Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyusun Makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Pneumothorax” tepat pada waktunya. Tak
lupa solawat dan salam kita curahkan kepada junjungan besar nabi Muhammad SAW.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan dosen mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat serta dukungan dari orang tua kami dan teman-teman
yang telah meluangkan waktunya untuk menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan. Maka dari itu
untuk pembaca saran dan kritik sangat kami harapan untuk perbaikan tugas-tugas
selanjutnya.

Bandung, Maret 2019


DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................................
Daftar Isi.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................
1.3 Tujuan Umum ..................................................................................................
1.4 Tujuan Khusus .................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................
2.1 Definisi Pneumothorax.....................................................................................
2.2 Klasifikasi Pneumothorax ................................................................................
2.3 Etiologi Pneumothorax.....................................................................................
2.4 Manifestasi Klinis Pneumothorax ....................................................................
2.5 Patofisiologi Pneumothorax .............................................................................
2.6 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................
2.7 Penatalaksaaan Pneumothorax .........................................................................
2.8 Komplikasi .......................................................................................................
BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................
3.1 Asuhan Keperawatan .......................................................................................
3.2 Analisa Jurnal ...................................................................................................
BAB IV PENUTUP ...............................................................................................
4.1 Kesimpulan ......................................................................................................
4.2 Saran .................................................................................................................
Daftar Pustaka ........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumotorak adalah keadaan terdapat udara atau gas dalam rongga pleura. Pada
keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru eluasa
mengembang terhadap rongga udara pneumotoraks dapat terjadi secara spontan
maupun traumatic. Pneumotoraks spontan dibagi menjadi primer dan sekunder,
pneumotorak traumatic dibagi menjadi iatrogenic dan bukan itrogenik. (Barmawy. H)
Insidens pneumotoraks sedikit diketahui, karena episodenya banyak yang tidak
diketahui. Pria lebih banyak dari pada wanita dengan perbandingan 5:1. pneumotorak
spontan primer (PSP) sering juga dijumpai pada individu sehat, tanpa riwayat
penyakit paru sbelumnya. PSP banyak dijumpai pada pria dengan usia antara 2 dan 4.
salah satu penelitian menyebutkan sekitar 81% kasus PSP berusia kurang dari 45
tahun. Seaton dkk melaporkan bahwa pasien tuberculosis aktif mengalami komplikasi
pneumotorak sekitar 2,4% dan jika ada kavitas paru komplikasi pneumotoraks
meningkat lebih dari 90%. (Barmawy. H)
Di Olmsted country, Minnesota, amerika, meiton et al melakukan penelitian selama
25 tahun pada pasien yang terdiagnosis sebagai pneumotoraks, didapatkan 75 pasien
karena trauma, 102 pasien karena iatrogenic da sisanya 141 pasien karena
pneumotoraks spontan. Dari 141 pasien tersebut 77 pasien PSP dan 64 pasien PSS.
Pada pasien pneumotorak spontan didapatkan angka incident sebagai berikut: PSP
terjadi pada 7,4 per 100.000 pertahun untuk peria dan 2,0 per 100.000 tahun untuk
wanita. (Barmawy. H)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Pneumothorax?
2. Apa saja klasifikasi Pneumothorax?
3. Apa penyebab Pneumothorax?
4. Apa saja manifestasi yang muncul pada Pneumothorax?
5. Bagaimana patofisiologi Pneumothorax?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?
7. Bagaimana penatalaksaan Pneumthorax?
8. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada Pneumothorax?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Pneumothorax?
10. Bagaimana analisa jurnal yang menunjang untuk intervensi pada klien
Pneumothorax?
1.3 Tujuan Umum
1. Untuk memenuhi tugas SGD mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
2. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Pneumothorax
1.4 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi Pneumothorax
2. Untuk mengetahui klasifikasi Pneumothorax
3. Untuk mengetahui etiologi Pneumothorax
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis Pneumothorax
5. Untuk mengetahui patofisiologi Pneumothorax
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Pneumothorax
7. Untuk mengetahui penatalaksaan Pneumothorax
8. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada Pneumothorax
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Pneumothorax
10. Untuk menganalisa jurnal yang menunjang untuk intervensi pada klien
dengan Pneumothorax
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Pneumotoraks adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru
dapat terjadi kolaps.
Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleural antara pleura parietal dan
viseral.
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara
dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera.
Pneumotoraks adalah robeknya pembuluh interkosta, laserasi paru-paru, atau
keluarnya udara dari paru yang cedera kedalam ruang pleura. (Brunner & Suddart,
2002).
Pneumothorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura (W.
Sudoyo, 2006).
Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat terjadi secara
spontan (spontaneous pleura), sebagai akibat trauma ataupun proses patologis, atau
dimasukkan dengan sengaja (Dorland 1998 : 872).
Pneumothorax/kolaps paru – paru adalah penimbunan udara atau gas di dalam rongga
pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi
paru – paru dan rongga dada.
2.2 Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan
penyebabnya: (Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009)
1. Pneumotoraks spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer
terjadi jika pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru.
Pneumotoraks ini diduga disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi
udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Penyakit ini paling
sering menyerang pria berpostur tinggi-kurus, usia 20-40 tahun. Faktor
predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama. Pneumotoraks spontan sekunder merupakan
komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru obstruktif
menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan).
2. Pneumotoraks traumatik
Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat
menembus (luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan
kendaraan bermotor). Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari
tindakan medis tertentu (misalnya torakosentesis).
3. Pneumotoraks karena tekanan
Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-
parumengalami kolaps.Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi
pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga terjadi syok.

Pneumotoraks juga dapat diklarifikasikan sesuai dengan urutan peristiwa


yang merupakan kelanjutan adanya robekan pleura:
1. Pneumotoraks terbuka.
Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura dan
bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra
pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura
disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi
tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan – 2
inspirasi).
2. Pneumotoraks tertutup.
Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara
yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena
diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka
tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau
berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak
meskipun tekanannya sudah negatif (- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi).
3. Pneumotoraks ventil.
Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung
adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui
bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang
terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada
permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga
pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi
bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk
ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di bronchus bagian
proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin
meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk
rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi
mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau
penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari
ekspirasi biasa.
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka
pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian
kecil paru (< 50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar
paru (> 50% volume paru).

2.3 Etiologi
Pneumotorak terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara
melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronchus.
Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula
yang disebut granulomatous fibrosisi. Granulomatous fibrosisi adalah salah satu
penyebab tersering terjadinya pneumotoraks., karena bula tersebut berhubungan
dengan adanya obstruksi empisema
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala
Keluhan utama yang diungkapkan penderita adalah nyeri dada disertai sesak
nafas yang timbul secara mendadak. Batuk acapkali juga ditemukan. Rasa
nyeri bersifat menusuk di daerah hemitoraks yang terserang dan bertambah
berat pada saat bernafas, batuk dan bergerak. Nyeri dapat menjalar ke arah
bahu, hipokondrium atau tengkuk. Rasa nyeri ini disebabkan oleh perdarahan
yang terjadi akibat robekan pteura viseralis dan darah menimbulkan iritasi
pada pleura viseralis (1,5,6).
Sesak nafas makin lama makin hebat akibat pengempisan paru yang terkena
dan gangguan pengembangan paru yang sehat. Penderita dapat mengalami
kegagalan pernafasan akut, terutama bila penyakit yang mendasari timbulnya
pneumotoraks adalah asma atau penyakit paru obstruktif menahun. Batuk
pada umumnya tidak produktif, terutama pada pneumotoraks spontan
idiopatik. Keluhan lain yang dapat dijumpai tergantung pada kelainan yang
mendasari timbulnya pneumotoraks
Tanda
Penderita dapat mengalami kegelisahan, berkeringat dingin, sianosis, dan
syok. Dapat ditemukan hipotensi, nadi lebih dari 140 kali per menit, akral
dingin, serta pelebaran pembuluh darah vena leher dan dada. Tekanan dalam
rongga pleura yang tinggi dan pendorongan mediastinum beserta isinya ke
arah sisi yang sehat akan mengganggu aliran balik darah vena ke dalam
jantung, sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan syok kardial.
Perlu diingat bahwa syok juga dapat disebabkan oleh perdarahan masif di
dalam rongga pleura (2,3,5).
Pada inspeksi tampak hemitoraks yang terkena cembung dengan ruang sela
iga yang melebar dan tertinggal pada pernafasan, iktus kordis bergeser ke sisi
yang sehat dan trakea juga terdorong ke sisi yang sehat. Pada palpasi
didapatkan fremitus suara melemah, iktus kordis dan trakea bergeser ke sisi
yang sehat. Perkusi di daerah paru yang terserang terdengar hipersonor dan
diafragma terdorong ke bawah. Batas-batas jantung bergeser ke sisi yang
sehat. Suara nafas pada auskultasi melemah sampai menghilang pada bagian
paru yang terkena
2.5 Patofisiologi
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan
intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks
dan udara dari luar yang tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga
sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada
sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus
maupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar malalui bronchus.
Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan
intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin dan
mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di bagian perifer
dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau alveolus itu
akan pecah dan robek.
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak
mau keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi
yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura.
Apabila ada obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan
membuat tekanan pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan
dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat ekspirasi
terjadi karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga
pleura, terlebih jika klien batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih kuat
dari ekspirasi biasa.
Secara singkat proses terjadinya pneumotoraks adalah sebagai berikut:
1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara
masuk kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu melebar,
tekanan dalam alveoli akan meningkat.
2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah
faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan
3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan
jaringan fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk
mediastinum, dan menyebabkan pneumotoraks.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat menunjang diagnose pneumotoraks,
diantaranya:
1. Foto rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada fotoröntgen kasus
pneumotoraks antara lain:
a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru
yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler
sesuai dengan lobus paru.
b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massaradio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru
yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat
ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat,
kemungkinan besar telahterjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan
intra pleura yangtinggi.
d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut
 Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai keapeks. Hal ini terjadi
apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga
udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
 Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di
mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang
lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat
banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara,
sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka
dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke
daerah dada depan dan belakang
 Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura,maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma.

Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan


anak panah merupakan bagian paru yang kolaps
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik
untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas
antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumotoraks
spontan primer dan sekunder.
2.7 Penatalaksaan
Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks
antara lain dengan melakukan :
1. Tindakan medis
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura
menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama
ditunjukan pada pneumothoraks tertutup atau terbuka,sedangkan untuk
pneumothoraks ventil tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi
tehadap tekanan intra pleura yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat
hubungan udara ke luar. (Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009)
2. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara:
a. Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura
dengan demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura akan
berubah menjadi negatif kerena udara yang positif dorongga pleura
akan berubah menjadi negatif karena udara yang keluar melalui jarum
tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil.
 Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan
tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infus set yang berada di dalam botol
 Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum
dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di
dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut
dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan
dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat
dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung
infuse set yang berada di dalam botol
 Pipa WSD ( Water Sealed Drainage )
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah
dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid
aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula
melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke
rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya
kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya
ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca
yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan
air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut (3), (4).
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura
tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan
negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat
mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan
tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut
dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit
atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura
kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan
WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi
maksimal
3. Tindakan bedah
Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang
yang menyebabkan pneumothoraks dan dijahit. Pada pembedahan, apabila
dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak dapat
mengembang, maka dilakukan pengelupasan atau dekortisasi. Dilakukan
reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau ada fistel dari
paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat
dipertahankan kembali. Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan
perlekatan antara kedua pleura ditempat fistel.
2.8 Komplikasi
1. Pneumothoraks tension dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,
akibatnya pengisisan jantung menururn sehingga tekanan darah menurun.
2. Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/ hemo-pneumothoraks: henti
jantung paru dan kematian sangat sering terjadi.
3. pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispenia berat, yang
menyebabkan kematian.(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Asuhan Keperawatan
Kasus
Pada pukul 09.00 seorang klien dibawa ke IGD RS Sehat Sejahtera oleh polisi
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Klien dibawa ke RS menggunakan
mobil bak terbuka. Saat dilakukan pengkajian, klien composmentis masih bisa
menjawab pertanyaan yang diajukan perawat. Kepala klien mengalami benturan
dan terdapat luka. Terdapat luka terbuka di femur. Setelah diberikan pertolongan
pertama, klien diobservasi. Beberapa jam kemudian, klien mengalami penurunan
kesadaran. Ekspansi paru tidak simetris, pernafasan paradoxical. Ketika dilakukan
auskultasi tidak terdapat aliran udara, saat diperkusi terdengar hipersonor.
Terlihat pembengkakan pada daerah femur. Pada saat dinas siang klien
mengalami henti jantung kemudian dilakukan RJP. Hasil CT Scan terdapat
perdarahan di kepala. Hasil foto thorax terdapat fraktur di costae 5,6, dan 7. TD
menurun, nadi dan frekuensi cepat.
Pengkajian
A. Data Pasien
Nama : tidak terkaji No Rekam medik : tidak terkaji
Jenis Kelamin : Pria / Wanita Tanggal lahir : tidak Umur: tidak terkaji
Tidak terkaji terkaji
B. Primary Survey
Waktu kedatangan : Transportasi : Mobil bak Kondisi datang : klien
09:00 WIB terbuka composmentis, mengalami
benturan dan luka, terdapat
luka terbuka di femur
Tindakan Pre Hospital : tidak terkaji
CPR O2 Infus Bidai Bebat Urin
Kateter
Lain – lain :

TRIAGE
Kesadaran Kategori Triage : Klasifikasi Kasus
V Allert Verbal P1 P2 P3  V Trauma
Pain Unrespon MerahKuning Hijau Hitam Non Trauma
Dx Medis :
Pneumothorax
Keluhan Utama
Tanda dan gejala Karakteristik

Onset/awal kejadian Faktor yg meringankan


Klien mengalami kecelakaan lalu lintas

Lokasi Tindakan yang telah dilakukan


sebelum ke RS

Durasi
Faktor Pencetus

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak terkaji
Riwayat Allergi : tidak terkaji

Tanda vital : Tensi : menurun HR : cepat RR : tidak Suhu : tidak


terkaji terkaji
AIRWAY CIRCULATION
 Paten Obstruksi Perdarahan : di kepala, terdapat luka
V
terbuka dan pembengkakan di femur
Tindakan
Klien mengalami henti jantung dan
dilakukan RJP

BREATHING
Ekspansi paru asimetris, pernafasan
paradoxical, ketika diauskultasi tidak terdapat
aliran udara, saat diperkusi terdengar
hipersonor
DISABILITY GCS : E............. V............. M............
Fraktur : Tidak ada ada V
Lokasi : costae 5,6, dan 7 total ...........
Paralisis : tidak ada ada klien mengalami penurunan kesadaran
Lokasi : setelah beberapa jam tiba di RS
...............................................................

C. Secondary Survey
Diagram Tubuh : PEMERIKSAAN HEAD TO TOE
Tidak terkaji Daerah Thorak :
Inspeksi
Ekspansi paru asimetris, pernafasan
paradoxical
Perkusi
Terdengar hipersonor
Auskultasi
Tidak terdapat aliran udara
D. Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil :
CT Scan Perdarahan di kepala
Foto Thorax Fraktur di costae 5,6, dan 7
Tindak lanjut : KRS MRS PP DOA OPERASI PINDAH LAIN LAIN
E. Pemberian Terapi
Pukul Medikasi/Obat yang Dosis / rute pemberian
diberikan

Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
2. PK Perdarahan
Intervensi Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Pola nafas tidak Setelah diberikan Monitoring respirasi
efektif b.d penurunan asuhan keperawatan 1. Pantau RR, irama, dan 1. Ketidakefektifan nafas dapat
ekspansi paru selama 1x24 jam kedalaman pernafasan klien dilihat dari peningkatan atau
diharapkan pola nafas penurunan RR, serta
klien efektif dengan perubahan dalam irama dan
kriteria hasil : kedalaman pernapasan
- Ekspansi paru 2. Pantau adanya penggunaan 2. Penggunaan otot bantu
simetris otot bantu pernapasan dan pernapasan dan retraksi
- Tidak terdapat retraksi dinding dada pada dinding dada menunjukan
pernafasan klien terjadinya gangguan ekspansi
paradoxical paru
- Tidak terdengar Memfasilitasi ventilasi
hipersonor 1. Berikan posisi semifowler 1. Posisi semifowler membantu
pada klien dapat meningkatkan toleransi
tubuh untuk inspirasi dan
ekspirasi
2. Pantau status pernafasan dan 2. Kelainan status pernafasan
oksigen klien dan perubahan saturasi o2
dapat menentukan indikasi
terapi untuk klien
3. Berikan dan pertahankan 3. Pemberian oksigen sesuai
masukan oksigen pada klien indikasi diperlukan untuk
sesuai indikasi mempertahankan masukan o2
saat klien mengalami
perubahan status respirasi
2. PK Perdarahan Setelah diberikan Bleeding Reduction
asuhan keperawatan 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk mencegah adanya
selama 1x24 jam perdarahan trauma sekunder akibat
diharapkan perdarahan penyebab perdarahan
dapat berkurang 2. Berikan penekanan pada area 2. Meminimalisir terjadinya
bahkan berhenti, perdarahan perdarahan hebat dan
dengan kriteria hasil : membatasi perdarahan
3. Identifikasi jumlah perdarahan
- Luka terbuka di 3. Perdarahan dengan volume
dan warna darah
femur berhenti bersar dapat meningkatkkan
- Pendarahan di risiko terjadiya syok
kepala dapat hipovolemik
berhenti 4. Perhatikan kondisi TTV dan 4. Penurunan status kesadaran
status kesadaran klien dan kondisi TTV klien dapat
mengindikasikan klien
mengalami perburukan
kondisi
5. Perhatikan asupan oksigen ke 5. Penurunan asu[an oksigen ke
jaringan : cek CRT klien jaringan dapat meningkatkan
resiko terjadinya syok pada
pasien
6. Anjurkan klien untuk 6. Meningkatnya pergerakan
mengurangi aktivitas atau beresiko terhadap perdarahan
pergerakan yang lebih hebat dan
meningkatkan terjadinya
ruptur
3.2 Analisa Jurnal
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
- Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : EGC; 1997. p. 598.
- Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p. 1063.
- Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC
- Muttaqin, Arif.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system
pernapasan.Salemba Medika: Jakarta.2008

Anda mungkin juga menyukai