Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyusun Makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Pneumothorax” tepat pada waktunya. Tak
lupa solawat dan salam kita curahkan kepada junjungan besar nabi Muhammad SAW.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan dosen mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat serta dukungan dari orang tua kami dan teman-teman
yang telah meluangkan waktunya untuk menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan. Maka dari itu
untuk pembaca saran dan kritik sangat kami harapan untuk perbaikan tugas-tugas
selanjutnya.
2.3 Etiologi
Pneumotorak terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara
melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronchus.
Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula
yang disebut granulomatous fibrosisi. Granulomatous fibrosisi adalah salah satu
penyebab tersering terjadinya pneumotoraks., karena bula tersebut berhubungan
dengan adanya obstruksi empisema
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala
Keluhan utama yang diungkapkan penderita adalah nyeri dada disertai sesak
nafas yang timbul secara mendadak. Batuk acapkali juga ditemukan. Rasa
nyeri bersifat menusuk di daerah hemitoraks yang terserang dan bertambah
berat pada saat bernafas, batuk dan bergerak. Nyeri dapat menjalar ke arah
bahu, hipokondrium atau tengkuk. Rasa nyeri ini disebabkan oleh perdarahan
yang terjadi akibat robekan pteura viseralis dan darah menimbulkan iritasi
pada pleura viseralis (1,5,6).
Sesak nafas makin lama makin hebat akibat pengempisan paru yang terkena
dan gangguan pengembangan paru yang sehat. Penderita dapat mengalami
kegagalan pernafasan akut, terutama bila penyakit yang mendasari timbulnya
pneumotoraks adalah asma atau penyakit paru obstruktif menahun. Batuk
pada umumnya tidak produktif, terutama pada pneumotoraks spontan
idiopatik. Keluhan lain yang dapat dijumpai tergantung pada kelainan yang
mendasari timbulnya pneumotoraks
Tanda
Penderita dapat mengalami kegelisahan, berkeringat dingin, sianosis, dan
syok. Dapat ditemukan hipotensi, nadi lebih dari 140 kali per menit, akral
dingin, serta pelebaran pembuluh darah vena leher dan dada. Tekanan dalam
rongga pleura yang tinggi dan pendorongan mediastinum beserta isinya ke
arah sisi yang sehat akan mengganggu aliran balik darah vena ke dalam
jantung, sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan syok kardial.
Perlu diingat bahwa syok juga dapat disebabkan oleh perdarahan masif di
dalam rongga pleura (2,3,5).
Pada inspeksi tampak hemitoraks yang terkena cembung dengan ruang sela
iga yang melebar dan tertinggal pada pernafasan, iktus kordis bergeser ke sisi
yang sehat dan trakea juga terdorong ke sisi yang sehat. Pada palpasi
didapatkan fremitus suara melemah, iktus kordis dan trakea bergeser ke sisi
yang sehat. Perkusi di daerah paru yang terserang terdengar hipersonor dan
diafragma terdorong ke bawah. Batas-batas jantung bergeser ke sisi yang
sehat. Suara nafas pada auskultasi melemah sampai menghilang pada bagian
paru yang terkena
2.5 Patofisiologi
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan
intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks
dan udara dari luar yang tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga
sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada
sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus
maupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar malalui bronchus.
Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan
intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin dan
mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di bagian perifer
dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau alveolus itu
akan pecah dan robek.
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak
mau keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi
yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura.
Apabila ada obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan
membuat tekanan pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan
dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat ekspirasi
terjadi karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga
pleura, terlebih jika klien batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih kuat
dari ekspirasi biasa.
Secara singkat proses terjadinya pneumotoraks adalah sebagai berikut:
1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara
masuk kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu melebar,
tekanan dalam alveoli akan meningkat.
2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah
faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan
3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan
jaringan fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk
mediastinum, dan menyebabkan pneumotoraks.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat menunjang diagnose pneumotoraks,
diantaranya:
1. Foto rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada fotoröntgen kasus
pneumotoraks antara lain:
a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru
yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler
sesuai dengan lobus paru.
b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massaradio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru
yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat
ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat,
kemungkinan besar telahterjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan
intra pleura yangtinggi.
d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut
Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai keapeks. Hal ini terjadi
apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga
udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di
mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang
lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat
banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara,
sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka
dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke
daerah dada depan dan belakang
Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura,maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma.
TRIAGE
Kesadaran Kategori Triage : Klasifikasi Kasus
V Allert Verbal P1 P2 P3 V Trauma
Pain Unrespon MerahKuning Hijau Hitam Non Trauma
Dx Medis :
Pneumothorax
Keluhan Utama
Tanda dan gejala Karakteristik
Durasi
Faktor Pencetus
BREATHING
Ekspansi paru asimetris, pernafasan
paradoxical, ketika diauskultasi tidak terdapat
aliran udara, saat diperkusi terdengar
hipersonor
DISABILITY GCS : E............. V............. M............
Fraktur : Tidak ada ada V
Lokasi : costae 5,6, dan 7 total ...........
Paralisis : tidak ada ada klien mengalami penurunan kesadaran
Lokasi : setelah beberapa jam tiba di RS
...............................................................
C. Secondary Survey
Diagram Tubuh : PEMERIKSAAN HEAD TO TOE
Tidak terkaji Daerah Thorak :
Inspeksi
Ekspansi paru asimetris, pernafasan
paradoxical
Perkusi
Terdengar hipersonor
Auskultasi
Tidak terdapat aliran udara
D. Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil :
CT Scan Perdarahan di kepala
Foto Thorax Fraktur di costae 5,6, dan 7
Tindak lanjut : KRS MRS PP DOA OPERASI PINDAH LAIN LAIN
E. Pemberian Terapi
Pukul Medikasi/Obat yang Dosis / rute pemberian
diberikan
Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
2. PK Perdarahan
Intervensi Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Pola nafas tidak Setelah diberikan Monitoring respirasi
efektif b.d penurunan asuhan keperawatan 1. Pantau RR, irama, dan 1. Ketidakefektifan nafas dapat
ekspansi paru selama 1x24 jam kedalaman pernafasan klien dilihat dari peningkatan atau
diharapkan pola nafas penurunan RR, serta
klien efektif dengan perubahan dalam irama dan
kriteria hasil : kedalaman pernapasan
- Ekspansi paru 2. Pantau adanya penggunaan 2. Penggunaan otot bantu
simetris otot bantu pernapasan dan pernapasan dan retraksi
- Tidak terdapat retraksi dinding dada pada dinding dada menunjukan
pernafasan klien terjadinya gangguan ekspansi
paradoxical paru
- Tidak terdengar Memfasilitasi ventilasi
hipersonor 1. Berikan posisi semifowler 1. Posisi semifowler membantu
pada klien dapat meningkatkan toleransi
tubuh untuk inspirasi dan
ekspirasi
2. Pantau status pernafasan dan 2. Kelainan status pernafasan
oksigen klien dan perubahan saturasi o2
dapat menentukan indikasi
terapi untuk klien
3. Berikan dan pertahankan 3. Pemberian oksigen sesuai
masukan oksigen pada klien indikasi diperlukan untuk
sesuai indikasi mempertahankan masukan o2
saat klien mengalami
perubahan status respirasi
2. PK Perdarahan Setelah diberikan Bleeding Reduction
asuhan keperawatan 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk mencegah adanya
selama 1x24 jam perdarahan trauma sekunder akibat
diharapkan perdarahan penyebab perdarahan
dapat berkurang 2. Berikan penekanan pada area 2. Meminimalisir terjadinya
bahkan berhenti, perdarahan perdarahan hebat dan
dengan kriteria hasil : membatasi perdarahan
3. Identifikasi jumlah perdarahan
- Luka terbuka di 3. Perdarahan dengan volume
dan warna darah
femur berhenti bersar dapat meningkatkkan
- Pendarahan di risiko terjadiya syok
kepala dapat hipovolemik
berhenti 4. Perhatikan kondisi TTV dan 4. Penurunan status kesadaran
status kesadaran klien dan kondisi TTV klien dapat
mengindikasikan klien
mengalami perburukan
kondisi
5. Perhatikan asupan oksigen ke 5. Penurunan asu[an oksigen ke
jaringan : cek CRT klien jaringan dapat meningkatkan
resiko terjadinya syok pada
pasien
6. Anjurkan klien untuk 6. Meningkatnya pergerakan
mengurangi aktivitas atau beresiko terhadap perdarahan
pergerakan yang lebih hebat dan
meningkatkan terjadinya
ruptur
3.2 Analisa Jurnal
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
- Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : EGC; 1997. p. 598.
- Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p. 1063.
- Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC
- Muttaqin, Arif.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system
pernapasan.Salemba Medika: Jakarta.2008