OLEH
Kelompok: 6
Kelas/Semester: A/IV
Penulis menyadari, makalah yang penulis tulis ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangunakan penulis nantikan dengan kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................
1.3 Tujuan.............................................................................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................................................
4.2 Saran................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis merupakan reaksi peradangan pada kulit yang disebabkan oleh kontak
dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor oksogen berupa bahan-bahan iritan
(kimiawi, fisik, maupun biologi) dan factor endogen (faktorgenetik) meliputi: usia,
ras, jenis kelamin, dan riwayat atopi. Dermatitis ini merupakan salah satu penyakit
kulit yang ditandai dengan peradangan kulit yang mempunyai ciri-ciri meliputi: rasa
gatal, kemerahan, skuama, dan vesikel (Nurga et al, 2018).
Gejala Klasik pada Dermatitis berupa kulit kering, eritme, skuama, lambat laut
kulit tebal dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila berlangsung lama
dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura. Adakalanya kelianan yang berupa
kulit kering dan skuama tanpa eritme, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah
kelianan dirasakan menggangu, baru mendapat perhatian. Sekitar 80-90 % kasus
dermatitis disebabkan oleh paparan bahan kimia dan pelarut. Inflamasi dapat terjadi
setelah satu kali pemaparan ataupun pemaparan berulang. Dermatitis yang terjadi
setelah pemaparan biasanya disebabkan oleh iritan yang kuat, seperti asam kuat, basa
kuat, garam, logam berat, aldehid, bahan pelarut, senyawa aromatic, dan polisiklik.
Sedangkan, yang terjadi setelah pemaparan berulang disebut dermatitis kronis dan
biasanya oleh iritan lemah (Nurga et al, 2018).
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demartitis merupakan suatu peradangan pada lapisan atas kulit yang menyebabkan
rasa gatal. Pada umumnya dermatitis juga disertai dengan tanda-tanda seperti
terbentuknya bintik yang berisi cairan (bening atau nanah) dan bersisik (Djuanda,
2015).
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap terhadap pengaruh eksogen dan endogen yang menimbulkan kelainan klinis
berupa kemerahan dan keluhan gatal (Nuraga et al, 2018).
2.2 Klasifikasi Dermatitis
Dermatitis Kontak
Dermatitis Kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan atau
substansi yang menempel pada kulit. Dermatitis Kontak dibagi menjadi dua
macam DKA (Dermatitis Kontak Alergi) dan DKI (Dermatitis Kontak Iritan).
DKA dan DKI dapat bersifat akut maupun kronik. Dermatitis Kontak Iritan
(DKI) adalah kerusakan kulit yang tidak diketahui proses terjadinya kerusakan.
Dermatitis Kontak Alergi (DKA) adalah kelainan kulit yang terjadi pada
seseorang yang mengalami sensitifitas karena suatu allergen (Djuanda, 2015).
Dermatitis Atopik
Dermatitis Atopik adalah kelianan kulit yang umum terjadi pada kulit yang
sensitive dan riwayat anggota keluarga yang mengalami dermatitis. Kriteria
dermatitis atopic dibagi menjadi dua yaitu mayor dan minor. Kriteria mayor
yaitu rasa gatal yang hebat ditempat predileksi yang khas, tempat predileksi
merupakan hal yang paling penting dari pasien demartitis atopik. Wajah yang
biasanya sering terkena pada bayi, serta permukaan lengan dan kaki pada usia 8-
10 bulan. Sedangkan pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa daerah yang
ditemukan di daerah wajah dan leher. Kriteria minor yaitu terdapat tanda yang
kurang spesifik untuk menunjakan bahwa pasien mengalami dermatitis atopic
(Djuanda, 2015).
Dermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik (DS) merupakan dermatitis dengan distibusi terutama
di daerah yang kaya kelenjar sebasea. Lesi umumnya simetris, dimulai di daerah
yang berambut dan meluas meliputi scalp, alis, lipatnasobial, belakang telinga,
dada, aksila, dan daerah lipatan kulit. Komplikasi yang terjadi pada pasien
dermatitis yaitu kondisi kulit yang rusak akan menggangu penampilan dan
menimbulkan rasa percaya diri yang menurun. Infeksi kulit dapat disebabkan
oleh garukan yang berulang dan menyebabkan kerusakan kulit yang dapat
menimbulkan kemerahan pada area sekitar kulit yang terinfeksi dan terjadi
edema (Eliska, 2015).
2.3 Etiologi Dermatitis
1. Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab dermatitis kontak iritan biasanya pada bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, deterjen, minyakpelumas, asam alkali, larutan garam
konsentrat, plastik berat molekul atau bahan kimia higroskopik (Hussain et al.,
2017).
2. Dermatitis Kontak Allergen
Penyebab dermatitis kontal allergen biasanya disebabkan oleh kontak zat-zat
yang bersifat allergen seperti alergi obat, seafood, debu, dan bulu (Hussain et al.,
2017).
3. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopic timbul dari interaksi yang rumit antara factor genetik dan
factor lingkungan. Termasuk di antaranya adalah kerusakan barrier kulit
sehingga membuat kulit sehingga membuat kulit lebih mudah teriritasi dengan
sabun, udara, suhu, dan pencetus non spesifik lainnya (Lopez, dkk, 2019).
Etiologi dermatitis atopik (DA) diduga terkait dengan mutasi genetic dan
pengaruh lingkungan. Mutasi genetik menyebabkan reaksi hipersensitive
terhadap allergen tertentu. Sedangkan, pengaruh lingkungan berdasarkan
penelitian berperan sebagai faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan
seseorang terkena penyakit dermatitis atopik, antaranya factor sosioekonomi dan
demografi (Kim Bs, 2020).
4. Dermatitis Seboroik
Etiologi dermatitis seboroik (DS) masih belum jelas. Dermatitis seboroik
diketahui sebagai kulit multi faktorial yang membutuhkan factor predisposisi
endogen dan eksogen. Patogenik factor yang penting pada penyakitini salah
satunya adalah infeksi Malassezia. Selain itu dermatitis seboroik juga ditemukan
lebih banyak pada populasi yang mengalami supresi sistem imun. Misalnya pada
pasien dengan AIDS, keganasan, ataupun mengonsumsi steroid (Lopez, dkk,
2019).
Dermatitis seboroik juga dilaporkan lebih banyak ditemukan pada pasien
dengan penyakit neurologis dan pskiarti, misalnya penyakit Parkinson dan
depresi. Selain itu, juga lebih banyak ditemukan pada pasien dengan kelainan
genetik,seperti Down syndrome. Dermatitis seboroik juga diduga dipengaruhi
oleh paparan sinar matahari. Penyakit ini ditemukan lebih sering pada musim
dingin, dan berkurang denga paparan sinar matahari (Lopez, dkk, 2019).
2.4 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala awal pada penderita dermatitis adalah ditandai dengan adanya
radang (dolor) kemudian kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor) edema atau
pembekakan dan gangguan fungsi kulit (reaksi inflamasi). Selanjutnya batas kulit
tidak tegas dan terdapat lesi yang dapat timbul secara serentak atau berturut-turut
(Djuanda, 2015).
Gejala utama yang dirasakan pasien adalah gatal. Terkadang rasa gatal sudah
muncul sebelum ada tanda kemerahan pada kulit. Gejala kemerahan biasanya akan
muncul pada wajah, lutut, tangan dan kaki, namun tidak menutup kemungkinan
kemerahan muncul di daerah lain. Daerah yang terkena akan terasa sangat kering,
menebal, atau keropeng. Pada orang kulit putih, daerah ini pada mulanya akan
berwarna merahmu dalalu berubah menjadi cokelat. Sementara itu pada orang
dengan kulit lebih gelap, eksim akan mempengaruhi pigmen kulit sehingga daerah
eksim akan tampak lebih terang atau lebih gelap (Djuanda, 2015).
Dermatitis Atopik: Bisa terjadi pada bayi yang disebut eksim susu. Timbul di
sekitar pipi dan bibir. Sedangkan pada anak di jumpai didaerah lipatan siku.
Dermatitis Kontak: Pada bayi yang menggunakan popok sekali pakai bisa terkena
dermatitis kontak karena popok terlalu lembab dan kontak langsung dengan air
kemih berjam-jam sehingga timbul gejala kemerahan pada lipatan paha dan pantat
(Djuanda, 2015).
2.5 Patofisiologi
Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis ataupun
epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat allergen atau zat iritan. Zat tersebut
masuk ke dalam kulit yang kemudian menyebabkan hipersensitifitas pada kulit yang
terkena. Masa inkubasi sesudah terjadi sensitivitas permulaan terhadap suatu antigen
adalah 5-12 hari, sedangkan masa setelah terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam
(Djuanda, 2015).
Bahan iritan ataupun allergen yang termasuk kedalam kulit masuk merusak
lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan
mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel dermis maupun sel
epidermis sehingga menyebabkan kelainan kulit atau dermatitis dalam dermis terjadi
vasodilatasi dan sebukan sel mononuclear disekitar pembuluh darah dermis
bagianatas. Eksositosis di epidermis dimikut spongiosis dan edema intrasel, dan
akhirnya terjadi ekrosis epidermal. Pada keadaan berat kerusakan epidermis dapat
menimbulkan vesikel atau bula (Djuanda, 2015).
2.6 Patway
Dermatitis
Kelainan
kulit Gangguan citra
tubuh D.0083
Gangguan integritas
kulit/jaringan D.0129
2.7 PemeriksaanPenunjang
1. Darah : Hb, leukosit, trombosit, protein total, albumin
2. Penunjang : pemeriksaan histapologi
2.8 Komplikasi
Komlikasi yang terjadi pada pasien dengan dermatitis yaitu adanya kemerahan
pada luka dermatitis kemudia timbul kerak, basah berair, pecah-pecah, mengeluarkan
nanah atau ekskoiasi (Djuanda, 2015).
2.9 Penatalaksanaan
1. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan berperan sangat penting dalam pengelolaan kesehatn.
Pendidikan kesehatan atau sering disebut penkes dapat menjadi pencegahan
primer yang diberikan kepada sekelompok masyarakat yang beresiko tinggi
terhadap dermatitis. Pendidikan kesehatans ekunder diberikan kepada
sekelompok pasien dermatitis sedangkan untuk pencegahan tersier diberikan
kepada pasien yang sudah mengidap dermatitis (Muttagim, 2014).
2. Farmakologi
Pemberian salep pelembab atau anti histamin untuk mengurangi iritasi pada
luka dermatitis dan pemberian antibiotic untuk mengurangi rantai infeksi pada
luka tersebut. Krim atau salep kortikosteroid seperti hydrokortison bisa
mengurangi ruam dan mengendalikan rasa gatal. Antihidtamin (difenhidramin,
hidroksizin) bisa mengembalikan rasa gatal, terutama dengan efek sedatifnya
(Muttagim, 2014).
3. Menjaga Kebersihan
Menjaga kebersihan merupakan peranan penting dalam mencegah terjadinya
dermatitis, pasien yang kurang menjaga kebersihan mengakibatkan kuman dan
kotoran akan sangat mudah menempel pada badan yang lembab sehingga pada
lipatan tubuh akan terasa gatal (Muttagim, 2014).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, dll.
b. Keluhan
Keluhan yang dirasakan biasanya gatal, ruam kulit kemerahan, kulit kering dan
bersisik, kulit lecet atau melepuh, rasa sakit saat disentuh atau muncul rasa nyeri.
c. Pemeriksaan fisik
Melihat tampilan kulit yang diduga terkena dermatitis dan mempelajari pola dan
intensitas ruam pada kulit.
d. Pemeriksaan penunjang
1. Tes alergi melalui kulit, tes alergi melalui kulit dapat dilakukan dengan
tes tusuk maupun temple. Pada tes temple, dokter akan menempelkan
kertas yang mengandung beberapa zat alergi untuk mengidentifikasi
penyebab munculnya dermatitis kontak alergi. Setelah dua hari, kertas
dilepas dan reaksi pada kulit diperiksa
2. ROAT test atau tes iritasi. Pada pemeriksaan ini, pasien akan diminta
untuk mengoleskan zat tertentu pada bagian kulit yang sama, dua kali
sehari, selama 5 sampai 10 hari untuk melihat bagaimana reaksi.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Gangguan integritas kulit/jaringan b.d suhu lingkungan ekstrem d.d kerusakan
jaringan dan lapisan kulit D.0129
Nyeri akut b.d agen cedera fisiologi d.d tampak meringgis D.0077
Defisit pengetahuan b.d kurangnya terpapar informasi D.0111
Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh D.0083
3.3 Intervensi Keperawatan
Edukasi
Jelaskan tujuan
manajemen lingkungan
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dermatitis merupakan reaksi peradangan pada kulit yang disebabkan oleh kontak
dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor oksogen berupa bahan-bahan iritan
(kimiawi, fisik, maupun biologi) dan factor endogen (faktorgenetik) meliputi: usia, ras,
jenis kelamin, dan riwayat atopi. Dermatitis ini merupakan salah satu penyakit kulit yang
ditandai dengan peradangan kulit yang mempunyai ciri-ciri meliputi: rasa gatal,
kemerahan, skuama, dan vesikel (Nurga et al, 2018).
Gejala utama yang dirasakan pasien adalah gatal. Terkadang rasa gatal sudah muncul
sebelum ada tanda kemerahan pada kulit. Gejala kemerahan biasanya akan muncul pada
wajah, lutut, tangan dan kaki, namun tidak menutup kemungkinan kemerahan muncul di
daerah lain. Daerah yang terkena akan terasa sangat kering, menebal, atau keropeng. Pada
orang kulit putih, daerah ini pada mulanya akan berwarna merahmu dalalu berubah
menjadi cokelat. Sementara itu pada orang dengan kulit lebih gelap, eksim akan
mempengaruhi pigmen kulit sehingga daerah eksim akan tampak lebih terang atau lebih
gelap (Djuanda, 2015).
4.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa dapat mempelajari dan memahami tentang penyakit
dermatitis pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, A. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.
Eliska, N., Thaha, M A.,&Anwar, C. 2015. Faktor Risiko Pada Dermatitis Atopik
Berdasarkan data di Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit Anak RSU Dr. Soetomo
(Vol. 2,pp. 143-149).
Hussain, Z., Thu, H. E., Shuid, A. N., Kesharwani, P., Khan, S., & Hussain, F. 2017.
Phytotherapy potensial of natural herbal medicines for the treatment of mild-to-
severe atopic dermatitis: A review of human clinical studies.
Muttaqin, A., & Sari, K. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Integumen. Jakarta:
Salemba Medika.
Nuraga, W., Lestari, F., Kurniawidjaja, L. M., Mufidah, F. K., & Suradi, U. 2018. Kontak
Pada Pekerja Yang Terpajan Dengan Industri Cibitiung. Jawa Barat, 12(2), 63-
69.
Tim Pokja SDKI PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnosis. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Indonesia.
Tim Pokja SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI PPNI. (2018). Standar Luar Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia