Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN

EFUSI PLEURA

Oleh :

RUWAIDATUL UMMAH

NIM : 2131800009

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NURUL JADID

PAITON-PROBOLINGGO

2023
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

Oleh :

RUWAIDATUL UMMAH
NIM : 2131800029

Dosen Pembimbing

Ns. Handono F.R.,Sp.Kep.M.B.

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
Rahmat nya kami dapat menyelesaikan tugas asuhan keperawatan tentang "EFUSI PLEURA”.
Adapun maksud dari pembuatan makalah ini guna memenuhi tugas sebagai mata kuliah
“Keperawatan medikal bedah”.
Terimakasih saya ucapkan kepada bapak Ns. Handono F.R.,Sp.Kep.M.B yang telah
membantu kami secara moral. Terimakasih juga kepada teman-teman seperjuangan yang telah
mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu. Semoga makalah ini
dapat menambah wawasan atau pengtahuan kita baik penulis maupun pembaca.
Kami sangat menyadari, bahwa didalam makalah ini banyak kekurangan maupun
kesalahan, kami mengharapkan kritik dan saran yang besifat membangun dari para pembaca agar
dapat tercipta suatu kesempurnaan dalam memenuhi kebutuhan kita sebagai mahasiswa.

Paiton, 23 Maret 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................................................ ii


KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................................................. iv
A. Definisi ...................................................................................................................................................... 1
B. Etiologi ...................................................................................................................................................... 1
C. Klasifikasi ................................................................................................................................................. 1
D. Manifestasi Klinis .................................................................................................................................... 2
E. Patofisiologi .............................................................................................................................................. 2
F. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................................... 3
G. Penatalaksanaan Medis .......................................................................................................................... 5
H. Komplikasi ............................................................................................................................................... 6
I. Pencegahan............................................................................................................................................... 7
J. Masalah Keperawatan ............................................................................................................................ 7
K. Luaran dan Intervensi Keperawatan .................................................................................................... 9
L. Referensi ................................................................................................................................................. 15

iv
EFUSI PLEURA

A. Definisi
Menurut (Joyce M. Black, 2014) Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada
rongga pleura. Cairan pleura normalnya merembes secara terus menerus ke dalam rongga
dada dari kapiler - kapiler yang membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh kapiler
dan sistem limfatik pleura viseralis. Kondisi apapun yang mengganggu sekresi atau drainase
dari cairan ini akan menyebabkan efusi pleura.
Cairan pleura diproduksi utama oleh pleura parietal dan direabsorbsi melalui limfatik
pleura melalui stomata yang ada di pleura parietal. Pada manusia sehat, kavitas pleural
umumnya berisi kira-kira 0.3 mL/kg cairan atau 10-20 mL dengan konsentrasi protein yang
rendah (D'Agostino and Edens, 2020).

B. Etiologi
Menurut Wijayaningsih (2013: 31) etiologi terjadinya efusi pleura yaitu:

1. Hambatan resobsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,
virus), bronkiektaksis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,
karena tumor dimana masuk cairan berdarah dank arena trauma. Kelebihan cairan
rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastic, tromboembolik,
kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari lima mekanisme
dasar yaitu :
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik.
b. Penurunan tekanan osmotic koloid darah.
c. Peningkatan tekanan negative intrapleural.
d. Adanya inflamasi atau neoplastic pleura.
e. Peningkatan permeabilitas kapiler.

C. Klasifikasi
Menurut Huda dan Kusuma (2016:31) efusi pleura terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Effusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membrane pleura tidak
terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkanoleh faktor sistematik yang
1
mempengaruhi produksi dan absorb cairan pleura seperti (gagal jantung kongesif,
atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dialysis peritoneum).
2. Effusi pleura eksudat
Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan masuk
ke dalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru yang dilapisi pleura
tersebut atau ke dalam paru terdekat. Kriteria effusi pleura eksudat :
a. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
b. Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase (LDH) lebih dari 0,6
c. LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum

D. Manifestasi Klinis
Sesak napas merupakan gejala yang paling sering timbul pada pasien dengan efusi
pleura. Selain itu nyeri dada juga dapat timbul akibat dari efusi yang banyak berupa nyeri
dada pleuritik atau nyeri tumpul tergantung dari jumlah akumulasi cairan, pada beberapa
penderita dapat pula muncul batuk kering. Efusi pleura yang luas menyebabkan sesak napas
yang berdampak pada pemenuhan kebutuhan oksigen, sehingga kebutuhan oksigen dalam
tubuh pun kurang terpenuhi. Hal tersebut dapat mengakibatkan metabolisme sel dalam tubuh
menjadi tidak seimbang. Oleh karena itu diperlukan pemberian terapi oksigen untuk
penderita efusi pleura (Anggarsari et al., 2018).
Tanda gejala yang sering muncul pada efusi pleura selain sesak napas adalah bunyi:
atau datar pada saat perkusi di atas daerah yang berisi cairan, bunyi napas minimal atau tak
terdengar dan pergeseran trakea menjauhi area yang sakit. Pada efusi ringan kemungkinan
sesak tidak terjadi (Puspita et al., 2017).

E. Patofisiologi
Dalam keadaan tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura viceralis,
karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 10 cc - 20 cc yang merupakan lapisan
tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara
kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa
cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi
karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada
pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian
kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan
yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel-sel mesofelial.
2
Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap karena adanya keseimbangan antara produksi dan
absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic
koloid. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah
infeksi tuberkulosa paru .

Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk
melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan
timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti
dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada
saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran
akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura
yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robekkan kearah
saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.

Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu
berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein
getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap
ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500-2000. Mula-mula yang dominan
adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena adanya bakteri
tubukolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan
fisik antara lain: Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat,
pergerakan dada asimetris, dada yang lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup.
Selain hal - hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang
diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan
menurun (Nair & Peate, 2015).

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Pranita, 2020), pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien efusi
pleura adalah:
1. Radiografi dada
Merupakan studi pencitraan pertama yang dilakukan ketika mengevaluasi efusi
pleura. Foto posteroanterior umumnya akan menunjukkan adanya efusi pleura ketika

3
ada sekitar 200 ml cairan pleura, dan foto lateral akan terinterpretasi abnormal ketika
terdapat sekitar 50 ml cairan pleura.
2. Ultrasonografi thoraks
Juga memiliki peran yang semakin penting dalam evaluasi efusi pleura karena
sensitivitasnya yang lebih tinggi dalam mendeteksi cairan pleura daripada
pemeriksaan klinis atau radiografi toraks. Karakteristik yang juga dapat dilihat pada
USG dapat membantu menentukan apakah terjadi efusi sederhana atau kompleks.
Efusi sederhana dapat diidentifikasi sebagai cairan dalam rongga pleura dengan
echotexture homogen seperti yang terlihat pada sebagian besar efusi transudatif,
sedangkan efusi yang kompleks bersifat echogenic, sering terlihat septasi di dalam
cairan, dan selalu eksudat. Bedside Ultrasound dianjurkan saat melakukan
thoracentesis untuk meningkatkan akurasi dan keamanan prosedural.
3. Biopsi pleura
Dapat menunjukkan 50-70% diagnosis kasus pleuritis tuberkolosis dan tumor pleura.
Biopsi ini berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura melalui biopsi jalur
perkutaneus. Komplikasi biopsi adalah pneumothoraks, hemothoraks, penyebaran
infeksi dan tumor dinding dada.
4. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostik cairan pleura perlu dilakukan pemeriksaan :
a. Warna cairam
b. Biokimia, untuk membedakan transudasi dan eksudasi.
c. Sitologi, pemeriksaan sitologi bila ditemukan patologis atau dominasi sel
tertentu untuk melihat adanya keganasan.
d. Bakteriologi
e. Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen. Efusi yang purulen dapat
mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang
sering ditemukan adalah Pneumococcus, E.coli, clebsiella, Pseudomonas,
Enterobacter.
5. CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang
utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat
serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.

4
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada efusi pleura adalah paliasi atau mengurangi gejala. Pilihan
terapi harus tergantung pada prognosis, kejadian efusi berulang, dan keparahan gejala pada
pasien (Pranita, 2020).
1. Thorakosintesis
Thorakosintesis diindikasikan untuk efusi pleura baru yang tidak tau penyebabnya.
Obeservasi dan optimal medical therapy (OMT) tanpa dilakukan thorasentesis
merupakan hal yang wajar dalam penanganan efusi pleura karena gagal jantung atau
setelah operasi CABG. Namun manifestasi lain (seperti demam, pleuritis; radang
selaput dada) atau kegagalan untuk menanggapi terapi pada pasien harus segera
dipertimbangkan dilakukan thorasentesis diagnostik.
2. Pemeriksaan laboratorium
Analisis cairan pleura, penampilan makroskopis cairan pleura harus diperhatikan saat
dilakukan thoracentesis, karena dapat menegakkan diagnosis. Cairan bisa sifatnya
serosa, serosanguineous (ternoda darah), hemoragik, atau bernanah. Cairan berdarah
(hemoragik) sering terlihat pada keganasan, emboli paru dengan infark paru, trauma,
efusi asbes jinak, atau sindrom cedera jantung. Cairan purulen dapat dilihat pada
empiema dan efusi lipid. Sebagai tambahan. bau busuk dapat menyebabkan infeksi
anaerob dan bau amonia menjadi urinothorax. Karakterisasi cairan pleura sebagai
transudat atau eksudat membantu menyingkirkan diagnosis banding dan
mengarahkan pemeriksaan selanjutnya.
3. Kimia darah
Pada pemeriksaan kimia darah konsentrasi glukosa dalam cairan pleura berbanding
lurus dengan kelainan patologi pada cairan pleura. Asidosis cairan pleura (pH rendah
berkorelasi dengan prognosis buruk dan memprediksi kegagalan pleurodesis. Pada
dugaan infeksi pleura, pH kurang dari 7,20 harus diobati dengan drainase pleura.
Amilase cairan pleura meningkat jika rasio cairan amilase terhadap serum pleura
lebih besar dari 1,0 dan biasanya menunjukkan penyakit pankreas, ruptur esofagus,
dan efusi yang ganas.
4. Water Seal Drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif
seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi
5
melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila
empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat
dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan
secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak
diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan
pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang
dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll (Pranita, 2020).

H. Komplikasi
1. Fibrothoraks
Effusi pleura yang beruba eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parientalis dan pleura viseralis. Keadaan
ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran - membran
pleura tersebut.

2. Atalektasis
Lektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang 190disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam
jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi
pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan
paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada
sebagian semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan
kolaps paru.
5. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang mengelilinginya
(rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru
dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura. Cairan yang terinfeksi
6
dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru,
sesak napas dan rasa sakit (Morton, 2013).

I. Pencegahan
Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya yang dapat
menimbulkan efusi pleura. Merujuk pasien ke rumah sakit dengan peralatan yang lebih
lengkap apabia diagnosis kausal belum dapat ditegakkan.

J. Masalah Keperawatan
Menurut Nurarif (2015), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dengan masalah
efusi pleura :
1. Gangguan perturan gas (D.0003)
a. Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi karbondioksida
pada membran alveolus-kapiler
b. Penyebab
1) Ketidak seimbangan ventilasi-perfusi
2) Perubahan membran alveolus-kapiler
c. Tanda dan gajala
1) Mayor
a) Subyektif
i. Dispnea
b) Obyektif
i. PCO PCO₂ meningkat/menurun
ii. PO₂ menurun
iii. Takikardia
iv. pH arteri meningkat/menurun
v. Bunyi napas tambahan
2) Minor
a) Subyektif
i. Pusing
ii. Penglihatan kabur
b) Obyektif
i. Sianosis
7
ii. Diaforesis
iii. Gelisah
iv. Napas cuping hidung P
v. Pola napas abnormal (cepatЛlambat, regular/ireguler,
dalam/dangkal)
vi. Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan)
vii. Kesadaran menurun
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
a. Definisi
Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan adekuat
b. Penyebab
1) Depresi pusat pernafasan
2) Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan neuromuskular
6) Gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram (EEG) positif, cedera
kepala, ganguan kejang)
7) Imaturitas neurologis
8) Penurunan energi
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11) Sindrom hipoventilasi
12) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
13) Cedera pada medula spinalis
14) Efek agen farmakologis
15) Kecemasan
c. Tanda dan gajala
1) Mayor
a) Subyektif
i. Dispnea
b) Obyektif
i. Penggunaan otot dan pernafasan
ii. Fase ekspirasi memanjang
8
iii. Pola napas abnormal (mis takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
2) Minor
a) Subyektif
i. Ortopnea
b) Obyektif
i. Pernafasan pursed-lip
ii. Pernapasan cuping hidung
iii. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
iv. Ventilasi semenit menurun
v. Kapasitas vital menurun
vi. Tekanan ekspirasi menurun
vii. Tekanan inspirasi menurun
viii. Ekskursi dada berubah
3. Resiko defisit nutrisi (D.0032)
a. Definisi
Berisiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
b. Faktor resiko
1) Ketidak mampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4) Peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Faktor ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi)
6) Faktor psikologis (mis, stres, keengganan untuk makan)

K. Luaran dan Intervensi Keperawatan


Berikut ini adalah luaran dan intervensi keperawatan pada klien efusi pluera :
1. Gangguan perturan gas (D.0003)
a. Luaran
Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3 x 24 pertukaran gas (L.01003)
meningkat dengan kriteria hasil :
1) Tingkat kesadaran cukup meningkat
2) Dispnea cukup menurun

9
3) Bunyi nafas tambahan sedang
4) Pusing sedang
5) Diaforesis sedang
6) Gelisah sedang
7) PCO² sedang
8) PO² sedang
9) Takikardia sedang
10) pH arteri sedang

No Kriteria hasil Skor Skor target


1 Tingkat kesadaran 4 5
2 Dispnea 4 5
3 Bunyi nafas tambahan 3 5
4 Pusing 3 5
5 Diaforesis 3 5
6 Gelisah 3 5
7 PCO² 3 5
8 PO² 3 5
9 Takikardia 3 5
10 pH arteri 3 5

b. Intervensi
Pemantauan respirasi (1.01014)
1) Definisi
Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan
jalan nafas dan keefektifan pertukaran gas
2) Intervensi : Observasi
a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
b) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
c) Monitor kemampuan batuk efektif
d) Monitor adanya produksi sputum
e) Monitor adanya sumbatan jalan napas
f) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

10
g) Auskultasi bunyi napas
h) Monitor saturasi oksigen
i) Monitor nilai AGD
j) Monitor hasil x-ray toraks
3) Intervensi : Terapeutik
a) Atur interfal pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
b) Dokumentasikan hasil pemantauan
4) Intervensi : Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
b) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
a. Luaran
Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3 x 24 Jam pola nafas (L.01004)
meningkat dengan kriteria hasil :
1) Ventilasi semenit cukup meningkat
2) Kapasitas vital cukup meningkat
3) Diameter thoraks anterior-posterior sedang
4) Tekanan ekspirasi cukup meningkat
5) Tekanan inspirasi cukup meningkat
6) Frekuensi nafas membaik
7) Kedalaman nafas membaik
8) Ekskursi dada cukup membaik

No Kriteria hasil Skor Skor target


1 Ventilasi semenit 4 5
2 Kapasitas fatal 4 5
3 Diameter thoraks anterior- 3 5
posterior
4 Tekanan ekspirasi 4 5
5 Tekanan inspirasi 4 5
6 Frekuensi nafas 5 5
7 Kedalamam nafas 5 5
8 Ekskursi dada 4 5

11
b. Intervensi
Manajeman jalan nafas (1.010011)
1) Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan nafas.
2) Intervensi : Observasi
a) Memonitor jalan nafas (frekuensi, kedalamam, usaha nafas)
b) Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi kering)
c) Monitor sputum (jumlah, wama, aroma)
3) Intervensi : Terapeutik
a) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-
lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
b) Posisikan semi-Fowler atau Fowler
c) Berikan minum hangat
d) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
e) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
f) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
g) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
h) Berikan oksigen, jika perlu
4) Intervensi : Edukasi
a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
b) Ajarkan teknik batuk efektif
5) Intervensi : Kalaborasi
a) Kalaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
3. Resiko defisit nutrisi (D.0032)
a. Luaran
Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3 x 24 Jam status nutrisi (L.03030)
meningkat dengan kriteria hasil :
1) Porsi makanan yang dihabiskan cukup meningkat
2) Kekuatan otot pengunyah sedang
3) Kekuatan otot menelan sedang
4) Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi cukup meningkat
5) Sariawan menurun
6) Diare menurun
12
7) Nafsu makan membaik
8) Bising usus membaik

No Kreteria hasil Skor Skor target


1 Porsi makanan yang 5 5
dihabiskan
2 Kekuatan otot pengunyah 4 5
3 Kekuatan otot menelan 4 5
4 Verbalisasi keinginan untuk 4 5
meningkatkan nutrisi
5 Sariawan 5 5
6 Diare 5 5
7 Nafsu makan 5 5
8 Bising usus 5 5

b. Intervensi
Status nutrisi (L.03030)
1) Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang
2) Intervensi : Observasi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi alergi dan intoteransi makanan
c) Identifikasi makanan disukai
d) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
e) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
f) Monitor asupan makanan
g) Monitor berat badan
h) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
3) Intervensi : Terapeutik
a) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
b) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)
c) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
d) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
e) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

13
f) Berikan suplemen makanan jika perlu
g) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
4) Intervensi : Edukasi
a) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b) Anjurkan diet yang diprogramkan
5) Intervensi : Kalaborasi
a) kalaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
b) Kalaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

14
L. Referensi
Ayni (2019). Karya Tulis Ilmiah Efusi Pleura. Yogyakarta: Digna Pustaka
Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Buku Standar Inteverensi Keperawatan Indonesia
Buku Standar Luaran Keperawatan Indonesia
D’Agostino, H. and Edens, M. (2020). Physiology, Pleural Fluid. Finlandia:Stat Pearls
Publishing.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia Tim Pokja SDKI DPP PPNI
(2017).
Dinarti & Mulyanti, Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Dugdale, D. (2014).Pleural Efussion. US: US Internasional Library Of Medicine Natinal
Institute of Healt
Khairani R, Syahruddin E, P. L. (2013). Karakteristik efusi pleua di rumah sakit
Persahabatan. 32:155-60(J Respir Indo.).
Marton. (2013). Kapita Selakta Kedoktran Jilid 1 dan 2. Jakarta: Media aesculapius
Saferi, A. (2013). KMB 3 Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Yusran Haskas, SKM., S.Kep., M.Kes,
Suarnianati, SKM., S.Kep., M. K. (2016).

15

Anda mungkin juga menyukai