Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Modul Pendengaran Penciuman Dan Tenggorok


SKENARIO 3

Lisya Amalia Fitri Harahap


71200811002

UNIVERSITAS ISLAM SUMATRA UTARA


FAKULTAS KEDOKTERAN
2022
Lembar Penilaian Makalah

     
Bagian yang Dinilai Skor Nilai
Ada Makalah 60  
Kesesuaian dengan LO 0 – 10  
Tata Cara Penulisan 0 – 10  
Pembahasan Materi 0 – 10  
Cover dan Penjilidan 0 – 10  
TOT AL  

NB : LO = Learning Objective Medan,

Dinilai Oleh :

Tutor

dr. agus suwedi


KATA PENGANTAR

Assalmualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang atas kehadiratnya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayat, dan innayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada Tutor
yang telah mengarahkan dan membimbing jalannya diskusi.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Maka dari itu,
saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dari dosen-dosen sebagai
penyempurna makalah ini.

Medan, Oktober 2022


DAFTAR ISI

Lembar Penilaian

Kata Pengantar...........................................................................................................iii
Daftar Isi.....................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang............................................................................................... 5


1.1. Rumusan Masalah.......................................................................................... 5
1.2. Tujuan............................................................................................................. 5
BAB II ISI
1.
1.
2.1 Mahasiswa/i mampu menjelaskan dan memahami Mampu menjelaskan definisi
dan klasifikasi epistaksis……………………….…………………………………………………………………

2.2 Mahasiswa/i mampu menjelaskan dan memahami Mampu menjelaskan


etiologi epistaksis……………………………………………..…………………………………………………….

2.3 Mahasiswa/i mampu menjelaskan dan memahami Mampu menjelaskan


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang epistaksis……..……………………………….

2.4 Mahasiswa/i mampu menjelaskan dan memahami Mampu menjelaskan


tatalaksana epistaksi……………………………………………………………………………………………..

2.5 Mahasiswa/i mampu menjelaskan dan memahami Mampu dd dari penyakit


yang menyebabkan hidung berdarah

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

.1 Latar Belakang

Fungsi penghidu atau indra penciuman merupakan salah satu indra yang dimiliki oleh
manusia yang berfungsi sebagai penciuman suatu bau. Gangguan pada fungsi penghidu dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari. Dimana seseorang tidak dapat membau atau mengalami
gangguan dalam membau suatu bau yang diterima setiap harinya. Beberapa pengaruh yang
dapat ditimbulkan yaitu pada selera makan, psikis, dan kualitas hidup seseorang. Angka
kejadian dari gangguan fungsi penghidu dinilai sangat sedikit, karena kurangnya penderita
yang melaporkan tentang gangguan penghidu ini dan kurangnya data yang diperoleh. Salah
satu data yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan tentang gangguan fungsi penghidu
pada tahun 1994 pada populasi penduduk Amerika Serikat yaitu ada 2.7 juta penduduk yang
2
mempunyai masalah gangguan penghidu. Gangguan pada fungsi penghidu ini sering
dihiraukan oleh masyarakat, jika gangguan ini terus diabaikan maka dapat mengakibatkan
hilangnya sensori syaraf penghidu.

.2 Rumusan Masalah
 definisi dan klasifikasi epistaksis

 etiologi epistaksis

 pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang epistaksis

 tatalaksana epistaksi

 dd dari penyakit yang menyebabkan hidung berdarah

.3 Tujuan Masalah
Dengan adanya pembelajaran ini diharapkan agar Mahasiswa/I Fakultas kedokteran
dapat mengetahui dan memahami mengenai:
 definisi dan klasifikasi epistaksis

 etiologi epistaksis

 pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang epistaksis

 tatalaksana epistaksi

 dd dari penyakit yang menyebabkan hidung berdarah


BAB II
PEMBAHASAN
 Definisi Dan Klasifikasi Epistaksis
Epistaksis atau sering disebut mimisan adalah perdarahan dari hidung dapat berasal
dari bagian anterior rongga hidung atau dari bagian posterior rongga hidung. Dapat
terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan
suatu penyakit melainkan gejala suatu kelainan. Perdarahan yang terjadi di hidung
adalah akibat kelainan setempat atau penyakit umum. Kebanyakan ringan dan sering
berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi epistaksis yang berat,
walaupun jarang, merupakan masalah kedaruratan yang berakibat fatal bila tidak
segera ditangani (Endang & Retno, 2008).
Epistaksis merupakan salah satu kegawatdaruratan dibidang THT-KL. Berdasarkan
lokasinya terdiri dari 2 bagian yaitu epsitaksis anterior dan epsyaksis posterior.
Epistaksis anterior merupakan jenis epistaksis yang paling sering dijumapi terutama
anak-anak dan biasanya dapat berhenti sendiri dimana perdarahannya berasar dari
Pleksus Kiesselbach (Little's Area). Dan epistaksis posterior dapat berasal daro arteri
sfenopalatina dan arteri etmoid posterior. Perdarahannya biasanya lebih hebat dan
jerang berhenti dengan sendirinya. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi,
arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskular.
Berdasarkan lokasinya epistaksis dapat dibagi atas beberapa bagian, yaitu
1) Epistaksis Anterior

Merupakan jenis epistaksis yang paling sering dijumpai terutama pada anak-anak dan
biasanya dapat berhenti sendiri (Nuty & Endang, 1998). Perdarahan juga dapat
berasal dari bagian depan konkha inferior (Abelson, 1998).
2) Epistaksis Posterior
Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoid posterior.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya. Sering ditemukan
pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit
kardiovaskular (Nuty & Endang, 1998).Pembukaan secara pasif terjadi jika tekanan
didalam kavum timpani lebih tinggi dari pada tekanan atmosfir. Tuba Eustachius
bekerja paling efisien bila dalam posisi tegak. Efisiensi tuba Eustachius akan menurun
seiring dengan semakin rebahnya tubuh. Menurut Ingelstedt dkk (1967), yang dikutip
dari bluestone.1 Volume udara yang melewati tuba Eustachius akan berkurang 1/3
bila tubuh kita membentuk sudut 200 terhadap bidang horizontal dan berkurang 2/3
bila kita berbaring.
 Etiologic epistaksis
Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas
disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau
kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh
darah, infeksi lokal, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan sistemik
seperti penyakit kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir.
Bedasarkan anatomi, pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang
a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut
pleksus Kiesselbach (Little's area). Pleksus Kiesselbach letaknya superficial dan mudah
cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (perdarahan hidung), terutama
pada anak.

 Pem. Fisik dan penunjang epistaksis


Pemeriksaan fisik epistaksis
Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaanadalah lampu kepala, spekulum hidung dan alat
penghisap (bila ada) dan pinset bayonet, kapas, kain kasa. Untuk pemeriksaan yang adekuat
pasien harus ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja.
Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan
spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung
baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan
dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan.
Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal
yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke
dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah
sehingga perdarahan dapat berhenti. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung
dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang bersifat
kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan hidung
aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan. Pemeriksaan yang diperlukan
berupa.
• Rinoskopi anterior ;Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke
posterior.
Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha inferior
harus
diperiksa dengan cermat.
• Rinoskopi posterior ;Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada
pasien
dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.
• Pengukuran tekanan darah;Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis
hipertensi,
karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.
Pemeriksaan penunjang epistaksis
Pemeriksaan Penunjang
• Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI
Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau infeksi. Endoskopi
hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya.
• Skrining terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin parsial, jumlah
platelet dan waktu perdarahan.

 Tatalaksana epistaksis
Tatalaksana epistaksis
Penatalaksanaan epistaksis dimulai dari tindakan pengamanan jalan napas serta resusitasi
untuk mencapai stabilitas hemodinamik. Pembersihan jalan napas harus segera dilakukan
apabila terdapat obstruksi jalan napas akibat darah yang mengalir ke faring. Darah dapat
dibersihkan secara perlahan menggunakan alat penghisap.
Pada pasien dengan perdarahan hebat dengan tanda-tanda syok hipovolemik, segera lakukan
pemasangan akses vena perifer untuk memulai resusitasi cairan. Pemeriksaan darah lengkap,
golongan darah, dan crossmatch perlu dilakukan sebagai antisipasi kebutuhan transfusi darah.
Pasien dengan obstruksi jalan napas dan hemodinamik tidak stabil harus dirujuk ke unit
gawat darurat setelah mendapat tata laksana awal.
Bila tidak terdapat gangguan pada jalan napas dan hemodinamik stabil, penatalaksanaan
epistaksis berfokus untuk menghentikan perdarahan. Terdapat berbagai cara untuk
mengontrol perdarahan, tergantung pada tingkat keparahan dan lokasi sumber perdarahan.
Kontrol perdarahan dilakukan secara bertahap, mulai dari metode konservatif dengan
medikamentosa atau tindakan noninvasif hingga tindakan pembedahan. Adapun beberapa
tatalaksana untuk epistaksis yaitu:
1. Kompresi hidung
2. Kauterisasi
3. Nasal Packing
4. Pembedahan
5. Embolisasi

 DD dari penyakit yang menyebabkan hidung berdarah


[Diagnosis banding dikelompokkan berdasarkan penyebab local atau sistemik
Faktor Lokal
Factor local yang menyebabkan perdarahan hidung adalah trauma wajah, reaksi peradangan ,
deformitas struktur, adanya benda asing, pajanan bahan kimia toksik, intervensi bedah, dan
tumor intranasal.
Trauma local merupakan salah satu penyebab tersering epistaksis. Insersi selang nasogastrik,
pembersihan hidung, atau pengambilan benda asing yang telah menyebabkan respons
peradangan berat dapat menjadi factor penyebab. Kondisi peradangan local seperti rhinitis
alergi, virus dan bacterial juga dapat menyebabkan peradangan, kongesti vascular, dan
epistaksis akibat tindakan traumatic minor, misalnya garukan hidung.
• Operasi intranasal dan fraktur tulang hidung juga dapat epistaksis
Deformitas structural (congenital atau didapat) dapat mengenai septum tulang atau
kartilaginosa atau konka. Deviasi septum atau perforasi dapat menyebabkan udara yang
diinspirasi memasuki hidung dengan kecepatan dan turbulensi yang lebih besar, sehingga
menyebabkan pengeringan membrane mukosa, peradangan dan pembentukan krusta.
Pengangkatan krusta dengan mengorek dan meniup hidung yang mengalami obstruksi
membuat pembuluh darah superficial terpajan yang mencetuskan perdarahan.
Faktor Sistemik
Penyakit sistemik yang dapat menyebabkan epistaksis adalah hipertensi, diskrasia darah,
penyakit kardiovaskular, defisiensi vitamin, penyakit hepatitis kronik, obat-obatan, atau agen
toksik.
Factor kardiovaskular, seperti stenosis mitral dan gagal jantung congenital menyebabkan
peningkatan tekanan vena sistemik dan kemungkinan kongesti pembuluh darah mukosa
hidung yang mudah rupture dengan trauma kecil. Pembuluh darah arteriosklerotik terkait
hipertensi dapat mudah mengalami rupture saat krisis hipertensi. Mudah terjadi memar dan
perdarahan yang lama setelah cedera kecil seringkali menandakan diskrasia darah
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

pistaksis atau sering disebut mimisan adalah perdarahan dari hidung dapat berasal dari
bagian anterior rongga hidung atau dari bagian posterior rongga hidung. Dapat terjadi akibat
sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit melainkan
gejala suatu kelainan. Perdarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan setempat atau
penyakit umum. Kebanyakan ringan dan sering berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan
medis, tetapi epistaksis yang berat, walaupun jarang, merupakan masalah kedaruratan yang
berakibat fatal bila tidak segera ditangani (Endang & Retno, 2008).
3.2 Saran
Kami sarankan para pembaca tidak langsung menerima begitu saja makalah yang telah
saya buat ini dan membaca dari sumber lain juga.
DAFTAR PUSTAKA
Bluestone CD. Anatomy and physiology of the Eustachian tube system. In : Bailey
BJ, editor. Head & Neck Surgery Otolaryngology. 6 th edition. Philadelphia, JB
Lippincot Company; 1993. p. 1253-62.
Bluestone CD. Physiology of the middle ear and Eustachian tube. In Paparella, editor.
Otolaryngology – Head & Neck. 3th edition. Philadelphia, WB Saunders Company;
1991.p.163-83.
K. Jusri Ronaldi, Sri Harmadji. (2008). Anatomi Dan Fisiologi Tuba Eustachius.
Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal
UNAIR. Dicari Rabu, 05 Oktober 2022. http://journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-thtkl13565a752e2full.pdf

Anda mungkin juga menyukai