Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN EFFUSI PLEURA

OLEH :

KELOMPOK IV

1. I WAYAN MERTA SUTEJA 0702115003


2. I NYOMAN SUSASTERA
0702115005
3. LUH GEDE MARYATI 0702115006
4. I WAYAN BUDIANA 0702115015
5. I WAYAN SUPIARTA 0702115017
6. NI NYOMAN ARIANI 0702115019
7. LUH GEDE LISNAWATI
0702115020
8. NI KADEK WIDYA LESTARI 0702115026
9. I.G.A. DAMAYANTI 0702115028

FAKULTAS KEDOKTERAN – PSIK B


UNIVERSITAS UDAYANA
2008
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN EFFUSI PLEURA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Effusi pleura adalah terkumpulnya cairan dalam rongga

pleura dengan jumlah yang lebih besar dari norma (nilai normal

10-20 cc), penimbunan cairan di dalam rongga pleura terjadi

akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan

pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi

merupakan tanda suatu penyakit.

2. Epidemiologi/insiden kasus

Karena merupakan tanda dari suatu penyakit maka dari

segi data kasus tidak ada angka pasti yang spesifik untuk kasus

efusi pleura tetapi yang ada hanyalah angka dari angka kejadian

dari kasus-kasus tertentu seperti sekitar 20-25% efusi pleura

disebabkan karena tuberkulosis. Dari berbagai penyebab ini

keganasan merupakan sebab yang terpenting ditinjau dari

kegawatan paru dan angka ini berkisar antara 43-52%. Namun


dipihak lain ada yang mengatakan insidens terjadinya efusi

pleura karena pnneumonia sekitar 36-57%.

3. Etiologi

Sebagian besar penyebab dari effusi pleura disebabkan

oleh berbagai penyakit antara lain infeksi (TBC,

dipiococcuspneumonia, streptococcus pyogenes, stafilococcus

aureus dan hemofilik, virus, parasit, jamur atau berbagai kuman

lainnya). Sedangkan secara teoritis dapat timbul oleh karena

malnutrisi, kelainan sirkulasi limphe, trauma thorak, infeksi

pleura, sirosis hepatis, vena cava superior syndrome, SLE,

rheumatoid artritis dan radioterapi mediastinal serta berbagai

sebab yang belum jelas (idiopatik).

Dari berbagai penyebab ini keganasan merupakan sebab

yang terpenting ditinjau dari kegawatan paru dan angka ini

berkisar antara 43-52%.

4. Patofisiologi

Dalam keadaan normal rongga pleura mengandung kurang

lebih 10-20cc cairan dengan konsentrasi protein rendah, terdapat

diantara pleura parietalis dan pleura visceralis yang berfungsi

sebagai pelicin agar gerakan kedua pleura tidak terganggu saat

respirasi. Cairan ini dibentuk oleh kapiler pleura parietalis dan


direabsorbsi oleh kapiler dan pembuluh getah bening pleura

visceralis. Keseimbangan ini tergantung pada tekanan hidrostatik

dan osmotik dan kemampuan reabsorbsi oleh kapiler dan

pembuluh getah bening pleura dan kemampuan penyaluran oleh

pemuluh getah bening. Pada keadaan patologis rongga pleura

dapat menampung beberapa liter cairan. Efusi pleura dapat

terjadi karena adanya peningkatan tekanan hidrostatik sistemik,

penurunan tekanan osmotik koloid darah akibat hipoproteinemi,

kerusakan dinding pembuluh darah, gangguan penyerapan

kembali cairan pleura oleh saluran pembuluh getah bening,

robeknya pembuluh darah atau saluran getah bening dan cairan

acites yang dapat masuk melalui pembuluh getah bening

diafragma.

Penjelasan secara ringkas seperti pada pohon masalah pada

halaman berikut.
Etiologi

Kuman (kuman TB, diplococcus


pneumonia streptococcus pyogenes, Malnutrisi Pengaruh onkotik
stafilococcus aureus dan hemofilik

Inflamasi pleura Ketidakseimbangan antara Tek


hidrostatik dan tek osmotik kapiler
pleura dan paru
Demam
menggigil
Eksudasi Transudasi
Nyeri akut Di pleura

Di alveolus
Hipertermi

Pe permeabilitas
Penumpukan Mendorong diagfragma kapiler/ gangguan
eksudat absorbsi getah bening

Penekanan pada lambung


Penumpukan cairan
dalam rongga pleura

Sesak Batuk bersputum

Penekanan paru

Pola nafas Bersihan Mual, muntah


tak efektif jalan nafas anoreksia
tak efektif
Intoleransi Pemenuhan nutrisi kurang dari
aktifitas kebutuhan

5. Klasifikasi

Karena bukan merupakan penyakit tetapu merupakan

gejala dari suatu penyakit maka belum ditemukan literatur yang

menyebutkan klasifikasi dari efusi pleura tetapi ada beberapa

jurnal yang membedakan menjadi efusi pleura non maligna dan

efusi pleura maligna.

a. Efusi pleura non maligna

Dalam keadaan fisiologis cairan pleura berkisar antara

10-20cc. Sedangkan tekanan hidrotatik intra pleura adalah

minus 5 cm H 2 C. Jadi dasar pembentukan cairan ini adalah

perbedaan tekanan hidrostatik lebih besar dari pada tekanan

osmotik.

Pada pleura visceralis terjadi sebaliknya dimana

perbedaan tekanan osmotik lebih besar dari pada tekanan

hidrostatik. Pada pleura visceralis terjadi pengisapan cairan.

b. Efusi pleura maligna

Pada efusi pleura maligna faktor-faktor fisiologis

tersebut tidak legi dapat diperhitungkan karena mekanisme

pembentukan cairan tidak lagi sesuai dengan keseimbangan


yang terjadi pada efusi pleura non maligna dimana terjadi

pembentukan cairan yang begitu cepat.

6. Gejala-gejala klinis

a. Demam ringan dan berat

b. Berat badan menurun

c. Nyeri dada, dan menjalar ke daerah permukaan karena

inervasi syaraf interkostalis dan segmen torakalis atau dapat

menyebar ke lengan. Nyerinya terutama saat bernafas dalam

sehingga pernafasan penderita menjadi dangkal dan cepat dan

pergerakan pernafasan pada hemitorak yang sakit menjadi

teringgal.

d. Sesak nafas, terjadi pada saat permulaan pleuritis disebabkan

karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya

meningkat terutama kalau cairannya penuh, sehingga klien

akan berbaring miring kesisi yang sakit.

e. Batuk, pada umumnya non produktif dan ringan, terutama bila

disertai proses tuberkulosis di parunya.

7. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi; pada toraks didapatkan dada yang terkena efusi

kelihatan cembung, ruang antar iga mendatar, pernafasan

teringgal pada bagian yang sakit.


b. Palpasi; getaran nafas pada saat perabaan menurun.

c. Perkusi; fokal fremitus melemah, suara ketuk yang redup.

d. Auskultasi : suara pernafasan lemah atau menghilang

8. Pemeriksaan diagnostik/penunjang

a. Laboratorium dilakukan atas darah, cairan maupun hasil

biopsi jaringan pleura. Dalam darah sering dijumpai leukosit

yang meningkat karena proses infeksi.

Secara makroskopis dan bau; cairan efusi berwarna serous

(jarang serohemoragis) ini biasanya karena infeksi

tuberkulosis, bila kerush kekuning-kuningan akibat infeksi

non tuberkulosis, keruh susu dengan endapatan di dasar

karena empiema, keruh susu dengan krim di bagian atas

karena cylotoraks, keruh kehijau-hijauan karena arthritis

rematoid, kental karena mesothelioma, hemoragis karena

karsinoma, trauma dan infark paru dan bau busuk karena

infeksi anaerobik.

Secara mikroskopis; bila ditemukan dominan neutrofil

polimorf menunjukkan suatu inflamasi bakterial dan bila

jumlahnya sangat banyak akan menunjukkan empiema. Efusi

dengan limfosit dominan merupakan tanda khas untuk

tuberkulosis tetapi dapat juga ditemui pada efusi pleura

kronis dengan sebab apapun.


Secara biokimia; kadar pH dari cairan pleura normal 7,64

tetapi akan menurun (< 7,30) dapat dijumpai pada penyakit

TBC, infeksi non TBC, penyakit kolagen dan neoplasma.

Kadar glukosa yang rendah (40mg%) ditemukan karena proses

infeksi dan keganasan.

b. Foto thoraks; gambaran posterior anterior terdapat keruraman

pada hemitorak yang terkena efusi, dari foto thorak lateral

dapat diketahui efusi pleura didepan atau dibelakang,

pemeriksaan lateral dekubitus dapat dilihat gambaran

permukaan datar cairan terutama untuk efusi pleura dengan

jumlah cairan yang minimal. Disamping itu juga kadnag-

kadang terlihat adanya tanda-tanda pendorong jantung dan

mediastinum kearah sisi yang sehat.

c. Computed tomography; ini berguna untuk membedakan

kelainan parenkim terhadap leura, mengevaluasi kelainan

perenkim menentukan lokulasi, mengevaluasi permukaan

pelura, membantu dalam penentuan terapi.

9. Diagnosis/kriteria diagnosis

a. Efusi pleura tuberkulosis

b. Efusi pleura prapneumonia

c. Efusi pleura masif

10. Penatalaksanaan
a. Terapi sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b. Torakosentesis yaitu pengeluaran cairan dengan cara aspirasi

cairan bisa dilakukan dengan pemasangan water seal drainage

(WSD), sampai pasien merasa lega bernafas. Namun perlu

diperhatikan bahwa pengeluaran cairan pada setiap kali

aspirasi tidak lebih dari 1500 cc dilakukan dalam 20-30 menit

dan bila masih ada cairan hendaknya dilakukan pada hari

berikutnya.

c. Pleurodesis yaitu tindakan melekatkan pleura parietalis dan

pleura viseralis dengan memasukkan suatu bahan kimia atau

kuman kedalam rongga pleura sehingga terjadi keadaan

pleuritis obliteratif. Bahan kimia yang lazim digunakan

adalah sitostatika seperti teotepa, bleomisin, nitrogen

mustard, 5-fluorourasil, adriamisin, dan doksorubisin. Untuk

pemakian kuman yang dipakai adalah corynebacterium

parvum 5-10 mg dilarutkan dalam 20 ml larutan garam

fisiolodgis. Obat lain yang murah dan mudah didapatkan

adalah tertasiklin. Pada pemberian obat ini, WSD harus

dipasang dan paru sudah dalam keadaan mengembang.

d. Pleurektomi yaitu tindakan pengangkatan pleura parietalis,

namun tindakan ini jarang dilakukan kecuali jika tindakan

lain tidak berhasil.


B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Data subyektif

- Mengeluh sesak nafas

- Mengatakan mual, anoreksia

- Mengeluh demam

- Mengeluh nyeri dada

b. Data obyektif

- Nafas pendek, dangkal, suara pernafasan lemah atau

menghilang.

- Tidur miring kaki ditekuk

- Kadang meringis

- Batuk

- Dada tampak cembung, ruang antar iga datar, kurang

bergerak sat pernafasan/tertinggal.

- Getaran nafas saat perabaan menurun

- Fokal fremitus melemah, suara ketuk yang redup

- Berat badan menurun


- Hasil laboratorium menunjukkan adanya peningkatan

leukosit

2. Diagnosa keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tak eefktif berhubungan dengan

peningkatan produksi sputum

b. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan

ekspansi paru

c. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inglamasi

d. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan syaraf interkostal.

e. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah

f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan

3. Perencanaan

a. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan

peningkatan produksi sputum ditandai dengan bunyi nafas tak

normal (ronchi, perubahan frekwensi dan kedalaman

pernafasan, penggunaan oto aksesori pernafasan).

Tindakan/intervensi mandiri :
- Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan,

irama dan kedalam dan penggunaan otot aksesori

pernafasan.

Rasional : Penurunan bunyi nafas dapat mengindikasikan

atelektasis. Ronchi, mengi menunjukkan akumulasi sekret

dan ketidakmampuan membersihkan jalan nafas yang dapat

menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan.

- Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif,

catat karakter jumlah sputum, adanya hemoptisis.

Rasional : pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal (mis.,

efek infeksi dan atau hidrasi tidak adekuat) sputum

berdarah kental atau hidrasi tidak adekuat) sputum

berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh

kerusakan paru atau luka bronkial dan dapat memerlukan

evaluasi/intervensi lanjut.

- Bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam

Rasional : ventilasi maksimal membuka area atelektasis

dan meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan nafas

besar untuk dikeluarkan.

- Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, pengisapan sesuai

keperluan.
Rasional : mencegah obstruksi/aspirasi. Pengisapan dapat

diperlukan bila pasien tak mampu mengeluarkan sekret.

Kolaborasi :

- Lembabkan udara/oksigen inspirasi.

Rasional : mencegah pengeringan membran mukosa,

membantu pengenceran sekret.

- Beri obat-obat sesuai indikasi :

 Agen mukolitik, (asetilsistein)

Rasional : agen mukolitik menurunkan kekentalan dan

perlengketan sekret paru untuk memudahkan

pembersihan.

 Bronkodilator (teofilin)

Rasionalnya : Bronkodilator meningkatkan ukuran

lumen percabangan trakeobronkial, sehingga

menurunkan tahanan terhadap aliran udara.

Kriteria evaluasi yang diharapkan :

- Mempertahankan jalan nafas pasien

- Mengeluarkan sekret tanpa bantuan

- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki atau

mempertahankan bersihan jalan nafas


b. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan

ekspansi paru ditandai dengan perubahan kedalaman dan atau

kecepatan pernafasan, gangguan pengembangan dada, nafas

tertinggal pada hemitorak yang sakit.

Tindakan/intervensi mandiri :

- Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.

Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu

pernafasan.

Rasional : kecepatan biasanya meningkat. Kedalaman

pernafasan bervariasi tergantung pada jumlah cairan pleura

yang menekan paru. Ekspansi dada terbatas oleh karena

nyeri dada pleuritik.

- Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas

krekels, mengi.

Rasional : bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan nafas

obstruksi sekunder terhadap perdarahan, dan bekuan.

Ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas.

- Anjurkan tidur miring pada sisi yang sakit

Rasional : tidur miring ke posisi paru yang sakit akan

mengurangi penekanan paru oleh cairan pleura.

- Dorong dan bantu pasien untuk latihan batuk.


Rasional : dapat meningkatkan pengeluaran sputum

sehingga mengurangi gangguan ventilasi.

Kolaborasi :

- Berikan oksigen tambahan

Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja

nafas

Kriteria evaluasi yang diharapkan :

- Menunjukkan pola nafas yang efektif dengan frekuensi dan

kedalaman dalam rentang normal.

c. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi

ditandai dengan peningkatan suhu tubuh yang lebihd ari nilai

normal, kulit hangat waktu disentuh.

Tindakan/intervensi mandiri :

- Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan

menggigil/diaforesis.

Rasional : suhu 38,9 0 -41,1 0 C menunjukkan penyakit

infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam

diagnosis; mis: kurva demam lanjut berakhir lebih dari 24

jam pneumonia pneumokokal, demam tifoid. Demam

remiten (bervariasi hanya beberapa derajat pada arah

tertentu) menunjukkan infeksi paru kurva intermiten atau


demam yang kembali norma sekalid alam 24 jam

menunjukkan episode septik atau TB.

- Pantau suhu lingkungan

Rasional : suhu ruangan harus diubah untuk

mempertahankan suhu mendekati normal.

- Berikan kompres/mandi hangat, hidnari penggunaan

alkohol/air es

Rasional: dapat membantu mengurangi demam. Catatan:

penggunaan air es/alkohol mungkin menyebabkan

kedinginan, peningkatan suhu secara aktual, selain itu

alkohol dapat mengeringkan kulit.

Kolaborasi :

- Berikan anti piretik misalnya aspirin, asetaminofen.

Rasional : digunakan untuk mengurangi demam dengan

aksi sentralnya pada hipotalamus

Kriteria evaluasi yang diharapkan :

- Suhu tubuh turun mendekati normal dan pasien tidak

merasa kedinginan

d. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi parenkim

paru dan pleura ditadnai dengan nyeri dada pleuritik,

pernafasan menjadi dangkal dan cepat, pergerakan pernafasan

pada hemitorak yang sakit menjadi tertinggal.


Tindakan/intervensi mandiri:

- Tentukan karakteristik nyeri, mis., tajam, konstan,

ditusuk, selidiki perubahan karakter/lokasi/intensitas

nyeri.

Rasional : nyeri biasanya ada dalam beberapa derajat pada

pneumonia.

- Berikan tindakan nyaman mis., piajatan punggung

perubahan posisi, musik tenang, relaksasi/latihan nafas.

Rasional: tindakan nonanalgesik diberikan dengan

sentuhan lembut dapat mengilangkan ketidaknyamanan.

- Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada

selama episode batuk.

Rasional: upaya untuk mengontrol ketidaknyamanan dada

sementara meningkatkan efektifitas batuk.

Kolaborasi :

- Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi

Rasional: obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk

nonproduktif/paroksismal atau menurunkan mukosa

berlebihan.

Kriteria evaluasi yang diharapkan

- Menyatakan nyeri hilang/terkontrol

- Menunjukkan rileks, istirahat tidur.


e. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah ditandai dengan

berat badan turun dari sebelumnya atau nilai ideal,

menyatakan kurang tertarik pada makanan, tonus otot buruk,

klien muntah.

Tindakan/intervensi mandiri :

- Catat status nutrisi pasien pada saat penerimaan, catat

turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangan berat

badan, riwayat mual, muntah.

Rasional : berguna dalam mendefinisikan derajat atau

luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.

- Pastikan pola diet pasien yang disukai atau tidak disukai

Rasional : membantu dalam engidentifikasi kebutuhan/

kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat

memperbaiki masukan diet.

- Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara

perodik

Rasional : berguna untuk mendukung keefektifan gizi dan

dukungan cairan.

- Selidiki anoreksia, mual atau muntah


Rasional : dapat mempengaruhi pemilihan diet dan

meningkatkan pemasukan nutrien.

- Dorong dan berikan periode istirahat sering

Rasional : membantu menghemat energi khususnya bila

kebutuhan metabolik meningkat saat demam.

- Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan

pernafasan

Rasional : menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum,

atau obat untuk pengobatan respitasi yang merangsang

muntah.

- Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi

protein dan karbohidrat.

Rasional : memaksimalkan masukan nutrisi tanpa

kelemahan yang tak perlu/kebutuhan eneri dari makan

makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster.

- Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari

rumah dan untuk membagi dengan pasien kecuali kontra

indikasi.

Rasional : membuat lingkungan sosial lebih normal selama

makan dan membantu memenuhi kebutuhan personal dan

kultural.

Kriteria evaluasi yang diharapkan :


- Menunjukkan berat badan meningkat

- Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/

mempertahankan berat yang tepat.

f. Intoleransi aktifitas berhubungan denagn kelelahan yang

berhubungan dengan gangguan pola tidur oleh karenas batuk

dan sesak nafas ditandai engan laporan verbal kelemahan,

kelelahan, keletihan.

Tindakan/intervensi mandiri :

- Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas, catat laporan

dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan

tanda vital selama dan setelah aktifitas.

Rasional : menetapkan kemampuan kebutuhan pasien dan

memudahkan pilihan intervensi

- Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama

fase kaut sesuai indikasi

Rasional : mengurangi kebisingan dan meningkatkan

istirahat

- Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan

dan perlunya keseimbangan aktifitas dan istirahat.

Rasional : tirah baring dipertahankan selama fase akut

untuk menurunkan kebutuhan metabolik menghemat eneri

untuk penyembuhan.
- Bantu pasien untuk memilih posisi nyaman untuk istirahat

dan tidur

Rasional : pasien mungkin nyaman dengan posisi miring

kearah hemitorak yang sakit.

- Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan, berikan

kemajuan aktifitas selama fase penyembuhan.

Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu

keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

Kriteria evaluasi yang diharapkan :

- Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terahdap

aktifitas yang dapat diukur dengan tidaka danya kelelahan

berlebihan dan tanda vital dalam rentang normal.

Anda mungkin juga menyukai