Tutor :
dr. Nesyana Nurmadilla,M.Gizi
Disusun Oleh :
KELOMPOK 11B
Ambarwulan Sepkuanin Daniel 11020180164
Innayaturrahmatiah Mujaddid 11020180180
Chaerawati 11020180206
Sri Rahmayanti L 11020180208
Arvi Febrina Putri A 11020180215
Muhammad Rifqi Mudhoffar 11020180217
Muh Fawwaz Irhadi H. T 11020180225
Nidya Carissa Wahyuni 11020180226
Kirene Dwinilasari P 11020180231
Andi Giffari Rahmat Budaya 11020180234
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjat kan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga laporan tutorial ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya.
Aamiin.
Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan laporan tutorial ini. Semoga
Allah SWT dapat memberikan balasan setimpa latas segala kebaikan dan
pengorbanan dengan limpahan rahmat dari-Nya. AamiinyaaRobbalA’lamiin.
Kelompok 11B
A. SKENARIO 1
Seorang laki-laki 58 tahun datang ke Rumah Sakit karena sesak napas 1jam
yang lalu. Yang semakin tahun semakin memberat. Keluhan ini sering disertai
batuk dan dahak sulit keluar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan inspeksi dada
tangan tertinggal
B. KATA SULIT
Tidak ditemukan kata sulit
C. KATA KUNCI
1. laki-laki 58 tahun
2. keluhan sesak napas 1jam yang lalu
3. semakin tahun semakin memberat.
4. Keluhan ini sering disertai batuk dan dahak sulit keluar.
5. Pada pemeriksaan fisik didapatkan inspeksi dada tangan tertinggal
D. PERTANYAAN
1. Apa Diagnosis Banding pada scenario?
2. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit tersebut yang berkaitan dengan
scenario?
3. Bagaimana patomekanisme dari setiap DD?
4. Apa Etiologi dari setiap DD?
5. Bangaimana bunyi pernapasan pada setiap diagnosis dibandingkan dengan
bunyi pernapasan normal?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari setiap DD?
7. Apa saja faktor resiko yang berkaitan dengan DD?
8. Bagaimana pencegahan dari setiap DD?
9. Apa prespektif islam yang berkaitan dengan skenario?
PEMBAHASAN
Referensi :
Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia.
b) Efusi Pleura
Efusi Pleura
Skema 2.1 : Efusi Pleura
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, Efusi pleura transudatif terjadi jika
terdapat perubahan dalam tekanan hidrostatik dan onkotik pada membran pleura,
misalnya jumlah cairan yang dihasilkan melebihi jumlah cairan yang dapat
diabsorbsi.Pada keadaan ini, endotel pembuluh darah paru dalam kondisi yang
normal, dimana fungsi filtrasi masih normal pula sehingga kandungan sel dan dan
protein pada cairan efusi transudat lebih rendah.Jika masalah utama yang
menyebabkannya dapat diatasi maka efusi pleura dapat sembuh tanpa adanya
masalah yang lebih lanjut. Selain itu, efusi pleura transudat juga dapat terjadi
akibat migrasi cairan yang berasal dari peritoneum, bisa pula iatrogenik sebagai
komplikasi dari pemasangan kateter vena sentra dan pipa nasogastric
Efusi pleura transudat dapat terjadi karena penyakit lain bukan primer paru
seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum.
Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan.Perikarditis konstriktiva, keganasan,
atelektasis paru dan pneumothoraks.
c) Emfisema
Emfisema dapat diawali dengan paparan zat yang memicu respon
inflamasi, ataupun defisiensi antitripsin alfa
Paparan zat berbahaya atau asap rokok dalam jangka panjang akan
memicu respon inflamasi oleh sel-sel imun inflamatorik seperti sel
polimorfonuklear, eosinofil, makrofag, limfosit CD4+ dan limfosit CD8+.
Makrofag akan teraktivasi dan melepaskan faktor kemotaktik neutrofil seperti
leukotrien B4 dan IL-8 (Interleukin 8). Pada saat neutrofil-neutrofil direkrut, maka
secara bersama-sama dengan makrofag akan menghasilkan enzim proteolitik
seperti metalloproteinases matrix (MMPs), protease-protease lainnya, dan
hidrogen peroksida yang berperan dalam penghancuran lapisan epitel paru dan
menyebabkan hipersekresi mukus. Derivat neutrofil protease (elastase dan
protease) bertindak melawan elastin dan merusak jaringan ikat pada parenkim
paru.Padahal, elastin merupakan suatu komponen penting pada matriks
ekstraseluler yang digunakan untuk mempertahankan integritas parenkim paru dan
saluran napas. Ketidakseimbangan elastase akan merusak paru dan menyebabkan
pelebaran dari alveoli. Hal ini mengakibatkan pertukaran gas di alveoli terganggu.
Referensi :
d) Pneumothorax
Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks Latrogenik
Tension Pneumothorax
Referensi :
Sahn SA, Heffner JE. Spontaneous Pneumothorax. N Eng J Med. 2000:342: 868-
74
e) Asma Bronkhial
Banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan
dengan manifestasi riwayat atopi melalui mekanisme IgE-dependent.Pada
populasi diperkirakan faktor riwayat atopi memberikan kontribusi pada 40 %
penderita asma anak dan dewasa.Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan
dengan alergen awalnya menimbulkan fase sensitisasi.Akibatnya terbentuk IgE
spesifik oleh sel plasma.IgE melekat pada Fc reseptor pada membran sel mast dan
basofil. Bila ada rangsangan berikutnya dari alergen serupa, akan timbul reaksi
asma cepat (immediate asthma reaction).
Terjadi degranulasi sel mast, dilepaskan mediatormediator: histamin,
leukotrin C4 (LTC4), prostaglandin D2 (PGD2), tromboksan, tryptase. Mediator-
mediator tersebut menimbulkan spasme otot-otot bronkus, hipersekresi kelenjar,
edema, peningkatan permeabilitas kapiler, disusul dengan 16 akumulasi sel
eosinofil, gambaran klinis yang timbul adalah serangan asma akut. Keadaan ini
akan segera pulih kembali (serangan asma hilang) dengan pengobatan.
Setelah 6-8 jam maka akan terjadi proses selanjutnya, disebut reaksi asma
lambat (late asthma reaction). Akibat pengaruh sitokin IL3, IL4, GM-CSF yang
diproduksi oleh sel mast dan sel limfosit T yang teraktivasi, akan mengaktifkan
sel-sel radang seperti eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit. Sedikitnya ada dua
jenis T-helper (Th), limfosit subtipe CD4+ telah dikenal profilnya dalam produksi
sitokin. Meskipun kedua jenis limfosit T mensekresi IL-3 dan granulocyte-
macrophage colony stimulating factor (GM-CSF), Th1 terutama memproduksi IL-
2, IF gamma dan TNF beta sedangkan Th-2 terutama memproduksi sitokin yang
terlibat dalam asma, yaitu IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, dan IL-16.
Pada proses remodelling yang berperan adalah sitokin IL4, TGF beta dan
Eosinophil Growth Factor (EGF). TGF beta merangsang sel fibroblast
berpolarifasi, epitel mengalamai hiperplasia, pembentukan kolagen bertambah.
Akibat proses remodelling tersebut terjadi pelepasan epitel yang rusak, jaringan
membrana basalis mukosa menebal (pseudothickening), hiperplasia kelenjar,
edema submukosa, infiltrasi sel radang dan hiperplasia otot. Perubahan semacam
ini tidak memberikan perbaikan klinis, tetapi mengakibatkan penyempitan lumen
bronkus yang peresisten dan memberikan gambaran klinis asma kronis.
Referensi :
Warner JO. Asthma-basic mechanism. Dalam: Naspitz CK, Szeler SJ, Tinkelman
D Warner JO, penyunting. Textbook of pediatric asthma. London: Martin Dunitz,
2001. h. 20-33.
f) Emboli Paru
Pada tahun 1856, Rudolf Virchow membuat suatu postulat bahwa ada tiga
faktor yangdapat menimbulkan suatu keadaan koagulasi intravaskuler, yaitu:
3. Statis vena
Trauma lokal pada pembuluh darah dapat terjadi oleh karena cedera pada
dinding pembuluh darah, kerusakan endotel vaskuler khususnya dikarenakan
tromboflebitis sebelumnya. Sedangkan keadaan hiperkoagubilitas darah dapat
disebabkan oleh terapi obat-obat tertentu termasuk kontrasepsi oral, hormone
replacement theraphy dan steroid.Di samping itu masih ada sejumlah faktor
genetik yang menjadi faktor predisposisi suatu thrombosis.Sementara Stasis
(perlambatan) aliran darah vena mempercepat terbentuknya trombus yang lebih
besar. Stasis darah diakibatkan oleh tekanan lokal, katup vena yang inkompeten
yang dimungkinkan terjadi oleh proses tromboemboli sebelumnya, obstruksi vena
atau imobilisasi lama setelah fraktur atau pembedahan.
Bila trombi vena terlepas dari tempat terbentuknya, emboli ini akan
mengikuti aliran system vena yang seterusnya akan memasuki sirkulasi arteri
pulmonalis. Jika emboli ini cukup besar, akan dapat menempati bifurkasio arteri
pulmonalis dan membentuk saddle embolus.
Tidak jarang pembuluh darah paru tersumbat karenanya. Keadaan ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang akan melepaskan
senyawa-senyawa vasokontriktor seperti serotonin, refleks vasokontriksi arteri
pulmonalis dan hipoksemia yang pada akhirnya akan menimbulkan hipertensi
arteri pulmonalis. Peningkatan arteri pulmonalis yang tiba-tiba akan
meningkatkan tekanan ventrikel kanan dengan konsekuensi dilatasi dan disfungsi
ventrikel kanan yang pada gilirannya akan menimbulkan septum interventrikuler
tertekan ke sisi kiri dengan dampak terjadinya gangguan pengisian ventrikel dan
penurunan distensi diastolic. Dengan berkurangnya pengisian ventrikelkiri maka
curah jantung sistemik (systemic cardiac output) akan menurun yang akan
mengurangi perfusi koroner dan menyebakan iskemia miokard. Peninggian
tekanan dinding ventrikel kanan yang diikuti oleh adanya emboli paru massif akan
menurunkan aliran koroner kanan dan menyebabkan kebutuhan oksigen ventrikel
kanan meningkat yang selanjutnya menimbulkan iskemia dan kardiogenik shock.
Siklus ini dapat menimbulkan infark ventrikel kanan, kolap sirkulasi dan kematian
Referensi :
g) PPOK
Referensi :
Tetapi, jika paru bersikap kaku akibat jaringan fibrotik dan tidak dapat
kolaps, maka absorpsi udara dari alveoli menimbulkan tekanan negatif yang hebat
dalam alveoli dan mendorong cairan keluar dari kapiler paru masuk ke dalam
alveoli, dengan demikian menyebabkan alveoli terisi penuh dengan cairan
edema.Ini merupakan efek yang paling sering terjadi bila seluruh paru mengalami
atelektasis, suatu keadaan yang disebut kolaps masif dari paru, karena kepadatan
dinding dada dan mediastinum memungkinkan ukuran paru berkurang hanya kira-
kira separuh dari normal, dan tidak mengalami kolaps sempurna
Referensi :
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta
Pneumonia
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, hal ini
berdampak pada obat yang akan diberikan. Pneumonia dapat disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Pneumoni
komunitas banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia nosokomial
banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di Indonesia
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas adalah bakteri gram
negatif. Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan
nosokomial:
a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma
pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia
pneumonia, anaerob oral, adenovirus, influenza tipe A dan B.
b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli, Klebsiella
pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, anaerob oral.
Referensi : Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks Spontan Primer ( primery spontaneous pneumothorax)
Dari kata “primer” ini dapat diketahui penyebab dari pneumotoraks belum
diketahui secara pasti, banyak penelitian dan terori telah di kemukakan untuk
mencoba menjelaskan tentang apa sebenarnya penyebab dasar dari tipe
pneumotoraks ini. Ada teori yang menyebutkan, disebabkan oleh factor
konginetal, yaitu terdapatnya bula pada subpleura viseral, yang suatu saat akan
pecah akibat tingginya tekanan intra pleura, sehingga menyebabkan terjadinya
pneumotoraks. Bula subpleura ini dikatakan paling sering terdapat pada bagian
apeks paru dan juga pada percabangan trakeobronkial. Pendapat lain mengatakan
bahwa PSP ini bisa disebabkan oleh kebiasaan merokok. Diduga merokok dapat
menyebabkan ketidakseimbangan dari protease, antioksidan ini menyebabkan
degradasi dan lemahnya serat elastis dari paru-paru, serta banyak penyebab lain
yang kiranya dapat membuktikan penyebab dari pneumotoraks spontan primer.
Pneumotoraks Spontan Sekunder ( Secondary Spontaneus Pneumothorax)
Pneumotoraks spontan sekunder merupakan suatu pneumotoraks yang
penyebabnya sangat berhubungan dengan penyakit paru-paru, banyak penyakit
paru-paru yang dikatakan sebagai penyebab dasar terjadinya pneumotoraks tipe
ini. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), infeksi yang disebabkan
oleh bakteri pneumocity carinii, adanya keadaan immunocompremise yang
disebabkan oleh infeksi 6 virus HIV, serta banyak penyebab lainnya, disebutkan
penderita pneumotoraks tipe ini berumur diantara 60-65 tahun .
Efusi Pleura
Efusi pleura transudatif merupakan efusi pleura yang berjenis cairan transudat.
Efusi pleura ini disebabkan oleh gagal jantung kongestif, emboli paru, sirosis hati
(penyakit intraabdominal), dialisis peritoneal, hipoalbuminemia, sindrom nefrotik,
glomerulonefritis akut, retensi garam, atau pasca by-pass koroner.
Efusi pleura eksudat terjadi akibat peradangan atau infiltrasi pada pleuraatau
jaringan yang berdekatan dengan pleura. Kerusakan pada dinding kapiler darah
menyebabkan terbentuknya cairan kaya protein yang keluar dari pembuluh darah
dan berkumpul pada rongga pleura. Bendungan pada pembuluh limfa juga dapat
menyebabkan efusi pleura eksudatif.
Referensi : Djojodibroto, R. Darmanto. 2009. Respirologi (respiratory medicine).
Jakarta:EGC.
Emfisema
Emfisema adalah sebuah keadaan dimana kantong udara (alveoli) diparu-paru
mengalami kerusakan. Merokok meruakan penyebab utama emfisema . Semakin
Banyak merokok, semakin tinggi resiko terkena emfisema. Bahkan paparan asap
roko juga meningkatkan resiko terkena emfisema. Disampin itu, orang yang
tinggal atau bekerja di daerah yang terpapar polusi tinggi dan asap kimia beresiko
tinggi terkena penyakit ini.
Atelektasis
Penyumbatan pada bronkus merupakan penyebab utama terjadinya atelektasis.
Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil. Penyebab
terjadinya sumbatan bisa dikarenakan adanya tumor, gumpalan lendir, atau benda
asing yang terhisap bronkus.Saluran pernapasan yang tersumbat bisa
menyebabkan udara dalam alveoli terserap ke dalam aliran darah hingga
menyebabkan alveoli memadat dan menciut. Jaringan paru-paru yang mengkerut
biasanya terisi dengan sel darah, lendir, serum, dan kemungkinan akan terjadi
infeksi.
Emboli paru
Penyebab emboli paru semula belum jelas, tetapi hasil-hasil penelitian dari autopsi
paru pasien yang meninggal karena penyakit ini menunjukkan dengan jelas bahwa
penyebab penyakit tersebut adalah trombus di pembuluh vena tungkai bawah atau
dari jangtung kanan. Sumber emboli paru yang lain misalnya tumor yang telah
menginvasi sirkulasi vena (emboli tumor), amnion, udara, lemak, sumsum tulang,
fokus septik (pada endokarditis) dan lain-lain. Kemudian material emboli beredar
dalam peredara darah sampai sirkulasi pulmonal dan tersangkut pada cabang-
cabang arteri pulmonal, memberi akibat timbulnya gejala klinis. Emboli paru
karena trombus di arteri pulmonalis (in situ) sangat jarang.
Referensi : Rab, Prof. Dr. H. Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM.
FaktorRisiko Pneumonia
Umur, jenis kelamin, gizi kurang, riwayat BBLR, pemberian ASI yang kurang
memadai, defisiensi vitamin A, status imunisasi, polusi udara, kepadatan rumah
tangga ventilasi rumah, dan pemberian makanan yang terlalu dini.Selain itu, dari
sebuah hasil penelitian diketahui faktor-faktor risiko lain yang dapat meningkat
kan insidens pneumonia yaitu perilaku ibu dalam pengobatan, lamanya waktu
anak berada di dapur, riwayat ke Posyandu dalam 3 bulan terakhir, serta
pendapatan rumah tangga.
FaktorRisiko Pneumothorax
Pneumothorax bias dialami secara tiba-tiba oleh orang yang sehat, maupun
sebagai bentuk komplikasi dari kondisi paru-paru tertentu. Beberapa jenis faktor
risiko meliputi:
FaktorRisikonyaEmfisema
(1) merokok, (2) genetik, (3) infeksi pernapasan, (4) usia, (5) jenis
kelamin, dan (6)polusi.Namun merokok merupakan faktor risiko utama yang
dapat menyebabkan PPOK dan emfisema. Selain itu, terdapat juga faktor genetik.
Riwayat merokok dan adanya defisiensi alfa-1 anti tripsin dapat meningkat kan
faktor risiko terjadinya Emfisema.
Atelektasis dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin
maupun ras. Faktor risiko atelektasis, antara lain: Berusia 60 tahun atau lebih.
Bayi lahir prematur. Selesai menjalani operasi. Memiliki penyakit paru.
FaktorResiko Emboli Paru
a) Faktor pejamu (host) Faktor pejamu (host) meliputi genetik, hiper responsive
jalan napas dan pertumbuhan paru. Faktor genetik yang utama adalah
kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu suatu serin protease inhibitor. Hiperesponsif
jalan napas juga dapat terjadi akibat pajanan asap rokok atau polusi.
Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan, berat lahir dan pajanan
semasa anak-anak. Penurunan fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan paru
di duga berkaitan dengan risiko mendapatkan PPOK
b) Perilaku (Kebiasaan) Merokok Asap rokok merupakan faktor risiko terpenting
terjadinya PPOK tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal
paru adalah pada perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus pertahun dan
perokok aktif berhubungan dengan angka kematian. Tidak seluruh perokok
menjadi PPOK, hal ini mungkin berhubungan dengan faktor genetik. Perokok
pasif dan merokok selama hamil juga merupakan faktor risiko PPOK Prevalens
c) Faktor Lingkungan (Polusi Udara) Polusi udara terdiri dari polusi di dalam
ruangan (indoor) seperti asap rokok, asap kompor, briket batu bara, asap kayu
bakar, asap obat nyamuk bakar, dan lain-lain), polusi di luar ruangan (outdoor),
seperti gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan,
kebakaran hutan, gunung meletus, dan lain-lain, dan polusi di tempat kerja
(bahan kimia, debu/zat iritasi, dan gas beracun).
Referensi : http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126560-S-5738-Faktor-
faktor%20yang-Literatur.pdf
http://klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=7865
http://klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=8187
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1011
https://www.halodoc.com/kesehatan/atelektasis
https://www.researchgate.net/publication/327525211_EMBOLI_PARU/fulltext/5
b932f3aa6fdccfd5424bde5/327525211_EMBOLI_PARU.pdf?origin=publication_
detail
http://eprints.undip.ac.id/43734/3/BAB_2.pdf
PNEUMONIA
EFUSI PLEURA
Rencana tindakan :
1) Bagi pasien disarankan untuk melakukan terapi secara rutin, serta melakukan
latihan-latihan yang diajarkan fisioterapi secara rutin dirumah
3) Bagi masyarakat umum untuk berhati-hati untuk melakukan aktifitas kerja yang
mempunyai resiko untuk terjadinya trauma atau cidera. Disamping itu, jika telah
terjadi cidera kecelakaan maka tindakan yang harus di lakukan adalah segera
membawa pasien ke rumah sakit buakan alternatif misalnya sangkal putung
karena dapat terjadi resiko cidera dan komplikasi.
EMFISEMA/PPOK
Perlu strategi pencegahan yang efektif untuk PPOK meliputi upaya promosi
kesehatan dalam mengubah perilakumasyarakat untuk mengurangi
pajananpencemaran baik indoor maupun outdoor,perbaikan teknologi
pembersihan udaraindoor, perundang-undangan kualitas udara dan diseminasi
kompor masak yang lebih baik. Selain itu perlu antisipasi potensi risiko pada
kelompok yang berisiko rendah (lama pajanan polutan didalam dan luar rumah
kurang dari 540 bulan) mengalami kejadian PPOK.
ATELEKTASIS
Referensi :
Apte, K. & Salvi, S. (2016) Household air pollution and its effects on health.
F1000Research, 5.
Balmes, J., Becklake, M., Blanc, P. & Henneberger, P. (2003) American Thoracic
Society Statement: Occupational contribution to the burden of airway disease.
American journal of respiratory and critical care medicine, 167(5): 787.
Belli AJ, B. S., Aggarwal N, DaSilva C, Thapa S, Grammer L, Paulin LM, Hansel
NN (2016) Indoor particulate matter exposure is associated with increased black
carbon content in airway macrophages of former smokers with COPD. Environ
Res. 2016 Oct;150:398-402
Glanz, Karen., Rimer., Barbara, K., & Viswanath. (2008). Health behavior and
health education theory, research, and practice. San Fransisco: Jossey Bass.
Rahmad, K., (2002). Penanganan Trauma thoraks, Jakarta: Sub bagian Bedah
thoraks FK UI, Hal: 29-38,7-78.
Sunhaji, (2002). Benda Asing di Thoraks, Jakarta: Sub bagian bedah thoraks FK
UI, Hal: 127-144.