SKENARIO 2
“KULIT DAN JARINGAN PENUNJANG”
DISUSUN OLEH
NAMA : Nurul Najib
NPM : 71210811089
KELOMPOK SGD : 15
TUTOR : dr. Atan Bestari, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
Lembar Penilaian Makalah
1 Ada Makalah 60
2 Kesesuaian dengan LO 0 – 10
3 Tata Cara Penulisan 0 – 10
4 Pembahasan Materi 0 – 10
5 Cover dan Penjilidan 0 – 10
Total
Assalamualaikum.Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah modul 17 kulit dan jaringan penunjang ini
tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
kegiatan Small Grup Discussion yang dipandu langsung oleh dr. Atan Bestari, M.Kes. Pada
modul kulit dan jaringan penunjang, skenario 2.
Makalah ini telah saya susun dengan semaksimal mungkin dan juga mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Atas
dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, akhirnya makalah ini
dapat diselesaikan.
Saya menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan
baik dari segi susunan kalimat, tata bahasanya maupun pembahasannya. Dan hanya kepada
Tuhanlah kita harus memohon petunjuk karena Dialah yang mencukupi akal dan pikiran serta
daya dan upaya untuk membentuk sebuah makalah ini. Akhirnya penulis hanya berharap banyak
agar makalah ini bisa bermanfaat untuk seluruh Pembaca atau kalangan Umum lainnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
NURUL NAJIB
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii
3.1 Kesimpulan................................................................................................................... 9
3.2 Saran ............................................................................................................................. 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Skenario
Seorang bapak M, berusia 35 tahun, seorang buruh bangunan datang ke poliklinik RS
FK – UISU dengan keluhan gatal dan kulit bersisik hampir di seluruh tubuh sejak 1 bulan
dan semakin memberat 1 minggu ini. Dari hasil anamnesis dokter didapatkan keluhan
1
berawal setelah bapak tersebut pulang dari kerja dan merasa gatal – gatal di tangan, lengan
atas dan leher. Keesokan harinya timbul bercak kemerahan, bintil – bintil merah, kemudian
bintil berisi cairan. Karena sangat gatal bapak tersebut mengoleskan minyak tradisional
kedaerah kulit yang gatal, tetapi penyakit tidak berkurang. Bintil – bintil yang timbul
semakin banyak dan menyebar sampai wajah dan seluruh tubuh.
Selain dijumpai gatal, bintil – bintil, bintil berair, sebagian kulit mengalami bersisik
dan mengelupas serta terasa kering dan kaku. Karena gatal tidak berkurang bapak tersebut
sering menggaruk kulitnya dengan sisir sehingga kulit menjadi menebal, mengelupas dan
luka seperti sekarang.
Selama ini bapak tersebut tidak ada atau kurang memperhatikan apakah ada riwayat
alergi. Dari hasil kesimpulan dokter mendiagnosa pasien tersebut dengan dermatitis kontak
alergi dan di differential diagnose dengan penyakit eritroskuamosa.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
seorang individu untuk terkena DKI. Efek dari iritan merupakan concentration-
dependent dan biasanya mengenai tempat primer kontak.
4
Gambaran sama dengan DKI akut namun baru muncul 8-24 jam atau
lebih setelah kontak. Dermatitis venenata merupakan salah satu contoh tipe ini.
3. DKI kumulatif
DKI ini termasuk tipe kronis. Hal ini didasarkan pada kontak berulang-
ulang dengan iritan lemah. Kelainan tampak setelah bermingu-minggu hingga
bertahun-tahun. gambaran berupa kulit kering, eritema, skuama, dan
hyperkeratosis. DKI tipe ini yang sering berhubungan dengan dermatitis akibat
kerja.
4. DKI iritan
Bentuk subklinik pada seseorang yang terpajan pekerjaan basah, seperti
penata rambut, kelainan juga cenderung monomorf seperti skuama, vesikel,
pustul, dan erosi.
5. DKI traumatik
Kelainan kulit setelah trauma panas atau laserasi. Bentuknya dermatitis
numularis dengan masa penyembuhan kira-kira 6 minggu.
6. DKI subyektif
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa perih atau seperti
terbakar. Disebut juga DKI sensori.
7. DKI noneritematosa
DKI dengan fungsi sawar stratum korneum tanpa kelainan secara klinis.
5
merupakan konsekuensi dari pajanan berulang dengan konsentrasi
substansi yang rendah. Penting juga menyertai riwayat keluarga atau
orang di sekitar yang juga mengalami gejala yang sama. Riwayat atopik
dan alergi juga ditanyakan.
2. Pemeriksaam klinis
Pemeriksaan klinis sangat penting untuk mengeksklusi pernyakit lain.
Menentukan lokasi dan efloresensi dengan jelas. Biasanya tempat predileksi
DKI adalah pada tangan dan lengan. Pemeriksaan tubuh secara menyeluruh
sangat dianjurkan untuk melihat lesi di tempat-tempat tertentu
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti patch test dapat dilakukan untuk eksklusi
dermatitis kontak alergi.
Karena tes diagnostik untuk DKI tidak ada, maka untuk pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan patch test untuk mengeksklusi dermatitis
kontak alergi dan dapat dilakukan pemeriksaan KOH untuk mengeksklusi
penyakit jamur
4. Pemeriksaan histopatologis
Penunjang diagnostik yang akurat salah satunya adalah histopatologis.
Didapatkan gambaran intraselular edema atau spongiosis. Spongiosis tidak
begitu tampak jelas pada dermatitis kontak alergi. Gambaran parakeratosis juga
bisa muncul pada dermatitis kontak iritan kronik disertai hiperplasia sedang
sampai berat, dan pemanjangan rete ridges
6
likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis karena mungkin penyebabnya
juga campuran. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah
penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang
yang kulitnya sangat peka (hipersensitif).
Dermatitis atopik
o Pada gambaran klinis terdapat vesikel-vesikel dan papul-papul serta
eritem, untuk membedakan dengan dermatitis kontak iritan, pada
dermatitis atopik mempunyai tiga tanda khas yaitu :
(a) Pruritus.
(b)Morfologi dan distribusi khas pada wajah (khusus pada anak) dan
daerah lipatan kulit (fosa kubiti, fosa poplitea, leher, dan
pergelangan tangan).
(c) Cenderung menjadi kronis kambuh.
o Pada dermatitis atopik juga didapatkan riwayat atopik (rhinitis alergi,
asma bronkial),dan pada pemeriksaan penunjang di temukan eosinofilia
dan peningkatan kadar IgE, sedangkan pada dermatitis kontak iritan tidak
terdapat riwayat atopik.
7
mainstay. Agen-agen terapeutik yang mengandung propilen glikol dan
urea dapat mengakibatkan inflamasi sehingga harus dihindari sebagai
terapi.
Pengobatan sistemik dapat diberikan antihistamin sebagai efek anti
pruritus.
Topikal kortikosteroid digunakan sebagai antiinflamasi, supresi aktivitas
mitotik, dan vasokonstriksi. Efek steroid juga dapat mensupresi
pengeluaran histamine, sehingga bisa juga sebagai antipruritus.
3. KIE kepada pasien terutama dalam hal penggunaan dan pajanan bahan iritan
sehari-hari, seperti :
Pendidikan kepada pekerja suatu perusahaan tentang penggunaan alat dan
akibat buruk yang mungkin terjadi kalo terpajan.
Jika pasien adalah pekerja yang sering kontak dengan bahan-bahan iritan,
dapat memberikan edukasi ke pasien dan perusahaan tempatnya bekerja
berupa pencegahan seperti pemakaian masker, sarung tangan, perawatan
kulit sehari-hari terutama yang mempunyai kulit sensitif.
Penggunaan bahan-bahan iritan di dalam rumah tangga sehari-hari seperti
detergent, larutan pembersih, kosmetik, dan obat-obatan topikal tertentu
juga harus dipantau, jika terjadi reaksi akut, maka penghentian
pemakaian substansi tersebut harus segera dilakukan dan segera
menghubungi pelayanan kesehatan setempat.
Pelaksanaan uji tempel pada calon pekerja, sehingga dapat menempatkan
pekerja di bagian yang tidak kontak dengan bahan iritan.
Pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkala kepada para pekerja.
Dalam penggunaan bahan-bahan tertentu di dalam keseharian di rumah
dan jangan menggunakan bahan yang sensitif terhadap kulit.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dermatitis kontak iritan adalah peradangan pada kulit sebagai respon terhadap
bahan iritan yang terpajan pada kulit. Dalam kasus ini bahan iritan pemicunya adalah
minyak oles sumbawa. Lokasi penyakit ini biasanya di lengan, tangan, dan di daerah
berkulit sensitif, seperti kasus ini yaitu pada kulit penis. Timbul kelainan berupa makula
eritema, fissure, dan erosi merupakan gambaran klinis DKI. Tidak ada penunjang
diagnostik untuk DKI, biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan riwayat terpajan
kontak iritan dan gambaran efloresensi yang sesuai dengan DKI. Prinsip terapi DKI
adalah penghentian pajanan bahan pemicu, terapi simtomatis berupa antihistamin
sebagai antipruritus, krim campuran steroid sebagai antiinflamasi dan antibiotik topikal
untuk mencegah infeksi sekunder pada daerah yang erosi dan fissure. KIE pasien
dengan penghentian bahan iritan sangat penting untuk mencegah timbulnya pajanan
berulang dan komplikasi.
3.2 Saran
Demikian makalah ini saya paparkan, semoga bermanfaat dan berguna bagi kita
semua. Saya sebagai penulis mohon saran dan kritikannya guna untuk
menyempunakan tugas makalah ini, karena saya menyadari bahwa tugas saya kurang
dari kesempurnaan.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Bourke J, Coulson I, English J. Guideline for the Contact Dermatitis: an Update. British
Journal of Dermatology. England; 2008. p. 946-55.
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of the Skin Clinical
Dermatology. 10th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. h.91-112.
3. Morris A. ABC of Allergology: Contact Dermatitis. Current Allergy and Clinical
Immunology. 2004; 17: 190-191.
4. Racheva S. Etiology of Common Contact Dermatitis. Journal of IMAB. 2006; 3: 14- 17.
5. Sanja, Maaike J, Maarten M. Individual Susceptibility to Occupational Contact
Dermatitis. Industrial Health. 2009; 47: 469-478.
6. Scheman AJ. Contact Dermatitis. In: Grammer LC, Greenberger PA (eds). Patterson’s
Allergic Disease. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002. h. 387-401.
7. . Schnuch A, Aberer W, Agathos M, Becker D, Brasch J, Elsner P, Frosch PJ, Fuchs T,
Geier J, Hillen U, Loffler H, Mahler V, Richter G, Szliska C. Patch Testing with Contact
Allergens. JDDG; 2008: 9: 770-775.
8. Wolff K. Dermatitis. In: Goldsmith, Lowell A., Stephen Katz, Barbara G., K.Wolff, Amy
Paller. Fitzpatrick’s Color Atlas & Dermatology in General Medicine 8th ed. Singapore;
2012.
10