DI SUSUN OLEH:
AGUSTINA DITUBUN
173210104
Efusi pleura adalah kondisi dimana terjadinya akumulasi cairan pleura yang
sehingga dapat mneyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya (Smelzer & Bare,
2017). Menurut WHO (2018), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan pleura yang tidak semestinya yang
disebabkan oleh pembentukan cairan pleura lebih cepat dari proses absorbsinya.
Sebagian besar effusi pleura terjadi karena meningkatnya pembentukan cairan pleura dan
absorpsi normal, pembentukan cairan pleura harus meningkat 30 kali lipatsecara terus
menerus agar mampu menimbulkan suatu effusi pleura. Di sisi lain, penurunan daya
absorpsi cairan pleura saja tidak akan menghasilkan penumpukan cairan yang
signifikan dalam rongga pleura mengingat tingkat normal pembentukan cairan pleura
Paru-paru terletak di dalam rongga dada (mediastinum), dilindungi oleh struktur tulang
selangka. Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu sekat disebut diafragma. Masing-
masing paru- paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh- pembuluh
Selaput yang membungkus paru-paru disebut pleura. Paru- paru terbenam bebas dalam
rongga pleuranya sendiri. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.
2. Etiologi
Insidennya agak jarang bila terjadi jumlahnya tidak banyak.Contoh : Echo virus,
riketsia, mikoplasma, Chlamydia.Bakteri piogenik. Bakteri berasal dari
jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Contoh aerob :
strepkokus pneumonia, S.mileri,S.aureus, hemopillus,klabssiella. Anaerob:
bakteroides seperti peptostreptococcus, fusobacterium.
1. Tuberkulosis (TB)
Terjadi karena komplikasi TB paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui
aliran limfe, atau karena robeknya perkijuan kearah saluran limfe yang menuju
pleura.
2. Fungi
Sangat jarang terjadi, biasanya karena perjalanan infeksi fungi dari jaringan
paru. Contoh: aktinomiksis, koksidiomikosis. Asergilus, Kriptokokus,
Histoplasma.
3. Parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke pleura hanya amoeba.Amoeba masuk dalam
bentuk tropozoid setelah melewati perenkim hati menembus diafragma terus ke
rongga pleura. Effusi terjadi karena amoeba menimbulkan peradangan .
3. Klasifikasi
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler
4. Patofisologi
Didalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5 ML cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura viseralis dan parietalis. Cairan ini dihasilkan oleh
kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya
tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis,
sebagian kecil lainnya (10- 20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga posisi
Terkumpulnya cairan di rongga pleura di sebut efusi pleura, ini terjadi bila
pleura. Transudat biasanya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai
peningkatan tekanan hidrostatik dan sirosis hepatik karena tekanan osmotik koloid
yang menurun. Eksudat dapat di sebabkan oleh keganasan atau infeksi. Cairan keluar
langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga
mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah
sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah (Smeltzr & Bare, 2012. Hal. 199).
5. Pathway
Proses Peradangan
Adanya bendungan dalam
permukaan pleura
rongga pleura
Infeksi Non infeksi
Kardiovaskuler, neoplasama,
TBC
penyakit kabdomen, cedera dan
Efusi pleura
Sesak nafas
1. Batuk.
2. Dispnea berfariasi.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pada foto toraks postero anterior posis tegak maka akan di jumpai gambaran sudut
kostofenikus yang tumpul baik dilihat dari depan maupun dari samping. Dengan jumlah
yang besar, cairan yang mengalir bebas akan menampakkan gambaran mniscuss sign dari
foto toraks postero anterior (Roberts Jr et all,2014).
Efusi pleura di katakan ganas jika pada pemeriksaan sitologi cairan pleura di temukan
sel-sel keganasan (Liu Y H et all, 2010).
a. Biopsipleura.
Biopsi jarum Abram hanya bermakna jika di lakukan didaerah dengan tingkat
kejadian tuberkolosis yang tinggi. Walaupun torakoskopi dan biopsi jarum
dengan tuntunan CT scan dapat di laukan untuk hasil diagnostik yang lebih
akurat (Havelock T et al, 2010).
8. Penatalaksanaan
1. Pengkajian
pengkajian, ruang atau kelas, nomor register pasien dan tanggal pasien masuk
rumah sakit.
2. Identitas
3. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak napas 2 minggu , batuk sejak 2 minggu yang lalu,nafsu
4. Diagnosa Medis
setalah satu hari obat yang diberikan tidak ada perubahan kondisi. Setelah
a. Pola makan :
Di rumah sakit : Pasien mengatakan selama sakit nafsu makannya menurun karena
adanya batuk dan rasa tidak enak di mulut.
Pola eliminasi :
o Di rumah : Pasien dapat BAB dan BAK dengan lancar dan tidak
o Di rumah sakit : pasien dapat BAB dan BAK dalam batas normal.
b. Pola tidur :
tidur dengan nyenyak karena terkadang sesak nafas dan pasien juga
tidur pasien masih tercukupi yaitu enam jam (tidur malam jam
makan, minum, mandi, berganti pakian dan juga BAB dan BAK di
b) Konsep diri
putih saat bangun tidur di pagi hari, akan tetapi setelah sakit pasien takut
Menurut pasien penyakit yang dideritanya adalah cobaan dari Tuhan dan
c. Pola peran
7. Pemeriksaan Fisik
d) Pemeriksaan wajah :
a. Mata : simetris (+), oedem (-), peradangan (-), luka (-), benjolan (-
), konjungtiva (anemis)
c. Mulut : lesi (-), bibir pecah (-), caries (-), pendarahan (-), abses (-),
serumen (-)
trepanasi(-).
b. Leher : bentuk leher (simetris), peradangan (-), jaringan parut (-),
a. Pemeriksaan paru
tambahan (wheezing)
b. Pemeriksaan jantung
- Perkusi : batas jantung atas ( ICS II) batas bawah (ICS V) batas
sinistra dextra)
g) Pemeriksaan Abdomen
- Palpasi apendik: nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), nyeri menjalar
kontralateral (-).
- Perkusi : tympani
h) Pemeriksaan genetal dan rektal
- Inspeksi : simetris (+), deformitas (-), fraktur (-), terpasang gips (-),
traksi (-).
mentis)
memeriksa fungsi motorik : otot (simetris), atropi (-), gerakan tidak disadari (-)
8. Pemeriksaan penunjang
a) Labolaturium
P : 12-16
P : 3.5-5
P : 36-47
b) Terapi
DAFTAR PUSTAKA
Berta & Puspita. (2017). Causes of Pleural Efussion in Metro.Argomed Unila : Lampung. Bulechek, G.
M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).
Nursing Intervesion Classification (NIC). Oxford: Elsevier.
Guyton. (2007). Ilmu Penyakit Paru. Salemba Medika : Jakarta.
Hadiarto. (2015). Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru. Cv Agung Suseto : Jakarta. Herdman, T. H., &
Kamitsuru, S. (2017). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi.
Jakarta : EGC.
Khairani, d. (2012). keperawatan medikal bedah . Jakarta : EGC. Riskesdas (2013). Hasil Riskesdas
2013. Jakarta : Kemetrian Kesehatan RI
Medical Science Journal. Identification Of Micobacterium Tuberculosis By Polimarase Chain Reaction (PCR)
Terst and Its Relationship to MGG Staining Of Pleural Fluid in Patient With Suspected
Tuberculosis Pleural Effusion. Nusantara Medical Science. 2018 : 21
Morehead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes Classification
(NOC). Oxford: Elsevier.
Smeltzer C, Suzanne& Bare, B.G (2017). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 9.
Jakarta: EGC
Wuryantoro. (2016). Kerangka Konsep Efusi Pleura. Universitas Sumatra : Sumatra. Amin, Huda.
(2015).Konsep Teori Efusi Pleura. Universitas Airlangga : Surabaya. Hedu. (2016). Anatomi Dan Fisiologi
Paru-Paru.Cv Agung Suseto: Jakarta.