dan angka morbiditas (disfungsi ginjal menetap) didapatkan sebesar 5%.30 Disimpulkan dari

penelitian di Pakistan bahwa, EDS merupakan penyebab kematian terbanyak dari demam berdarah dengue.29

Disfungsi miokard dapat terjadi pada pasien dengan dengue miokarditis, sekitar 20% pasien mengalami penurunan ejeksi

fraksi kuarang dari 50%., namun kelainan ini dapat kembali normal dalam waktu beberapa minggu. Abnormalitas EKG juga

dilaporkan pada 44-75% pasien yang terinfeksi virus.3 Pada pasien DHF disertai miokarditis harus berhati hati dalam pemberian

cairan. Jika terjadi kelebihan cairan akan mengakibatkan peningkatan angka mortalitas. 18

51
52
BAB IV
KESIMPULAN

Dengue dengan manifestasi tidak biasa yang paling sering pada anak-anak adalah kelainan neurologis berupa ensefalopati dengue,

kelainan jantung berupa miokarditis dengue, pendarahan gastrointestinal dan kelainan pada ginjal berupa Acute Kidney Injury (AKI).

Diagnosis dengue dengan manifestasi yang tidak biasa dapat dilakukan dengan pemeriksaan hematologi, MRI, pemeriksaan cairan

serebrospinal, pemeriksaan biokimia jantung, dan fungsi ginjal. Data epidemiologi mengenai Expanded Dengue Syndrome masih

belum jelas.

Tatalaksana Expanded Dengue Syndrome yang meliputi ensefalopati dengue dengan cara restriksi pemberian cairan,

pencegahan udem otak, pencegahan perdarahan serebral dan pemberian antibiotik. Pada kasus perdarahan masif, dilakukan pemberian

cairan pengganti. Pada kasus kelainan ginjal, dijaga agar diuresis adekuat atau dengan kata lain mempertahankan keseimbangan cairan

dan mengatasi gangguan elektrolit dan asam basa. Pada kasus miokarditis dapat ditatalaksana dengan pemberian obat inotropic seperti

dopamine, dobutamin, digoksin, IVIG dan kortikosteroid

53
Diharapkan dengan penatalaksanaan demam dengue atau demam berdarah dengue yang tepat dapat mencegah komplikasi yang

tidak biasa, komplikasi tidak biasa tersebut timbul akibat diagnosis awal demam berdarah dengue yang terlambat atau syok

berkepanjangan yang tidak diatasi, tetapi pada Expanded Dengue Syndrome dapat terjadi akibat syok yang berkepanjangan, Expanded

Dengue Syndrom ini dapat terjadi tanpa diawali dengan syok, yang berakibat pada morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi

sehingga diperlukan kewaspadaan yang tinggi terhadap masing-masing keadaan yang dapat timbul pada Expanded Dengue Syndrom.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kamath, SR and Ranjit, S. Clinical features, complications and atypical manifestations of children with severe forms of dengue
hemorrhagic fever in South India. Indian Journal of Pediatrics vol 73. Pg 889-95. 2006
2. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic
fever: comprehensive guidelines. New Delhi: WHO. Pg 9-17. 2014
3. Soegijanto, S dan Chilcia, E. Update management dengue shock syndrome in pediatric cases. Indonesian Journal of Tropical and
Infectious Disease. Pg 9-22. 2013
4. Rahadinegoro, SR, Ismoedijanto M dan Alex C. Pedoman diagnosis dan tata laksana infeksi virus dengue pada anak. UKK Infeksi
dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014
5. Andra TJ.,et al. Dengue enchepalitis. University of the West Indies Jamaica. Diunduh dari www.interchopen.com pada tanggal 4
September 2015.
6. Sumamemo SP, Herry G, Sri RS, Hindra IS, editors. 2010. Edisi ke-2. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2010.
7. Shivanthan MC and rajapakse S. Dengue and calcium. 2014. Int J Crit Illn Inj Sci. 2014; 4: 314–316. Diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4296335/ pada tanggal 8 september 2015
8. Jackson ST,et al. Dengue Encephalitis. Diakses dari http://www.intechopen.com.
9. Varatharaj, A. Encephalitis in the clinical spectrum of dengue infection. United Kingdom; Neuropathology Group Oxford
University; 2010; 585-591.
10. Withana et al. Dengue fever presenting with acute cerebellitis : a case report. BMC Research Notes 2014, 7:125

54
11. Sanchez,et al. Cerebellar hemorrhage in a patient during the convalescent phase of dengue fever. J Stroke. 2014 ;3 : 202–
204.Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4200593/ pada 9 September 2015.
12. Vasanthi N, et. al. Unusual presentation of dengue fever-cerebral venous thrombosis. Journal of clinical and diagnostic
research.2015;9:9-10. Diakses dari http://www.jcdr.net. Pada tanggal 9 September 2015.
13. Rachmadi et al. Nephropathy and ensephalopaty in an Indonesian patient with dengue viral infection, international journal of
integrated health science, 2013;(1),49-52.
14. Ing-Kit Lee, Wen-Huei Lee, Jien-Wei Liu, Kuender D.yang. Acute myocarditis in dengue hemmoragic fever: a case report and
review of cardiac complications in dengue-affected patients. International Journal of Infectious Disease.2010.
15. Talib SH,et.al. Expanded dengue syndrome : presenting as overt thyrotoxicosis without stigmata of graves’ disease ( a case
report ). IOSR Journal of Dental and Medical Science ( IOSR-JDMS).2013;5:04-06. Diakses dari http:// www.iosrjournlas.org.
Pada tanggal 9 September 2015.
16. Assir MZK, Jawa A, and ahmed HI. Expanded dengue syndrome : subacute thyroiditis and intracerebral hemorrhage . BMC
Infectious Diseases. 2012;12:1-4. Diakses dari http://www.Biomedcentral.com pada 9 September 2015.
17. Sohler MP, Rosadas C, Castro MJC. Neurological complications in dengue infection: a review for clinical practice. Rio de
Janiero. 2013: 71(9-B): 667-671.
18. Varma C, Bhat RY. 2013. Meningitis as primary presentation of dengue infection. Manipal, Karnataka, India. 2013; 3(1): 39.
19. Tropical Medicine and Health Vol. 39 No. 4 Supplement, 2011. The Japanese Society of Tropical Medicine.Review TMH
Clinical Manifestations and Management of Dengue/DHF/DSS.
20. Lardo, S. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue dengan Penyulit. Sub SMF/ Devisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen
Penyakit Dalam RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Indonesia. CDK-208/vol.40 no 9,th. 2013.
21. Feigin dan cherrys. Textbook of Pediatric Infectious Disease 6Th. Edition. 2010.
22. Myung K. Park. Peiatric Cardiology For Practicioners 5Th Edition. 2009
23. Premaratna R.et al, 2012. Repeated dengue Schock syndrome and dengue myocarditis responding dramatically to a single dose of
methyl prednisolone. Departement of medicine, Faculty of medicine, University of Kelaniya, Ragama, Sri Langka
24. Hans Raj Pahadiya, et al.Atrial Fibrillation Due to Acute Myocarditis during dengue haemorrhagic fever. Journal of Clinical and
diagnosis Research. 2015 Sep, Vol 9(9): OL01-OL02
25. Saxena, Anita. Consesnsus review of Drug Therapy of Cardiac Diseases in Children. All India Institute of Medical Sciences, New
Delhi, India.2009.
26. Chen HS, et al. Corticosteroids for viral myocarditis. The Cochrane Collaboration Published by JohnWiley & Sons, Ltd.2013
27. Kamolwish Laoprasopwaltana.2013. The Journal of Pediatric. Outcome of Dengue Hemorrhagic Fever Caused Acute Kidney
Injury in Thai Children
28. CAM, B.V et al, Prospective case-control study of encephalopathy in children with Dengue hemorrhagic fever, Am. J. Trop. Med.
Hyg., 65(6), 2011, pp. 848–851.

55
29. Assir, et al. Deaths due to dengue fever at a tertiary care hospital in Lahore Pakistan. Scandinavian Journal of Infectious Disease.
Pakistan. 2014
30. Assir, et al. Acute Kidney Injury in dengue virus infection. Clin Kidney Journal. Pakistan. 2012.
.

56

Anda mungkin juga menyukai