Makalah Modul 6 Skenario 4 SilvyaMargaretha
Makalah Modul 6 Skenario 4 SilvyaMargaretha
MODUL 6 (PERNAPASAN)
PENYAKIT PLEURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
DISUSUN OLEH:
SILVYA MARGARETHA
71220811081
DOSEN PEMBIMBING: Prof. Dr.dr. Umar Zein, DTM&H, Sp. PD, KPTI
dr. Ade Chandra Sulistiawati, M. Kes
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karuniaNya kepada saya sehingga saya selaku mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sumatra Utara dapat menyelesaikan Makalah ini
yang alhamdulillah tepat waktunya. Makalah ini yang berjudul “ PENYAKIT
PLEURA ”. Saya menyadari dalam pembuatan makalah ini belum sempurna.
Sehingga, sumbang kritik, saran dan masukkan akan kami terima dengan penuh
rasa terima kasih.
Selain itu, saya dan teman SGD 3 juga mengucapkan banyak terima kasih kepada
Prof.Dr.dr. Umar Zein, DTM&H, Sp.PD, KPTI dan dr. Ade Chandra
Sulistiawati,M. Kes bersama yang sudah bersedia membimbing saya dan teman
SGD saya sehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat waktu.Saya juga
berharap dengan adanya makalah ini, dapat menjadi referensi bagi teman teman
sekalian untuk bahan belajar. Saya sampaikan terimakasih kepada semua pihak
yang telah ikut serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin
SILVYA MARGARETHA
DAFTAR ISI
3. Efusi pleura hemoragis Efusi pleura hemoragis merupakan efusi pleura yang di sebakan
oleh trauma, tumor, infark paru maupun tuberkolosis.
4. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk Penyebab efusi pleura dari lokasi
terbentuknya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu unilateral dan bilateral. Jenis efusi
pleura unilateral tidak ada kaitannya dengan penyebab penyakit tetapi efusi pleura
bilateral dapat ditemukan pada penyakit-penyakit berikut seperti gagal jantung
kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, tumer dan tuberkolosis.
5. Analisis cairan pleura Menurut Dramanto (2019), analisa dari cairan pleura adalah
sebagi berikut. Cairan pleura secara maksroskopik diperiksa warna, turbiditas, dan bau
dari cairannya. Efusi pleura transudate cairannya biasanya jernih, transparan,
berawarna kuning jerami dan tidak memiliki bau. Sedangakan cairan dari pleura yang
menyerupai susu bisanya mengandung kilus (kilotoraks). Cairan pleura yang berbau
busuk dan mengandung nanah biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob. Cairan yang
berwarna kemerahan biasanya mengandung darah, sedangkan jika berwarna coklat
biasanya di sebabkan oleh amebiasis. Sel darah putih dalam jumlah banyak dan adanya
peningkatan dari kolesterol atau trigliserida akan menyebabkan cairan pleura berubah
menjadi keruh (turbid). Setelah dilakukan proses sentrifugasi, supernatant empiema
menjadi jernih dan berubah menjadi warna kuning, sedangkan jika efusi disebabkan
oleh kilotoraks warnanya tidak akan berubah tetap seperti berawan. Sedangkan jika
dilakukan sentripugasi. Penambahan 1 mL darah pada sejumlah volume cairan pleura
sudah cukup untuk menyababkan perubahan pada warna cairan menjadi kemerahan
yang di sebabkan darah tersebut mengandung 5000-10.000 sel eritrosit. Efusi pleura
yang banyak mengandung darah (100.000 eritrosit/mL) Memicu dugaan adanya
trauma, keganasan atau emboli dari paru. Sedangkan cairan pleura yang kental dan
terdapat darah biasanya disebabakn adanya keganasan. Jika hematocrit cairan pleura
melebihi 50% dari hematocrit dari darah perifer, termasuk dalam hemotoraks.
2. TB paru
Gambaran klinis berupa gejala respiratorik yang meliputi batuk lebih dari 2
minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, serta gejala sistemik berupa demam,
malaise, penurunan berat badan, keringat malam, anoreksia.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukkan suara nafas bronkial, amforik, suara
nafas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara nafas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat
pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher, kadang-kadang di daerah
ketiak.
Pada pemeriksaan foto toraks, dapat dicurigai TB aktif apabila terdapat
gambaran bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah, gambaran kavitas dan dikelilingi oleh bayangan
opak berawan atau nodular, serta bayangan bercak. Gambaran radiologik yang dicurigai
lesi TB inaktif berupa lesi fibrotik, klasifikasi, serta schwarte sign atau penebalan
pleura. Pada pemeriksaan analisa cairan pleuran terdapat sel limfosit dominan dan
glukosa rendah, dan uji Rivalta cairan pleura positif dengan kesan cairan eksudat. Laju
endap darah meningkat pada proses aktif
Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru. pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas, pada palpasi fremitus dapat
mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara nafas bronkovesikuler
sampai bronkial yang mingkin disertai ronki basah halus.
Pada foto toraks PA/lateral dapat ditemukan gambaran berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan air broncogram, serta gambaran kavitas. Pada labotarorium terdapat
peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/µl kadang – kadang mencapai
30.000/µl, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat shift to the left serta terjadi
peningkatan LED. Kultur darah dapat positif pada 20-25 % penderita yang tidak
diobati. Analisi gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
3. Tumor mediastinum
Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat. Batuk, sesak
atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus. Sindrom vena kava
superior lebih sering terjadi pada tumor mediastinum yang ganas dibandingkan dengan
tumor jinak. Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat. Paralisis
diafragma timbul apabila terjadi penekanan nervus frenikus. Nyeri dada muncul pada
tumor neurogenik atau pada penekanan sistem saraf.
4. Atelektasis
Gejala klinisnya berupa sesak dengan pola nafas cepat dan dangkal, takikardi,
sianosis, demam, penurunan kesadaran atau syok. Pada pemeriksaan fisik, suara nafas
melemah atau hilang, gerak dinding dada asimetris, pada perkusi batas jantung
bergeser. Gambaran radiologis meliputi berkurangnya ukuran paru, penarikan tulang
kosta, peninggian diafragma, deviasi trakea, lobus lebih opak.
2.6 PENATALAKSANAAN EFUSI PLEURA
Tujuan dari penatalaksanaan yaitu :
1. Untuk menemukan penyebab dasar
2. Untuk mencegah penumpukan cairan Kembali
3. Menghilangkan ketidaknyamanan serta dyspnea
Tindakan yang dapat dilakukan yaitu :
1. Torakosintesis
a. Untuk membuang cairan pleura
b. Mendapatkan specimen untuk analisis
c. Menghilangkan dispnea
3. Obat – obatan Pemberian antibiotik jika agen penyebab adalah kuman atau bakteri.
4. Pemberian nitrogen mustard atau tetrasiklin melalui selang dada.
Proyeksi PA
Tulang tidak diformitas/destruksi
Trakea defiasi kekanan
ICS sejajar, tidak melebar/ menyempit
Jantung : CTR tidak dapat dinilai
Aorta : tidak dapat dinilai
Sinus costofrenicus dextra tajam, sinistra tidak dapat dinilai
Diafragma : diafragma dextra normal, sinistra tidak dapat dinilai
Pulmo : tampak perselubungan homogen yang menutupi seluruh hemitorax sinistra yang
mendorong trakea dan jantung ke sisi kontralateral
1.1 KESIMPULAN
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudate, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus. Efusi
pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan
visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil
cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi.
Efusi pleura merupakan keadaan terdapat cairan dalam jumlah berlebihan di dalam
rongga pleura. Pada kondisi normal, rongga ini hanya berisi sedikit cairan ekstrasel yang
melumasi permukaan pleura. Peningkatan produksi atau penurunan pengeluaran cairan akan
mengakibatkan efusi pleura. Empiema merupakan penumpukan pus dan jaringan nekrotik di
dalam rongga pleura. Darah (hemotoraks) dan kilus atau cairan getah bening (kilotoraks) dapat
pula terkumpul di daerah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaf.H dan Mukty.A. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Efusi Pleura. Surabaya: Airlangga
University Press
Buku Penyakit Pleura Prof.Dr.H.Tabrani.Rab,Jakarta :TIM, 2010
Karkhanis VS, Joshi JM. Pleural effusion: diagnosis, treatment, and management. Open
Access Emerg Med. 2012; 4: 31-52.
Swartz, M.H. 2002. Textbook of Physical Examination: History and Examination. 4thedition,
W.B. Saunders Company.
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDINGEFUSI PLEURA,UNIVERSITAS, Sam Ratulangi
https://www.studocu.com/id/document/universitas-sam- ratulangi/medicine/diagnosisdan-
diagnosi
LEMBAR PENILAIAN MAKALAH