KONSEP MEDIS
1. DEFINISI EFUSI PLEURA
Efusi Pleura adalah adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura
yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal. Proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain (Nurarif & Kusuma, 2015). Efusi Pleura adalah
kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga pleura yang dapat
menyebabkan parukolaps sebagaian atau seluruhnya (Muralitharan,2015).
Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat kehadiran dan
peningkatan cairan yang luar biasa di antara ruang pleura. Pleura adalah
selaput tipis yang melapisi permukaan paru-paru dan bagian dalam dinding
dada di luar paru-paru. Di pleura, cairan terakumulasi di ruang antara
lapisan pleura. Biasanya, jumlah cairan yang tidak terdeteksi hadir dalam
ruang pleura yang memungkinkan paru-paru untuk bergerak dengan lancar
dalam rongga dada selama pernapasan (Philip, 2017).
2. ETIOLOGI
Menurut (Philip, 2017) Efusi pleural adalah akumulasi cairan pleura
akibat peningkatan kecepatan produksi cairan penurunan kecepatan
pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh satu dari lima
mekanisme berikut :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningkatan permealibitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang
pleura Penyebab efusi pleura akibat infeksi :
a. Tuberculosis
b. Pneumonitis
c. Abses paru
d. Perforasi esophagus
Non infeksi :
a. Karsinoma paru
b. Karsinoma pleura : primer, sekunder
c. Bendungan jantung : gagal jantung, pericarditis
d. Gagal ginjal, gagal hati
e. Hipotiroidisme
f. Emboli paru
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi
menjadi transudat, eksudat dan hemoragik.
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif (gagal
jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (karena sirosishati), sindrom vena
kava superior, tumor dan sindrom meigs.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru,
radiasi dan penyakit kolagen.
c. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark
paru dan tuberculosis
3. PATOFISIOLOGI
Pleura parietalis dan viseralis letaknya berhadapan satusama lain dan
hanya dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa, lapisan cairan ini
memperlihatkan adanya keseimbangan antara transudasi dari kapiler-
kapiler pleura dan reabsorbsi oleh vena visceral dan parietal, dan saluran
getah bening (Philip, 2017).
Karena efusi pleura adalah penumpukan cairan yang berlebih di
dalam rongga pleura yaitu di dalam rongga pleura viseralis dan parientalis,
menyebabkan tekanan pleura meningkat maka masalah itu akan
menyebabkan penurunan ekspansi paru sehingga klien akan berusaha untuk
bernapas dengan cepat (takipnea) agar oksigen yang diperoleh menjadi
maksimal dari penjelasan masalah itu maka dapat disimpulkan bahwa klien
dapat terganggu dalam pola bernapasnya, Ketidakefektifan pola napas
adalah suatu kondisi ketika individu mengalami penurunan ventilasi yang
aktual atau potensial yang disebabkan oleh perubahan pola napas, diagnosa
ini memiliki manfaat klinis yang terbatas yaitu pada situasi ketika perawat
secara pasti dapat mengatasi masalah.
Umumnya diagnosa ini ditegakkan untuk kasus seperti hiperventilasi.
Ketidakefektifan pola napas ditunjukan dengan tanda-tanda dengan adanya
perubahan kedalam pernafasan, dyspnea, takipnea, sianosis, perubahan
pergerakan dinding dada.
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat
cairan antara 10 – 20cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu
bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua
pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui
bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi
tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura
parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis.
Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya
sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah
terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan
dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi
dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik
sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o.
Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya
adalah infeksi tuberkulosa paru(Philip, 2017).
4. MANIFESTASI KLINIK
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak napas(Philip, 2017).
b. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam menggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberculosis), banyak keringat, batuk.
c. Devisiasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaa fisik pada paru-paru terdengar abnormal seperti ada suara
tambahan seperti wheeze merupakan suara paru yang ditimbulkan
karena adanya penumpukan cairan atau penyempitan saluran
pernapasan atau penebalan dari dinding saluran pernapasan,
e. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernafasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan
cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Kongesti pada
pembuluh limfe
Ggn tekanan kapiler hidrostatik
dan koloid osmotic intrapleura
Reabsorbsi cairan
terganggu
Transudat
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada efusi pleura yaitu : (Nurarif & Kusuma, 2015).
a. Tirah baring, bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga
dispneu akan semakin meningkat pula.
b. Thoraksentesi. Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala
subjektif seperti nyeri,dispneu, dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1 -
1,5 liter perlu dikeluarkan untuk mencegah meningkatnya edema
paru.
Jika jumlah cairan efusi pleura lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutnya baru dapat dikalkukan 1 jam kemudian.
c. Antibiotic. Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat
adanya infeksi. Antibiotik diberi sesuai hasil kultur kuman.
d. Pleurodesis. Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberi
obat melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan
pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali.
e. Water seal drainage (WSD) adalah suatu system drainase yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari
cavum pleura atau rongga pleura.
9. PROGNOSIS
Biasanya sembuh setelah diberi pengobatan adekuat terhadap
penyakit dasar. Empiema mungkin timbul akibat infeksi paru seperti
pneumonia. Prognosis efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang
mendasari kondisi ini. Morbiditas dan mortalitas efusi pleura berhubungan
langsung dengan penyebabnya, stadium penyakit, dan temuan biokimia
dalam cairan pleura.
Pada efusi pleura ganas dikaitkan dengan prognosis yang sangat
buruk dengan kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan dan berarti
kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun. Yang paling umum keganasan
terkait pada pria adalah kanker paru-paru, dan keganasan yang paling
umum pada wanita adalah kanker payudara. Efusi dari kanker yang lebih
responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara,
lebih dihubungkan dengan kelangsungan hidup berkepanjangan,
dibandingkan dengan kanker paru-paru atau mesothelioma (Philip, 2017).
Temuan seluler dan biokimia dalam cairan juga dapat menjadi
indikator prognosis. Misalnya, pH cairan pleura lebih rendah sering
dikaitkan dengan beban tumor lebih tinggi dan prognosis yang buruk.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama
atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan
dan pekerjaan pasien(Philip, 2017).
b. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa :
sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura
yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda
-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada,
berat badan menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti
Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa,
sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien
untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang
sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar,
pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke
arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea
dan ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat dan pasien
biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang
jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang
sakit.
Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah
cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka
akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis EllisDamoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada
posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada
kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS-5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate)
harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung,
perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan
adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal
atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala
payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit
atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau
tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-
benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana
nilai normalnya 5-35 kali per menit. Pada palpasi perlu juga
diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor,
feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba.
Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta,
tumor)
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping itu
juga diperlukan pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau
somnolen atau comma. Pemeriksaan refleks patologis dan refleks
fisiologisnya.Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji
seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema
peritibial.Selain itu, palpasi pada kedua ekstremetas untuk
mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan
kanan.
7) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan
tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport oksigen.
Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin,
hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-lunakkasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang,
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual ataupun potensial. Diagnosa keperawatan
merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan
keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017).
Adapun dignosa yang diangkat dari masalah sebelum dilakukan
tindakan infasif adalah :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas
(kelemahan otot nafas)
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis (inflamasi,
iskemia, neoplasma)
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi yang dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan standard
intervensi keperawatan Indonesia (SIKI) :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya
nafas.
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola
nafas membaik.
2) Kriteria hasil
a) Dyspnea menurun
b) Penggunaan otot bantu nafas menurun
c) Pemanjangan fase ekspirasi menurun
d) Otopnea menurun
e) Pernapasan pursed-lip menurun
f) Frekuensi nafas membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
b) Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
wheezing , ronchi kering)
Terapeutik
a) Pertahankan kepatenan jalan nafas head-tilt dan chin-lift
(jaw- thrust jika curiga trauma sevikal)
b) Posisikan semi-fowler atau fowler
c) Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
a) Ajarkan teknik batuk efektif
Cara batu efektif
1) Anjurkan minum air hangat sebelum memulai latihan
batuk efektif
2) Atur posisi duduk dengan mencondongkan badan ke depan
3) Tarik nafas dalam melaui hidung dan hembuskan melalui
mulut sebanyak 4-5 kali
4) Pada tarikan nafas dalam yang terakhir, nafas ditahan
selama 1-2 detik
5) Angkat bahu dan dada dilonggarkan serta batukkan
dengan kuat dan spontan
6) Keluarkan dahak dengan bunyi “huf-huf-huf”
7) Lakukan berulangkali sesuai kebutuhan
8) Hindari batuk yang terlalu lama karena dapat
menyebabkan kelelahan dan hipoksia.
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis
( inflamasi, iskemia, neoplasma)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
menurun
2) Kriteria hasil :
a) Keluhan nyeri menurun
b) Melaporkan nyeri terkontrol meningkat
c) Meringis menurun
d) Penggunaan analgetik menurun
e) Tekanan darah membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi skala nyeri
b) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemiihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
a) Anjurkan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
c. Intoleransi aktifitas
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawaan diharapkan
akitifitas pasien meingkat
2) Kriteria hasil
a) Kemudahan melakukan aktifitas
b) Dyspnea saat beraktifitas menurun
c) Dspnea setelah beraktifitas menurun
d) Perasaan lemah menurun
e) Tekanan darah membaik
f) Frekuensi nadi membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
b) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktifitas
Terapeutik
a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
Cahaya, suara, kunjungan)
Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Melakukan aktvitas secara bertahap
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu
kembali membaik
2) Kriteria hasil :
a) Mengigil menurun
b) Kulit merah menurun
c) Takikardia menurun
d) Takipnea menurun
e) Tekanan darah membaik
f) Suhu tubuh membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis.dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan incubator)
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
a) Sediakan lingkungan yang dingin(atur suhu ruangan)
b) Longgarkan atau lepas pakaian
c) Berikan cairan oral
Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
4. EVALUASI
Fase terakhir proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Hal yang dievaluasi adalah keakuratan dan
kualitas data, teratasi atau tidaknya maslah pasien, serta pencapaian tujuan
serta ketepatan intervensi keperawatan (Philips, 2017).
Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencanaa
keperawatan, menilai dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
melalui perbandingan pelayanan keperawatan mutu pelayanan keperawatan
yang diberikan serta hasilnya dengan standar yang telah ditentukan terebih
dahulu.
DAFTAR PUSTAKA