Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MODUL 17

SKENARIO 2
“KULIT DAN JARINGAN PENUNJANG”

DISUSUN OLEH
NAMA : Nurul Najib
NPM : 71210811089
KELOMPOK SGD : 15
TUTOR : dr. Atan Bestari, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
Lembar Penilaian Makalah

No Bagian yang Dinilai Skor Nilai

1 Ada Makalah 60

2 Kesesuaian dengan LO 0 – 10
3 Tata Cara Penulisan 0 – 10
4 Pembahasan Materi 0 – 10
5 Cover dan Penjilidan 0 – 10

Total

NB : LO = Learning Objective MEDAN, 17 Desember 2022


Dinilai Oleh :
Tutor

dr. Atan Bestari, M.Kes


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah modul 17 kulit dan jaringan penunjang ini
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
kegiatan Small Grup Discussion yang dipandu langsung oleh dr. Atan Bestari, M.Kes. Pada
modul kulit dan jaringan penunjang, skenario 2.

Makalah ini telah saya susun dengan semaksimal mungkin dan juga mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Atas
dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, akhirnya makalah ini
dapat diselesaikan.

Saya menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan
baik dari segi susunan kalimat, tata bahasanya maupun pembahasannya. Dan hanya kepada
Tuhanlah kita harus memohon petunjuk karena Dialah yang mencukupi akal dan pikiran serta
daya dan upaya untuk membentuk sebuah makalah ini. Akhirnya penulis hanya berharap banyak
agar makalah ini bisa bermanfaat untuk seluruh Pembaca atau kalangan Umum lainnya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

MEDAN, 17 Desember 2022

NURUL NAJIB

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1


1.2 Skenario ........................................................................................................................ 1
1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
1.4 Tujuan Masalah ............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 3

2.1 Definisi Dermatitis Kontak Alergi ............................................................................... 3


2.2 Etiologi Dermatitis Kontak Alergi ............................................................................... 3
2.3 Patofisiologi Dermatitis Kontak Alergi ........................................................................ 4
2.4 Gejala Klinis Dermatitis Kontak Alergi ....................................................................... 4
2.5 Diagnosis Dermatitis Kontak Alergi ............................................................................ 5
2.6 Diagnosis Banding ....................................................................................................... 6
2.7 Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Alergi .................................................................. 7

BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 9

3.1 Kesimpulan................................................................................................................... 9
3.2 Saran ............................................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dermatitis merupakan penyakit yang menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik berupa eritema, edema, papula, vesikel, skuama, dan likenifikasi.
Salah satu jenis dermatitis adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak adalah respon
terhadap pajanan bahan atau substansi tertentu, dapat berupa alergen maupun bahan
iritan. Peradangan akibat pajanan terhadap alergen disebut dermatitis kontak alergi
(DKA). Pajanan terhadap bahan iritan disebut dermatitis kontak iritan. Dermatitis kontak
iritan (DKI) adalah peradangan pada kulit yang dapat berupa eritema, edema, dan
scale/skuama. DKI merupakan respons nonspesifik kulit terhadap berbagai kerusakan
kimia dengan melepaskan mediator inflamasi terutama dari sel-sel epidermis.
Dalam kehidupan sehari-hari, iritan yang menyebabkan DKI meliputi air, deterjen,
berbagai pelarut, asam, basa, bahan adhesi, cairan bercampur logam, kosmetik, minyak
oles, dan substansi topikal lainnya. Sering bahan-bahan ini bekerja bersama untuk
merusak kulit. Iritan merusak kulit dengan cara memindahkan minyak dan pelembab dari
lapisan terluar, membiarkan iritan masuk lebih dalam, dan menyebabkan kerusakan lebih
lanjut dengan cara memicu proses inflamasi.
DKI masih belum banyak diketahui bila dibandingkan dengan dermatitis kontak
alergi (DKA). Kebanyakan artikel tentang dermatitis kontak cenderung membahas DKA.
Tidak ada uji diagnostik untuk DKI, sehingga diagnosis bersandar pada eksklusi penyakit
dermatitis lainnya. Dalam penatalaksanaan DKI, penting bagi penderita dan dokter untuk
mengetahui substansi yang menyebabkan penyakitnya tersebut sehingga dapat diberikan
terapi yang lebih efisien dan efektif.

1.2 Skenario
Seorang bapak M, berusia 35 tahun, seorang buruh bangunan datang ke poliklinik RS
FK – UISU dengan keluhan gatal dan kulit bersisik hampir di seluruh tubuh sejak 1 bulan
dan semakin memberat 1 minggu ini. Dari hasil anamnesis dokter didapatkan keluhan

1
berawal setelah bapak tersebut pulang dari kerja dan merasa gatal – gatal di tangan, lengan
atas dan leher. Keesokan harinya timbul bercak kemerahan, bintil – bintil merah, kemudian
bintil berisi cairan. Karena sangat gatal bapak tersebut mengoleskan minyak tradisional
kedaerah kulit yang gatal, tetapi penyakit tidak berkurang. Bintil – bintil yang timbul
semakin banyak dan menyebar sampai wajah dan seluruh tubuh.
Selain dijumpai gatal, bintil – bintil, bintil berair, sebagian kulit mengalami bersisik
dan mengelupas serta terasa kering dan kaku. Karena gatal tidak berkurang bapak tersebut
sering menggaruk kulitnya dengan sisir sehingga kulit menjadi menebal, mengelupas dan
luka seperti sekarang.
Selama ini bapak tersebut tidak ada atau kurang memperhatikan apakah ada riwayat
alergi. Dari hasil kesimpulan dokter mendiagnosa pasien tersebut dengan dermatitis kontak
alergi dan di differential diagnose dengan penyakit eritroskuamosa.

1.3 Rumusan Masalah


• Etiologi Dermatitis ?
• Klasifikasi Dermatitis ?
• Patofisiologi Dermatitis ?
• Tanda dan Gejala Dermatitis ?
• Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Dermatitis ?
• Differential Diagnosa dan Diagnosa Dermatitis ?
• Tatalaksana Dermatitis ?

1.4 Tujuan Masalah


Mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan:
 Etiologi Dermatitis.
 Klasifikasi Dermatitis.
 Patofisiologi Dermatitis.
 Tanda dan Gejala Dermatitis.
 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Dermatitis.
 Differential Diagnosa dan Diagnosa Dermatitis.
 Tatalaksana Dermatitis.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Dermatitis Kontak Alergi


Dermatitis kontak iritan adalah jenis dermatitis yang berupa efek sitotosik lokal
langsung dari bahan iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada
dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah tangan dan pada individu atopik
menderita gejala yang lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah bahan yang
menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa proses sensitisasi.
Dermatitis kontak iritan dapat dibagi menjadi dua, yaitu oleh karena iritan absolut
dan relatif. DKI oleh karena iritan absolut biasanya timbul seketika setelah berkontak
dengan iritan, dan semua orang akan terkena. Sedangkan dermatitis kontak karena iritan
relatif dapat timbul sesudah pemakaian bahan yang lama dan berulang, dan seringkali
baru timbul bila ada faktor fisik berupa abrasi, trauma kecil dan maserasi, oleh karena
itu sering disebut traumatic dermatitis. Kelainan yang timbul biasanya berupa
hiperpigmentasi, hiperkeratosis, likenifikasi, fisura, dan kadang-kadang eritema dan
vesikel.

2.2 Etiologi Dermatitis Kontak Alergi


Bahan-bahan iritan yang dapat digolongkan sebagai penyebab DKI antara lain
bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif,
enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah, dan bahan kimia
higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi
faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita.
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika
terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan
frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda
terhadap berbagai iritan. Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak, baik dengan
peningkatan hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan
air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah).
Riwayat atopik, personal hygiene, dan luas dari paparan menentukan kerentanan

3
seorang individu untuk terkena DKI. Efek dari iritan merupakan concentration-
dependent dan biasanya mengenai tempat primer kontak.

2.3 Patofisiologi Dermatitis Kontak Alergi


Ada 3 bentuk perubahan patofisiologi, yaitu kerusakan barrier kulit, kerusakan
seluler epidermis, dan pengeluaran sitokin. Dengan keluarnya sitokin pro inflamasi dari
sel-sel kulit, terutama keratinosit, menyebabkan inflamasi sebagai respon terhadap
pajanan bahan-bahan iritan.
Banyak bahan kimia dengan konsentrasi dan waktu pajanan tertentu yang dapat
bertindak mengiritasi kulit. Kebanyakan penyakit ini menurut data epidemiologi
disebabkan oleh pajanan zat-zat iritan dalam konsentrasi rendah namun berulang, yang
diistilahkan sebagai dermatitis kontak iritan kumulatif. Bahan pelarut adalah salah satu
substansi yang menyebabkan iritasi karena substansi ini menghilangkan kandungan
lemak dan minyak dari kulit, padahal lapisan lemak ini adalah barrier kulit dari trauma
sekaligus menjaga kelembapan kulit, hal ini mengakibatkan peningkatan penguapan air
secara transepidermal dan meningkatkan ambang sensitivitas kulit terhadap pajanan
bahan toksik, bahkan substansi yang sebelumnya dapat ditoleransi dengan baik.

2.4 Gejala Klinis Dermatitis Kontak Alergi


Dua bentuk DKI didasarkan pada penyebabnya, yaitu DKI oleh karena fisik dan
DKI oleh karena bahan kimia. DKI oleh karena fisik contohnya friksi, prolong rubbing,
dan pakaian yang kasar. DKI oleh karena bahan kimia contohnya alkohol, latex,
kerosene, dan alkali.
Beberapa penggolongan DKI berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor individu
serta lingkungan antara lain :
1. DKI akut
Iritan kuat seperti asam sulfat dan HCl menghasilkan reaksi yang cepat
begitu kontak terjadi. Kulit terasa pedih, panas, lesi tampak berupa eritema,
edema, bula, dan nekrosis dengan pinggir berbatas tegas dan asimetris.
2. DKI akut lambat

4
Gambaran sama dengan DKI akut namun baru muncul 8-24 jam atau
lebih setelah kontak. Dermatitis venenata merupakan salah satu contoh tipe ini.
3. DKI kumulatif
DKI ini termasuk tipe kronis. Hal ini didasarkan pada kontak berulang-
ulang dengan iritan lemah. Kelainan tampak setelah bermingu-minggu hingga
bertahun-tahun. gambaran berupa kulit kering, eritema, skuama, dan
hyperkeratosis. DKI tipe ini yang sering berhubungan dengan dermatitis akibat
kerja.
4. DKI iritan
Bentuk subklinik pada seseorang yang terpajan pekerjaan basah, seperti
penata rambut, kelainan juga cenderung monomorf seperti skuama, vesikel,
pustul, dan erosi.
5. DKI traumatik
Kelainan kulit setelah trauma panas atau laserasi. Bentuknya dermatitis
numularis dengan masa penyembuhan kira-kira 6 minggu.
6. DKI subyektif
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa perih atau seperti
terbakar. Disebut juga DKI sensori.
7. DKI noneritematosa
DKI dengan fungsi sawar stratum korneum tanpa kelainan secara klinis.

2.5 Diagnosis Dermatitis Kontak Alergi


Langkah-langkah penegakan diagnosis untuk penyakit dermatitis kontak iritan
antara lain :
1. Anamnesis
 Anamnesis terarah tentunya diperlukan untuk mengeksplor riwayat
pajanan terhadap bahan atau substansi kimia tertentu.
 Onset penyakit sangat penting ditanyakan untuk mengetahui tipe
dermatitis kontak iritan. Onset penyakit sampai timbulnya gejala klinis
dalam hitungan menit sampai jam tergolong tipe simpel akut. Tipe akut
lambat biasanya dalam hitungan 8-24 jam. Tipe kumulatif cenderung

5
merupakan konsekuensi dari pajanan berulang dengan konsentrasi
substansi yang rendah. Penting juga menyertai riwayat keluarga atau
orang di sekitar yang juga mengalami gejala yang sama. Riwayat atopik
dan alergi juga ditanyakan.
2. Pemeriksaam klinis
Pemeriksaan klinis sangat penting untuk mengeksklusi pernyakit lain.
Menentukan lokasi dan efloresensi dengan jelas. Biasanya tempat predileksi
DKI adalah pada tangan dan lengan. Pemeriksaan tubuh secara menyeluruh
sangat dianjurkan untuk melihat lesi di tempat-tempat tertentu
3. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan penunjang seperti patch test dapat dilakukan untuk eksklusi
dermatitis kontak alergi.
 Karena tes diagnostik untuk DKI tidak ada, maka untuk pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan patch test untuk mengeksklusi dermatitis
kontak alergi dan dapat dilakukan pemeriksaan KOH untuk mengeksklusi
penyakit jamur
4. Pemeriksaan histopatologis
Penunjang diagnostik yang akurat salah satunya adalah histopatologis.
Didapatkan gambaran intraselular edema atau spongiosis. Spongiosis tidak
begitu tampak jelas pada dermatitis kontak alergi. Gambaran parakeratosis juga
bisa muncul pada dermatitis kontak iritan kronik disertai hiperplasia sedang
sampai berat, dan pemanjangan rete ridges

2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari dermatitis kontak iritan adalah dermatitis kontak alergi
dan dermatitis atopik.
Perlu dibandingkan DKI dengan DKA dan dermatitis atopik sebab terkadang
memberi gambaran klinis yang mirip satu sama lain.
 DKA
Dermatitis kontak alergi disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan yang
bersifat alergen. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul,

6
likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis karena mungkin penyebabnya
juga campuran. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah
penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang
yang kulitnya sangat peka (hipersensitif).
 Dermatitis atopik
o Pada gambaran klinis terdapat vesikel-vesikel dan papul-papul serta
eritem, untuk membedakan dengan dermatitis kontak iritan, pada
dermatitis atopik mempunyai tiga tanda khas yaitu :
(a) Pruritus.
(b)Morfologi dan distribusi khas pada wajah (khusus pada anak) dan
daerah lipatan kulit (fosa kubiti, fosa poplitea, leher, dan
pergelangan tangan).
(c) Cenderung menjadi kronis kambuh.
o Pada dermatitis atopik juga didapatkan riwayat atopik (rhinitis alergi,
asma bronkial),dan pada pemeriksaan penunjang di temukan eosinofilia
dan peningkatan kadar IgE, sedangkan pada dermatitis kontak iritan tidak
terdapat riwayat atopik.

2.7 Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Alergi


1. Prinsip penatalaksanaan pada DKI ada 3, yaitu penghentian pajanan terhadap
bahan iritan yang dicurigai, perlindungan bagian 10 tubuh yang terpapar, dan
penggantian bahan iritan dengan yang tidak bersifat iritan.
2. Medikamentosa
 Penatalaksanaan dermatitis iritan tipe akut dapat secara simtomatis.
Penggunaan hand rub berbasis alkohol dengan kandungan berbagai
macam emollient dapat dilakukan untuk mengurangi kerusakan kulit,
kekeringan, dan iritasi.
 Terapi medikamentosa untuk dermatitis kontak iritan mempunyai
beberapa prinsip, seperti, emollient, menghindari iritasi, dan krim yang
mengandung dimethicone adalah terapi yang digunakan sebagai

7
mainstay. Agen-agen terapeutik yang mengandung propilen glikol dan
urea dapat mengakibatkan inflamasi sehingga harus dihindari sebagai
terapi.
 Pengobatan sistemik dapat diberikan antihistamin sebagai efek anti
pruritus.
 Topikal kortikosteroid digunakan sebagai antiinflamasi, supresi aktivitas
mitotik, dan vasokonstriksi. Efek steroid juga dapat mensupresi
pengeluaran histamine, sehingga bisa juga sebagai antipruritus.
3. KIE kepada pasien terutama dalam hal penggunaan dan pajanan bahan iritan
sehari-hari, seperti :
 Pendidikan kepada pekerja suatu perusahaan tentang penggunaan alat dan
akibat buruk yang mungkin terjadi kalo terpajan.
 Jika pasien adalah pekerja yang sering kontak dengan bahan-bahan iritan,
dapat memberikan edukasi ke pasien dan perusahaan tempatnya bekerja
berupa pencegahan seperti pemakaian masker, sarung tangan, perawatan
kulit sehari-hari terutama yang mempunyai kulit sensitif.
 Penggunaan bahan-bahan iritan di dalam rumah tangga sehari-hari seperti
detergent, larutan pembersih, kosmetik, dan obat-obatan topikal tertentu
juga harus dipantau, jika terjadi reaksi akut, maka penghentian
pemakaian substansi tersebut harus segera dilakukan dan segera
menghubungi pelayanan kesehatan setempat.
 Pelaksanaan uji tempel pada calon pekerja, sehingga dapat menempatkan
pekerja di bagian yang tidak kontak dengan bahan iritan.
 Pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkala kepada para pekerja.
 Dalam penggunaan bahan-bahan tertentu di dalam keseharian di rumah
dan jangan menggunakan bahan yang sensitif terhadap kulit.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dermatitis kontak iritan adalah peradangan pada kulit sebagai respon terhadap
bahan iritan yang terpajan pada kulit. Dalam kasus ini bahan iritan pemicunya adalah
minyak oles sumbawa. Lokasi penyakit ini biasanya di lengan, tangan, dan di daerah
berkulit sensitif, seperti kasus ini yaitu pada kulit penis. Timbul kelainan berupa makula
eritema, fissure, dan erosi merupakan gambaran klinis DKI. Tidak ada penunjang
diagnostik untuk DKI, biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan riwayat terpajan
kontak iritan dan gambaran efloresensi yang sesuai dengan DKI. Prinsip terapi DKI
adalah penghentian pajanan bahan pemicu, terapi simtomatis berupa antihistamin
sebagai antipruritus, krim campuran steroid sebagai antiinflamasi dan antibiotik topikal
untuk mencegah infeksi sekunder pada daerah yang erosi dan fissure. KIE pasien
dengan penghentian bahan iritan sangat penting untuk mencegah timbulnya pajanan
berulang dan komplikasi.

3.2 Saran
Demikian makalah ini saya paparkan, semoga bermanfaat dan berguna bagi kita
semua. Saya sebagai penulis mohon saran dan kritikannya guna untuk
menyempunakan tugas makalah ini, karena saya menyadari bahwa tugas saya kurang
dari kesempurnaan.

9
DAFTAR PUSTAKA
1. Bourke J, Coulson I, English J. Guideline for the Contact Dermatitis: an Update. British
Journal of Dermatology. England; 2008. p. 946-55.
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of the Skin Clinical
Dermatology. 10th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. h.91-112.
3. Morris A. ABC of Allergology: Contact Dermatitis. Current Allergy and Clinical
Immunology. 2004; 17: 190-191.
4. Racheva S. Etiology of Common Contact Dermatitis. Journal of IMAB. 2006; 3: 14- 17.
5. Sanja, Maaike J, Maarten M. Individual Susceptibility to Occupational Contact
Dermatitis. Industrial Health. 2009; 47: 469-478.
6. Scheman AJ. Contact Dermatitis. In: Grammer LC, Greenberger PA (eds). Patterson’s
Allergic Disease. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002. h. 387-401.
7. . Schnuch A, Aberer W, Agathos M, Becker D, Brasch J, Elsner P, Frosch PJ, Fuchs T,
Geier J, Hillen U, Loffler H, Mahler V, Richter G, Szliska C. Patch Testing with Contact
Allergens. JDDG; 2008: 9: 770-775.
8. Wolff K. Dermatitis. In: Goldsmith, Lowell A., Stephen Katz, Barbara G., K.Wolff, Amy
Paller. Fitzpatrick’s Color Atlas & Dermatology in General Medicine 8th ed. Singapore;
2012.

10

Anda mungkin juga menyukai