Anda di halaman 1dari 37

SGD 2 SKENARIO-1 MODUL

KEGAWATDARURATAN MEDIK
DINDA ALFIRA 71190811100
BELLASHIMA UTAMI HUMAIRAH 71190811045
MUHAMMAD ARIQ PRAYOGA 71190811037
AMIRAH NAHDIA BATUBARA 71190811051
SABRINA MUTIARA 71190811066
MUHAMMAD FIRDAUS 71190811003
TEO SUROSO 71190811088
Terminologi
1. Triase : proses khusus memilah dan memilih pasien berdasarkan beratnya penyakit
menentukan prioritas perawatan gawat medik serta prioritas transportasi
2. RPM (respiratory perfusion mentality) : bagian dari START, dimana respiratory untuk
melihat apakah jantung masih dapat mensirkulasi darah dan terakhir mental status.
3. START (Simple Triase and Rapid Treatment System): suatu sistem yang memungkinkan
para medik memilah korban dalam waktu yang singkat kira-kira selama 60 detik yang
dilakukan dikolekting area dengan tujuan untuk menemukan pasien yang butuh penanganan
segera. Start didasarkan pada 3 observasi yaitu respiration, perfusion, dan mental status.
4. Initial Assessment and Treatment : bagian terpenting dari semua proses penilaian organ atau
pasien dimana kita harus mengenali dan melakukan penanganan terhadap semua keadaan yang
mengancam nyawa korban.
5. Stabilisasi : proses untuk menjaga kondisi dan posisi pasien agat tetap stabil selama
pertolongan pertama.
6. ABCDE Approach : survey primer pemeriksaan cepat fungsi vital pada penderita. Diamana
A( airway + cervical kontrol) B(Breating + ventilation) C(Circulation) D (Disability)
E(Enviromental)
7. Mobilisasi : transportasi pasien menuju fasilitas pelayanan gawat darurat
Identifikasi Masalah
1. Rumah sakit A diminta memberikan pertolongan medis pada lokasi kecelakaan bus dan kereta api
diperhitungkan menelan pulan korban.
2. Dilakukan prosedur triase menggunakan prosedur START dengan perintah lisan dan penilaian.
3. Korban 1 berlabel merah dibawa ke RS A oleh ambulans dengan teknik mobilisasi yang benar dan
aman.
4. Petugas triase rumah sakit melakukan penilaian awal sesuai dengan SOP yang ditetapkan rumah
sakit dan menempatkan korban 1 pada area berwarna merah. Dokter jaga dan tim melakukan
initial assessment and treatment dengan pendekatan ABCDE (ABCDE approach).
5. Tim IGD melakukan tindakan stabilisasi yang sedang berjalan dan persiapan lainnya untuk
memenuhi standard transportasi pasien gawat darurat/kritis.
Analisa Masalah
1. Apa makna dan fungsi lebel warna pada sistem triase?
Jawab: fungsi label tersebut adalah untuk menseleksi korban berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan. Tujuan dari triase ini adalah untuk mempercepat pemberian pertolongan
pertama pada para korban yang dalam kondisi kritis sehingga nyawanya bisa diselamatkan.
2. Bagaimana prosedur dari START?
Jawab: diawali dengan pendekatan ABC untuk menentukan triase dari korban
START ini dilakukan dengan 2 tahap. Yang pertama memberikan instruksi menggunakan
loudspeaker memerintahkan para korban yang masih bisa berjalan segera meninggalkan
lokasi kejadian dan mencari tempat yang lebih aman, namun jika korban mengeluh nyeri dan
menolak untuk berjalan pasien dapat dikategorikan sebagai minor. Yang kedua pasien yang
tidak dapat berdiri dan bergerak lakukan pengkajian singkat kurang dari 1 menit untuk setiap
pasien dan berikan label yang sesuai pada korban tersebut.
3. Apa tujuan dari penilaian ABCDE?
Jawab: tujuan dari penilaian ABCDE adalah untuk memberikan pengobatan penyelamatan
jiwa, mengelompokkan tingkat keparahan pasien, sebagai agoritma penilaian dan pengobatan
dan untuk membangun kesadaran situsional yang sama diantara semua penyedia
pengobatan dan mengulur waktu untuk menetapkan diagnosis dan pengobatan.
4. Bagaimana teknik mobilisasi yang benar dan aman pada keadaan gawat darurat?
Jawab : yang pertama menilai tanda vital dan kondisi umum pasien, menilai kebutuhan medis,
menilai kemungkinan bertahan hidup, menilai bantuan yang memungkinkan, memprioritaskan
penanganan definitif, dan melihat lebel warna dari triase.
5. Sebutkan tingkatan-tingkatan sistem triase?
Jawab :
◦ Tingkatan triase pertama merah memiliki arti segera ditangani bersifat emergensi atau
mengancam jiwa harus ditangani dalam waktu kurang dari 1 jam.
◦ Tingkatan triase kedua lebel kuning segera ditangani bila yang mengancam jiwa sudah
teratasi bersifat urgensi harus ditangani dalam waktu kurang dari 24 jam.
◦ Tingkatan triase ketiga hijau dapat ditunda dan tidak mengancam jiwa
◦ Tingkatan triase keempat hitam ditangani paling akhir karena sangat kecil keberhasilannya
untuk dapat ditolong.
6. Bagaimana prosedur dari triase?
Jawab: prosedur triase diawali menggunakan pendekatan ABC lalu kemudian menggunakan
pendekatan ABCDE (initial assessment)
-langkah pertama:
korban yang dapat ditunda, Kelompok korban yang mampu berjalan, Kemudian arahkan
ketempat yang sudah ditentukan dan diberi tanda hijau
-Langkah kedua
Pemeriksaan pernapasan, bila korban tidak bernapas, buka jalan napas, bila tetap tidak
bernapas beri tanda hitam. Bila bernapas hitung frekuensinya 30 X/menit beri tanda merah
-Langkah ketiga
Penilaian sirkulasi, periksa pengisian kapiler, tekan diatas ujung kuku jari sehingga menjadi
pucat, bila tekanan dilepas ujung jari menjadi merah lagi.
-Langkah keempat
Penilaian mental, minta korban mengikuti perintah sederhana(buka mata dan gerakan jari)
bila tidak mampu beri lebel merah, bila masih mampu beri tanda kuning.
Mapping Concept
kegawatdaruratan

Prosedur triase

Prosedur triase Prosedur triase di


dilapangan rumah sakit

Penanganan awal kegawatdaruratan

Manajemen transportasi pasien

Manajemen pasien gawat darurat


Learning Objektive
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi dan prinsip triase.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prosedur triase di lapangan.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prosedur triase di rumah sakit.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manajemen kegawatdaruratan
pasien.
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manajemen transportasi pasien.
Definisi, Tujuan, Prinsip, Dan Teknik Triase
Definisi Triase : Triase merupakan proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau
penyakit untuk menentukan jenis penanganan/intervensi kegawatdaruratan. (Permenkes RI No. 47 tahun
2018)

Tujuan Triase : Adapun menurut (Kartikawati, 2011) beberapa tujuan dari Triase ini yaitu:

◦ Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa.

◦ Menempatkan pasien sesuai dengan ketakutannya berdasarkan pada pengkajian yang tepat dan akurat.

◦ Memprioritaskan pasien berdasarkan kondisi ketakutannya.

◦ Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien


Prinsip Triase :
1. Triase harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
◦ Kemampuan untuk merespon secara cepat, terhadap suatu kondisi yang mengancam
nyawa merupakan suatu yang sangat penting pada kondisi gawat darurat.
2. Pemeriksaan harus adekuat dan akurat.
◦ Akurasi keyakinan dan ketangkasan merupakan suatu elemen yang sangat penting pada
saat melakukan pengkajian.
3. Keputusan yang diambil berdasarkan pemeriksaan.
◦ Keamanan dan keefektifan perawatan pasien hanya dapat direncanakan jika ada informasi
yang adekuat dan data yang akurat.
4. Memberikan intervensi berdasarkan keakutan kondisi.
◦ Perawat bertanggung jawab untuk mengkaji dan memeriksa secara akurat dan memberikan
perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien termasuk juga intervensi terapeutik, prosedur
diagnostic dan pemeriksaan pada tempat yang tepat untuk perawatan.
5. Kepuasan pasien tercapai.
◦ Perawat triase juga harus melaksanakan prinsip tersebut untuk mencapai kepuasan pasien.
◦ Perawat triase harus menghindari penundaan perawatan karena dapat membahayakan kondisi pasien
atau pasien yang kritis.
◦ Perawat triase mampu memberikan support kepada pasien, keluarga atau teman.(Setyawan &
Supriyanto, 2019)

Proses/teknik Triase : Alur dalam melakukan triase yaitu sebagai berikut:


◦ Klien datang dan diterima oleh petugas UGD.
◦ Lalu di ruang triase petugas melakukan anamnase dan pemeriksaan singkat dan cepat untuk
menentukan derajat kegawatan klien.
◦ Jika jumlah penderita lebih dari 50 orang maka triase dapat dilakukan di luar ruangan triase.
◦ Klien diklasifikasikan berdasarkan kegawatannya dengan memberikan kode warna kepada klien:
1. Segera (immediate) dengan kode warna merah, klien dengan tipe ini mengalami cidera yang
mengancam jiwa dan membutuhkan pertolongan segera.
2. Tunda (delayed) dengan kode kuning, klien dengan tipe ini memerlukan tindakan definitif namun
tidak mengancam jiwa.
3. Minimal dengan kode warna hijau, klien dengan tipe seperti ini hanya mengalami cedera yang
minimal dan masih mampu berjalan dan menolong dirinya sendiri.
4. Expextant dengan kode warna hitam, klien dengan tipe ini mengalami cedera yang sangat
parah dan mematikan serta akan meninggal meskipun mendapatkan perawatan.
5. Prioritas pelayanan klien diurutkan berdasarkan warna yaitu merah, kuning, hijau dan hitam.
6. Klien dengan kode merah langsung diberikan tindakan diruangan UGD namun jika
memerlukan tindakan lanjut klien dipindahkan keruangan operasi atau dilakukan rujukan.
7. Klien dengan kode warna kuning yang membutuhkan tindakan lanjut akan dipindahkan ke
ruangan observasi dan menunggu giliran setelah klien triase merah
8. Klien dengan kode warna hijau dipindahkan ke ruang rawat jalan atau jika kondisi kilen sudah
membaik dapat dipulangkan.
9. Klien dengan kode hitam langsung dibawa keruangan jenazah
Prosedur Triase Di Lapangan
1. Model SALT Triage
◦ SALT Triage singkatan (sort – assess – lifesaving – interventions – treatment/transport). SALT
terdiri dari dua langkah ketika menangani korban. Hal ini termasuk triase awal korban
menggunakan perintah suara, perawatan awal yang cepat, penilaian masing-masing korban
dan prioritas, dan inisiasi pengobatan dan transportasi. Pendekatan Triase SALT memiliki
beberapa karakteristik tambahan. Pertama, SALT mengidentifikasi kategori expectant (hamil)
yang fleksibel dan dapat diubah berdasarkan faktor-faktor tertentu. Kedua, SALT Triage
awalnya mengkategorikan luka, tapi memberikan evaluasi sekunder untuk mengidentifikasi
korban langsung.
Step 1 : SORT
◦ SALT dimulai dengan menyortir pasien secara global melalui penilaian korban secara individu. Pasien
yang bisa berjalan diminta untuk berjalan ke suatu area tertentu dan dikaji pada prioritas terakhir untuk
penilaian individu. Penilaian kedua dilakukan pada korban yang diminta untuk tetap mengikuti perintah
atau di kaji kemampuan gerakan secara terarah / gerakan bertujuan. Pada korban yang tetap diam
tidak bergerak dari tempatnya dan dengan kondisi yang mengancam nyawa yang jelas harus dinilai
pertama karena pada korban tersebut yang paling membutuhkan intervensi untuk penyelamatan
nyawa.

Step 2 : ASSES
◦ Prioritas pertama selama penilaian individu adalah untuk memberikan intervensi menyelamatkan
nyawa. Termasuk mengendalikan perdarahan utama; membuka jalan napas pasien, dekompresi dada
pasien dengan pneumotoraks, dan menyediakan penangkal untuk eksposur kimia. Intervensi ini
diidentifikasi karena injury tersebut dapat dilakukan dengan cepat dan dapat memiliki dampak yang
signifikan pada kelangsungan hidup pasien. Intervensi live saving yang harus diselesaikan sebelum
menetapkan kategori triase dan hanya boleh dilakukan dalam praktek lingkup responder dan jika
peralatan sudah tersedia.
 
Setelah intervensi menyelamatkan nyawa disediakan, pasien diprioritaskan untuk melakukan
pengobatan berdasarkan salah satu dari lima warna-kode kategori. Pasien yang mengalami
luka ringan yang self-limited jika tidak diobati dan dapat mentolerir penundaan dalam
perawatan tanpa meningkatkan risiko kematian harus diprioritaskan sebagai minimal dan
harus ditunjuk dengan warna hijau. Pasien yang tidak bernapas bahkan setelah intervensi live
saving yang diprioritaskan sebagai mati dan harus diberi warna hitam. Pasien yang tidak
mematuhi perintah, atau tidak memiliki pulsa perifer, atau dalam gangguan pernapasan, atau
perdarahan besar yang tidak terkendali harus diprioritaskan immediate dan harus ditunjuk
dengan warna merah. Penyedia harus mempertimbangkan apakah pasien ini memiliki cedera
yang mungkin tidak sesuai dengan kehidupan yang diberikan sumber daya yang tersedia, jika
ada, maka provider harus triase pasien sebagai expectant /hamil dan harus ditunjuk dengan
warna abu-abu. Para pasien yang tersisa harus diprioritaskan sebagai delayed dan harus
ditunjuk dengan warna kuning.
2. Model START/JUMPSTART
◦ Sistem START tidak harus dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan yang sangat terampil.
Bahkan, dapat dilakukan oleh penyedia dengan tingkat pertolongan pertama pelatihan. Tujuannya
adalah untuk dengan cepat mengidentifikasi individu yang membutuhkan perawatan, waktu yang
dibutuhkan untuk triase setiap korban kurang dari 60 detik. START membagi korban menjadi 4
kelompok dan masing-masing memberikan mengelompokkan warna. START triase memiliki tag
empat warna untuk mengidentifikasi status korban.
◦ Pemeriksaan tiga parameter, pernapasan, perfusi dan status mental kelompok dapat dengan cepat
diprioritaskan atau disortir menjadi 4 kelompok warna berdasarkan apakah mereka membutuhkan
intervensi langsung seperti kelompok RED, intervensi tertunda (sampai satu jam) yang merupakan
kelompok YELLOW, luka ringan dimana intervensi dapat ditunda hingga tiga jam yang adalah
kelompok GREEN dan mereka yang mati merupakan kelompok BLACK. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi dan menghapus mereka yang membutuhkan perhatian yang paling mendesak.
Pada kelompok YELLOW dan GREEN perlu dinilai kembali untuk menentukan apakah status
mereka berubah.
◦ Langkah pertama adalah meminta semua korban yang membutuhkan perhatian untuk pindah ke
daerah perawatan. Ini mengidentifikasi semua korban dengan luka ringan yang mampu merespon
perintah dan berjalan singkat jarak ke area pengobatan. Ini adalah kelompok GREEN tag dan
diidentifikasi untuk pengobatan delayed, mereka memang membutuhkan perhatian. Jika anggota
kelompok ini tidak merasa bahwa mereka yang menerima pengobatan mereka sendiri akan
menyebarkan ke rumah sakit pilihan mereka.
◦ Langkah selanjutnya menilai pernapasan. Jika respirasi lebih besar dari 30 tag korban sebagai RED
(Immediate), jika tidak ada reposisi respirasi jalan napas.
◦ Jika tidak ada respirasi setelah reposisi untuk membuka jalan napas, tag korban BLACK (mati).
◦ Jika tingkat pernapasan kurang dari 30, periksa denyut nadi radial dan refill kapiler. Jika tidak ada pulsa
radial teraba atau jika kapiler isi ulang lebih besar dari 2 detik, menandai korban RED (Immediate).
◦ Jika ada perdarahan yang jelas, maka kontrol perdarahan dengan tekanan. Minta orang lain, bahkan
korban GREEN untuk menerapkan tekanan dan melanjutkan untuk triase dan tag individu. Jika ada
nadi radial, nilai status mental korban dengan meminta mereka untuk mengikuti perintah sederhana
seperti meremas tangan.
◦ Jika mereka tidak bisa mengikuti perintah sederhana, maka tag mereka RED (Immediate) dan jika
mereka dapat mengikuti perintah sederhana, maka tag mereka YELLOW (delayed).
JUMPSTART :
◦ Anak-anak memiliki nilai rentang normal yang berbeda dari yang pernapasan tergantung
pada usia mereka, sehingga metode START berdasarkan tingkat pernapasan 30 tidak akan
sesuai untuk anak-anak. Selain itu, anak-anak lebih cenderung memiliki masalah
pernapasan utama sebagai lawan masalah kardiovaskular dan anak-anak yang tidak
bernapas mungkin hanya memerlukan pernapasan buatan untuk diresusitasi. Selain itu,
anak-anak mungkin tidak mudah dibagi sesuai dengan yang dapat berjalan kaki ke lokasi
yang ditunjuk karena perkembangan, keterampilan, kesediaan mereka untuk meninggalkan
orangtua terluka dan kecenderungan orang tua untuk membawa anak.
Prosedur Triase Di Rumah Sakit.
Prosedur Triase (Permenkes RI No. 47 tahun 2018)
1) Pasien datang diterima tenaga kesehatan di IGD rumah sakit
2) Di ruang triase dilakukan pemeriksaan singkat dan cepat untukmenentukan derajat
kegawatdaruratannya oleh tenaga kesehatan dengan cara:
a) Menilai tanda vital dan kondisi umum Pasien
b) Menilai kebutuhan medis
c) Menilai kemungkinan bertahan hidupd) Menilai bantuan yang memungkinkane)
Memprioritaskan penanganan definitive
3) Namun bila jumlah pasien lebih dari 50 orang, maka triase dapatdilakukan di luar
ruang triase (di depan gedung IGD rumah sakit).
4) Pasien dibedakan menurut kegawatdaruratannya dengan memberikode warna:
a) Kategori merah: prioritas pertama (area resusitasi), pasien cedera berat mengancam jiwa yang
kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Pasien kategori merah dapat langsung diberikan
tindakan di ruang resusitasi, tetapi bilamemerlukan tindakan medis lebih lanjut, pasien
dapatdipindahkan ke ruang operasi atau di rujuk ke rumah sakit lain.
b) Kategori kuning: prioritas kedua (area tindakan), pasien memerlukan tindakan defenitif tidak ada
ancaman jiwa segera. Pasien dengan kategori kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut
dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan kategori merah
selesaiditangani.
c) Kategori hijau: prioritas ketiga (area observasi), pasien degancedera minimal, dapat berjalan dan
menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Pasien dengan kategori hijau dapat dipindahkan ke
rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka pasien diperbolehkan untuk
dipulangkan.
d) Kategori hitam :prioritasnolpasienmeninggalataucederafatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.
Pasien kategori hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.
Manajemen Kegawatdaruratan
Pasien
Setiap Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Rumah Sakit harus didasarkan pada kriteria multidisiplin,
multiprofesi dan terintegrasi, dengan adanya unsur pimpinan dan unsur pelaksana, yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan terhadap pasien dengan penanggung jawab
seorang dokter yang memilki kewenagan penuh dalam hal kegawat daruratan.
Pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu
perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time
yang cepat dan penanganan yang tepat. Rumah Sakit dapat berfungsi sebagai tempat pelayanan
akhir dalam penanganan Pasien sesuai dengan kemampuannya.
OIeh karena itu sarana, prasarana, dan sumber daya Instalasi Gawat Darurat (IGD) harus
memadai, sehingga mampu menanggulangi Pasien (“to save life and limb”). Apabila diperlukan
evakuasi, Rumah Sakit yang menjadi bagian dari SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu) dapat melaksanakan evakuasi tersebut dengan menggunakan transportasi Ambulan.
Tahapan Kegawat Daruratan : Selanjutnya pihak Rumah Sakit harus dapat melaksanakan
pelayanan triase, survei primer, survei sekunder, tatalaksana definitif dan rujukan.
• Triase adalah proses khusus memilah Pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk
menentukan jenis penanganan/intervensi kegawatdaruratan, dalam tahap ini tidak dilakukan
intervensi medis.
• Survey primer adalah untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi segera mungkin.
• Survey sekunder adalah amnanesa, pemeriksaan fifik untuk memperoleh informasi perlunya
dilakukan pemeriksaan penunjang; misal laboratorium, radiologi, dll.
• Talaksana definitif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan
permasalahan setiap Pasien.
• Rujukan adalah memindahkan Pasien ke tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang lebih tinggi
ataupun ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memiliki sarana dan prasaran medis serta
tenaga ahli yang dibutuhkan untuk memberikan terapi definitif kepada Pasien. Sebelum Pasien
dirujuk, terlebih dahulu dilakukan koordinasi dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dituju
mengenai kondisi Pasien, serta tindakan medis yang diperlukan oleh Pasien. Kemudian harus
mendapat kepastian bahwa Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dituju siap menerima dan
melayani Pasien yang dirujuk.
Manajemen Transportasi Pasien
Transportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut penderita/korban dari lokasi ke sarana
kesehatan yang memadai dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.
Tranportasi bukanlah sekedar mengantar pasien ke rumah sakit, Serangkaian tugas harus dilakukan sejak pasien
dimasukkan ke dalam ambulans hingga diambil alih oleh pihak rumah sakit.
Pemindahan pasien kritis dengan aman didasarkan atas 5 pedoman yaitu
◦ Perencanaan
◦ Sumber Daya Manusia
◦ Peralatan
◦ Prosedur
◦ Lintasan.
Dalam mengkategorikan pasien terdiri dari transportasi intra mural (pemindahan dalam satu lingkup RS) dan
transportasi ekstra mural (pemindahan di luar RS)
pemindahan ekstra mural ada 3 jenis pemindahan yang pertama Pre RS (primer) dari tempat kejadian ke RS, Inter
RS (sekunder), pemindahan dan RS ke RS lain dan International jarak Iebih dari 5.000 km.
Kategori Transportasi lainnya ada transportasi Neonatus/anak, transportasi pada pasien yang mengalami kecelakaan
sewaktu menyelam, transportasi pasien ICU pada saat kebakaran.
Prosedur Pelaksanaan Transportasi Pasien Kritis
1. DPJP/ perawat icu melakukan assessment pasien sebelumdilakukantransportasi, dan mengkordinasikan dengan
petugas tempat tujuanpasien tentang identitas, diagnostic, dan kondisi pasien, keperluantransportasi.
2. Pasien yang di transportasikan potensial mengalami perburukan.
3. kebutuhan monitoring, fisiologis dan intervensi akut, kelanjutanterapi selama transportasi.
4. DPJP/ yang mewakili /perawat penanggung jawab pasienmenjelaskan kepada keluarga pasien terkait prosedur
transportasi yang akan dilakukan, dan alasaan di transportasikan ke unit lain.
5. Perawat penanggung jawab menyiapkan pasien dan alat-alat yangdi butuhkan selama transportasi.
6. Petugas yang mengantar pasien adalah yang sudah terlatih dokter, perawat, dan petugas ambulan yang
mengerti dan mengenal dengankondisi alat transportasi.
7. Ada alat dan prosedur komunikasi yang aman dalamkeadaanemergency, dan tersedia alat pelindung personil,
pemadan api.
8. Sedapat mungkin kondisi pasien stabil, kecuali pasien memerlukanintervensi segera di rumah sakit tujuan.
9. Jalan nafas pasien harus aman, sendiri ataupun dengan intubasi, bantuan ventilasi manual/mekanik. Sudah
harus ada akses intra vena.
10. Pasien harus dalam keadaan keamanan terjamin, terpasang sabukpengaman selama transportasi, monitor dan
dokumen tasi harus terusdi lakukan.
11. erah terima tentang kondisi pasien , terapi yang telah dan sedangdi lakukan, dukumentasi . resume medik, hasil
pemeriusaan penunjang. (Daryani, 2011)
A. Pemindahan Korban Oleh Satu Orang
Teknik pemindahan korban ini dilakukan ketika hanya ada satu penolong di lokasi kejadian.
• Korban Tidak Sadar, Seseorang yang tidak sadar tidak dapat melindungi jalan napas mereka sendiri
sehingga Anda harus memastikan bahwa tidak ada bahaya yang bisa menghalangi jalan napas mereka
saat Anda memindahkannya. Menyeret (dragging) tubuh korban adalah cara terbaik untuk
memindahkan korban.Cara ini dapat dilakukan apabila sudah dipastikan korban tidak mengalami patah
tulang leher, tulang belakang, dan tulang tengkorak. Menyeret juga bisa digunakan ketika korban terlalu
berat untuk diangkat dan dipindahkan.
• Korban Bisa BergerakJika korban masih bisa berjalan meski pergerakannya terbatas, Anda dapat
memapah korban untuk menstabilkan tubuh mereka saat berjalan.
• Korban Tidak Bisa Bergerak Jika korban tidak bisa bergerak, mereka mungkin mengalami cedera tulang
belakang. Jika ada risiko ini, jangan pernah memindahkan korban, segera hubungi bantuan medis.
• Walking Assist (Memapah) Cara ini dapat dilakukan apabila korban mengalami cedera ringan dan
masih sadar. Berdirilah di samping korban, lingkarkan tangan korban pada bahu Anda dan
sanggalah korban dengan bahu Anda, pegang tangannya. Lingkarkan tangan Anda ke belakang
korban dan pegang baju atau pinggangnya. Pindahkan korban dengan cara memapah.
• Cradle Carry (Membopong/Angkat Depan)Cara ini sangat efektif untuk mengangkat dan
memindahkan korban anak-anak dan orang dewasa yang bertubuh kecil. Caranya dengan
meletakkan tangan Anda di punggung korban (di atas pinggang) dan letakkan tangan satunya lagi
di bawah paha korban.
• Piggyback (Menggendong/Gendong Punggung )Gunakan cara ini hanya dalam keadaan sangat
darurat dan Anda cukup kuat untuk mengangkut korban yang sadar atau lemas. Gendong korban
di belakang Anda dan tangan korban disilangkan di depan dada Anda. Tahan paha korban
dengan kedua tangan Anda.
B. Pemindahan Korban Oleh Dua Orang atau Lebih
-Fore and Aft Carry (Mengangkat Depan dan Belakang) Cara ini dapat dilakukan untuk korban tidak
sadar atau tidak dapat bergerak dan terdapat dua penolong. Tidak dianjurkan untuk mengangkut
korban patah tulang. Caranya dengan angkat bagian bawah lengan dan paha secara bersama-sama.
-Two Hand Seat (Mengangkat dengan Kursi Dua Tangan) Angkat korban sadar dengan kedua tangan
dibuat seperti kursi. Dua penolong berlutut/jongkok dan kedua tangan masing-masing penolong
berpegangan untuk membuat kursi. Tangan satu dibuat sandaran dan satunya lagi dibuat tempat
duduk.
-Blanket Lift (Mengangkat dengan Selimut) Selimut atau kain yang cukup lebar yang dibuat seperti
tandu ini adalah cara paling aman untuk korban dengan cedera tulang belakang, korban tidak sadar,
dan/atau tidak bisa bergerak. Jangan mencoba untuk melakukan improvisasi jenis tandu apa pun jika
Anda tidak yakin apa yang harus dilakukan dan bisa memperburuk kondisi korban.Taruh selimut
terbentang di permukaan dan posisikan korban cedera dekat penolong. Gulung ujung selimut dan
posisikan gulungan di belakang korban. Pindahkan korban ke tepi yang digulung dan pastikan kepala
korban tidak berada dekat dengan tepi gulungan. Gulung ujung selimut satunya lagi dan pegang
gulungan dengan kuat dengan kedua tangan. Angkat korban secara perlahan dan hati-hati. Pastikan
kepala dan leher ditopang dengan baik. Semua penolong harus mengikuti arahan dari leader dan ikuti
ke mana pun tubuh digerakkan.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai