Anda di halaman 1dari 57

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

J DENGAN GANGGUAN
SISTEM RESPIRASI : EFUSI PLEURA DI RUANGAN
MERANTI 6 RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

OLEH :

KELOMPOK 1

1. SWASTI TELAUMBANUA, S.Kep : 200202059


2. NANDA SIMAH BENGI, S.Kep : 200202041
3. HAFIZZUDIN, S.Kep : 200202022
4. ILHAM WAHYU, S.Kep : 200202074
5. AYU SASTIA, S.Kep : 200202009
6. ASRI MIRDANIA HIA, S.Kep : 200202008
7. YUSITA NINGSIH, S.Kep : 200202072

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARAINDONESIA
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga
kelompok dapat menyelesaikan laporan kelompok tentang Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah Pada Tn.J Dengan Gangguan Sistem Respirasi: Efusi Pleura Di
Ruangan Meranti 6 RS Universitas Sumatera Utara untuk memenuhi salah satu tugas
Laporan Kelompok Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah.

Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini banyak pihak yang membantu penulis,
untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu:
1. Dr. Parlindungan Purba, SH,MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, Selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia
3. Taruli Rohani Sinaga., SP, MKM, selaku Dekan Fakultas Farmasi Dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
4. Ns. Marthalena Simamora, M.Kep selaku Ketua Prodi Ners Fakultas Farmasi dan
Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
5. Ns. JekAmidos Pardede, M.Kep, Sp. Kep.J, selaku Koordinator Profesi Ners.
6. Ns.Agnes Marbun, M.Kep, selaku dosen Koordinator/ pembimbing stase
Keperawatan Medikal Bedah.
7. Ns. Johansen Hutajulu,AP, S.Kep, M.Kep, Cand PHD, selaku dosen pembimbing
kelompok satu.
8. Ns. Laura Siregar, M.Kep, selaku dosen pembimbing kelompok satu.
9. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Universitas Sari Mutiara Indonesia yang telah
membantu penulis dalam penyusunan makalah ini.

ii
Penulis menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu
kami dari penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna memperbaiki di masa
yang akan datang dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir
kata kelompok mengucapkan terimakasih.

Medan, 15 Mei 2021

Kelompok 1

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal dironggap leura yang
diakibatkan oleh transudesi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura.
Efusi pleura selalu abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang
mendasari-nya. Efusi pleura dibedakan menjadi eksudat dan paru dengan efusi
pleura dan bersedia mengikuti penelitian secara tertulis (Informed Consent).
Analisis cairan pleura dan serum dilakukan di laboratorium 24 jam RS
Persahabatan meliputi pemeriksaan makro skopis (warna cairan pleura), kimia
klinik (protein, glukosa dan LDH), mikroskopis (jumlah sel dan hitung jenis sel)
dan serum protein dan LDH (Khairani & Partakusuma, 2012).

Prosedur pemeriksaan laboratorium menggunakan alat Hitachi 911 dan kamar


hitung Fuchs Rosenthal. Pasien akan diamati sampai diagnosis penyebab efusi
pleura ditegakkan atau sampai 1 bulan setelah tindakan punksi pleura. Eksudat
adalah bila efusi pleura disebabkan oleh penyakit lokal di rongga toraks
sedangkan transudat bila efusi pleura disebab-kan oleh penyakit sistemik.
Pengambilan data pasien dilakukan melalui rekam medik rawat jalan dan rawat
inap (Khairani & Partakusuma, 2012).

Data WHO hasil prevalensi efusi pleura di dunia diperkirakan sebanyak 320 kasus
per 100.00 penduduk di Negara industry dengan penyebarannya tergantung
etiologipenyakit yang mendasarinya. Angka kejadian efusi pleura di Amerika
Serikat di temukan sekitar 1,5 juta kasus per tahunnya dengan penyebab tersering
gagal jantung kongestif, pneumonia bakteri, penyakit keganasan, dan emboli paru
(Rubis, 2013). Prevalensi efusi pleura di Indonesia mencapai 2,7% dari penyakit
infeksi saluran napas lainnya (Depkes RI, 2006).

1
Peran perawat dan tim medis diperlukan terutama dalam bentuk promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative, untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih
lanjut seperti pneumonia, peneumothoraks, gagal nafas, dan kolaps paru sampai
dengan kematian. Peran perawat secara promotifemisalnya memberikan
penjelesan dan informasi penyakit Effusi pleura, preventifnya mengurangi
merokok dan minum-minuman beralkohol, kuratife misalnya dilakukan
pengobatan ke rumah sakit dan melakukan pemasangan WSD bila diperlukan,
rehabilitatife misalnya melakukan pengecekan kembali kondisi klien ke rumah
sakit atau tenaga kesehatan (Khairani& Partakusuma 2012).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn. J Dengan Gangguan
Sistem Respirasi: Efusi Pleura Di Ruang Meranti 6 RS Universitas Sumatera
Utara Utara

1.3 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Mampu melakukan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn. J Dengan
Gangguan Sistem Respirasi: Efusi Pleura Di Ruang Meranti 6 RS Universitas
Sumatera Utara?

2. Tujuan Khusus
1) Mampu melakukan pengkajian pada Tn. J dengan gangguan sistem
respirasi : efusi pleura di ruang Meranti 6 RS Universitas Sumatera Utara
2) Mampu menentukan diagnosa pada Tn. J dengan gangguan system
respirasi : efusi pleura di ruang Meranti 6 RS Universitas Sumatera Utara
3) Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada Tn. J dengan gangguan
sistem respirasi : efusi pleura di ruang Meranti 6 RS Universitas Sumatera
Utara

2
4) Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. J dengan gangguan
sistem respirasi : efusi pleura di ruang Meranti 6 RS Universitas Sumatera
Utara
5) Mampu melakukan evaluasi pada Tn. J dengan gangguan sistem respirasi :
efusi pleura di ruang Meranti 6 RS Universitas Sumatera Utara
6) Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn. J dengan
gangguan sistem respirasi : efusi pleura di ruang Meranti 6 RS Universitas
Sumatera Utara

3
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Teori Efusi Pleura

2.1.1 Pengertian Efusi pleura


Effusi pleura merupakan akumulasi cairan pleura yang tidak semestinya
yang disebabkan oleh pembentukan cairan pleura lebih cepat dari proses
absorbsinya. Sebagian besar effusi pleura terjadi karena meningkatnya
pembentukan cairan pleura dan penurunan kecepatan absorpsi cairan pleura
tersebut.Pada pasien dengan daya absorpsi normal, pembentukan cairan
pleura harus meningkat 30 kali lipatsecara terus menerus agar mampu
menimbulkan suatu effusi pleura. Di sisi lain, penurunan daya absorpsi
cairan pleura saja tidak akan menghasilkan penumpukan cairan yang
signifikan dalam rongga pleura mengingat tingkat normal pembentukan
cairan pleura sangat lambat (Lee YCG, 2013).

Effusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di


rongga pleura, jika kondisi ini dibiarkan akan membahayakan jiwa
penderitanya. vena viseral dan parietal, serta saluran getah bening. Jika
terjadi penimbunan cairan dalam rongga pleura maka keadaan ini disebut
sebagai effusi pleural. Seperti halnya pada pneumotoraks, timbunan cairan
pada rongga pleural juga akan menyebabkan desakkan (penekanan) pada
paru-paru. Pada kasus yang lebih berat akan menyebabkan atelectasis,
penekanan pada pembuluh vena besar, dan menurunnya aliran pembuluh
darah balik jantung. Effusi pleural dapat mengakibatkan gangguan paru
trestriktif (Arif Muttaqin, 2008).

4
2.1.2 Etiologi Efusi pleura
Kelebihan cairan pada rongga pleura sedikitnya disebabkan oleh satu dari 4
mekanisme dasar :
1. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
2. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
3. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
4. Peningkatan tekanan negativ intrapleural

Penyebab effusi pleura:


1. Virus dan mikoplasma
Insidennya agak jarang bila terjadi jumlahnya tidak banyak.
Contoh : Echo virus, riketsia, mikoplasma, Chlamydia.
2. Bakteri piogenik
Bakteri berasala dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Contoh aerob : strepkokus pneumonia, S.mileri,S.aureus,
hemopillus,klabssiella. Anaerob: bakteroides seperti peptostreptococcus,
fusobacterium.
3. TB
Terjadi karena komplikasi TB paru melalui fokus subpleura yang robek
atau melalui aliran limfe, atau karena robeknya perkijuan kearah saluran
limfe yang menuju pleura.
4. Fungi Sangat jarang terjadi
Biasanya karena perjalanan infeksi fungi dari jaringan paru.
Contoh: aktinomiksis, koksidiomikosis. Asergilus, Kriptokokus,
Histoplasma.
5. Parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke pleura hanya amoeba.Amoeba masuk
dalam bentuk tropozoid setelah melewati perenkim hati menembus
diafragma terus ke rongga pleura. Effusi terjadi karena amoeba
menimbulkan peradangan .

5
6. Kelainan intra abdominal
Contoh : pancreatitis, pseudokista pancreas atau eksaserbasi akut,
pancreatitis kronis, abses ginjaL,
7. Penyakit kalogen
Contoh : lupus eritematosus sistemik (SLE), arthritis rematoid(RA),
sclerpderma.
8. Gangguan Sirkulasi
Contoh : gangguan CV (payah jantung), emboli pulmonal,
hypoalbuminemia.
9. Neoplasma
Gejala paling khas adalah jumlah cairan effusi sangat banyak dan selalu
berakumulasi kembali dengan cepat.
10. Sebab-sebab lain. Seperti: trauma (trauma tumpul, laserasi, luka tusuk),
uremia, miksedoma, limfedema, reaksi dipersensitif terhadap obat, effusi
pleura (Saferi Andra, 2013) .

2.1.3 Anatomi Fisiologi

Pleura merupakan lapisan pembungkus paru. Di mana antara pleura yang


membungkus pulmo dekstra et sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum.
Pleura dari interna ke eksterna terbagi atas 2 bagian : 1. Pleura
Viscelaris/Pulmonis yaitu pleura yang langsung melekat pada permukaan
pulmo. 2. Pleura Parietalis yaitu bagian pleura yang berbatasan dengan
dinding thoraks. Kedua lapisan pleura ini saling berhubungan pada hilus
pulmonis sebagai ligamen Pulmonal (pleura penghubung).Di antara kedua
lapisan pleura ini terdapat sebuah rongga yang disebut dengan cairan pleura.
Dimana di dalam cairan pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang
berfungsi agar tidak terjadi gesekan antara pleura ketika proses pernapasan.
(Wijaya & Putri, 2013).

6
2.1.4 Pathway Efusi Pleura

Bakteri Piogenik Fungi Parasit Tuberculosis (TB)

Berasal Dari Infeksi fungi Komplikasi


Jaringan Parenkim aktinomikis dari Infeksi amoeba
TB Paru
jaringan paru

Tropozoid
Menjalar Secara Melalui Subpleura
Hematogen yang robek
Diafragma

EFUSI PLEURA

Pengumpulan Cairan Proses peradangan Indikasi


Berlebihan di Rongga pada rongga pleura pemasangan WSD
Pleura

Tekanan pleura Pengeluaran Endogen Insisi pemasangan


meningkat dan Piogen WSD

Penurunan Ekspansi Febris Nyeri karena


Paru terpasang WSD

Takipnea Demam Nyeri Akut

Kebutuhan O2 hipertermi
tidak terpenuhi
secara maksimal

Ketidakefektifan Metabolisme
pona napas tubuh

Defisit Nutrisi
7
Kurang dari
Kebutuhan tubuh
2.1.4 Gambaran Klinis
Menurut Saferi & Mariza (2013) gambarakn klinis effusi pleura tergantung
pada penyakit dasarnya :
1. Sesak napas
2. Rasa berat pada dada
3. Bising jantung (pada payah jantung)
4. Batuk yang kadang-kadang berdarah pada perokok (ca bronkus)
5. Lemas yang progresif
6. Bb menurun (pada neoplasma)
7. Demam subfebril (pada tb)
8. Demam menggigil (pada empiema)
9. Asitesis (pada sirosi hati)10.Asites dengan tumor pelvis (pada sindrom
meig)
2.1.5 Klasifikasi
Effusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Effusi pleura transudate
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membrane
pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkanoleh faktor
sistematik yang mempengaruhi produksi dan absorb cairan pleura seperti
(gagal jantung kongesif, atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan
dialysis peritoneum)
2. Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang
rusak dan masuk ke dalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau
kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau ke dalam paru terdekat.
Kriteria effusi pleura eksudat :
a. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5b.
b. Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase
c. (LDH) lebih dari 0,6c.LDH cairan pleura dua pertiga atas batas
normal LDH serum.

8
Penyebab effusi pleura eksudat seperti pneumonia, empiema, penyakit
metastasis (mis, kanker paru, payudara, lambung, atau ovarium) haemotorak,
infark paru, keganasan, repture aneurismaaorta. (Nurarif & Kusuma, 2015)

2.1.6 Komplikasi
1. Fibrothotaks
Effusi pleura yang beruba eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parientalis dan
pleura viseralis akibat effusi pleura tidak ditangani dengan drainase
yang baik. Jika fibrothoraks meluas dapat menimbulkan hambatan yang
berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya.Pembedahan
pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untukmemisahkan membran
pleura tersebut.
2. Atelektasis
Pengembangan paru yang tidak sempurna yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat effusi pleura disebut juga atelektasis.
3. Fibrosis
Pada fibrosis paru merupakankeadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat
cara perbaikan jaringan sebagai lanjutan suatu proses penyakit paru
yang menimbulkan peradangan. Pada effusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan penggantian jaringan baru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.

2.1.7 Pemeriksaan penunjang


1. Foto Rontgen
Evaluasi effusi pleura dimulai dari pemeriksaan imejing untuk menilai
jumlah cairan, distribusi dan aksesibilitasnya serta kemungkinan adanya
abnormalitas intratorakal yang berkaitan dengan effusi pleura tersebut.
Pemeriksaan foto toraks posteroanterior (PA) dan lateral sampai saat ini

9
masih merupakan yang paling diperlukan untuk mengetahui adanya
effusi pleura pada awal diagnose. Pada posisi tegak, akan terlihat
akumulasi cairan yang menyebabkan hematoraks tampak lebih tinggi,
kubah diafragma tampak lebih ke lateral, serta sudut kostofrenikus yang
menjadi tumpul.

Untuk foto toraks PA setidaknya butuh 175-250 ml cairan yang


terkumpul cairan telah melebihi 200 cc, ini merupakan kondisi yang
memungkinkan untuk dilakukan torakosintesis. Namun oada effusi
leculated temuan diatas mungkin tidak dijumpai.Pada posisi supine,
effusi pleura yang sedang hingga masif dapat memperlihatkan suatu
peningkatan densitas yang homogeny yang menyebar pada bagian
bawah paru, selain itu dapat pula terlihat elevasi hemidiafragma,
diposisik kubah diafragma pada daerah lateral.Tomografi computer
(CT-scan) dengan toraks harus dilakukan pada effusi pleura yang tidak
terdiagnosa jika memang sebelumnya belum pernah dilakukan
sebelumnya agar dapat terlihat di foto toraks PA. Sementara foto toraks
lateral dekubitus dapat mendeteksi effusi pleura dalam jumlah yanag
lebih kecil yakni 5ml. jika pada foto lateral dekubitus ditemukan
ketebalan effusi 1 cm maka jumlah.

2. Blood Gas Analysis (BGA)


Blood Gas Analysis (BGA)merupakan pemeriksaan penting untuk
penderita sakit kritis yang bertujuan untuk mengetahui atau mngevaluasi
pertukaran Oksigen (O2), karbondioksida (CO2) dan status asam-basa
dalam darah arteri.

Analisis gas darah (AGD) atau BGA (Blood Gas Analysis) biasanya
dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa yang
disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolic.

10
Komponen dasar AGD mencakup pH, PaCO2, PaO2, SO2, HCO3 dan
BE (base excesses/kelebihan basa).

3. Pemeriksaan Cairan Pleura


Analisis Cairan pleura merupakan suatu sarana yang sangat
memudahkan untuk mendiagnosa penyebab dari effusi tersebut.Prosedur
torakosintesis sederhana dapat dilakukan secara bedsidesehingga
memungkinkan cairan pleura dapat segera diambil, dilihat secara
makroskopik maupun mikroskopik, serta dianalisa.Indikasi tindakan
torakosintesis diagnostic adalah pada kasus baru effusi pleura atau jika
etiologinya tidak jelas dimana cairan yang terkumpul telah cukup
banyak untuk diaspirasi yakni dengan ketebalan 10 mm pada
pemeriksaan ultrasonografi toraks atau foto lateral decubitus.

2.1.8 Penatalaksanaan
Menurut Wijaya &Putri (2013) tujuan umum penatalaksanaan adalah
1. Untuk menemukan penyebab dasar
2. Untuk mencegah penumpukan kembali cairan
3. Menghilangkan ketidaknyamanan serta dyspnea
Pengobatan spesifik ditunjukan untuk penyebab dasar, misalnya : gagal
jantung kongestif (CHF), pneumonia, sirosis hepatis. Tindakan yang
dilakukan yaitu :
1. Torakosintesis
a. Untuk membuang cairan pleura
b. Mendapatkan specimen untuk analisis
c. Menghilangkan dyspnea
2. Pemasangan selang dada atau drainage.
Hal ini dilakukan jika torakosintesis menimbulkan nyeri, penipisan
prostein dan elektrolit.

11
3. Obat-obatan
Antibiotik, jika agen penyebab adalah kuman atau bakteri
4. Penatalaksanaan cairan
5. Pemberian nitrogen mustard atau tetrasiklin melalui selang dada

2.2 Konsep Keperawatan


Proses keperawatan adalah alat bagi perawat dalam melaksanakan tugas,
wewenang, dan tanggung jawap kepada pasien. Proses keperawatan merupakan
cara yang sisitematis yang dilakukan oleh perawat bersama klien dalam
menentukan keutuhn asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian,
menentukan diagnoisis, merencanakan tindakan yang akan dilakukan,
melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan
dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan setiap tahap saling terjadi
ketergantungan dan saling berhubungan (Alimatul Aziz, 2009).

2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui
berbagai permasalahan yang ada (Alimatul Aziz, 2009).
1. Data Subyektif
1) Biodata
a. Nama Pasien
b. Umur : Pada efusi pleura dapat terjadi pada semua umur
c. Jenis Kelamin : Efusi pleura terjadi pada semua jenis kelamin, tetapi
lebih banyak terjadi pada laki-laki
d. Status Ekonomi : Satitasi kesehatan yang kurang di tunjang dengan
padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB Paru yang lain.
e. Kebiasaan (gaya hidup) : Mempunyai kebiasaan hidup yang tidak
sehat seperti merokok, bersal dari keluarga perokok,dll.

12
f. Pekerjaan : Lingkungan pekerjaan penuh dengan kebiasaan merokok,
adanya asap rokok, polusi, dsb.
2) Keluhan Utama
Merupakan factor utama yang mendorong pasien untuk mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien efusi
pleura keluhan utama yang di rasakan adalah batuk, dan susah nafas
(sesak), rasa berat pada dada, nyeri pleurittik akibat iritasi pleura yang
bersiufat tajam dan terlokalisir terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk non produktif. Biasanya gejala efusi pleura yang paling sering
dikeluhkan adalah dipsnea.(Arif Muttaqin, 2008)
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pada pasien dengan gangguan efusi pleura akan diawali
dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa
berat pada dada, berat badan menurun, dsb. Sesak yang karakternya
berubah membangkitkan kecurigaan terhadap efusi pleura.(Arif Muttaqin,
2008)
4) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumonia, gagal jantung, trauma, asites, dan sebagainya.Hal
ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya factor predisposisi.
(Arif Muttaqin, 2008)
5) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang di sinyalir sebagai penyebab efusi pleura seperti
Ca Paru, asma, TB Paru, dll.(Arif Muttaqin, 2008)
6) Data psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, dan bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana prilaku pasien terhadap tindakan yang di
lakukan terhadapnya, dan pasien akan menghadapi banyak isu selama
perjalanan penyakit (Smeltzer,Suzanne C., 2002 : 631).

13
7) Data spiritual
Kelemahan, dipsnea karena aktivitas sehingga klien mengalami
intensitas terhadap ibadah.(Arif Muttaqin, 2008)
8) Pola-pola fungsi kesehatan:
1. Pola aktivitas atau istirahat
Klien mengalami kelemahan, ketidakmampuan kebiasaan rutin, dipsnea
karena aktivitas. Untuk memenuhi kebutuhan ADL sebagian kebutuhan
pasien biasanya di bantu oleh perawat dan keluarganya.(Arif Muttaqin,
2008).
2. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena biasanya pada pasien
efusi pleura keadaan umum pasien lemah, pasien akan lebih banyak
bedrest, sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltic
otot-otot tractus degestivus. Biasanya pada pasien efusi pleura terjadi
penurunan pemasukkan makanan, bahkan sampai terjadi nafsu makan
menurun.(Arif Muttaqin, 2008)
3. Pola nutrisi dan metabolism
Dalam pengkajian nutrisi dan metabolism kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum
dan sesudah MRS pasien dengan efusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada
struktur abdomen. Peningkatan metaboplisme akan terjadi akibat proses
penyakit pasien dengan efusi pleura keadaan umumnya lemah.(Arif
Muttaqin, 2008)
4. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan
akan cepat mengalami kelelahan pada aktifitas minimal. Di samping itu

14
pasien juga akan mengurangi aktifitasnya akibat adanya nyeri dada
(Arif Muttaqin, 2008).
5. Pola istirahat dan tidur
Karena adanya nyeri dada, sesak nafas dsan peningkatan suhu tubuh
akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada
pasien dengan ganguan efusi pleura.(Arif Muttaqin, 2008)
6. Pola hubungan dan peran
Karena proses penyakitnya, pasien dengan gangguan efusi pleura akan
mengalami perubahan peran, baik peran dalam keluarga maupun dalam
lingkungannya.(Arif Muttaqin, 2008)
7. Pola persepsi dan konsep dirti
Pada pasien dengan gangguan efusi pleura akan mdengalami perubahan
persepsi pada dirinya, pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami
sakit sesak nafas, nyeri dada, sebagai orang awam, pasien mungkin
akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit yang berbahaya
dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan mengalami
kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.(Arif Muttaqin, 2008)
8. Pola sensori dan kognitif
Akibat dari efusi pleura adalah penekana pada paru oleh cairan
sehingga menimbulkan rasa nyeri. Dan fungsi panca indra pasien akan
mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berfikirnya.(Arif
Muttaqin, 2008)
9. Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini akan terganggu untuk
sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisik
yang lemah.(Arif Muttaqin, 2008)
10. Pola koping
Dalam hal ini pasien akan mengalami stress karena belum mengetahui
proses penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada
perawat atau dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin

15
dianggap lebih tahu mengenai penyakit yang sedang dialaminya.(Arif
Muttaqin, 2008)
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragam pasien dan kebiasaan pasien dalam beribadan akan
terganggu, karena proses penyakitnya.(Arif Muttaqin, 2008)

2. Data objektif
1) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : pasien sesak, adanya pernapasan cupping hidung,
adanya retraksi intercostal.
b. Tingkat kesadaran : composmentis
c. TTV
RR : Lebih dari 24x/menit
N : Takikardia
S : Jika terdapat infeksi bias terjadi kenaikan suhu tubuh atau
hipertermia
TD : Bisa terjadi hipertensi
d. Mata
Konjungtiva anemis
e. Hidung
Sesak nafas dan adanya pernapasan cuping hidung (dipsnea)
f. Mulut dan bibir
Membrane mukosa sianosis (karena penurunan suplai oksigen ke dalam
paru)
g. Vena leher
Adanya distensi/bendungan.
h. Kulit
Sianosis secara umum (hipoksia)
i. Jari dan kuku
Clubbing finger (karena hipoksemia).(Arif Muttaqin, 2008)

16
2) Pemeriksaan dada (thorax)
1. Inspeksi bentuk thorax
Terlihat ekspansi dada simetris, terlihat sesak dan penggunaan alat bantu
nafas.
2. Palpasi
Terjadi penurunan fokal fremitus
3. Perkusi
Terdengar pekak, dan redup
4. Auskultasi
Egofoni, yaitu suara nafas yang serupa dengan suara ekspirasi tetapi
berada tringgi sekali, bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas
bagian yang terkena.(Arif Muttaqin, 2008)
3) Pemeriksaan abdomen
Ditemukan adanya nyeri tekan pada abdomen
4) Pemeriksaan penunjang
1. X-Ray thorak
Pemeriksaan sinar X dada terdiri dari radiografi thorak, yang
memungkinkan perawat dan dokter mengobservasi lapang paru untuk
mendeteksi adanya cairan dalam paru.
2. Torasintesis
Mengambil cairan effusi dan untuk melihat cairannya serta dakah
bakteri dalam cairan tersebut.
3. Biopsi pleura
Jika penyebab effusi pleura adalah Ca untuk menunjukkan adanya
keganasan
4. GDA
Variable tergantung dari derajat fingsi paru yang dipengaruhi gangguan
mekanik pernafasan. Dan kemampuan mengkompensasi PaCO2
kadang-kadang dalam meningkat PaO2 mungkin normal atau menurun,
saturasi O2 biasanya menurun.

17
5. Bronkoskopi
Pemeriksaan visual pada pohon trakeobronkeal melalui bronkoskopi
serat optic yang fleksibel, dan sempit untk memperoleh sample biopsi
dan cairan atau sample seputum dan untuk mengangkat plek lender atau
benda asing yang menghambat jalan nafas.(Arif Muttaqin, 2008)

2.2.2 Diagnosa dan Intervensi

NO DIAGNOSA (SDKI) INTERVENSI (SIKI) LUARAN (SLKI)


1. Pola napas tidak efektif berhubungan Intervensi utama : Luaran utama :
dengan menurunnya ekspansi paru 1. Manajemen jalan Pola napas
sekunder terhadap penumpukkan napas
cairan dalam rongga pleura. (D.0005) 2. Pemantauan Luaran tambahan :
Definisi : respirasi 1. Berat badan
Inspirasi dan atau ekspansi yang 2. Keseimbangan
tidak memberikan ventilasi adekuat Intervensi pendukung : asam basa
Penyebab : 1. Dukungan 3. Konservasi
1. Depresi pusat pernapasan emosional energy
2. Hambatan upaya napas (mis. 2. Dukungan 4. Status neurologis
Nyeri saat bernapas, kepatuhan program 5. Tingkat ansietas
kelemahan otot pernapasan) pengobatan 6. Tingkat keletihan
3. Deformitas dinding dada 3. Dukungan ventilasi 7. Tingkat nyeri
4. Deformitas tulang dada 4. Edukasi
5. Gangguan neuromuscular pengukuran
6. Gangguan neurologis respirasi
7. Imaturitas neurologis 5. Konsultasi via
8. Penurunan energi telepon
9. Obesitas 6. Manajemen energy
10. Posisi tubuh yang 7. Manajemen jalan
menghambat ekspansi paru napas buatan

18
11. Sindrom hipoventilasi 8. Manajemen
12. Kerusakan inervasi diafragma medikasi
13. Cedera pada medulla spinalis 9. Pemberian obat
14. Efek agen farmakologis inhalasi
15. Kecemasan 10. Pemberian obat
Gejala dan tanda mayor interpleura
Subjektif : 11. Pemberian obat
1. Dispnea intradermal
Objektif 12. Pemberian obat
1. Penggunaan otot bantu intravena
pernapasan 13. Pemberian obat
2. Fase ekspirasi memanjang oral
3. Pola napas abnormal (mis. 14. Pencegahan
Takipnea, bradipnea, aspirasi
hiperventilasi, kussmaul, 15. Pengaturan posisi
Chyne-stokes) 16. Perawatan selang
Subjektif : dada
1. Ortopnea 17. Manajemen
Objektif : ventilasi mekanik
1. Pernapasan pursed-lip 18. Pemantauan
2. Pernapasan cuping hidung neurologis
3. Diameter thoraks anterior- 19. Pemberian
posterior meningkat analgesic
4. Ventilasi semenit menurun 20. Pemberian obat
5. Kapasitas vital menurun 21. Perawatan
6. Tekanan ekspirasi trakheostomi
menurun 22. Reduksi ansietas
7. Tekanan inspirasi menurun 23. Stabilisasi jalan
8. Ekskursi dada berubah napas
24. Terapi relaksasi

19
otot progresif
Kondisi klinis terkait :
1. Depresi sistem saraf pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Gullian barre syndrome
5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alcohol
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif Intervensi Utama Luaran Utama :
berhubungan dengan sekresi mukus 1. Latihan Batuk 1. Bersihan Jalan
yang kental, kelemahan, upaya batuk Efektif Nafas
buruk, dan edema tracheal/faringeal 2. Manajemen Jalan
(D. 0001) Nafas Luaran Tambahan:
3. Pemantauan 1. Kontrol Gejala
Definisi Respirasi 2. Petukaran Gas
ketidakmampuan membersihkan 3. Respon Alergi
sekret atau obstruksi jalan nafas Intervensi Pendukung Lokal
untuk mempertahankan jalan nfas 1. Dukungan 4. Respon Alergi
tetap paten. Kepatuhan Siatemik
Program 5. Respon Alergi
Penyebab Pengobatan Mekanik
Fisiologis 2. Edukasi Fisioterapi 6. Tingkat Infeksi
1. Spasme jalan nafas Dada
2. Hiprsekresi jalan nafas 3. Edukasi
3. Disfungsi neuromuskuler Pengukuran
4. Benda asing dalam jalan Respirasi
nafas 4. Fisioterapi Dada

20
5. Adanya alan nafas buatan 5. Konsultasi Via
6. Sekresi yang tertahan Telepon
7. Hiperplasia dinding jalan 6. Manajemen Asma
nafas 7. Manajemen Alergi
8. Proses infeksi 8. Manajemen
9. Respon alergi Anafilaksis
10. Efek agen farmakologis (mis. 9. Manajemen Isolasi
Anastesi) 10. Manajemen
Ventilasi Mekanik
Situasional 11. Manajemen Jalan
1. Merokok aktif Nafas Buatan
2. Merokok pasif 12. Pemberian Obat
3. Terpajan polutan Inhalasi
13. Pemberian Obat
Gejala dan Tanda Mayor Interpleura
Subjektif 14. Pemberian Obat
(tidak tersedia) Intradermal
Objektif 15. Pemberian Obat
1. Batuk tidak efetif Nasal
2. Tidak mampu batuk 16. Pencegahan
3. Sputum berlebih Aspirasi
4. Mengi, wheezing dan/atau 17. Pengaturan Posisi
ronkhi kering 18. Penghisapan Jalan
5. Mekonium dijala nafas (pada Nafas
neonatus) 19. Penyapihan
Ventilasi Mekanik
Gejala dan Tanda Minor 20. Perawatan
Subjektif Trakheostomi
1. Dispnea 21. Skrining
2. Sulit bicara Tuberkulosis

21
3. Ortopnea 22. Stabilisasi Jalan
Objektif Nafas
1. Gelisah 23. Terapi Oksigen
2. Sianosis
3. Bunyi nafas menurun
4. Frekuensi nafas berubah
5. Polanafas berubah

Kondisi Klinis Terkait


1. Gullian barre syindrome
2. Sklerosis multple
3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostik (mis.
Bronoskopi, transesophageal
echocardioraphy [TEE])
5. Depresi sistem saraf pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Sindrome aspirasi mekonium
Infeksi saluran nafas

3. Gangguan pertukaran gas yang Gangguan pertukaran gas Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan penurunan Intervensi utama Luaran Utama
kemampuan ekspansi paru dan 1. Pemantauan 1. Pertukaran gas
kerusakan membrane alveolar respirasi Luaran tambahan
kapiler. 2. Terapi oksigen 1. keseimbangan
Gangguan pertukaran gas (D.0003) Intervensi pendukung asam-basa
Defisi : 1. Dukungan berhenti 2. konservasi energi
Kelebihan atau kekurangan merokok 3. perfusi paru

22
oksigenisasi dan eleminasi 2. Dukungan ventilasi 4. respons ventilasi
karbondioksida pada membran 3. Edukasi berhenti mekanik
alveolus – kapiler merokok 5. tingkat delirium
Penyebab : 4. Edukasi
1. ketidak seimbangan pengukuran
ventilasi– perfusi respirasi
2. perubahan membran 5. Edukasi fisiotrapi
Alveolus-kapiler dada
6. Fisiotrapi dada
Gejala Dan Tanda Mayor 7. Insersi jalan nafas
Subjektif buatan
1. Dispnea 8. Konsultasi via
Objektif telepon
1. PCO2 meningkat/ atau 9. Manajemen asam-
menurun basa
2. PO2 menurun 10. Manajemen asam-
3. Takikardia basa: Alkalosis
4. pH arteri meningkat / Respiratorik
menurun 11. Manajemen asam-
5. Bunyi napas tambahan basa: Asidosis
Gejala Dan Tanda Manor Respiratorik
Subjektif 12. Manajemen energi
1. Pusing 13. Manajemen jalan
2. Penglihatan kabur napas
Objektif 14. Manajemen jalan
1. Sianosis napas buatan
2. Diaforesis 15. Manajemen
3. Gelisah ventilasi mekanik
4. Nafas cuping hidung 16. Pencegahan
5. Pola nafas abnormal aspirasi

23
(Cepat/lambat, 17. Pemberian obat
Regular/iriguler, 18. Pemberian obat
dalam/dangkal ) inhalasi
6. Warna kulit abnormal (mis, 19. Pemberian obat
pucat, kebiruan) interpleura
7. Kesadaran menurun 20. Pemberian obat
Kondisi klinis Terkait intradermal
1. Penyakit paru obstruktif 21. Pemberian obat
kronis (PPOK ) intrsmuskular
2. Gagal jantung kongesif 22. Pemberian obat
3. Asma intravena
4. Pnumonia 23. Pemberian obat
5. Tuberkulosis paru oral
6. Penyakit membran hialin 24. Pengaturan posisi
7. Asfiksia 25. Pengambilan
8. Persistent pulmonary sampel darah arteri
hypertension of newborn 26. Penyapihan
( PPHN ) ventilasi mekanik
9. Prematuritas 27. perawatan emboli
Infeksi saluran nafas paru
28. perawatan selang
dada
29. reduksi ansietas

4. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan Intervensi utama : Luaran utama :


1. Manajemen nutrisi
tubuh berhubungan dengann 1. Status nutrisi
2. Promosi berat
peningkatan metabolism tubuh dan badan Luaran tambahan :
Intervensi pendukung :
penurunan nafsu makan akibat sesak 1. Berat badan
1. Dukungan
nafas sejunder terhadap penekanan nkepatuhan 2. Eliminasi fekal
pengobatan
struktur abdomen 3. Fungsi

24
(D.0019) program gastrointestinal
pengobatan
Definisi : 4. Nafsu makan
2. Edukasi diet
Asupan nutrisi tidak cukup untuk 3. Edukasi 5. Perilaku
kemoterapi
memenuhi kebutuhan metabolisme. meningkatkan
4. Konseling laktasi
Penyebab : 5. Komseling nutrisi berat badan
6. Konsultasi
1. Ketidakmampuan menelan 6. Status menelan
7. Manajemen cairan
makanan 8. Manajemen 7. Tingkat depresi
demensia
2. Ketidakmampuan mencerna 8. Tingkat nyeri
9. Manajemen diare
makanan 10. Manajemen
eliminasi fekal
3. Ketidakmampuan
11. Manajemen energi
mengabsorbsi makanan 12. Manajemen
gangguan makan
4. Peningkatan kebutuhan
13. Manajemen
metabolisme hiperglikemia
14. Manajemen
5. Faktor ekonomi (mis.
hipoglekemia
Finansial tidak mencukupi 15. Manajemen
kemoterapi
6. Faktor psikologis
16. Manajemen reaksi
Gejala dan tanda mayor : alergi
17. Pemantauan cairan
Subjektif : (tidak tersedia)
18. Pemantauan nutrisi
Objektif : berat badan menurun 19. Pemantauan tanda
vital
minimal 10% dibawah rentang ideal
20. Pemantauan
makanan
21. Pemberian
Gejala dan tanda minor :
makanan enteral
Subjektif : 22. Pemberian
makanan parenteral
1. Cepat kenyang setelah makan
23. Pemberian obat
2. Kram/n abdomen intravena
24. Terapi menelan
3. Nafsu makan menurun nyeri
Objektif :
1. Bising usus hiperakktif
2. Otot pengnyah lemah
3. Otot menelan lemah

25
4. Membran mulkosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare
Kondisi klinis terkait :
1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrom
4. Celebral palsy
5. Cleft lip
6. Cleft palate
7. Amvotropic lateral sclerosis
8. Luka bakar
9. Kanker
10. Infeksi
11. AIDS
12. Penyakit Crohn’s
13. Enterokolitis
14. Fibrosis kistik
5. Intoleransi aktivitas berhubungan Intervensi utama Luaran utama:
dengan kelemahan fisik umum dan 1. Manajemen energi 1. Toleransi aktivitas
keletihan sekunder akibat adanya 2. Terapi aktivitas Luaran tambahan:
sesak nafas (D.0056) Intervensi pendukung 1. Ambulasi
1. Dukungan 2. Curah jantung
Definisi: ambulasi 3. Konsevasi energi
Ketidak cukupan energi untuk 2. Dukungan 4. Tingkat keletihan
melakukan aktivitas sehari-hari kepatuhan program
pengobatan
Penyebab: 3. Dukungan meditasi
1. Ketidakseimbangan antara 4. Dukungan
suplai dan kebutuhan oksigen pemeliharaan
2. Tirah baring rumah
3. Kelemahan 5. Dukungan
4. Imobilitas perawatan diri

26
5. Gaya hidupmonoton 6. Dukungan spiritual
Gejala dan Tanda Mayor 7. Dukungan tidur
Subjektif 8. Edukasi latihan
1. Mengeluh lelah fisik
9. Edukasi teknik
Objektif ambulasi
1. Frekuensi jantung 10. Edukasi
meningkat>20% dari kondisi pengukuran nadi
istirahat radialis
Gejala Tanda Minor 11. Manajemen aritmia
Subjektif 12. Manajemen
1. Dispnes saat/setelah aktivitas lingkungan
2. Merasa tidak nyaman setelah 13. Manajemen
beraktivitas medikasi
3. Merasa lemah 14. Manajemen mood
Objektif 15. Manajemen nutrisi
1. Tekanan darah berubah> 20% 16. Manajemen nyeri
dari kondisi istirahat 17. Manajemen
2. Gambar EKG menunjukkan program latihan
aritmia saat/setelah aktivitas 18. Pemantauan tanda
3. Gambaran EKG vital
menunjukkan iskemia 19. Pemberian obat
4. Sianosis 20. Pemberian obat
Kondisi Klinis Terkait inhalasi
1. Anemia 21. Pemberian obat
2. Gagal jantung kongestif intravena
3. Penyakit jantung coroner 22. Pemberian obat
4. Penyakit katup jantung oral
5. Aritmia 23. Penentuan tujuan
6. Penyakit paru obstruktif bersama
kronis (PPOK) 24. Promosi berat
7. Gangguan metabolic badan
8. Gangguan muskuloskeletal 25. Promosi dukungan
keluarga
26. Promosi latihan
fisik
27. Rehabilitasi
jantung
28. Terapi aktivitas
29. Terapi bantuan
hewan
30. Terapi musik
31. Terapi oksigen
32. Terapi relaksasi

27
otot progresif
6. Hipertermia berhubungan dengan Intervensi utama : LuaranUtama
proses infeksi. Hipertermia 1. Manajemen 1. Termoregulasi
merupakan keadaan dimana suhu Hipertermia
tubuh mengalami peningkatan di atas 2. Regulasi LuaranTambahan;
rentang normal tubuh. ( D.0130) Temperatur
Penyebab : IntervensiPendukung 1. Kontrol Resiko
1. Dehidrasi 2. PemulihanPascab
2. Terpapar lingkungan panas 1. Edukasi Analgesia edah
3. Prose penyakit ( mis,infeksi, Terkontrol 3. Perfusiperifer
kanker) 2. Edukasi Dehidrasi 4. Status
4. Ketidak sesuaian pakaian 3. Edukasi kenyamanan
dengan suhu lingkungan. Pengukuran Suhu 5. Tingkat Cedera
5. Peningkatan laju Tubuh
metabolisme 4. Edukasi Program
6. Respon trauma Pengobatan
7. Aktivitas berlebihan 5. Edukasi Terapi
8. Penggunaan incubator Cairan
6. Edukasi
Tandadangejala; Termoregulasi
Objektif 7. Kompres Dingin
1. Suhu tubuh di atas nilai 8. Manajemen Cairan
normal
2. Objektif
a. Kulit Merah
b. Kejang
c. Takikardi
d. Takipnea
e. Kulit terasa hangat

28
3. Kondisi KlinikTerkait

a. Proses infeksi
b. Hipertiroid
c. Stroke
d. Dehidrasi
e. Trauma
f. Prematuritas

7. Resiko infeksi berhubungan dengan Intervensi utama Luaran utama


1. Manajemen 1. Tingkat Infeksi
proses penyakit (D. 0142)
imunisasi/
Resiko infeksi berhubungan dengan vaksinasi Luaran tambahan
2. Pencegahan infeksi
proses penyakit. Infeksi merupakan
Intervensi pendukung 1. Integritas kulit
peningkatan terserang organisme 1. Dukungan dan jaringan
pemiliharaan 2. Kontrol Resiko
patogenik.
rumah 3. Status imun
2. Dukungan Status Nutrisi
perawatan diri;
Faktor Resiko ;
mandi
1. Penyakit kronis ( mis, 3. Edukasi
diabetes mellitus) pencegahan luka
2. Efekprosedur invasive tekan
3. Malnutrisi 4. Edukasi seksualitas
4. Peningkatan paparan 5. Induksipersalinan
organisme pathogen 6. Latihan batuk
lingkungan efektif
5. Ketidak adekuatan 7. Manajemen jalan
pertahanan tubuh primer nafas
antara lain: 8. Manajemen
a. Gangguan Peristaltik imunisasi/vaksinasi
b. Kerusakan integritas kulit 9. Manajemen
c. Perubahan sekresi PH lingkungan
d. Penurunan kerja siliaris 10. Manajemen nutrisi
e. Ketuban pecah lama 11. Pemantauab tanda
f. Ketuban Pecah sebelum vital
waktunya 12. Pemberian obat

29
g. Merokok 13. Pemberian obat
h. Statis cairan tubuh intervena
14. Pemberian obat
6. Ketidak adekuatan oral
pertahanan tubuh sekunder 15. Pencegahan luka
a. Penurunan hemoglobin tekan
b. Imun osupresi 16. Pengaturan posisi
c. Leukopenia 17. Perawatan
d. Supresi Respon Inflamasi amputasi
e. Vaksinasi tidak adekuat 18. Perawatan area
Kondisi Klinis : insisi
19. Perawatan
1. AIDS kehamilan resiko
2. Luka bakar tinggi
3. Penyakit paru obstruktif 20. Perawatan luka
kronis 21. Perawatan luka
4. Diabetes mellitus bakar
5. Tindakan invasive 22. perawatan luka
6. Kondisi penggunaan terapi tekan
steroid 23. perawatan pasca
7. Penyalahgunaan obat persalinan
8. Ketuban pecah sebelum 24. perawatan
waktunya perineum
9. Kanker 25. perawatan
10. Gagal ginjal persalinan
11. Imun osupresi 26. perawatan
12. Lympdhema persalinan resiko
13. Leukosit openia tinggi
14. Gangguan fungsihati 27. perawatan selang
28. perawatan selang
dada
29. perawatan selang
gestrointestinal
30. perawatan selang
umbilikal
31. perawatan
sirkumsisi
32. perawatan skin
graft
33. perawatan
terminasi
kehamilan

8. Nyeri akut berhubungan dengan Intervensi utama Luaran utama

30
adanya luka post op WSD 1. Manajemen nyeri 1. Tingkat nyeri
(D.0077) 2. Pemberian Luaran tambahan
analgesik 1. Fungsi
Defenisi gastrointestinal
Pengalaman sensoeik atau emosional Intervensi Pendukung 2. Kontrol nyeri
yang berkaitan dengan kerusakan 1. Aromaterapi 3. Mobilitas fisik
jaringan aktual atau fungsional, 2. Dukungan hipnosis 4. Penyembuhan
dengan onset mendadak atau lambat diri luka
dan berintensitas atau ringan hingga 3. Dukungan 5. Perfusi miokard
berat yang berlangsung kurang dari 3 pengungkapan 6. Perfusi perifer
bulan. kebutuhan 7. Pola tidur
4. Edukasi efek 8. Status
Penyebab samping obat kenyamanan
1. Agen pencedera fisiologis 5. Edukasi 9. Tingkat cedera
(mis.inflamasi, iskemia, manajemen nyeri
neoplasma). 6. Edukasi proses
2. Agen pencedera kimiawi penyakit
( mis. Terbakar,bahan kimia 7. Edukasi teknik
iritan). napas
3. Agen pencedera fisik 8. Kompres dingin
(mis. Abses, amputasi, 9. Kompres panas
terbakar, terpotong, 10. Konsultas
mengangkat berat, 11. Latihan pernafasan
proseduroperasi, trauma, 12. Manajemen efek
latihan fisik berlebihan). samping obat
13. Manajemen
Gejala dan Tanda Mayor kenyamanan
Subjektif lingkungan
1. Mengeluh nyeri 14. Manajemen
medikasi
Objektif 15. Manajemen sedasi
1. Tampak meringis 16. Manajemen terapi
2. Bersikap protektif (mis. radiasi
Waspada, posisi menghindari 17. Pemantaua nyeri
nyeri). 18. Pemberian obat
3. Gelisah 19. Pemberiian obat
4. Frekuensi nadi meningkat intravena
5. Sulit tidur 20. Pemberian obat
oral
Gejala dan Tanda Minor 21. Pemberian obat
Subjektif intravena
(tidak tersedia) 22. Pemberian obat
topical
Objektif 23. Pengaturan posisi

31
1. Tekanan darah meningkat 24. Perawatan amputas
2. Pola nafas berubah 25. Perawatan
3. Nafsu maan berubah kenyamanan
4. Proses berfikir terganggu 26. Teknik distraksi
5. Menarik diri 27. Teknik imajinasi
6. Berfokus pada diri sendiri terbimbing
7. Diaforesis 28. Terapi akupresure
29. Terapi akupuntur
Kondisi Klinis Terkait 30. Terapi bantuan
1. Kondisi pembedahan hewan
2. Cedera traumatis 31. Terapi humor
3. Infeksi 32. Terapi murattal
4. Sindrome koroner akut 33. Terapi music
5. Glaukoma 34. Terapi
pemijatanterapi
relaksasi
35. Terapi sentuhan
36. Transcutaneous
electrical nerve
stimulation (TENS)

2.2.3 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan fase akhir dalam proses keperawatan
(Koizel et. al., 2011). Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur proses dan hasil.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai
dan mendapatkan informasi efektivitas peengambilan keputusan (Deswani,2011).
Evaluasi asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif,
objektif, assessment, planning) (Achjar,2012). Adapun komponen SOAP yaitu S
(Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang mash di rasakan setelah di
lakukan tindakan keperawatan, A (Assesment) adalah interprestasi dari data subjektif
dan objektif, P (Planing) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang telah
ditentukan sebelumnya. Evaluasi yang di harapkan sesuai dengan masalah yang
pasien hadapi yang telah di buat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil.

32
BAB 3
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.J DENGAN GANGGUAN SISTEM


RESPIRASI : EFUSI PLEURA

3.1 KASUS

33
Tn. J yang berumur 48 tahun datang ke RS USU dengan keluhan nafas sesak,
sakit di dada terutama dada sebelah kiri serta batuk dahak sejak 2 bulan yang lalu
namun setelah 2 minggu terakhir sebelum masuk ke rumah sakit gejala yang
dirasakan semakin parah. Pasien sehari-harinya sering bekerja sebagai buruh dan
membakar sampah tanpa menggunakan masker. Pasien pernah menjalani operasi
abses paru kurang lebih 6 tahun yang lalu. Pasien mengatakan bahwa dirinya kurang
nafsu makan dan mengalami penurunan berat bedan 3 kg dalam waktu 2 minggu dari
60 Kg menjadi 57 Kg.. Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami penyakit
atau tanda gejala yang sama seperti yang dirasakan pasien

3.2 PENGKAJIAN
3.2.1 ANAMNESA
a. Identitas
Nama Klien : Tn. J
Umur Klien : 48 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Pancur batu, kab. Deli Serdang
Agama : Islam
Diagnosa Medik : Efusi Pleura
Tanggal Masuk RS : 26 April 2021
No.RM : 130056
Tgl Pengkajian : 27 April 2021

b. Penanggung jawab
Nama : Ny.A
Hub dengan pasien : Istri
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

34
Alamat : Pancur batu, kab. Deli Serdang

c. Keluhan Utama : Pasien mengeluh sesak napas dengan frekuensi


pernafasan 30x / menit dan nyeri dada pada dada sebelah kiri dengan skala
nyeri 6
d. Riwayat Kesehatan Sekarang:
1. Provokatif / Paliatif
a. Apa penyebab keluhan ?
Sesak nafas dan nyeri dada dirasakan pada saat pasien sedang
beraktivitas
2. Quality/Quantity
a. Bagaimana rasa sesak dan nyeri yang Anda rasakan?
Seperti ditusuk-tusuk
b. Sejauh mana nyeri dirasakan?
Disekitar dada terutama dada bagian kiri
3. Region
Dimana lokasi nyerinya?
a. Di dada sebelah kiri pasien
4. Severity
Seberapa parah nyerinya dari rentang 1-10?
Skala 6

ke
mudian dilanjutkan ekspresi klien dengan pain rating scale 6 ( hurts
even more)

5. Timing
Kapan nyeri itu timbul?

35
a. Pada saat pasien beraktivitas
Berapa lama sesaknya ?
b. Sesaknya sekitar 15 menit setelah mencoba mengatur posisi
sedemikian rupa

e. Riwayat Penyakit Keluarga :


Genogram keluarga:

Tn. J Ny.A

ANAK

Keterangan :
Laki-laki tanpa Efusi pleura

Perempuan tanpa Efusi pleura

Laki-laki penderita Efusi pleura

f. Psikologi
Tn. J merasa gelisah karena mendengar informasi tentang penyakitnya
yang mengalami kelebihan cairan pada rongga pleura sebelah kiri
g. Sosial
Tn. J tidak merasa malu dengan penyakitnya.
h. Spiritual
Tn. J beragama islam, pasien tetap melakukan ibadah sebisanya

36
3.2.2 PEMERIKSAAN FISIK
1. Data Subjektif
a. Pasien mengatakan sesak nafas saat beraktivitas
b. Pasien mangatakan merasa nyeri dada sebelah kiri
c. Pasien mengatakan bahwa dirinya kurang nafsu makan

2. Data Objektif :
a. Keadaan umum : pasien sesak dengan frekuensi pernafasan 30x / menit
adanya pernapasan cupping hidung, adanya retraksi intercostals nyeri
dada sebelah kiri dengan skala nyeri 6
b. Tingkat kesadaran : composmentis
c. TTV
RR : 30x/menit
HR : 120x / menit (Takikardia)
S : 36oC
TD : 150/110 mmHg
d. Mata
Konjungtiva anemis
e. Hidung
Sesak nafas dan adanya pernapasan cuping hidung (dipsnea)
f. Mulut dan bibir
Membrane mukosa sianosis
g. Vena leher
Adanya distensi/bendungan.
h. Kulit
Sianosis secara umum (hipoksia)
i. Jari dan kuku
Clubbing finger (karena hipoksemia).
j. Penurunan berat bedan 3 kg dalam waktu 2 minggu dari 60 Kg menjadi
57 Kg

37
3. Pemeriksaan dada (thorax)
1) Inspeksi :
a. Mukosa bibir terlihat kering
b. Klien tampak menahan nyeri
c. Klien tampak gelisah
d. Terjadi penurunan berat badan
e. Dada asimetris (lebih besar dada sebelah kiri)

2) Palpasi:
a. Pergerakan dinding dada kanan dan kiri tidak seimbang
b. Getaran (Taktil Fremitus) yang terasa lebih lemah pada bagian kiri
karena adanya penumpukan cairan pada pleura
c. Vokal fremitus kiri lebih lemah dari pada kanan
d. Ictus cordis tidak teraba

3) Auskultasi:
a. Penurunan suara napas vesicular pada paru kiri
b. Ronchi (+)

4) Perkusi:
a. Terdengan bising ketok redup pada paru kiri dan paru kanan
terdengar sonor
b. Bunyi paru kiri dullnes

3.2.3 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1) Hasil pemeriksaan AGDA di dapatkan Tanggal 26 April 2021
PaO2 : 45 mmHg,

38
PaCO2 : 52 mmHg.
Saturasi O2 : 96 %.
HCO3- : 28 mEq/L.
pH :7

2) Pemeriksaan cairan tubuh


Analisa cairan pleura
a. BJ Cairan Pleura : 1,025

Makroskopik
a. Warna : Kemerahan
b. Kejernihan : Keruh
c. Bekuan : Positif
d. Rivalta : Negatif

Mikroskopik
Hitung jenis sel
a. WBC-RF : 0,951
b. RBC-RF : 0,585
c. MN# : 0,386
d. PMN# : 0,565
e. MN% : 40,6
f. PMN% : 59,4
g. TC-BF# : 1,057

Kimia
a. Total protein : 166,1
b. Glukosa : 3 (Nilai Rujukan 55-140) mg/dL
c. Transudat : (<200 U/L)
d. Exudat : (>200U/L)

39
3) Pemeriksaan foto toraks
a. Cor : CTR <50%
b. Aorta : tidak ada elongasi
c. Pulmo : corakan bronkovaskuler normal.
d. Kesan : jantung dan pulmo dalam batas normal

3.2.4 ANALISA DATA


No
SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : Klien mengeluh sesak nafas Efusi pleura Pola napas tidak
DO : efktif
- Respirasi 30x/menit
- Terpasang oksigen 2 liter Adanya akumulasi cairan di
- Ada penggunaan muskulus rongga pleura
intercostalis interna
- Ada retraksi intercostalis
- Pergerakan dada kiri tertinggal Kemampuan pengembangan
dari dada kanan paru terganggu
- Vocal premitus dada kiri kurang
dari dada kanan
- Bunyi paru kiri dullness Suplai oksigen berkurang

Sesak

2. DS : Post op pemasangan WSD Gangguan rasa


- Klien mengatakan nyeri pada nyaman nyeri
daerah luka operasi (Nyeri Akut)
DO : Terputusnya kontinuitas
- Terdapat luka operasi WSD di jaringan
dada sebelah kiri
- Klien tampak meringis
- Skala nyeri 6 dari skala 0-10 Merangsang pengeluaran
- TTV bradikinin, histamin, serotonin,
TD : 150/110 mmHg dan prostaglandin
RR : 30 x/m
HR : 120 x/m

40
T : 36 °C Merangsang reseptor nyeri

Traktus spinothalamitus

Thalamus

Cortex cerebri

Nyeri dipersepsikan
3. DS: Anoreksia Defisit nutrisi
- Ketidakmampuan memakan ↓ kurang dari
makanan Intake nutrisi dan cairan kebutuhan tubuh
- Kurang minat pada makanan menurun
atau kurang nafsu makan ↓
DO: Terjadi erosi lambung
- Penurunan berat badan dari 60kg ↓
menjadi 57kg. Defisit Nutris kurang dari
BB Turun sebanyak 3 Kg kebutuhan

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan paru
ditandai dengan sesak nafas
2. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya luka post op WSD
3. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
ditandai dengan ketidakmampuan memakan makanan

3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN

41
DIAGNOSA KEPERAWATAN LUARAN INTERVENSI
NO
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Pola napas tidak efektif berhubungan Luaran utama :
Pola napas 3. Manajemen jalan
dengan menurunnya ekspansi paru
napas
sekunder terhadap penumpukkan cairan Luaran tambahan : 4. Pemantauan respira
8. Berat badan 5. Mengatur posisi sem
dalam rongga pleura. (D.0005)
9. Keseimbangan fowler
asam basa
10. Konservasi
energy
11. Status neurologis
12. Tingkat ansietas
13. Tingkat
keletihan
14. Tingkat nyeri

2. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya Luaran : Intervensi :


luka post op WSD 10. Tingkat nyeri 1. Melakukan manajem
berkurang nyeri
11. Kontrol nyeri 2. Melakukan identifik
lokasi, karakterist
12. Mobilitas fisik
durasi, frekuen
13. Status kualitas, intensi
kenyamanan nyeri
3. Terapi relaksasi
4. Terapi distraksi
5. Kolaborasi ter
analgetik
3. Defisit Nutrisi Luaran : Intervensi :
9. Berat badan 25. Manajemen nutrisi
meningkat 26. Konsultasi dengan
10. Nafsu makan ahli gizi untuk
meningkat pemenuhan nutrisi
11. Perilaku pasien
meningkatkan 27. Manajemen
berat badan gangguan makan
12. Status menelan 28. Manajemen reaksi
baik alergi
29. Pemantauan nutrisi
30. Terapi menelan

42
3.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN
HARI 1
JUMAT 26 APRIL 2021
1. Pola nafas tidak JUMAT, 26 APRIL 2021 JUMAT, 26 APRIL 2021
efektif 1. Melakukan Pemantauan respirasi S:
berhubungan 2. Melakukan Manajemen jalan napas  Pasien mengatakan masih terasa sesak
dengan hambatan 3. Mengatur posisi semi fowler  Pasien mengatakan jika beraktivitas akan
upaya napas DS: sesak napas dan lelah.
(kelemahan otot a. Pasien mengatakan sesak napas. O :
pernapasan) b. Pasien mengatakan saat beraktivitas  Pasien tampak lemah
(D.0005) mudah sesak dan lelah  Pasien tampak sesak
TTV:

43
TD : 130/110 mmHg
DO: RR : 24 x/m
a. Pasien tampak sesak HR : 100 x/m
b. Tampak irama pernapasan pasien T : 36 °C
tidak teratur
c. Pasien tampak menggunakan A:
pernapasan cuping hidung Masalah belum teratasi
d. Pasien menggunakan otot bantu
pernapasan P:
e. Pasien tampak menggunakan otot Lanjutkan Intervensi
bantu saat bernapas.
f. TD : 150/110 mmHg
RR : 30 x/m
HR : 120 x/m
T : 36 °C

2. Nyeri Akut 1. Melakukan Manajemen nyeri S:


berhubungan Ds :  Pasien mengatakan nyeri berkurang
dengan adanya a. Pasien mengatakan nyeri di daerah  Pasien mengatakan mengerti dengan
luka post op luka operasi penjelasan teknik relaksasi dan distraksi
WSD b. Pasien mengatkan nyeri seperti  Pasien mengatakan nyeri masih hilang
tertusuk tusuk timbul
c. Pasien mengatkan nyeri hilang timbul O:
 Klien tampak tenang
Do :  Klien dapat melakukan teknik relaksasi dan
a. Skala nyeri 6 distraksi
b. Pasien tampak meringis  Skala nyeri turun menjadi 4
c. Tampak frekuensi nadi meningkat TD : 130/110 mmHg
g. TD : 150/110 mmHg RR : 24 x/m
RR : 30 x/m HR : 100 x/m
HR : 120 x/m T : 36 °C
T : 36 °C

2. Melakukan identifikasi lokasi, A:


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,  Masalah teknik relaksasi dan distraksi
intensitas nyeri. sudah teratasi
Ds :  Masalah nyeri yang dialami belum teratasi
a. Pasien mengatakan nyeri di bagian karena nyeri masih 4
bekas luka operasi
b. Pasien mengatakan nyeri seperti P:
ditusuk-tusuk  Pertahankan dan lanjutkan intervensi nomor
c. Pasien mengatakan Nyeri hilang 1, 2, 3, dan 4
timbul
Do :
a. Pasien tampak meringis
b. Skala Nyeri 6
c. Pasien tampak menahan nyeri

44
3. Memberikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri seperti
teknik relaksasi dan distraksi

Ds :
a. Pasien bersedia diberi tindakan terapi
non farmakologis seperti teknik
relaksasi dan distraksi

Do :
a. Pasien tampak meringis
b. Pasien tampak menahan nyeri
c. Skala nyeri 6
d. Pasien tampak gelisahe.
e. Pasien tampak paham

4. Melakukan Kolaborasi pemberian


analgetik rantine 2 x 1 ampul IV
Ds :
a. Pasien mengatakan bersedia diberi
analgetik

Do :
a. Pasien tampak meringis
b. Pasien tampak paham setelah diberi
penjelasan tentang indikasi analgetik
c. Pasien tampak menahannyerid.Skala
nyeri 6
d. Pasien tampak gelisah

Defisit nutrisi Intervensi utama : S:


31. Manajemen nutrisi  Pasien mengatakan tidak merasakan mual
kurang dari  Pasien masih sulit menelan makanan
32. Konsultasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan tubuh pemenuhan nutrisi pasien  Pasien mengatakan tidak ada alergi
terhadap makanan
33. Manajemen gangguan makan
berhubungan
34. Manajemen reaksi alergi O:
dengann 35. Pemantauan nutrisi  BB masih belum mengalami peningkatan
36. Terapi menelan  Makanan hanya dihabiskan ¼ porsi
peningkatan
metabolisme tubuh DS : A:
a. Pasien mengatakan mual ketika makan  Masalah mual pada pasien sudah teratasi
dan penurunan b. Pasien mengatakan sulit menelan  Masalah gangguan menelan belum teratasi
makanan  Masalah peningkatan berat badan pasien
nafsu makan akibat
c. Pasien mengatakan tidak nafsu makan belum teratasi

45
sesak nafas d. Pasien mengatakan tidak ada alergi
terhadap makanan P:
sejunder terhadap Intervensi Manajemen nutrisi, Manajemen
penekanan struktur DO : gangguan makan, Pemantauan nutrisi,
a. Pasien tampak lemas Terapi menelan dilanjutkan
abdomen (D.0019) b. Pasien hanya makan ¼ porsi makanan
yang disediakan
c. Pasien tampak tidak bersemangat
d. Berat badan pasien turun 3 Kg. dari 60 kg
menjadi 57 kg.

BAB 4
PEMBAHASAN STUDI KASUS

4.1 Kasus
Berdasarkan asuhan keperawatan pada Tn. J berumur 48 tahun datang ke RS
USU dengan keluhan nafas sesak, sakit di dada terutama dada sebelah kiri serta batuk
dahak sejak 2 bulan yang lalu namun setelah 2 minggu terakhir sebelum masuk ke
rumah sakit gejala yang dirasakan semakin parah. Pasien sehari-harinya sering
bekerja sebagai buruh dan membakar sampah tanpa menggunakan masker. Pasien

46
pernah menjalani operasi abses paru kurang lebih 6 tahun yang lalu. Pasien
mengatakan bahwa dirinya kurang nafsu makan dan mengalami penurunan berat
bedan 3 kg dalam waktu 2 minggu dari 60 Kg menjadi 57 Kg. Tidak ada anggota
keluarga pasien yang mengalami penyakit atau tanda gejala yang sama seperti yang
dirasakan pasien

4.2 Pengkajian
Pada pengkajian teori dan kasus yang ditemui oleh kelompok 1 data pengkajian
sesuai dengan teori seperti peningkatan frekuensi pernafasan RR pasien 30x/
menit, keadaan umum pasien merasakan nyeri, namun beberapa hal yang
ditemukan perbedaan seperti pada teori pasien mengalami demam namun Tn.J
pada kasus tidak mengalami demam karena tidak adanya infeksi pasca operasi
pemasangan WSD untuk mengeluarkan cairan yang menumpuk pada pleura Tn.J

4.3 Diagnosa
Menurut teori ada 8 diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada pasien dengan
efusi pleura namun pada kasus Tn.J yang ditangani oleh kelompok 1 hanya ada 3
diagnosa yang diangkat yaitu :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan paru
ditandai dengan sesak nafas
2. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya luka post op WSD
3. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
ditandai dengan ketidakmampuan memakan makanan

Perbedaan teori dan kasus Tn.J dalam penentuan diagnosa oleh kelompok1
terjadi karena diagnosa Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema
tracheal/faringeal tidak diangkat karena pasien tidak mengalami batuk berdahak,
diagnosa Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi juga tidak diangkat
karena pada kasus pasien tidak mengalami demam karena suhu pasien adalah

47
36oC dan tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien. Berdasarkan pengkajian dan
analisa data yang maka ke 3diagnosa yang telah diangakat oleh kelompok 1
adalah diagnosa yang tepat pada kasus efusi pleura Tn.J

4.4 Intervensi
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan paru
ditandai dengan sesak nafas
Intervensi pada teori efusi pleura dengan intervensi pada kasus Tn.J sudah
sama namun ada intervensi yang berbeda seperti melakukan fisioterapi dada
karena pada kasus Tn.J tidak mengalami sumbatan jalan napas yang
diakibatkan oleh penumpukan secret sehingga intervensi tersebut tidak
dilakukan. Beberapa intervensi yang dilakukan pada kasus dan sesuai dengan
teori diantaranya : Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas,
Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Monitor
kemampuan batuk efektif, Monitor adanya produksi sputum, Monitor adanya
sumbatan jalan nafas, Palpasi kesimetrisan ekspansi paru, Auskultasi bunyi
nafas, Monitor saturasi oksigen.

2. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya luka post op WSD


Intervensi :
Pada intervensi teori dan kasus Tn.J sudah sesuai sebagian seperti melakukan
manajemen nyeri dengan Observasi tingkat nyeri pada klien, Bimbing dan
ajarkan teknik relaksasi dan distraksi, Lanjutkan pemberian obat analgetik :
rantin 2 x 1 ampul IV. Namun ada beberapa yang belum sesuai dengan teori
seperti mengobservasi lingkungan yang nyaman kemudian dukungan keluarga
untuk mengurangi nyeri pasien dan belum mengobservasi istirahat dan tidur

48
pasien karena sesungguhnya ada hubungan antara nyeri dengan kualitas tidur
pasien

3. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia


ditandai dengan ketidakmampuan memakan makanan
Intervensi :
Pada intervensi teori dengan kasus Tn.J sudah sesuai seperti perencanaan
dengan lakukan pengkajian lengkap rasa mual termasuk frekuensi, durasi,
tingkat mual, dan faktor yang menyebabkan pasien mual, Monitor mual
(misal, frekuensi, durasi dan tingkat keparahan), Evaluasi efek mual terhadap
nafsu makan pasien, aktivitas sehari- hari, dan pola tidur pasien Mandiri,
Anjurkan makan sedikit tapi sering dan dalam keadaan hangat, Kendalikan
faktor lingkungan penyebabmual (mis, rangsangan visual yang tidak
menyenangkan), Anjurkan pasien mengurangi jumlah makanan yang bisa
menimbulkanmual, Berikan istirahat dan tidur yang adekuat untuk
mengurangi mual Kolaborasi, Kolaborasi pemberian obat

4.5 Implementasi
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan paru
ditandai dengan sesak nafas
Implementasi :
Pada implementasi teori efusi pleura dan kasus Tn.J ada beberapa yang
berbeda seperti melakukan fisioterapi pada dada dan membuang secret dengan
memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lender tidak
dilakukan karena pada kasus Tn.J tidak mengalami batuk berdahak sehingga
implementasi tersebut tidak tepat jika dilakukan. Untuk implementasi yang
lainnya sudah sesuai antara teori dengan kasus Tn.J

2. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya luka post op WSD


Implementasi :

49
Pada implementasi antara teori dan kasus Tn.J sudah sesuai karena
penanganan nyeri yang dilakukan seperti teknik non farmakologis dengan
relaksasi dan dikstraksi serta telah dilakukan juga kolaborasi pemberian
analgetik pada pasien untuk menangani nyeri yang dialami

3. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia


ditandai dengan ketidakmampuan memakan makanan
Implementasi :
Pada implementasi antara teori dan kasus Tn.J sudah sesuai tidak ada
perbedaan antara teori dan kasus karena data objektif dan subjektif pasien
yang tidak nafsu makan dan mengalami penurunan berat badan 3kg dalam 2
minggu mendukung untuk dilakukannya semua implementasi dari teori
dengan defisit nutrisi pada Tn.J

4.5 Evaluasi
Pada Evaluasi menurut teori merupakan tahap terakhir proses keperawatan
dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Pada kasus Tn.J hasil evaluasi pola napas pasien terlihat masih
sesak, masih tampak gelisah dan juga lemah sehingga masalah belum teratasi
dan intervensi tetap dilanjutkan. Kemudian evaluasi pada nyeri akut pasien
mengatakan nyeri berkurang, pasien tampak tenang dan dapat melaksanakan
teknik relaksasi dan dikstraksi dengan baik sehingga masalah teratasi sebagian
dan intervensi tetap dilanjutkan, kemudian evaluasi pada defisit nutrisi pasien
mengatakan sudah tidak mual namun masih kesulitan menelan makanan, berat
badan pasien masih belum bertambah sehingga evaluasi tetap dilanjutkan

50
BAB 5
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN

Efusi pleura merupakan penyakit paru obstruktif kronis akibat peningkatan


tekanan dalam pembuluh darah akibatnya rendahnya kadar protein dalam darah, dan
bisa juga terjadi akibat penyumbatan jalan napas.
Hasil pengkajian Tn J didapatkan data pasien mengatakan bahwa ia sesak napas,
disertai batuk dan nyeri dada, hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran

51
composmentis, TTV didapatkan data RR: 26x menit, adanya retraksi dinding dan
penggunaan otot bantu pernapasan, terdengar bunyi wheezing saat auskultasi dan
pasien terpasang WSD.
Diagnosa keperawatan yang di angkat antara lain :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan paru ditandai
dengan sesak nafas
2. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya luka post op WSD
3. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
ditandai dengan ketidakmampuan memakan makanan

5.2 SARAN
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Tn J, di ruangan
Rawat inap Meranti RS USU Sumatera Utara maka sebagai mahasiswa menuliskan
saran sebagai berikut :

5. Bagi Rumah Sakit


Dengan selesainya asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa efusi pleura, bisa
memberikan manfaat pengetahuan dan tingkat profesionalisme perawat maupun
dokter di rumah sakit dapat lebih luas lagi sehingga dalam memberikan tindakan
keperawatan ataupun edukasi kesehatan lainnya terutama bagi pasien yang
mengidap efusi pleura lebih sesuai dan dengan masalah yang dialami pasien ke
depan dan tindakan kolaborasi antara medis semakin berkembang.

6. Bagi Kelompok
Selesainya asuhan keperawatan ini membuat pengetahuan serta pengalaman
kami sebagai mahasiswa kesehatan profesi Ners lebih banyak lagi, serta
menambah wawasan dan keterampilan dari segi apapun yang berkaitan dengan
proses mengambil tindakan terutama pada pasien pasien yang mengalami
penyakit kronis seperti efusi pleura.

52
7. Bagi Institusi
Menambah wawasan bagi peneliti selanjutnya sehingga dapat menciptakan ide
ide baru yang bermanfaat pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia sehingga
bisa menjadi acuan dan penilaian ke depan sebagai pedoman yang signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

Khairani, R., Syahruddin, E., & Partakusuma, L. G. (2012). Karakteristik Efusi Pleura
DiRumah Sakit Persahabatan. Jurnal Respiralogi, 12, 155-160.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

53
Al Sagaff H dan Mukti. A, Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press,
Surabaya ; 1995

Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995

Djojodibroto, darmanto, 2009. Respiratori (respiratory medicine). Jakarta : Penerbit


Buku Kedokteran (ECG)

Ganong F. William, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta EGC ; 1998
Brunner & Suddart, 2002, Buku AjarKeperawatn Medikal Bedah,Vol 3, Edisi
8, Penerbit RGC, Jakarta

Khairani, R., Syahruddin, E., & Partakusuma, L. G. (2012). Karakteristik Efusi


Pleura di Rumah Sakit Persahabatan. Jurnal Respiralogi, 12, 155-160

Marrilyn, E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendpkumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC : 1999

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Somantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
(http.doc-alfari.blogspot.nl/2011/05/komplikasi-efusi-pleura.html), diakses
pada 6 Oktober 2014

54

Anda mungkin juga menyukai