SKENARIO 3
“PERNAPASAN”
DISUSUN OLEH
NAMA : Nurul Najib
NPM : 71210811089
KELOMPOK SGD : 03
TUTOR : dr. Ade Chandra Sulistiawati, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
Lembar Penilaian Makalah
Assalamualaikum.Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah modul 6 Pernapasan ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
kegiatan Small Grup Discussion yang dipandu langsung oleh dr. Ade Chandra Sulistiawati,
M.Kes. Pada modul jantung dan pembuluh darah, skenario 4.
Makalah ini telah saya susun dengan semaksimal mungkin dan juga mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Atas
dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, akhirnya makalah ini
dapat diselesaikan.
Saya menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan
baik dari segi susunan kalimat, tata bahasanya maupun pembahasannya. Dan hanya kepada
Tuhanlah kita harus memohon petunjuk karena Dialah yang mencukupi akal dan pikiran serta
daya dan upaya untuk membentuk sebuah makalah ini. Akhirnya penulis hanya berharap banyak
agar makalah ini bisa bermanfaat untuk seluruh Pembaca atau kalangan Umum lainnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
NURUL NAJIB
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii
3.1 Kesimpulan................................................................................................................... 13
3.2 Saran ............................................................................................................................. 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Skenario
2
Mengapa bisa terjadi bulging ?
Apa gejala yang ditimbulkan penyakit pleura ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
(1)Tuberkulosis
(2)Pneumonitis
(3)Abses paru
(4)Perforasi esophagus
(5)Abses sufrenik
b) Non infeksi
(1)Karsinoma paru
(2)Karsinoma pleura: primer, sekunder
(3)Karsinoma mediastinum
(4)Tumor ovarium
(5)Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditiskonstriktiva
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragi.
a. Transudat dapat disebabkan ole kegagalan jantung kongesif (gagal jantung kiri),
sindrom nefrotik, asites (karena sirosishati), sindrom vena kava superior, tumor
dan sindrom meigs.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi dan
penyakit kolagen.
c. Efusi hemoragi dapat disebabkan ole adanya tumor, trauma, infark paru
dan rherculosis.
5
Meskipun umumnya ditemukan pada orang dewasa, kasus efusi pleura pada
anak-anak cenderung meningkat akibat pneumonia (parapneumonic effusion).
Kasus efusi pleura juga dijumpai pada bayi (fetal hydrothorax) meskipun jarang.
Tingkat insidensi efusi pleura pada bayi sekitar 2.2 - 5.5 per 1.000 kelahiran.
2. Mortalitas
Sebagai suatu kondisi klinis, tingkat mortalitas efusi pleura tidak berdiri
sendiri tapi ditentukan berdasarkan penyakit penyertanya. Namun demikian,
semakin beratnya kondisi efusi pleura sendiri juga identik dengan mortalitas yang
lebih tinggi. Publikasi 2016 menunjukkan bahwa mortalitas 30 hari pada efusi
pleura bilateral 4 kali lipat lebih tinggi dibanding unilateral, yaitu 26% vs 5.9%
secara berturut-turut.
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 10 cc - 20
cc yang merupakan lapisan tipi serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang
sedikit in merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut
mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura
parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan
hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura
viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian
kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan
cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar
sel-sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap arena adanya
keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena
adanya tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic koloid. Keseimbangan tersebut
dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran natas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer.
Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan
mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat
6
yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari
robekkan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau
columna vetebralis. Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah
merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut
karena kegagalan aliran protein getah bening Cairan ini biasanya serous, kadang-
kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap mi cairan pleura bias mengandung
leukosit antara 500-2000. Mula-mula yang dominan adalah sel-sel
polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena adanya
bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya fusi pleura dapat menimbulkan
beberapa perubahan fisik antara lain: Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi
pernapasan meningkat, pergerakan dada asimetris, dada yang lebih cembung,
fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal - hal diatas ada perubahan lain
yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru
yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
7
2.5 Tanda dan Gejala Efusi Pleura
Tanda dan gejala yang ditimbulkan dari efusi pleura berdasarkan penyebabnya
adalah :
a. Batuk
b. Sesak napas
c. Nyeri pleuritis
d. Rasa berat pada dada
e. Berat badan menurun
f. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, mengigil, dam nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkolosis) banyak
keringat, batuk.
g. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
h. Pada pemeriksaan fisik :
Inflamasi dapat terjadi friction rub
Atelektaksis kompresif (kolaps paru parsial ) dapat menyebabkan bunyi
napas bronkus.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan.
Focal fremitus melemah pada perkusi didapati pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis damoiseu).
8
Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga
tersebut yang dapat berasal dari luaratau dalam paru-paru sendiri.
Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura
dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi
lateral dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.
Cairan dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva, karena terperangkap atau
terlokalisasi. Keadaan in sering terdapat pada daerah bawah paru-paru yang berbatasan
dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan juga sebagai efusi
subpulmonik. Gambarnya pada sinar tembus sering terlihat sebagai diafragma yang
terangkat. Jika terdapat bayangan dengan udara dalam lambung, in cendrung
menunjukkan efusi subpulmonik sering terlihat sebagai bayangan garis tipis (fisura)
yang berdekatan dengan diafragma kanan. Untuk jelasnya bisa dilihat dengan foto dada
lateral dekubitus, sehingga gambaran perubahan efusi tersebut menjadi nyata.
Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus paru (biasanya
lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi parenkim lobus, bisa
juga mengumpul di daerah paramediastinal dan terlihat dalam foto sebagai fisura
interlobaris, bisa juga terdapat secara parallel dengan sisi jantung, sehingga terlihat
sebagai kardiomegali.
Cara seperti empiema dapat juga terlokalisasi. Gambaran yang terlihat adalah
sebagai bayangan dengan densitas keras di atas diafragma, keadaan ini sulit dibedakan
dengan tumor paru. Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah
terdorongnya mediastinum pada sis yang berlawanan dengan cairan. Di samping itu
gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadiya efusi pleura yakni bila
terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor, adanya densitas parenkim yang
lebih keras pada pneumonia atau abses paru.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan
dalam rongga pleura. Pemeriksaan in sangat membantu sebagai penuntun waktu
melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi yang terlokalisasi. Pemeriksaan
CT scan/dada dapat membantu. Adanya perbedaan densitas cairan dengan
jaringan sekitarnya, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura.
Pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.
9
2.7 Penatalaksanaan Efusi Pleura
Tujuan penatalaksanaan pada efusi pleura adalah paliasi atau mengurangi gejala.
Pilihan terapi harus tergantung pada prognosis, kejadian efusi berulang, dan keparahan
gejala pada pasien.
a. Thorakosintesis
Thorakosintesis diindikasikan untuk efusi pleura baru yang tidak tau
penyebabnya. Obeservasi dan optimal medical therapy (OMT) tanpa dilakukan
thorasentesis merupakan hal yang wajar dalam penanganan efusi pleura karena
gagal jantung atau setelah operasi CABG. Namun manifestasi lain (seperti
demam, pleuritis; radang selaput dada) atau kegagalan untuk menanggapi terapi
pada pasien harus segera dipertimbangkan dilakukan thorasentesis diagnostik.
b. Pemeriksaan laboratorium
Analisis cairan pleura, penampilan makroskopis cairan pleura harus
diperhatikan saat dilakukan thoracentesis, karena dapat menegakkan diagnosis.
Cairan bisa sifatnya serosa, serosanguineous (ternoda darah), hemoragik, atau
bernanah. Cairan berdarah (hemoragik) sering terlihat pada keganasan, emboli
paru dengan infark paru, trauma, efusi asbes jinak, atau sindrom cedera jantung.
Cairan purulen dapat dilihat pada empiema dan efusi lipid. Sebagai tambahan. bau
busuk dapat menyebabkan infeksi anaerob dan bau amonia menjadi urinothorax.
Karakterisasi cairan pleura sebagai transudat atau eksudat membantu
menyingkirkan diagnosis banding dan mengarahkan pemeriksaan selanjutnya.
c. Kimia darah
Pada pemeriksaan kimia darah konsentrasi glukosa dalam cairan pleura
berbanding lurus dengan kelainan patologi pada cairan pleura. Asidosis cairan
pleura (pH rendah berkorelasi dengan prognosis buruk dan memprediksi
kegagalan pleurodesis. Pada dugaan infeksi pleura, pH kurang dari 7,20 harus
diobati dengan drainase pleura. Amilase cairan pleura meningkat jika rasio cairan
amilase terhadap serum pleura lebih besar dari 1,0 dan biasanya menunjukkan
penyakit pankreas, ruptur esofagus, dan efusi yang ganas.
d. Water Seal Drainage (WSD)
10
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala
subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu
dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan
efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian. Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai
pipa intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar
atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya
dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik.
Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak
berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan
pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang
dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
1) Memposisikan klien semi fowler Yaitu dengan posisi setengah duduk dengan
posisi 45° yang bertujuan untuk memberikan rasa nyaman.
2) Melakukan latihan napas dalam Yang bertujuan untuk membebaskan dari
gangguan ventilasi
3) Memonitor pola napas, suara napas tambahan, kecepatan, kedalaman dan
kesulitan saat bernapas.
4) Berkolaborasi pemberian terapi obat Jika agen penyebab efusi pleura adalah
kuman atau bakteri maka dapat menggunakan antibiotik.
5) Perkusi toraks anterior dan posterior mulai dari apeks sampai basis paru.
6) Monitor keluhan sesak napas pasien termasuk kegiatan yang dapat meningkatkan
rasa sesak napas pada pasien.
11
hambatan mekanis yang brat pada jaringan- jaringan yang berada dibawahnya dan
harus segera dilakukan pembedahan.
2. Atelectasis
Atelectasis merupakan pengembangan paru-peru yang tidak sempurna di
sebabkan karena adanya penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis
Fibrosis paru merupakan suatu keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis dapat timbul akibat proses
perbaikan jaringan sebagai lanjutan dari sebuah penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura atelaktasis yang berkepanjangan dapat juga
menyebabkan pergantian jaringan baru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan
pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang
dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll (Pranita, 2020).
Pleura adalah lapisan tipis jaringan yang melapisi paru-paru dan bagian dalam dinding
dada.
Penyakit pleura terkait dengan gangguan atau infeksi yang mempengaruhi
jaringan ini. Salah satu penyakit yang umum terjadi pada pleura adalah pleuritis atau
peradangan pleura. Beberapa penyakit pleura lainnya termasuk:
Efusi pleura: Terjadi ketika cairan berlebihan menumpuk di antara lapisan pleura.
Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi, peradangan, trauma, gagal jantung, atau kanker.
Pneumothorax: Terjadi ketika udara masuk ke dalam rongga pleura,
menyebabkan kolapsnya paru-paru. Pneumothorax dapat disebabkan oleh trauma,
robekan pada pleura, atau dalam beberapa kasus, muncul tanpa sebab yang jelas.
Hemotoraks: Kondisi di mana darah mengumpul di antara lapisan pleura akibat
cedera atau pendarahan internal. Biasanya disebabkan oleh trauma, pecahnya
pembuluh darah, atau penyakit lain seperti kanker.
Mesotelioma: Ini adalah jenis kanker yang menyerang lapisan pleura atau
peritoneum (lapisan yang melapisi rongga perut). Biasanya disebabkan oleh paparan
asbes dan dapat mempengaruhi pernapasan dan fungsi paru-paru.
Pleuradesis: Prosedur medis yang dilakukan untuk mengobati efusi pleura yang
berulang atau kronis. Tujuannya adalah untuk menempelkan lapisan pleura bersama-
sama menggunakan bahan kimia atau melalui prosedur bedah.
Penting untuk mendiskusikan gejala dan tanda-tanda yang Anda alami dengan
dokter untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit pleura dengan tepat.
13
3.2 Saran
Demikian makalah ini saya paparkan, semoga bermanfaat dan berguna bagi kita
semua. Saya sebagai penulis mohon saran dan kritikannya guna untuk
menyempunakan tugas makalah ini, karena saya menyadari bahwa tugas saya kurang
dari kesempurnaan.
14
DAFTAR PUSTAKA
15