Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENYAKIIT AKIBAT KERJA

“DERMATITIS”

DOSEN PENGAMPUH:

Ekawaty Prasetya, S.si., M.Kes

OLEH

KELOMPOK 2

1. Wimprid I. Bempa (811420034)


2. Fenadila Kanaila P. Bobihu (811420062)
3. Wa Ode Ninastiani (811420138)
4. Luthfita Datau (811420010)
5. Nabila Turani (811420091)

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat-Nya sehingga
tugas mata kuliah penyakit akibat kerja ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari ibu
Ekawaty Prasetya, S.si., M.Kes selaku dosen pengampuh mata kuliah penyakit akibat kerja .
Selain untuk memenuhi tugas makalah ini dibuat agar bisa menambah wawasan dan
pengetahuan bagi penyusun serta pembacanya.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangan
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Gorontalo, 19 September 2022

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................i
Daftar Isi.....................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................2

Bab II Pembahasan....................................................................................3
2.1 Definisi Dermatitis.................................................................................3
2.2 Klasifikasi Dermatitis.............................................................................3
2.3 Etiologi Dermatitis.................................................................................5
2.4 Manifestasi Klinis Dermatitis.................................................................5
2.5 Patofisiologi Dermatitis..........................................................................6
2.6 Faktor Resiko Dermatitis........................................................................7
2.7 Pemeriksaan Penunjang Dermatitis........................................................11
2.8 Komplikasi.............................................................................................12
2.9 Penatalaksanaan......................................................................................12

Bab III Penutup..........................................................................................15


3.1 Kesimpulan.............................................................................................15
3.2 Saran ......................................................................................................15

Daftar Pustaka............................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan bentuk
khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata ekzema untuk menjelaskan
inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari semua bentuk ekzema
adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, eczema numular 0,17%, dan
dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% daripenduduk.
Eksim atau Dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit yang mana
kulit tampak meradang dan iritasi. Keradangan ini bisa terjadi dimana saja namun yang
paling sering terkena adalah tangan dan kaki. Jenis eksim yang paling sering dijumpai
adalah eksim atopik atau dermatitis atopik. Gejala eksim akan mulai muncul pada masa
anak anak terutama saat mereka berumur diatas 2 tahun. Pada beberapa kasus, eksim
akan menghilang dengan bertambahnya usia, namun tidak sedikit pula yang akan
menderita seumur hidupnya. Dengan pengobatan yang tepat, penyakit ini dapat
dikendalikan dengan baik sehingga mengurangi angka kekambuhan.
Dimanapun lokasi timbulnya eksim, gejala utama yang dirasakan pasien adalah
gatal. Terkadang rasa gatal sudah muncul sebelum ada tanda kemerahan pada kulit.
Gejala kemerahan biasanya akan muncul pada wajah, lutut, tangan dan kaki, namun
tidak menutup kemungkinan kemerahan muncul di daerah lain.
Daerah yang terkena akan terasa sangat kering, menebal atau keropeng. Pada
orang kulit putih, daerah ini pada mulanya akan berwarna merah muda lalu berubah
menjadi cokelat. Sementara itu pada orang dengan kulit lebih gelap, eksim akan
mempengaruhi pigmen kulit sehingga daerah eksim akan tampak lebih terang atau lebih
gelap. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat makalah yang
berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Pada klien dengan Dermatitis”.

1.2 Rumusan masalah


Dari latar belakang dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian dari dermatitis?

2. Bagaimana etiologi dari dermatitis?

3. Apa saja klasifikasi dari dermatitis?

4. Bagaimana manifestasi klinis dari dermatitis?


1
5. Bagaimana patofisiologidermatitis?

6. Apa saja faktor risiko dermatitis?

7. Bagaimana pathway daridermatitis?

8. Bagaimana penatalaksanaannya?

9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dermatitis?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian daridermatitis

2. Untuk mengetahui bagaimana etiologi daridermatitis

3. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi daridermatitis

4. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis daridermatitis

5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologidermatitis

6. Untuk mengetahui faktor risiko dermatitis

7. Untuk mengetahui bagaimana pathway daridermatitis

8. Untuk mengetahui bagaimanapenatalaksanaannya

9. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatandermatitis

1.4 Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat


meningkatkan pengetahuan dan wawasan penyebabserta upaya pencegahan perforasi
esofagus agar terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.
2. Bagi Pembaca

Diharapkan bagi pembaca dapat mengetahui tentang perforasi esofagus


sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Dermatitis adalah peradangan pada kulit (inflamasi pada kulit) yang disertai
dengan pengelupasan kulit ari. Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan
dermis sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-resensi polimorfik (eritema, edema,papul,
vesikel, skuama, dan keluhan gatal).
Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis,
terutama kulit yang kering.Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan,
memerah, dan gatal pada kulit.Dermatitis tidak berbahaya, dalam arti
tidak membahayakan hidup dan tidak menular.Walaupun demikian, penyakit ini jelas
menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu. Dermatitis muncul dalam
beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala Dermatitis yang
muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada
berbeda.

2.2 Klasifikasi

1. DermatitisKontak

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang


menempel pada kulit.
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun
yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara
kulit memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol
yang meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi
pada kulit atau alergi. Contohnya sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih
lantai. Alergennya bisa berupa karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau
rumput.
2. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis
kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat
garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai ransangan
pruritogenik.

3
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan
dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah
pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini
memicu kita untuk menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul pada
pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang dari leher.
3. Dermatitis Seborrheic
Kulit terasa berminyak dan licin, melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua
alis, belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan
faktor keturunan, muncul saat kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang
menderita penyakit saraf seperti Parkinson.
4. DermatitisStasis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena(atau hipertensi
vena) tungkai bawah.
Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang
kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis
muncul ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan
kondisi kronis lain pada kaki juga menjadi penyebab.
5. Dermatitis Atopik
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau
penderita (D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial). kelainan kulit berupa papul
gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya
dilipatan(fleksural).
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-pecah.
Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya muncul
saat alergi dan seringkali muncul pada keluarga, yang salah satu anggota keluarga
memiliki asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau
berkurang tingkat keparahannya selama masa kecil dan dewasa.
6. Dermatitis Medikamentosa
Dermatitis medikamentosa memiliki bentuk lesi eritem dengan atau tanpa vesikula,
berbatas tegas, dapat soliter atau multipel. Terutama pada bibir, glans penis,
telapak tangan atau kaki. Penyebabnya dari obat-obatan yang masuk kedalam
tubuhmelaluimulut,suntikanatauanal.Keluhan utama pada penyakit biasanya

4
gatal dan suhu badan meninggi. Gejala dapat akut, subakut atau kronik. Untuk
lokalisasinya bisa mengenai seluruh tubuh. Apabila di bandingkan dengan
melasma bedanya yaitu plak hiperpigmentasi batas nya tidak tegas.

2.3 Etiologi

Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak di ketahui. Sebagian besar merupakan


respon kulit terhadap agen-agen, misaknya zat kimia, protein, bakteri dan fungus.
Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi adalah perubahan
kemampuan tubuh yang di dapat dan spesifik untukbereaksi.
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh: detergen,asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme
(contohnya: bakteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis
atopik.
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat
menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab
berbeda pula. Sering kali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim
menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin
mengalami selulit infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul
karena peradangan pada kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan
terasa panas saat disentuh dan selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan
tubuhnya tidak bagus.

2.4 Manifestasi Klinis

Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti


dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau
pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa).
Obyektif, biasanya batas kelainan tidak terdapt lesi polimorfi yang dapat timbul
scara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan eritema dan edema. Edema sangat
jelas pada kulit yang longgar misalya muka (terutama palpebra dan bibir) dan genetelia
eksterna. Infiltrasi biasanya terdiri atas papul.
Dermatitis basah berarti terdapat eksudasi. Disana-sini terdapat sumber
dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang
kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika disertai
infeksi. Dermatitis sika (kering) berarti tdiak madidans bila gelembung-gelumbung

5
mongering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Pada stadium
tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak
likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.

2.5 Patofisiologi

1. Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak alergik termasuk reaksi tipe IV ialah hipersenitivitas tipe


lambat. Patogenesisnya melalui dua fase yaitu fase indukdi (fase sensitisasi) dan
fase elisitasi.
Fase induksi ialah saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit
mengenal dan memberikan respon, memerlukan 2-3 minggu. Fase elesitasin ialah
saat terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbul
gejala klinis.
Pada fase induksi, hapten (proten tak lengkap) berfenetrasi ke dalam kulit
dan berikatan dengan protein barier membentuk anti gen yang lengkap. Anti gen
ini ditangkap dan diproses lebih dahulu oleh magkrofak dan sel Langerhans,
kemudian memacu reaksi limfoisit T yang belum tersensitasi di kulit, sehingga
terjadi sensitasi limposit T, melalui saluran limfe, limfosit yang telah tersensitasi
berimigrasi ke darah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensiasi dan berfoliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitasi secara
spesifik dan sel memori. Kemudian sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi,
sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh,
menyebabkan keadaan sensetivitas yang sama di seluruh kulit tubuh.
Pada fase elisitasi, terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama atau
serupa. Sel efektor yang telah tersensitisasi mengeluarkan limfokin yang mampu
menarik berbagai sel radang sehingga terjadi gejala klinis.
2. Neurodermatitis
Kelainan terdiri dari eritema, edema, papel, vesikel, bentuk numuler,
dengan diameter bervariasi 5 – 40 mm. Bersifat membasah (oozing), batas relatif
jelas, bila kering membentuk krusta. bagian tubuh.
3. Dermatitis Seiboroika
Merupakan penyakit kronik, residif, dan gatal. Kelainan berupa skuama
kering, basah atau kasar; krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi.
Tempat kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang telinga, lipatan mammae,
6
presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat paha dan skrotum. Pada kulit
kepala terdapat skuama kering dikenal sebagai dandruff dan bila basah
disebutpytiriasis steatoides ; disertai kerontokan rambut.
4. Dermatitis Statis
Akibat bendungan, tekanan vena makin meningkat sehingga memanjang
dan melebar. Terlihat berkelok-kelok seperti cacing (varises). Cairan intravaskuler
masuk ke jaringan dan terjadilah edema. Timbul keluhan rasa berat bila lama
berdiri dan rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk. Terjadi ekstravasasi eritrosit
dan timbul purpura. Bercak-bercak semula tampak merah berubah menjadi
hemosiderin. Akibat garukan menimbulkan erosi, skuama. Bila berlangsung lama,
edema diganti jaringan ikat sehingga kulit teraba kaku, warna kulit lebih hitam.
5. Dermatitis Atopik
Belum diketahui secara pasti. Histamin dianggap sebagai zat penting yang
memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin menghambat kemotaktis dan
emnekan produksi sel T. Sel mast meningkat pada lesi dermatitis atopi kronis. Sel
ini mempunyai kemampuan melepaskan histamin. Histamin sendiri tidak
menyababkan lesi ekzematosa. Kemungkinan zat tersebut menyebabkan prutisus
dan eritema, mungkin karena gerakan akibat gatal menimbulkan lesi ekzematosa.
Pada pasien dermatitis atopik kapasitas untuk menghasilkan IgE secara
berlebihan diturunkan secara genetik.
6. Dermatitis Medikamentosa
Faktor lingkungan merupakan factor terpenting. Alergi paling sering
menyerang pada saluran nafas dan saluran pencernaan. Di dalam saluran nafas
terjadi inflamasi yang menyebabkan obstruksi saluran nafas yang menyebabkan
batuk dan sesak nafas.

2.6 Faktor Risiko Dermatitis


Ada beberapa pekerjaan yang membuat seseorang berisiko terkena dermatitis ditempat
kerja yaitu :
1. Petugas kesehatan dan perawatan gigi
2. Pekerja logam
3. Pekerja kontruksi
4. Penata rambut dan ahli kosmetik. Mereka lebih berisiko mengalami dermatitis kontak
iritan di tangan karena sering terkena air

7
5. Mekanika
6. Penyelam atau perenang, karena adanya kontak dengan karet di masker atau
kacamata renang
7. Petugas kebersihan
8. Tukang kebun atau pekerja pertanian
9. Koki, tukang masak, dan pekerjaan lain yang berhubungan dengan makanan

Faktor-faktor risiko terjadinya dermatitis secara umum antara lain predisposisi


genetik, sosial ekonomi, polusi lingkungan, jumlah anggota keluarga. Sedangkan
faktor-faktor pencetus terjadinya dermatitis secara umum antara lain alergen, bahan
iritan, infeksi, faktor psikis dan lain- lain. Faktor-faktor yang terkait dengan
dermatitis kontak dipengaruhi oleh 2 faktor penularan faktor eksogen ( dari luar )
dan faktor endogen (dari dalam )
a. Faktor Eksogen
Merupakan faktor yang memperparah terjadinya dermatitis kontak.
Beberapa faktor berikut dianggap memiliki pengaruh terhadap terjadinya
dermatitis kontak:
 Karakteristik Bahan Kimia
Meliputi pH bahan kimia (bahan kimia dengan pH terlalu tinggi
>12 atau terlalu rendah < 3 dapat menimbulkan gejala iritasi segera
setelah terpapar, sedangkan pH yang sedikit lebih tinggi > 7 atau sedikit
lebih rendah < 7 memerlukan paparan ulang untuk mampu timbulkan
gejala), jumlah dan konsentrasi (semakin pekat konsentrasi bahan kimia
maka semakin banyak pula bahan kimia yang terpapar dan semakin
potensi untuk merusak lapisan kulit), berat molekul (molekul dengan
berat<1000 dalton sering menyebabkan dermatitis kontak, biasanya jenis
dermatitis kontak alergi) kelarutan dari bahan kimia yang dipengaruhi
oleh sifat ionisasi dan polarisasi (bahan kimia dengan sifat lipolitik akan
mudah menembus stratum korneum kulit masuk.
Mycobacterium dapat menyebabkan penyakit lepra, streptokokus dapat
menyebabakan penyakit selulitis, bakteri pseudomonas menyebabkan
penyakit eksim pada kulit.
 Kelembapan
Keputusan menteri kesehatan No.1405/Menkes/SK/XI/2002

8
tentang nilai ambang batas kesehatan lingkungan kerja, membatasi
kelembapan lingkungan kerja yaitu pada kisaran 40-60%42. Salah satu
penyebab dermatitis disebabkan oleh kelembapan yang tinggi selain
disebabkan oleh suhu yang tinggi.
 Musim
Dermatitis akibat kerja banyak dijumpai pada musim panas
karena pengeluaran keringat meningkat dan pekerja kurang senang
memakai alat pelindung diri bahkan lebih suka pakai celana pendek, kaos
singlet atau tanpa baju sehingga lebih mudah kontak dengan bahan kimia.
Cuaca dingin menyebabkan pekerja malas mandi atau mencuci tangan
setelah berkontak dengan bahan kimia.
 Suhu
Dermatitis kontak iritan dan alergi dipengaruhi faktor-faktor
seperti bahan yang bersifat iritan, lama kontak, kekerapan, adanya oklusi
yang menyebabkan kulit lebih membandel, trauma fisik juga suhu dan
kelembapan lingkungan19. Berdasarkan Kepmenkes No.
1405/MenKes/SK/XI/2002 tentang nilai ambang batas kesehatan
lingkungan kerja, suhu udara yang dianjurkan adalah 18-280 C42.
Dermatitis disebabkan oleh lingkungan yang ekstrim termasuk suhu yang
tinggi., tetapi pada penelitian menunjukan bahwa tidakterdapat hubungan
yang signifikan antara dermatitis kontak dan suhu ruangan.
 Frekuensi dan lama kontak
Frekuensi kontak yang berulang untuk bahan yang mempunyai
sifat sensitisasi akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak alergi
yang mana bahan kimia dengan jumlah sedikit akan menyebabkan
dermatitis yang berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak proposional.
Oleh karena itu upaya menurunkan terjadinya dermatitis kontak akibat
kerja adalah dengan menurunkan frekuensi kontak dengan bahan kimia.
Semakin lama berkontak dengan bahan kimia maka akan semakin
merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk
terjadinya dermatitis.
Kontak dengan bahan kimia yang bersifat iritan dan allergen secara terus
menerus akan menyebabkan kulit pekerja mengalami kerentanan mulai
dari tahap yang ringan sampai tahap yang berat. Lama kontak adalah

9
jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan
jam/hari, setiap pekerja memiliki lama kontak yang berbeda-beda sesuai
dengan proses kerjanya. Semakin lama berkontak dengan bahan kimia
maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan
kelainan kulit.

b. Faktor Endogen
Faktor endogen adalah faktor yang berasal dari dalam dan turut
berpengaruh terhadap terjadinya dermatitis kontak meliputi:
 Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa kemampuan untuk mereduksi radikal
bebas, perubahan kadar enzim antioksidan, dan kemampuan melindungi
protein dari trauma panas, semuanya diatur oleh genetik. Dan predisposisi
terjadinya suatu reaksi pada tiap individu berbeda dan mungkin spesifik
untuk bahan kimia tertentu.
 Personal Hygiene
Personal hygiene adalah suatu usaha seseorang untuk memelihara
kesehatan diri sendiri. Sedangkan kebersihan perorangan adalah konsep
dasar dari pembersihan, kerapian dan perawatan badan. Kebersihan
perorangan dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi
paparan pada bahan kimia dan kontaminasi dan melakukan pencegahan
alergi kulit. Kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia,
kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak.
Kebersihan kulit yang terjaga baik akan menghindari diri dari penyakit,
dengan cuci tangan dan kaki, mandi dan ganti pakaian secara rutin dapat
terhindar dari penyakit kulit. Dalam mencuci tangan bukan hanya bersih
saja, yang lebih penting lagi jika disertai dengan menggunakan sabun
serta membersihkan sela jari tangan dan kaki dengan air mengalir.
Dengan mandi dan mengganti pakaian setelah bekerja akan mengurangi
kontak dengan mikroorganisme yang hidup di permukaan kulit yang
berasal dari lingkungan sekitar kita
 Status Gizi
Asupan makanan yang kurang terutama asam folat dan vitamin
B12 sangat berpengaruh terhadap produksi sel darah putih. Gizi yang

10
kurang disebabkan karena tidak terpenuhinya tingkat kecukupan pangan
dan gizi yang dikonsumsi. Status gizi adalah keadaaan tubuh yang sehat
akibat adanya penyerapan makanan di dalam tubuh. Dengan tercukupinya
gizi didalam tubuh maka akan didapatkan status gizi yang baik dan
kekebalan tubuh yang baik sehingga tidah mudah terserang penyakit.
 Riwayat Alergi
Sesorang yang sebelumnya sedang menderita penyakit kulit atau
memiliki riwayat alergi akan lebih mudah mendapat dermatitisakibat
kerja, karena fungsi pelindungan kulit sudah berkurang akibat dari
penyakit kulit sebelumnya. fungsi perlindungan yang dapat menurun
antara lain hilangnya lapisan kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan
kelenjar minyak serta perubahan pH kulit.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
b. Urin : pemerikasaan histopatologi

2. Penunjang (pemeriksaanHistopatologi)

Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran
histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada
dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis),
terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai
edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut
menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang
parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis,
parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis
dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran
tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan
gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak
iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen,
seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak
11
sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel
dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans
menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa
antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di
epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening
setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran
histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada
pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan
perbedaan dalam pola peradangannya.

2.8 Komplikasi

1. Gangguan keseimbangan cairan danelektrolit

2. Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokusaureus

3. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi postinflamasi


4. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atauekskoriasi

2.9 Penatalaksanaan

1. Kortikosteroid

Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian


topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik.
Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin
disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T.
Pemberiansteroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan
HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji
antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian
profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang
terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang
dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid.
Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan
penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup
dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek
samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsiakneiformis

12
2. Radiasiultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak
melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi
sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari
sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR),
sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-
psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara
imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis,
menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi
mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui
mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans
akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB
juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak
pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal,
mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis
atau dermis.
4. Antibiotika danantimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E.
koli,Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan
antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam
bentuk topikal.

5. Imunosupresiftopikal

Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan


SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui
penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap
sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak
menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan
derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada
konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-
propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-
valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan
13
adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan
penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.

6. Antihistamin

Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada


yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi
ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat
pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-
resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal). Penyebab
dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (contoh: detergen,asam,
basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme (contohnya: bakteri, jamur) dapat
pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik.

3.2 Saran

Dalam penulisan ini tentunya banyak kurang dan tentunya ada lebihnya juga, untuk itu
penulis atau penyusun mengharapkan kritik dan saran kepada para pembaca. Dengan
adanya makalah ini penulis mengaharapkan agar para pembaca bisa memahami apa yang
sudah dijelaskan sehingga dapat bermanfaat bagi semuanya dan agar lebih dapat
mengaplikasikan dalam merawat pasien dan mampu dalam pembuatan asuhan keperawatan
yang tepat yang banyak melibatkan orang terdekat klien, mulai dari keluarga, kerabat
sampai temanpasien

15
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit
dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hidayah, N. (2017). Dermatitis Kontak.


http://repository.unimus.ac.id/1066/3/BAB%20II.pdf. Diakses pada 27 September
2022, Pukul 18.00

Handayani, d. V. (2021, Januari 20). Ini Faktor Resiko Seorang Alami Dermatitis
Kontak .
https://www.halodoc.com/artikel/ini-faktor-risiko-seseorang-alami-dermatitis-kontak.
diakses pada 27 September 2022, pukul 18.15

16
17

Anda mungkin juga menyukai