Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPRAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS EFUSI PLEURA


Di Ruang penyakit dalam 1
Rumah Sakit Umum Daerah Genteng

Disusun oleh :

Varadila istika Umami

144.01.21.055

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUSTIDA

PRODI D-III KEPERAWATAN

KRIKILAN- GLEMORE- BANYUWANGI

2023
KONSEP TEORI

A. Konsep Penyakit
a. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan pada pleura yang terletak di antara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif & Kusuma, 2015, hal.
212)
efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura. cairan pleura
normalnya terusmenurus merembes ke dalam rongga dada dari kapiler-kapiler yang
membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh kapiler dan sistem limfatik pleura
viser alis. (Black & Hwaks, 2014, hal. 353) Commented [u1]: Blm ada

Kesimpulan dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan efusi pleura adalah
penumpukan cairan dalam rongga diafragma dari kapiler-kapiler yang membatasi
pleura parietalis dan di serap ulang oleh kapiler dan sistem limfatik pleuraviseralis
b. Etiologi
Kelainan pada pleura hamper selalu merupakan kelainan sekunder. Kelian primer
pada pleura hanyaada 2 macam, yaitu:
1) Infeksi kuman primer intra pleura
2) Tumor primer pleura (Somantri, 2012, p. 106)
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk,cairan pleura di bagi menjadi
transudat,eksudat,hemoragi.
1) Transudat dapat di sebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri), sindrom nefkrotik, asites (oleh karna sirosis hepatis), sindrom fena kava
superior, tumor, dan sindrom meigs.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infrak paru, radiasi, dan
penyakit kolagen
3) Efusi hemoragi dapat di sebabkan oleh adanya tumor, trauma, infrak paru, dan
tuberculosis. (Muttaqin, 2012, p. 126)

c. Manifetasi
1) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karna pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan
sesak nafas.
2) Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subvebril (tuberkulosisi). Banyak
kringat, batuk, banyak riak
3) Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleura yang sangat siknifikan.
4) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karna
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernafasan, fremitus melemah (raba dan fokal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
5) Didapati segitiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani di
bagian atas garis ellis domiseu. Segitiga grocco-rochfusz, yaitu daerah pekak
karna cairan mendorong mediastinum ke sisi lain pada auskulasi daerah ini
didapati faskuler melemah dengan ronki
6) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 113)
d. Pathogenesis/patofisiologi
Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi seperti adanya
gangguan dalam reabsorbsi cairan pleura (misalnya adanya tumor) peningkatan
produksi pleura (misalnya akibat infeksi pada pleura). Sedangkan secara patologis
efusi pleura terjadi di karnakan kedaan-keadaan seperti:
1) Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung);
2) Menurunya tekanan osmotickoloid plasma (misalnya hipoproteinemia)
3) Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya) infeksi bakteri
4) Berkurangya absorbsi limfatik
Penyebab efusi pleura dilahat dari jenis cairan yang di hasilkanya adalah
sebagai berikut.
1. Transudat
 Gagal jantung, sirosis hepatis dana sites, hipoproteinemia pada
nefkrotik sindrom, obstruksi venakafa superior, pasca bedah abdomen,
dealisis peritoneal, dan atelectasis akut.
2. Eksudat
a. Infeksi (pneumonia,TBC,virus,jamur,parasit,abses).
b. Neoplasma (CA.paru,metastasis,limfoma,leokimia).
c. Emboli/infrakparu
d. Penyakit kolagen (SLE,reomatoidartritis).
e. Penyakit gastrointestinal (pangkreatitis,ruptur esophagus, abseshati).
f. Trauma (hemotorak khilotorak). (Somantri, 2012, p. 107)

Patofisiologis:
Normalnya hanya tedapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura.
Jumlah cairan di rongga tetap, karna adanya tekanan hedrostatis pleura
parietalis sebesar 9cm H2o. akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila
tekanan osmotic koloid menurun (misalnya pada penderita hipoalbumenemia
dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau
neoplasma, bertambahnya hidrostatis akibat kegagalan jantung) dan tekanan
negative intra pleura apabila terjadi atelektsis paru. (Muttaqin, 2012, p. 126)

Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas dalam
kavum pleura. Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura terjadi
akibat beberapa proses yang meliputi. (Muttaqin, 2012, p. 127)
a. Adanya hambatan drenase limfatik dari rongga pleura.
b. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan
periver menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan
yang berlebihan kedalam rongga pleura
c. Menurunya tekanan koloid osmotic plasma juga memungkinkan terjadinya
transudesi cairan yang berlebihan
d. Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada
permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecanya
membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan
cairan kedalam rongga secara cepat (Muttaqin, 2012, p. 127)
Pathways Peradangan pleura

 Gagal jantung kiri


 Obstruksi vena cava Permabel membran Cairan protein dari getah
superior kapiler meningkat bening masuk rongga pleura
 Asites pada sirosis hati
 Dialisis peritonial
 Obstruksi frakturs  Peningkatan tekanan
urinarius Konsentrasi protein
kapiler
cairan pleura meningkat
sistematik/pulmonal
 Penurunan tekanan
Terdapat jaringan nekrotik koloid osmotik &
Eksudat
pada septa pleura
 Penurunan tekanan
intra pleura
Kongesti pada pembuluh
limfe
Gangguan tekanan kapiler
hidrostatik koloid osmotik
Reabsorbi cairan terganggu
intrapleura

Transudat

Gangguan pertukaran Penupukan cairan pada


gas rongga pleura

Ekspansi paru Penekanan pada Drainase


abdomen

Sesak nafas Anoreksia Resiko tinggi


terhadap tindakan
drainase dada
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari Resiko infeksi
kebutuhan tubuh

Ketidak kefektifan Insufisiensi oksigenasi


pola napas

Gangguan
metabolisme O2 Suplai O2

Energi berkurang Jalan nafas tidak


(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 216)
efektiv

Intoleransi aktivitas Defisit perawat diri


e. Komplikasi
Menurut (Jeffery & Scott, 2012, hal. 138). Komplikasi yang bisa terjadi antra lain :
a. Pasien dapat di pulangkan pada efusi yang kecil dengan penyebab yang telah di
ketahui, gejala yang minimal, dan tanpa tanda gangguan respirasi
b. Pasien perlu di rawat di rumah sakit pada kasus dengan etiologi yang belum di
ketahui, etiologi atau komorbiditas yang mendasarinya memerlukan perawatan di
rumah sakit, adanya hipoksia atau ganguuan fungsi respirasi, atau empiema
c. Pasien dengan ganguuan hemodinamik atau respirasi yang berat perlu di rawat di
ICU

A. KOSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Biodata
Sesuai dengan etiologi penyebabnya, efusi pleura dapat timbul pada seluruh
usia. Status ekonomi (tempat tinggal) sangat berperan terhadap timbulnya
penyakit ini terutama yang didahului tuberculosis paru. Klien dengan
tuberculosis paru sering ditemukan di daerah padat penduduk dengan kondisi
sinitasi kurang. laki-laki dan perempuan berpotensi terkena efusi pleura dan
usia Dimana jumlah sampel berusia 15-19 tahun sebanyak 6 orang (4,4%),
usia 20-29 tahun sebanyak 21 orang (15,4%), usia 30-44 tahunsebanyak 27
orang (19,9%), usia 45-59 tahun sebanyak 44 orang (32,4%), usia 60-74 tahun
sebanyak 35 orang (25,7%), dan usia >75 tahun sebanyak 3 orang (2,2%).
(Somantri, 2012, p. 109)
b. Riwayat kesehatan saat ini
1. Keluhan utama
Kebanyakan efusi pleura bersifat simptomatik, gejala yang timbul sesuai
dengan penyakit yang mendasarinya. Pneomonia akan menyebabkan
demam, menggigil dan nyeri pleuritik, ketika efusi sudah membesar dan
menyebar kemungkinan timbul dispenea dan batuk. Efusi pleura yang besar
akan mengakibatkan nafas pendek. Tanda fisik meliputi deviasi trakea yang
menjauhi sisi yang terkena,dullnesspadaperkusi, dan penurunan bunyi
pernafasan pada sisi yang terkena (Somatri, 2012, p. 109)
2. Riwayat kesehatan dahulu
klien dengan efusi pleura trauma akibat adanya infeksi nonpleura biasanya
mempunyai riwayat penyakit tuberculosis paru (Somatri, 2012, p. 110)
3. Riwayat kesehatan keluarga
tidak di temukan data penyakit yang sama ataupun di turunkan dari anggota
keluaga yang lain terkecuali penularan infeksi tuberculosis yang menjadi
factor penyebab timbulnya efusi pleura (Somatri, 2012, p. 110)
c. Pemeriksaan fisik
1. Kesadaran umum
Penderita efusi pleura biasanya akan mengalami keluhan batuk, sesak napas,
nyeri pleuritis, resa berat pada dada, dan berat badan menurun. (Muttaqin,
2012, hal. 129)
2. tanda-tanda vital :
a. Tekanan dalam batas normal (128/80mmHg)
b. Nadi pendirita efusi pleura lebih dari 100kali/menit
c. RR meningkat >24 kali/permenit
d. BB menurun
e. Suhu meningkat lebih dari dari 37,5°C (Somatri, 2012, p. 68)
3. Pemeriksaan menurut body sistem
a. Sistem Pernafasan
Gejala: kesulitan bernafas, batuk , riwayat bedah dada atau trauma
Tanda: takipnea, penggunaan otot aksesori pernafasan pada dada, retraksi
interkostal, bunyinapas menurun dan fermitus menurun (pada sisi terlibat),
perkusi dada: hiper resonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi
cairan.
Obserfasi dan palpasi: gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma
atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). (Padila, 2012, hal. 124 -
125)
b. Sitem Kardiovaskuler
Inspeksi pada letak icius cosdis normal yang berada pada ICS 5 pada linea
medioclaviculauskiri sebelah 1 cm, palpasi frekuensi jantung dan teratur
tidaknya denyut jantung, perkusi terdengar suara pekak adanya pergeseran
jantung karena pendorongan cairan efusi pleura dan auskultasi bunyi
jantung I dan II tunggal atau galop dan bunyi jantung III gejala payah
jantung serta adanya murmur. (Muttaqin, 2012, hal. 130)
c. Sistem Persarafan
Inspeksi tingkat kesadaran pada pemeriksa GCS dalam keadaan
composmentis, somnolen atau koma (Muttaqin, 2012, hal. 130)
d. Sistem perkemihan
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya dengan
intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena itu
merupakan tanda awal syok. (Muttaqin, 2012, hal. 130)
e. Sistim pencernaan
terjadinya mual dan penurunan napsu makan pada pasien (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 216) dan (Muttaqin, 2012, hal. 130)
f. Sistem intergumen
Pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan. (Padila, 2012, hal. 125)
g. Sistem muskuloskeletal
Diperhatikan apakah ada edema peritibial, feel kepada kedua ekstremitas
dan kekuatan otot, antara bagian kiri dan kanan (Muttaqin, 2012, hal. 130)
h. Sistem endokrin
Tidak di temukannya gangguan sitem endokrin (Nurarif & Kusuma, 2015, Commented [u2]: Cari di KDM

hal. 216)
i. Sistem reproduksi
Tidak di temukannya gangguan atau gejala pada sistem reproduksi (Nurarif Commented [u3]: KDM

& Kusuma, 2015, hal. 216)


j. Sistem pengindraan
Tidak ditemui adanya kerusakan pada penglihatan, pendengaran,
penciuman, dan pengecapan (Muttaqin, 2012, hal. 130)
k. Sistem imun
Peningkatan tekanan kapiler subpleura atau limfatik (Nurarif & Kusuma,
2015, hal. 212)
d. pemeriksaan penunjang
a. Sinartebus dada
permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah interal lebih tinggi dari
pada medial. bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti
terdapat udara dalam rongga tersebut yang bisa berasal dari luar atau dari
dalam paru-paru itu sendiri
hal ini yang dapat terlihat dalam foto dada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastinum pada sisis yang berlawanan dengan cairan, mediastinum akan
tetap pada tempatnya. (Somatri, 2012, hal. 110)
b. Thorakosintesis
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostikmaupun
terapeutik. torakosintesis sebaiknya di lakukan pada posisi duduk. lokasi
aspirasi adalah pada bagian bawah paru di sela iga ke-9 garis aksila
posteriordengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. pengeluaran
cairan sebaiknya tidak lebih dari 1.000-1.500cc pada setiap kali aspirasi. jika
aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah bannyak, maka akan menimbulkan
syok pleura (hipotensi) atau edema paru. edema paru terjadi karena paru-paru
terlalu cepat mengembang (Somatri, 2012, hal. 110)

e. Penata laksanaan
Penata laksaan pada pleura antara lain
1. Tirah baring
Bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karna peningkatan aktifitas
akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu akan semakin
meningkat pula.
2. Thorakosentesis
Drenase cairan jika efusi pleura menimblkan gejala subjektif seperi nyeri
dispneu, dan lain-lain cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu di kluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru . jika jumlah efusi lebih banyak
maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat di lakukan 1 jam kemudian .
3. Antibiotik
Pemberian anti biotik apabila terbukti terdapat adanya infeksi. Anti biotik
diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman. antibiotik yang di gunakan adalah
doxycyline, golongan ati biotik tetrasiklin, dosis yang di berikan jika enfeksi
biasa adalah: 200 mg sebanyak 1 kali. Dilanjutkan dengan 100 mg per hari.
jika enfeksi parah: 200 mg per hari.
4. Pleurodesis
Pada efusi karna keganasan dan efusi rekuren lain, di berikan obat(tetrasiklin,
kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk meletakan kedua lapisan
pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali. (Nurarif & Kusuma, 2015,
p. 114)

f. Diagnosa Keperawatan
A. Bersihan jalan nafas tidak efektif (PPNI, 2016, hal. 18)
definisi: ketidak mampuan membersikan atau obstruksi jalan nafas untuk
mempertahankan jalan nafas.
Penyebab:
Fisiologis
1. Spesme jalan nafas
2. Hipersekresi jalan nafas
3. Difusi neuromuskuler
4. Benda asing dalam jalan nafas
5. Adanya jalan nafas buatana
6. Sekresi yang tertahan
7. Hiperplasia dinding jalan nafas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
10. Efek agen faramakologis (mis. anastesi)
situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajen polutan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing dan ronkhi kering
5. Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopena
Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi nafas menurun
4. Frekuensi nafas berubah
5. Pola nafas berubah
Kondisi klinis terkait
1. Goliann barre sindrome
2. Sklerosis multipel
3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostik (mis. bronkoskopi, transesophageal echokardiography
[TEE] )
5. Depresi sistem syaraf pusat
6. Cidera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Sindrom aspirasi mekonium
10. Infeksi saluran nafas
B. Pola Napas tidak efektif (PPNI, 2016, hal. 26)
Adalah inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberikan fentilasi adekuat.
Penyebab
1. Depresi pusat pernafasan
2. Hambatan upaya nafas ( miss. nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernafasan)
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Ganguuan neuromuskuler
6. Gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG] positif, cidera kepala,
gangguan kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventilasi
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan syaraf C5 keatas)
13. Cidera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
a. Dispnea
Objektif
a. Penggunaan otot bantu pernafasan
b. Fase ekspirasi memanjang
c. Pola nafas abnormal (miss. takipnea, bradipnea, hipeventilasi, kussmaul,
cheyne-strokes)
Gejala dan tanda minor
Subjektif
a. Ortpnea
Objektif
a. Pernafasan pursed-lip
b. Pernafasan cumping hidung
c. Diameter toraks anterior-posterior meningkat
d. Fentilasi semenit menurun
e. Kapasitas fital menurun
f. Tekanan ekspirasi menurun
g. Tekanan inspirasi menurun
h. Ekskursi dada menurun
Kondisi klinis terkait
a. Deprei sistem saraf pusat
b. Cedera kepala
c. Trauma thoraks
d. Gullian barre syndrome
e. Mutiple sclerosis
f. Myasthenia gravis
g. Stroke
h. Kuatdriplegia
i. Inthoksikasi alkohol
C. Intoleran aktivitas, (PPNI, 2016, hal. 128)
Ketidak cukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab
a. Ketidak seimbangan antara suplai dan keseimbangan oksigen
b. Tirah baring
c. Kelemahan
d. Imobilitas
e. Gaya hidup monoton
Gejala dan tanda minor
Subjektif
a. Mengeluh lelah

Objektif
a. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan tanda minor
Subjektif
a. Dispenea saat aktifitas
b. Merasa tidak nyaman setelah beraktifitas
c. Meras lelah
Objektif
a. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
b. Gambaran EKG ,menunjukan aretmia saat aktivitas
c. Gambarkan EKG menunjukan iskemia
d. Sianosis
Kondisi klinis terkait
a. Anemia
b. Gagal jantung kongesif
c. Penyakit jantung koroner
d. Penyakit kutup kjantung
e. Arimia
f. Penyakit paru obstruptiv kronis (PPOK)
g. Gangguan metabolik
h. Gangguan muskuloskletal
g. Intervensi keperawatan
Dx Tujuan Intervensi
Bersihan Jalan Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif
Nafas Tidak intervensi keperawatan Observasi
Efektif. selama 3x24 jam maka a. Identifikasi kemampuan batuk
gangguan bersihan jalan b. Monitor adanya retensi sputum
napas dapat diatasi c. Monitor tanda dan gejala infeksi
dengan kriteria hasil: saluran napas
1. Batuk efektif meningkat d. Monitor input dan output cairan
2. Produksi sputum (mis, jumlah dan karakteristik)
menurun Terapeutik
3. Mengi menurun a. Atur posisi semi-fowler atau fowler
4. Wheezing menurun b. Buang sekret pada tempat sputum
5. Dispnea menurun Edukasi
6. Ortopnea menurun a. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
7. Gelisah menurun efektif
8.Frekuensi nafas b. Anjurkan tarik napas dalam melalui
membaik hidung selama 4 detik, ditahan selama
9. Pola napas membaik 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
c. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam
yang ke – 3 4.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu.
Pola Nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
tidak efektif intervensi keperawatan Observasi
selama 3x24 jam maka a. Monitor pola napas (frekuensi,
gangguan pola napas dapat kedalaman, usaha napas)
diatasi dengan kriteria b. Monitor bunyi napas tambahan (mis,
hasil: gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
1. Ventilasi semenit kering)
Meningkat c. Monitor sputum (jumlah, warna,
2. Kapasitas vital aroma)
meningkat Terapeutik
3. Tekanan ekspirasi a. Pertahankan kepatenan jalan napas
meningkat dengan head-lit dan chin-lift (jawthrust
4. Tekanan ekspirasi jika curiga trauma servikal)
meningkat b. Posisikan semi-fowler atau fowler
5. Dispnea menurun c. Berikan minum hangat
6. Pengguanaan otot d. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
bantu napas menurun e. Lakukan penghisapan lendir kurang
7. Pemanjangan fase dari 15 detik
ekspirasi menurun f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
8. Frekuensi napas penghisapan endotrakeal
membaik g. Keluarkan sumabatan benda padat
9. Kedalaman napas dengan forsep McGill
membaik h. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energy
Aktifikas intervensi selama 7x24 observasi
jam intoleransi aktivitas a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
dapat diatasi dengan yang mengakibatkan kelelahan
kriteria hasil: b. Monitor kelelahan fisik
1. Frekuensi nadi dan emosional
meningkat c. Monitor pola dan jam tidur
2. Keluhan lelah d. Monitor lokasi dan
menurun ketidaknyamanan selama
3. Dispnea saat melakukan aktivitas
aktivitas menurun Terapeutik
4. Dispnea setelah a. Sediakan lingkungan nyaman dan
aktivitas menurun rendah stimulus (mis, cahaya, suara,
kunjungan)
b. Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
d. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
a. Anjurkan tirah barik
b. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Singapura: Elsevier.

Irianto, K. (2013). Anana Tomi dan Fisiologi. Bandung: ALFABETA, cv.

Jeffrey M. C. (2012). Kedaruratan Medik. Tangerang: Binapura Aksara.

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.


Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nik-Nok. Jogjakarta: Media Aktion.

Padila. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Persatuan Perawat


Indonesia .

Somantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai