ABSTRAK
Mikobakterium atipikal terdiri atas sekitar 50 spesies di luar M. tuberculosis dan M. leprae. Frekuensi
infeksi semakin tinggi sejak era pandemi HIV/AIDS, dengan distribusi di seluruh dunia. Beberapa spesies
yang menjadi patogen pada manusia di antaranya adalah M. avium, M. intracellulare, M. ulcerans, M.
marinum, M. kansasii, M. scrofulaceum, M. chelonae, dan M. fortuitum. Klasifikasi kuman berdasarkan
kecepatan tumbuh, pembentukan pigmen kuning, dan karakteristik koloni dibagi menjadi empat kelompok
yaitu fotokromogen, skotokromogen, nonkromogen, rapid growers. Status imun pejamu sangat menentukan
patogenesis dan prognosis, apakah local atau diseminata. Infeksi pada manusia dapat bermanifestasi sebagai
penyakit paru kronik, limfadenitis, infeksi kulit dan jaringan lunak, diseminata, infeksi pada bursa, sendi,
tendon, dan tulang. Infeksi kulit terjadi akibat inokulasi eksternal, penyebaran infeksi organ dalam, dan
hematogen. Lesi kulit dapat berupa pustul, plak hiperkeratotik, nodus, pola sporotrikoid, ulkus, dan sinus.
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan identifikasi mikroorganisme pada kultur. Pemeriksaan histopatologis
dapat menunjang diagnosis. Sampai saat ini, tidak ada regimen antibiotik, baik tinggal maupun kombinasi
yang menjadi terapi pilihan. (MDVI 2011; 38/2:104-11)
ABSTRACT
Atypical mycobacterium consists of about fifty species excluding M. tuberculosis and M. leprae. Infection
is global and its incidence is increasing since HIV/AIDS pandemic era. Some pathogenic atypical
mycobacterium species for human are M. avium, M. intracellulare, M. ulcerans, M. marinum, M. kansasii, M.
scrofulaceum, M. chelonae, and M. fortuitum. The microorganisms are classified into four groups
(photochromogens, scotochromogens, non chromogens, rapid growers) based on their growth rate,
production of yellow pigment, and colony characteristics. Host immune status determines the disease’s course
and prognosis, such as occuring locally or disseminated. Clinical presentations in humans may include
chronic pulmonary disease, lymphadenitis, skin and soft tissue infections; disseminated disease; bursa, joint,
tendon, and skeletal infections. Skin lesions varies and may feature pustules, hyperkeratotic plaque, nodules,
sporotrichoid lesions, ulcers, and sinus. Diagnosis is based on culture microorganism identification.
Histopathologic examination can support the diagnosis. Until now, there is no monotherapy or combination
of antibiotics deemed as drugs of choice for atypical mycobacterium. (MDVI 2011; 38/2:104-11)
Korespondensi :
Jl. Diponegoro 71- Jakarta Pusat
Telp. 021-31935383
Email: jimbozilla@hotmail.com
104
J Chandra dkk. Infeksi mikrobakterium atipikal
105
MDVI Vol. 38.No.2 Tahun 2011: 104-111
106
J Chandra dkk. Infeksi mikrobakterium atipikal
tidak mengalami gejala konstitusi dan limfadenopati.1-3 fibrinoid. Pada kebanyakan kasus tidak dijumpai kuman, bila
Ulkus dapat sembuh spontan dalam waktu beberapa bulan ada biasanya di dalam histiosit.2
sampai tahun (6-9 bulan), mengalami fibrosis dan kalsifikasi Infeksi M. marinum pada pasien imunokompromais
dengan meninggalkan jaringan parut dan komplikasi lainnya tidak berbeda dengan pasien imunokompeten. Pasien
antara lain kontraktur, ankilosis, osteomielitis, deformitas, imunokompromais memiliki risiko lebih besar untuk
dan limfedema.1,2,8 mengalami infeksi dalam, lesi sporotrikoid, lesi kulit
Gambaran histopatologis lesi awal menunjukkan diseminata, dan keterlibatan organ dalam.14,15
nekrosis akut di dermis atau subkutan, dengan temuan Beberapa kelainan kulit yang menyerupai lesi plak atau
keterlibatan luas jaringan lemak subkutan berupa pannikulitis nodus pada infeksi M. marinum adalah leismaniasis, veruka
septum. Lemak menjadi nekrotik dan dapat mengalami vulgaris, tuberkulosis kutis verukosa, lupus vulgaris, sifilis,
kalsifikasi. Pada dermis bagian dalam, tampak vaskulitis lepra, granuloma benda asing, dan pioderma gangrenosum.2,3
leukositoklastik pembuluh darah kecil dan sedang. Saat
penyembuhan dimulai, gambaran histopatologis yang Mycobacterium kansasii
ditemukan berupa reaksi granulomatosa atau limfositik.1
Diagnosis banding lesi dini infeksi M. ulcerans berupa Mycobacterium kansasii merupakan mikobakterium
granuloma benda asing, fascitis nodular, phycomycetes, atipikal yang paling dekat hubungannya dengan M.
abses injeksi, furunkulosis, myiasis, pannikulitis, kista, dan tuberculosis.3 Kuman dapat dijumpai di alam bebas dan
tumor kelenjar apendiks. Diagnosis banding pada fase infeksi bersifat endemik.2,3 Infeksi primer yang ditimbulkan
ulseratif meliputi selulitis nekrotik aerob atau anaerob, M. kansasii adalah penyakit paru kronik dengan sifat khas
pioderma gangrenosum, pannikulitis supurativa, vaskulitis yaitu lokasi tersering di lobus atas paru dan kavitas multipel
dengan atau tanpa granuloma, dan gumma (sifilis).2 dengan dinding yang tipis. Namun demikian, kuman juga
dapat menyerang organ di luar paru antara lain kulit, kelenjar
getah bening, sistem muskuloskeletal, gastrointestinal, dan
Mycobacterium marinum urogenital.2 Infeksi umumnya terjadi pada usia dewasa, lebih
sering ditemukan pada laki-laki dan pasien dalam keadaan
Mycobacterium marinum terdapat di air tawar dan air imunodefisiensi.1-3,7,8 Inokulasi dapat terjadi baik pada
laut, termasuk kolam renang dan akuarium. Faktor risiko kulit sehat maupun kulit yang mengalami trauma ringan
infeksi berupa riwayat trauma dan pekerjaan atau hobi yang sebelumnya.8
berkaitan dengan air.1-4 Pandian dkk. melaporkan infeksi M. Manifestasi kulit infeksi M. kansasii terdapat dalam
marinum pada pasien pasca transplantasi organ.14 berbagai bentuk. Bentuk tersering berupa papul dengan
Lesi awal berupa area eritematosa dengan indurasi dan distribusi sporotrikoid.2,3 Nodus subkutan kadang ditemukan
sedikit nyeri tekan yang muncul dalam masa inkubasi 2-3 dan dapat meluas ke struktur yang lebih dalam.3 Kelainan
minggu.1,2 Lesi kemudian berkembang menjadi papulonodus juga dapat berupa plak berindurasi berwarna merah
soliter atau multipel berkelompok berwarna merah keunguan, pustul, krusta, papul verukosa, abses piogenik,
kecoklatan yang perlahan berubah menjadi keunguan.8 Lesi selulitis, plak ulserasif yang menyebar pada penyakit
dapat berupa abses2 dan menjadi ulkus atau membentuk diseminata, limfadenopati servikal, dan infeksi kulit
papul verukosa atau plak menyerupai psoriasis. Tempat periorifisial.2,3,8 Keterlibatan sistem muskuloskeletal yang
predileksi terdapat pada siku (tersering), lutut, tangan, dan umum terjadi yaitu sindrom carpal tunnel, sinovitis
kaki. Pada 25% kasus, nodus sekunder dapat terlihat dengan granulomatosa, artritis, tendonitis, fasciitis, dan osteomielitis.
pola sporotrikoid.3,8,15 Lesi dapat sembuh spontan dalam 1-2 Pada penyakit diseminata dapat disertai demam, gejala
tahun dan meninggalkan jaringan parut.1-3 Kelenjar getah konstitusi, keterlibatan organ paru, hepatosplenomegali, dan
bening regional dapat membesar, namun tidak pernah kelainan hematologi berupa leukopenia atau pansitopenia.2
pecah.1,2 Laringitis, osteomielitis, artritis, bursitis, tenosinovitis Perjalanan penyakit umumnya lambat. Sering dijumpai
dapat terjadi apabila struktur dalam terserang.2,4,7 lesi kronik yang stabil atau regresi spontan.3 Gambaran
Gambaran histopatologis infeksi M. marinum dapat berupa histopatologis bersifat tidak spesifik, berupa granuloma
inflamasi akut dan kronis sampai granuloma tuberkuloid.1 Lesi perkijuan dan dapat ditemukan basil tahan asam (BTA)
awal menunjukkan kumpulan sel PMN (polimorfonuklear) .2 Penyakit lain yang menyerupai infeksi M. kansasii yaitu
yang dikelilingi histiosit. Pada perkembangan selanjutnya, sporotrikosis, tuberkulosis, dan infeksi kulit granulomatosa
dapat ditemukan infiltrat inflamasi yang terdiri atas limfosit, lainnya.3
sel epiteloid, sel raksasa Langerhans, dan fokus nekrosis
107
MDVI Vol. 38.No.2 Tahun 2011: 104-111
108
J Chandra dkk. Infeksi mikrobakterium atipikal
intracellulare
haemophilum
scrofulaceum
fortuitum
chelonae
marinum
ulcerans
kansasii
yang mengalami trauma atau pasca gigitan tikus.1,8 Setelah
avium-
inokulasi, infeksi dapat menyebabkan inflamasi difus dan
meluas dengan sekret serosanguinolen disertai gejala
sistemik (demam, menggigil, nausea, dan muntah).8
Pada pasien imunokompromais, infeksi kulit M. Amikacin + + +
xenopi dapat menyertai infeksi pada tulang dan jaringan Ansamycin +
lunak, misalnya epididimitis, osteomielitis, limfadenitis, Azithromycin +
dan artritis. Lesi kulit pada infeksi M. malmoense berupa Cefoxitin +
nodus di dermis berwarna kemerahan dan nyeri tekan Ciprofloxacin +
Clarithromycin + + +
yang tersebar di ekstremitas dan badan.8
Clofazimine + +
Cotrimoxazole +
DIAGNOSIS Cycloserine +
Dapsone +
Diagnosis beberapa infeksi mikobakterium atipikal Doxycycline + +
dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit gambaran Erythromycin +
klinis, lokasi geografis, dan riwayat pekerjaan (seperti Ethambutola + + + +
pada infeksi M. marinum). Namun, tidak semua infeksi Ethionamide + +
mudah dikenali.1 Imipenem +
Seperti halnya infeksi lain, diagnosis pasti infeksi miko- Isoniazida + + +
bakterium atipikal bergantung pada identifikasi mikroor- Kanamycin +
ganisme yang diisolasi dari spesimen pada kultur.1,3,8,10 Minocycline + + + + +b
Rifampicina + + + + +
Pemeriksaan histopatologis dapat membantu diagnosis,
Rifamycin + + +
namun tidak dapat membedakan kuman penyebab karena Streptomycina + + +
sebagian besar infeksi memberikan gambaran yang sama.3 Tobramycin +
Kuman BTA tidak selalu ditemukan dalam pemeriksaan dan Surgery + + + +
ketiadaan kuman BTA tidak menyingkirkan diagnosis a
Usual antituberculosis drugs
infeksi mikobakterium atipikal.10 b
Alone or in combination with ciprofloxacin or rifampicin
Saat ini, kemajuan bidang biologi molekular memung-
kinkan dan memudahkan indentifikasi kuman penyebab Dalam menentukan terapi infeksi mikobakterium
dilakukan lebih cepat tanpa harus menunggu selama 4-6 atipikal serta pemilihan antibiotik sebaiknya berdasarkan
minggu seperti pada metode kultur konvensional. Teknik hasil uji resistensi kuman.8,9
polymerase chain reaction (PCR) memungkinkan diagnosis Pemilihan regimen, baik monoterapi atau kombinasi, dan
langsung secara cepat, sensitif, dan spesifik dalam lama pemberian terapi pada infeksi mikobakterium atipikal
identifikasi kuman. Pemeriksaan PCR dilakukan dengan sangat bervariasi. Sampai saat ini, tidak ada regimen anti-
menggunakan penanda asam nukleat dalam mengiden- biotik baik tunggal atau kombinasi yang menjadi terapi pili-
tifikasi sekuens basa spesifik DNA atau RNA kuman.1 han. Pemilihan terapi diyakini bergantung pada status imun
Abdala dkk. dan Collina dkk. melaporkan keunggulan pejamu, kedalaman infeksi, dan respons terapi sebelumnya.4,7
teknik PCR sebagai metode terbaik untuk mendiagnosis Terapi empiris dapat dilakukan mengingat waktu
infeksi mikobakterium atipikal. Namun mereka menyatakan kultur yang lama. Lesi kecil dapat dilakukan eksisi. Lesi
bahwa diagnosis akhir infeksi tidak dapat ditegakkan yang luas atau diseminata paling baik diterapi dengan
ataupun disingkirkan hanya berdasarkan teknik PCR. antibiotik sesuai sensitivitas kuman. Lama terapi yang
Korelasi temuan klinis dan patologi tetap menjadi langkah dibutuhkan bervariasi, namun biasanya membutuhkan
diagnosis untuk semua kasus.20,21 waktu beberapa bulan atau lebih.10
Terapi bedah menjadi kontraindikasi pada infeksi M.
marinum karena dapat mengaktivasi dan memperluas
TERAPI infeksi. Aplikasi panas dianggap sebagai terapi ajuvan yang
Penanganan infeksi akibat mikobakterium atipikal cukup efektif. Minosiklin, trimetoprim-sulfametoksasol
sulit dan membutuhkan waktu lama.7 Sebagian kuman atau kombinasi rifampisin dengan etambutol dilaporkan
109
MDVI Vol. 38.No.2 Tahun 2011: 104-111
masih efektif. Lama terapi yang dibutuhkan untuk infeksi / Wilkinson / Ebling textbook of dermatology. Edisi ke-6.
M. marinum rata-rata 6 minggu.2 Dalam studi terhadap 63 London: Blackwell Science, 1998. h.1181-14.
kasus yang dilakukan oleh Aubry dkk., antibiotik yang masih 2. Moschella SL, Cropley TG. Diseases of the mononuclear
sensitif terhadap kuman M. marinum adalah klaritromisin, phagocytic system (the so-called reticuloendothelial system).
Dalam: Moschella SL, Hurley HJ, penyunting. Moschella
minosiklin, doksisiklin, rifampisin, dan etambutol.* and Hurley dermatology. Edisi ke-3. Philadelphia: WB
Pemberian antibiotik pada infeksi M. ulcerans sering Saunders Company, 1992. h. 1077-89.
mengecewakan dan dianjurkan untuk menunda pemberian 3. Tappeiner G. tuberculosis and infections with atypical myco-
antibiotik sampai terjadi fase penyembuhan.1 Intervensi bedah bacteria. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
merupakan pilihan terapi. Eksisi pada nodus merupakan cara BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s derma-
terapi relatif sederhana dan kuratif.17 Sementara pada ulkus, tology in general medicine. Edisi ke-7. New York: The
debridement luas disertai tandur kulit menjadi terapi yang McGraw-Hill Companies Inc, 2008. h.1768-78
cukup efektif.2,8 Terapi tambahan yang dapat mempercepat 4. Dodiuk-Gad R, Dyachenko P, Ziv M, Shani-Adir A, Oren
proses penyembuhan ulkus adalah rifampisin dan kombinasi Y, Mendelovici S, dkk. Nontuberculous mycobacterial
infections of the skin: a retrospective study of 25 cases. J
trimetoprim-sulfametoksazol disertai terapi fisis menggunakan Am Acad Dermatol. 2007; 57(3):413-20.
panas atau oksigen hiperbarik.1,2,8 5. Pedro HSP, Pereira MIF, Goloni MRA, Ueki SYM,
Mycobacterium kansasii umumnya memberikan respons Chimara E. Nontuberculous mycobacteria isolated in São
terapi yang baik.7 Pada pasien dengan keterlibatan paru-paru José do Rio Preto, Brazil between 1996 and 2005. J Bras
dan organ di luar paru-paru umumnya diberikan terapi Pneumol. 2008; 34(11):950-5.
kombinasi rifampisin dengan satu atau lebih obat antitu- 6. Ryoo SW, Shin S, Shim MS, Park YS, Lew WJ, Park SN, dkk.
berkulosis lainnya.2 Rekomendasi lain berupa kombinasi Spread of nontuberculous mycobacteria from 1993 to 2006 in
isoniazid, etambutol, dan rifampisin selama 18-24 bulan atau Koreans. J Clin Lab Anal. 2008; 22:415-20.
sampai kultur sputum memberikan hasil negatif.7 Terapi 7. Johnson JL, Ellner JJ. Tuberculosis and atypical mycobacterial
infections. Dalam: Guerrant RL, Walker DH, Weller PF,
bedah dianjurkan pada pasien dengan kelainan paru.2 penyunting. Tropical infectious diseases principles, pathogens,
Pengobatan infeksi M. haemophilum sering menge- & practice. Edisi ke-2. Philadelphia: Churchill Livingstone
cewakan. Lesi kulit dapat menetap atau rekuren setelah terapi Elsevier; 2006. h.418-27.
dihentikan. Status imun pasien mempengaruhi keberhasilan 8. Motta RN, dos Reis AN. Atypical mycobacteriosis. Dalam:
terapi.1 Tyring SK, Lupi O, Hengge UR, penyunting. Tropical
Saat ini terdapat regimen baru yang mulai banyak dermatology. Edisi ke-1. Philadelphia: Churchill Livingstone
digunakan dalam terapi infeksi mikobakterium tuber- Elsevier; 2006. h.273-7.
kulosis maupun atipikal. Ntziora dan Falagas melaporkan 9. Ho MH, Ho CK, Chong LY. Atypical mycobacterial cuta-
bahwa linezolid, sebuah obat golongan oksazolidinon, neous infections in Hong Kong: 10-year retrospective study.
Hong Kong Med J. 2006; 12(1): 21-6.
mungkin efektif diberikan pada pasien infeksi mikobak- 10. Ferringer T et al. Body piercing complicated by atypical
terium, terutama pada kasus kegagalan terapi dengan mycobacterial infections. Pediatric Dermatology. 2008; 25(2):
regimen antibiotik akibat galur kuman yang resisten. 219-22.
Linezolid mampu menghambat pertumbuhan kuman 11. Sañudo A, Vallejo F, Sierra M, Hoyos JG, Yepes S, Wolff JC,
mikobakterium yang resisten. Selain itu, obat ini juga dkk. Nontuberculous mycobacteria infection after meso-
mampu melakukan penetrasi ke dalam makrofag dan therapy: Preliminary report of 15 cases. International
menghambat kuman yang terdapat di dalam sel.22 Journal of Dermatology 2007; 46:649-53.
12. Al Soub H, Al-Maslamani E, Al-Maslamani M. Myco-
bacterium fortuitum abdominal wall abscesses following
PENUTUP liposuction. Indian J Plast Surg. 2008; 41(1): 58-61.
Angka kejadian infeksi mikobakterium atipikal semakin 13. Rajini M et al. Postoperative infection of laparoscopic surgery
tinggi belakangan ini, terutama setelah era pandemi wound due to Mycobacterium chelonae. Indian J Med
Microbiol. 2007; 25(2): 163-5.
HIV/AIDS. Status imun pejamu mempengaruhi tingkat 14. Pandian TK, Deziel PJ, Otley CC, Eid AJ, Eazonable RR.
keparahan infeksi, misalnya pada keadaan imunodefisiensi Mycobacterium marinum infections in transplant recipients:
infeksi mikobakterium atipikal dapat bersifat diseminata. case report and review of the literature. Transplant Infectious
Terapi antibiotik pada infeksi mikobakterium atipikal Disease 2008; 10: 358-63.
diberikan berdasarkan hasil uji sensitivitas dan resistensi 15. Bartralot R, Garcia-Patos V, Sitjas D, Rodriguez-Cano L,
kuman. Kebanyakan kuman telah resisten terhadap agen Mollet J, Martion-Casabona N, dkk. Clinical patterns of
antituberkulosis, sehingga uji sensitivitas dan resistensi cutaneous nontuberculous mycobacterial infections. Br J
menjadi pemeriksaan yang penting dan wajib dilakukan. Dermatol. 2005; 152: 727-34.
16. Bartralot R et al. Cutaneous infections due to nontuberculous
mycobacteria: histopathological review of 28 cases. Com-
DAFTAR PUSTAKA parative study between lesions observed in immunosuppressed
1. Gawkrodger DJ. Mycobacterial infections. Dalam: Champion patients and normal hosts. J Cutan Pathol. 2000; 27: 124-9.
RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM, penyunting. Rook
110
J Chandra dkk. Infeksi mikrobakterium atipikal
17. Meyers WM, Portaels F. Mycobacterium ulcerans infections 20. Abdalla CMZ, de Oliveira ZN, Sotto MN, Leite KR, Canavez
(buruli ulcer). Dalam: Guerrant RL, Walker DH, Weller PF, FC, de Carvalho CM. Polymerase chain reaction compared to
penyunting. Tropical infectious diseases principles, pathogens, other laboratory findings and to clinical evaluation in the
& practice. Edisi ke-2. Philadelphia: Churchill Livingstone diagnosis of cutaneous tuberculosis and atypical mycobacteria
Elsevier; 2006. h.428-34. skin infection. International Journal of Dermatology. 2009;
18. Sarma S, Thakur R. cutaneous infection with Mycobacterium 48:27-35.
fortuitum: an unusual presentation. Indian Journal of Medi- 21. Collina G, Morandi L, Lanzoni A, Reggiani M. Atypical
cal Microbiology. 2008; 26(4): 388-90. cutaneous mycobacteriosis diagnosed by polymerase chain
19. Jesudason MV, Gladstone P. Non tuberculous myco- reaction. Br J Dermatol. 2002; 147: 781-4.
bacteria isolated from clinical specimens at a tertiary care 22. Ntziora F, Falagas ME. Linezolid for the treatment of patients
hospital in South India. Indian J Med Microbiol. 2005; with atypical mycobacterial infection: a systematic review. Int
23(3): 172-5. J Tuberc Lung Dis; 2007; 11(6): 606-11
111