PENDAHULUAN
1
Infeksi MOTT di paru umumnya terjadi pada laki-laki usia antara 40 – 50 tahun.
Diagnosis infeksi paru yang disebabkan oleh kuman MOTT seringkali sulit ditegakkan
karena isolasi organisme yang didapatkan dari sputum dan bilasan bronkus
menunjukkan suatu kolonisasi saluran napas bukan merupakan suatu infeksi.
Manifestasi klinis dan radiologis infeksi paru yang disebabkan oleh kuman MOTT
sangat bervariasi dan seringkali sulit sehingga tidak dapat dibedakan dengan infeksi
tuberkulosis paru. Pengobatan infeksi paru akibat MOTT bersifat lebih individual
dibandingkan dengan infeksi spesies M. Tuberculosis dan bergantung pada lokasi dan
beratnya infeksi, penyakit yang mendasari, hasil uji kepekaan terhadap obat antimikroba
dan kondisi umum pasien.6
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
2.2. EPIDEMIOLOGI
3
Meningkatnya prevalensi infeksi MOTT terjadi dalam 1-2 dekade terakhir. Hal
ini disebabkan karena:9,10
2.3. KLASIFIKASI
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi MOTT pada manusia dapat
diklasifikasikan menjadi 4 sindrom klinis yaitu penyakit paru kronik, limfadenitis,
4
penyakit kulit dan penyakit diseminata. Tidak semua kuman MOTT dijumpai pada
manusia. Jenis kuman MOTT pada manusia bisa diisolasi dari paru, kelenjar getah
bening dan kulit. Penyakit paru kronik merupakan manifestasi klinis tersering yang
ditemukan. Bakteri penyebab keempat manifestasi klinis tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut:2,13
Tabel 2.1. Klasifikasi spesies MOTT penyebab infeksi pada manusia2,13
5
M.malmoense
M.marinum
M.scrofulaceum
M.simiae
M.szulgai
M.xenopi
2.4. PATOGENESIS
Patogenesis infeksi paru yang disebabkan oleh kuman MOTT belum dimengerti
sepenuhnya. Studi perbandingan tuberkulosis paru pada era sebelum HIV menyatakan
bahwa lesi granulomatous yang disebabkan oleh spesies Mycobacterium yang berbeda
sangatlah sulit dibedakan secara patologi anatomi bahkan oleh para ahli sekalipun, oleh
6
karena itu diasumsikan bahwa terdapat persamaan antara patogenesis infeksi paru oleh
kuman MOTT dengan patogenesis M. tuberculosis. Tiga hal penting pada patogenesis
infeksi MOTT meliputi:2
1. Penyakit diseminata pada pasien HIV yang disebabkan oleh kuman MOTT terjadi
setelah jumlah limfosit T kurang dari 50/ul dan diperkirakan produksi spesifik sel T
atau aktivitasnya memerlukan resistensi Mycobacterium.
2. Penyakit diseminata pada pasien tanpa infeksi HIV berhubungan dengan mutasi
spesifik sintesis interferon (IFN-γ) dan interleukin (IL-12) dan respon terhadap
reseptor (IFN-γ), reseptor 1 IFN-γ (IFNγR1), reseptor 2 IFN-γ (IFNγR2), reseptor β1
subunit IL-12 (IL12Rβ1), subunit IL-12 p40 (IL12p40), signal tranduser and
activator of transcription1 (STAT1) dan the nuclear factor-Kβ essential modulator
(NEMO)
3. Infeksi MOTT pada nodul paru berhubungan dengan bronkiektasis.
7
2.5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda infeksi MOTT pada penyakit paru seringkali bervariasi dan
tidak spesifik. Penyakit ini mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan penyakit
tuberkulosis, oleh karena penyebabnya berasal dari genus yang sama dengan infeksi M.
Tuberculosis. Gejala yang ditemukan berupa batuk kronik dengan produksi sputum,
demam subfebris, keringat pada malam hari, penurunan berat badan, rasa lemah, bahkan
dapat terjadi hemoptisis. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam, limfadenopati dan
hepatosplenomegali. Gambaran laboratorium tidak spesifik meskipun dapat dijumpai
kelainan hematologi. Pasien asimtomatik dapat menetap atau kemudian berkembang
menjadi penyakit. Perkembangannya bersifat progresif dan dapat berakibat fatal bila
tidak mendapat terapi yang adekuat. Penyebaran kuman dapat menyebabkan infeksi
pada organ lain seperti susunan saraf pusat, saluran kemih, tulang, gastrointestinal, kulit
dan organ lainnya.2,10
Infeksi MOTT di paru seringkali terjadi dengan faktor predisposisi penyakit
paru kronik. Faktor predisposisi ini merupakan hal penting bagi kuman untuk
melakukan invasi dan menimbulkan penyakit pada paru. Pasien dengan faktor
predisposisi penyakit paru dasar dan keadaan seperti pada infeksi HIV serta beberapa
riwayat penyakit paru dasar sebelumnya seperti tuberkulosis, penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK), bronkiektasis, fibrosis kistik, pneumokoniosis dan keganasan.
Manifestasi klinis infeksi MOTT seringkali mirip dengan penyakit paru yang
mendasarinya sehingga seringkali sulit untuk dibedakan apakah gejala yang ditimbulkan
disebabkan oleh infeksi kuman MOTT atau disebabkan oleh penyakit paru yang
mendasari sebelumnya. 2,10
2.6. DIAGNOSIS
8
Infeksi paru yang disebabkan oleh kuman MOTT dicurigai pada kasus-kasus yang
tidak memberikan respon terhadap pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT). Diagnosis
infeksi MOTT pada penyakit paru memerlukan konfirmasi mikrobiologi, apabila tidak
ditemukan diagnosis spesifik pada manifestasi klinis dan gambaran radiologis. Biakan
sputum positif dalam satu biakan pada infeksi MOTT harus diinterpretasikan dengan
sangat hati-hati. Penemuan MOTT pada sputum tidak menjadi bukti infeksi MOTT
terutama ketika hapusan BTA negatif dan biakan sputum ditemukan kuman dalam
jumlah kecil.15
Diagnosis infeksi MOTT di paru dapat ditegakkan dengan kombinasi antara
manifestasi klinis, radiologis, bakteriologis dan kriteria histologis sesuai dengan yang
diusulkan oleh American Thoracic Society (ATS) dan Infectious Disease Society of
America (IDSA). Pedoman ini dapat diterapkan pada pasien HIV positif dan
immunokompeten.2
Kriteria diagnosis MOTT menurut Weiss dkk yang dikutip dari ATS 2012 bisa dilihat
pada tabel 2.3
Tabel 2.3. Kriteria diagnosis MOTT oleh ATS
Klinis
1. Gejala paru, gambaran foto toraks berupa nodul dan kavitas atau gambaran
HRCT menunjukkan bronkiektasis multifokal dengan nodul kecil dan
2. Sesuai dengan kriteria eksklusi diagnosis penyakit lain
Mikrobiologis
1. Terdapat paling sedikit 2 (dua) sampel sputum, jika satu sampel hasilnya non
diagnostik, dipertimbangkan untuk pengulangan pengambilan sampel sputum
dan biakan atau
2. Paling sedikit hasil biakan positif dari bilasan bronkus atau
3. Gambaran histopatologi Mycobacterium dari biopsi transbronkial atau paru
(inflamasi granulomatus atau BTA) dan biakan positif untuk MOTT atau
gambaran histopatologi Mycobacterium dari biopsi (inflamasi granulomatus atau
BTA) dan salah satu atau lebih sputum atau bilasan bronkus positif untuk MOTT
4. Konsultasi dengan para ahli diperlukan segera setelah infeksi MOTT ditegakkan
5. Pasien-pasien yang dicurigai mendapatkan infeksi MOTT akan tetapi tidak
9
ditemukan kriteria diagnosis seharusnya diikuti sampai diagnosis ditegakkan atau
disingkirkan
6. Keputusan pemberian terapi pada infeksi MOTT harus didasari oleh faktor risiko
dan manfaat terapi pada masing-masing individu
Gambar 2.3 HRCT menunjukkan bronkiektasis di lobus tengah kanan dan lobus
kiri atas
10
Pewarnaan BTA tidak dapat membedakan antara M. tuberculosis dan MOTT.
Kultur tetap menjadi standar untuk konfirmasi MOTT dan diperlukan untuk identifikasi
genotipe dan tes kerentanan obat (DST). Media kultur sama dengan yang digunakan
untuk M. Tuberculosis.15
Identifikasi dan karakteristik kuman MOTT dengan metode molekuler mulai
dikembangkan. Identifikasi beberapa kuman MOTT dengan gene probes telah
dikembangkan dan tersedia secara komersial, dengan bantuan beberapa probes,
pertumbuhan dari media padat/biakan cair contohnya becton dickinson nucleic acid
probe (BACTEC NAP) dapat secara tepat dan dipercaya untuk identifikasi kuman
MOTT. Tetapi permasalahannya adalah gene probes hanya terbatas pada beberapa
spesies MOTT (Weis, 2012).
Beberapa teknik deoxyribonucleic acid (DNA) fingerprinting telah diteliti untuk
identifikasi MOTT. Teknik seperti pulsed field gel electrophoresis, random amplified
polymorphic DNA (RAPD)-arbitary polymerase chain reaction (PCR), ribonucleic acid
(rRNA), gene polymorphism, plasmid typing dan single gen polymorphism telah sukses
digunakan untuk identifikasi MOTT secara molekular.14,16
Metode PCR telah dikembangkan untuk mendeteksi kuman Mycobacterium.
Sputum BTA pertama yang positif dari pasien yang sebelumnya tidak terdiagnosis
penyakit yang disebabkan kuman MOTT seharusnya diperiksakan PCR. Nilai PCR
positif merupakan indikator yang dapat dipercaya untuk M. tuberculosis dan sebaliknya
jika nilai PCR negatif menandakan MOTT. Pemeriksaan PCR untuk MAC kadang
dapat diambil dari bahan darah terutama pada pasien AIDS. Pemeriksaan histopatologi
pada bahan biopsi sangat membantu diagnosis penyakit yang disebabkan oleh kuman
MOTT.10
Uji kulit dengan purified protein derivative sensitin (PPD-S/uji tuberkulin)
merupakan metode tradisional untuk mendeteksi tuberkulosis. Uji kulit seringkali
terjadi reaksi silang antar spesies Mycobacterium dan reaksi silang yang kuat terhadap
PPD-S/uji tuberkulin. Uji kulit terhadap MAC mempunyai tingkat spesifisitas yang
cukup baik, namun antigen uji kulit untuk antigen spesifik MOTT lainnya belum
terdapat standarisasi dan belum dilakukan uji klinis saat ini. Uji tuberkulin dan M.
avium sensitin dapat membantu membedakan antara biakan positif pada penyakit paru
yang disebabkan M. tuberculosis, akan tetapi M. avium sensitin tidak dikembangkan
secara komersial untuk digunakan sebagai uji kulit intradermal. Uji kulit dapat
11
membantu untuk memperkirakan kemungkinan MOTT bila kuman ditemukan
saprofit.12
2.7. PENATALAKSANAAN
Profilaksis
Kemoprofilaksis dengan obat-obatan antimikroba seperti Rifabutin telah
direkomendasi sebagai profilaksis primer untuk mencegah dan memperlambat onset
bakteremia pada pasien AIDS. Terapi profilaksis untuk kuman MOTT hanya
direkomendasi pada pasien AIDS stadium lanjut terutama dengan riwayat infeksi
oportunistik dan jumlah CD4 < 50 sel. Rifabutin 300 mg per hari, Klaritromisisn 1000
mg per hari atau Azitromisin 1200 mg per minggu merupakan paduan efektif sebagai
profilaksis untuk MAC pada pasien AIDS. Profilakasis untuk spesies lain belum diteliti
lebih lanjut. 2
Medikamentosa
Pemberian terapi medikamentosa didasarkan pada informasi tentang sensitivitas
kuman, akan tetapi datanya sangat terbatas. Terapi medikamentosa pada pada infeksi
paru yang disebabkan oleh kuman MOTT tergantung pada spesies Mycobacterium.
Spesies yang paling banyak ditemukan adalah MAC, M. kansasii, M. malmoense dan M.
xenopi. Terapi medikamentosa secara kontiniu diberikan paling sedikit selama 12 bulan
sampai didapatkan hasil biakan sputum negatif. Lama terapi medikamentosa dapat
mencapai 18-24 bulan dengan menggunakan kombinasi beberapa obat, namun harganya
12
mahal, terdapat efek samping terapi dan kadang tidak menyembuhkan, untuk itu
dibutuhkan kerjasama yang optimal antara klinisi, radiologis dan laboratorium.2,10
Tabel 2.4. Dosis obat-obatan untuk infeksi MOTT pada pasien dewasa
13
Tabel 2.5 Medikamentosa pada infeksi MOTT
Tabel 2.6. Rekomendasi terapi medikamentosa infeksi paru yang disebabkan oleh MAC
Tipe penyakit Paduan terapi Frekuensi pemberian
Nodular atau 1. Klaritromisin 1000 mg atau 3 kali seminggu
bronkiektasis Azitromisin 500-600 dan
2. Etambutol 25 mg/kg BB dan 3 kali seminggu
3. Rifampisin 600 mg 3 kali seminggu
15
3. Rifabutin 150-300 mg atau
Rifampisin 450-600 mg setiap hari dan setiap hari
4. Streptomisin atau Amikasin 15 mg/kg BB 3 kali seminggu
(2-3 bulan pertama)
Mycobacterium kansasii
Mycobacterium kansasii biasanya diisolasi dari air kran dan lebih banyak
ditemukan pada daerah perkotaan dibandingkan pedesaan, berbeda dengan MAC yang
banyak ditemukan di air tanah.2,10,17
Mycobacterium kansasii merupakan kuman penyebab infeksi tersering di
Amerka Serikat. Penyakit yang mendasari merupakan faktor resiko seperti PPOK,
pneumoconiosis, keganasan, penyakit Mycobacterium sebelumnya, pasien dengan
imunodefisiensi dan pecandu alkohol. Gambaran klinis infeksi paru mirip dengan
infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis sehingga sulit untuk
dibedakan. Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran kavitas dan gambaran opacity
tree-in-bud. Terapi medikamentosa infeksi paru yang disebabkan oleh M. kansasii mirip
dengan pengobatan tuberkulosis paru. Paduan terapi yang diberikan termasuk Isoniazid,
Rifampin dan Etambutol diberikan setiap hari.2,10,17
Berbeda dengan terapi tuberkulosis, Pirazinamid tidak efektif untuk melawan M.
kansasii. ATS merekomendasi terapi Rifampin, Isoniazid dan Etambutol dengan atau
tanpa Streptomisin. Angka kesembuhan mencapai diatas 95% hampir sama dengan
tuberkulosis paru. Obat-obatan lain juga dapat secara aktif melawan M. kansasii seperti
makrolid, fluorokuinolon dan Trimetoprim-Sulfametoksazol. Obat-obatan ini diberikan
bila terdapat resistensi terhadap kombinasi 3 obat standar atau intoleran salah satu obat
terjadi. Klaritromisin sangat efektif melawan M. kansasii secara in vitro dan merupakan
obat alternatif bila ditemukan pada kasus-kasus resisten terhadap Rifampisin.2,10,17
Tabel 2.7. Rekomendasi terapi medikamentosa infeksi paru yang disebabkan oleh M.
kansasii
ATS BTS
Etambutol 15 mg/kg BB/hari 15 mg/kg BB/hari
Rifampisin 10 mg/kg BB/hari (maks 600 450-600 mg/hari
mg)
Isoniazid 5 mg/kg BB/hari (maks 300 mg)
16
Lama pengobatan 12 bulan kultur negatif 9 bulan
Mycobacterium malmoense
Umumnya dapat menyebabkan infeksi paru, namun bisa juga menyebabkan
limfadenitis dan infeksi jaringan lunak. Rekomendasi terapi hampir sama dengan terapi
MAC. Termasuk Etambutol, Rifampin, dan Streptomisin. 2,10,17
Infeksi paru yang disebabkan oleh kuman M. malmoense sulit untuk diterapi.
Hasil uji kepekaan kuman M. malmoense bervariasi. Terapi optimal masih belum
diketahui. Pemberian kombinasi terapi Isoniazid, Rifampin dan Etambutol dengan atau
tanpa kuinolon dan makrolid menunjukkan perbaikan hasil mikrobiologi.2,10,17
Mycobacterium xenopi
Bakteri ini merupakan satu-satunya MOTT yang peka terhadap isoniazid.
Regimen medikamentosa yang direkomendasikan oleh ATS adalah kombinasi
etambutol, rifampisin, isoniazid dan klaritromisin dengan atau tanpa streptomisin.
Paduan dan lama terapi belum diketahui secara pasti. Respons terapi bervariasi dan
tidak selalu berhubungan dengan hasil kepekaan kuman secara in vitro. Respons
bakteriologis akan meningkat dengan penambahan obat flurokuinolon (moxifloxasin),
hampir sama dengan MAC pemberian obat injeksi dipertimbangkan pada pasien dengan
kavitas. Angka kesembuhan rendah, sedangkan angka kematiannya tinggi dihubungkan
dengan penyakit dasar yang mendasarinya.2,10,17
Mycobacterium abscessus
Infeksi Mycobacterium abcessus adalah infeksi MOTT terbanyak ketiga di
Anerika Serikat. Panduan terapi yang diberikan meliputi pemberian intravena imipenem
2-4 bulan atau Cefoksitin ditambah dengan pemberian Amikasin setiap hari atau 3x
seminggu. Penelitian di Korea Selatan melaporkan pemberian Cefoksitin dan Amikasin
selama 4 minggu ditambah dengan Klaritromisin, Ciprofloksasin dan Doksisiklin oral
selama 24 bulan memberikan hasil konversi sputum sebanyak 58%. Terapi
medikametosa dapat dikombinasi dengan pembedahan dan meningkatkan peluang
kesembuhan pada pasien.2,10,17
Pemberian makrolid dapat melawan M. abscessus secara in vitro. Linezolid dan
Tigesiklin secara aktif dapat melawan beberapa jenis M. abscessus akan tetapi keduanya
sering berhubungan dengan toksisitas obat. 2,10,17
17
Pembedahan
Secara umum pembedahan dilakukan bila sputum tidak mengalami konversi,
toleransi operasi baik, letak lesi terlokalisasi dan resisten terhadap makrolid. Indikasi
pembedahan dalam waktu 2-3 bulan bila tidak terjadi konversi sputum. Indikasi reseksi,
lobektomi atau pneumonektomi pada pasien infeksi paru yang disebabkan oleh kuman
MOTT dengan penyakit dasar fibrosis kistik sebaiknya nilai volume ekspirasi paksa
detik 1 (VEP1) pada uji faal paru > 30% nilai prediksi dan juga didapatkan kegagalan
respons terhadap terapi medikamentosa yang agresif. Pada beberapa pasien infeksi paru
oleh kuman MAC yang mendapatkan terapi pembedahan, prognosisnya lebih baik
dibandingkan dengan pemberian terapi medikamentosa saja.2.10,12
18
BAB 3
KESIMPULAN
4. Diagnosis infeksi paru yang disebabkan oleh kuman MOTT seringkali sulit
ditegakkan, manifestasi klinis dan radiologi sangat bervariasi sehingga tidak
dapat dibedakan dengan infeksi tuberkulosis paru.
5. Diagnosis infeksi MOTT pada paru bisa ditegakkan dengan kombinasi antara
klinis, radiologis, bakteriologis dan kriteria histologis sesuai dengan yang
diusulkan oleh American Thoracic Society (ATS) dan Infectious Disease Society
of America (IDSA).
6. Penatalaksanaan berupa profilaksis, medikamentosa dan pembedahan. Metode
pengobatan infeksi kuman MOTT lebih rumit dibandingkan dengan tuberkulosis
paru. Jenis, frekuensi pemberian dan lama pengobatan tergantung pada spesies
kuman MOTT, tempat infeksinya dan beratnya penyakit.
7. Pemberian terapi medikamentosa secara kontiniu diberikan paling sedikit selama
12 bulan sampai hasil biakan sputum negatif.
19