Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL NAFAS

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Intensif


Dosen Pengampu: Ni Komang Winda Dwi Latri,
S.Tr.,Kep.,M.Tr.Kep

Disusun oleh:
Ni Kadek Yolanda Dewi (102081806)

UNIVERSITAS TRIATMA MULYA


FAKULTAS KESEHATAN, SAINS DAN TEKNOLOGI
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
JEMBRANA
BALI
2021

i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Konsep Askep Pada Pasien Gagal Nafas”. Makalah ilmiah ini telah penulis
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Penulisan makalah
ini untuk memenuhi tugas Keperawatan Intensif.
Terlepas dari itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Jembrana, 2 Oktober 2021


Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Laporan Pendahuluan
1. Definisi.............................................................................................3
2. Etiologi.............................................................................................3
3. Patofisiologi.....................................................................................4
4. Pathway............................................................................................5
5. Manifestasi Klinis............................................................................6
6. Penatalaksanaan...............................................................................6
7. Pemeriksaan penunjang....................................................................6
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian........................................................................................7
2. Diagnosa...........................................................................................9
3. Intervensi..........................................................................................10
4. Implementasi....................................................................................11
5. Evaluasi............................................................................................11
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................12
B. Saran...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal nafas merupakan salah satu kondisi kritis yang diartikan sebagai ketidakmampuan sistem pernafasan
untuk mempertahankan homeostasis oksigen dan karbondioksida. Fungsi jalan nafas terutama sebagai fungsi ventilasi
dan fungsi respirasi. Kasus gagal nafas akan terjadi kelainan fungsi obstruksi maupun fungsi refriktif, akan tetapi dalam
keilmuan keperawatan kritis yang menjadi penilaian utama adalah defek pertukaran gas di dalam unit paru, antara lain
kelainan difusi dan kelainan ventilasi perfusi. Kedua kelainan ini umumnya menimbulkan penurunan PaO2, peninggian
PaCO2 dan penurunan pH yang dapat menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2018).
Secara teoritis tekanan oksigen di alveolus (PaO2) sama dengan tekanan oksigen pada saat inspirasi (PiO2)
dikurangi dengan tekanan CO2 dalam arteri (PaCO2) dan dibagi dengan R (rasio pertukaran respirasi). Rentang nilai
standar PaO2 yaitu antara 80–100 mmHg sedangkan rentang nilai standar PCO2 yaitu antara 35–45 mmHg. Kasus
gagal nafas akan dijumpai tekanan oksigen arteri kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan
karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (Hiperkapnia). Umumnya penyakit ini di tentukan oleh adanya kriteria
PaO2< 60% mmHg, PaCO2> 50 mmHg, serta adanya perubahan pada PH < 7,35 atau > 7,45. HCO3< 20, BE < -2,5
dan saturasi osksigen < 90 % (Tabrani, 2018).
Tanda-tanda lain yang dapat ditemukan pada pasien yang mengalami kegagalan pernafasan antara lain:
Frekuensi pernafasan > 30 x/menit atau < 10 x/menit, nafas pendek/cepat dan dangkal/cuping hidung, menggunakan
otot bantu pernafasan, adanya wheezing, ronchi pada auskultasi. Batuk terdengar produktif tetapi sekret sulit
dikeluarkan, pengembangan dada tidak simetris, ekspirasi memanjang, mudah capek, sesak nafas saat beraktifitas,
takhikardi atau bradikardi, tekanan darah dapat meningkat/menurun, pucat/dingin, sianosis pada kedua ekstermitas
(Yilldirim, 2010).
Kasus dengan gagal nafas harus dilakukan pemasangan endotracheal tube (ETT). Intubasi endotrakeal
merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas. Prosedur ini dapat dilakukan pada sejumlah kasus pasien
yang mengalami penyumbatan jalan nafas, kehilangan reflek proteksi, menjaga paru-paru dari sekret agar tidak terjadi
aspirasi dan pada segala jenis gagal nafas (Nicholson and O'Brien, 2017).
Intubasi endotracheal tube (ETT) dapat dilakukan melalui hidung ataupun mulut. Masing-masing cara
memberikan keuntungan tersendiri sebagai contoh bahwa melalui hidung lebih baik dilakukan pada pasien yang masih
sadar dan kooperatif, sedangkan melalui mulut dilakukan pada pasien yang mengalami koma, tidak kooperatif dan
ketika kegawatan intubasi dibutuhkan pada pasien yang mengalami cardic arrest (Nicholson and O'Brien, 2017).
Kebanyakan ETT untuk dewasa memiliki sistem inflasi cuff yang terdiri dari valve, pilot balloon, inflating tube
dan cuff. Valve mencegah udara keluar setelah pengisian cuff. Pilot balloon menyediakan udara untuk pengisian cuff
dan berfungsi sebagai panduan. Inflating tube berfungsi untuk menghubungkan valve dengan cuff dan menyatukan
dengan dinding pipa. Dengan menutupi trakea, cuff ETT memberikan tekanan positif dan dapat mengurangi aspirasi.
ETT tanpa cuff biasanya digunakan pada anak‐ anak untuk meminimalisasi resiko trauma akibat tekanan dan batuk
setelah intubasi (Seegobin dan Hasselt, 2017)
Ada dua tipe utama dari cuff ETT yaitu high pressure low volume dan low pressure high volume. Cuff yang
high pressure memiliki hubungan dengan iskemik dan kerusakan mukosa trakea sehingga kurang cocok untuk intubasi
yang lama. Cuff low pressure kemungkinan dapat meningkatkan nyeri tenggorokan, aspirasi, ekstubasi spontan, dan
kesulitan insersi. Karena cuff low pressure kurang menyebabkan kerusakan mukosa, maka cuff tipe ini lebih dianjurkan
1
dalam pemakaiannya. Tekanan cuff tergantung dari beberapa faktor antara laininflasi volum, diameter cuff dan
hubungannya dengan trakea, regangan cuff dan trakea dan tekanan intra torakal. Pasien yang terpasang intubasi perlu
perhatian khusus dengan memantau tekanan cuff ETT yang terpasang. Penelitian yang dilakukan oleh Seegobin dan
Hasselt (2007) menganjurkan bahwa tekanan cuff harus diukur dengan manometer dan bila perlu dikoreksi. Tekann cuff
ETT diukur untuk meminimalisasi trauma pada trakea.
Besarnya tekanan atau jumlah volume udara yang diisikan ke dalam cuff endotracheal tube (ETT) dapat
menggunakan alat khusus pengukur tekanan cuff. Tekanan udara yang direkomendasikan yaitu sesuai dengan rentang
normal antara 25-40 mmHg (Buyung, 2011). Tekanan ideal yang direkomedasikan pada pengisian cuff endotracheal
tube (ETT) adalah pada tekanan 30 mmHg (Yildirim, 2011)
Berdasarkan uraian di atas penulis membuat makalah ini untuk memenuhi tugas Keperawatan Intensif dan untuk
dapat mengetahui dan memahami tentang Askep Gagal Nafas serta agar dapat memberikan pencegahan dan asuhan
keperawatan yang tepat bagi klien Gagal Nafas.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari gagal nafas?
2. Apa saja klasifikasi dari gagal nafas?
3. Apakah etiologi dari gagal nafas?
4. Apakah patofisiologi dari gagal nafas?
5. Apakah manifestasi klinis gagal nafas?
6. Apakah komplikasi dari gagal nafas?
7. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien gagal nafas?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostic dari gagal nafas?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gagal nafas?
C. Tujuan Penulisan
Setelah proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan Intensif diharapkan mahasiswa semester 7 dapat mengerti
dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gagal nafas dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Laporan Pendahuluan
1. Definisi
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2),
eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi
(Susan Martin T, 2017). Gagal nafas adalah kegagalan system pernafasan untuk mempertahankan pertukaran O2
dan CO2 dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (Heri Rokhaeni, dkk, 2015)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat
memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan
tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45
mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2011).
Klasifikasi gagal nafas: Tipe I : Disebut gagal nafas normal apnu hipoksemia : PaO2 rendah dan PCO2 normal.
Gagal napas hipoksemia (tipe I) ditandai dengan menurunnya tekanan arterial oksigen (Pa O2) hingga di bawah 60
mm Hg dengan tekanan arterial karbon dioksida yang normal atau rendah (Pa CO2). Ini merupakan bentuk paling
umum dari gagal napas dan dapat diasosiasikan dengan segala bentuk penyakit paru yang akut, yang secara
menyeluruh melibatkan pengisian cairan pada unit alveolus atau kolaps dari unit alveolus. Beberapa contoh dari
gagal napas tipe I adalah edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, pneumonia, dan perdarahan pulmoner.
Tipe II : Disebut gagal nafas Hiper apnu hipoksemia : PaO2 rendah dan PCO2 Tinggi. Gagal napas hiperkapnia (tipe
II) ditandai dengan meningkatnya PaCO2melebihi 50 mm Hg. Hipoksemia biasa terjadi pada pasien dengan gagal
napas tipe ini yang bernapas dengan udara ruangan. Keasaman atau pH bergantung pada kadar bikarbonat, yang
kembali lagi bergantung pada durasi hiperkapnia. Etiologi umum termasuk overdosis obat, penyakit neuromuskular,
abnormalitas dinding dada, dan gangguan jalan napas berat (contohnya padaasma dan PPOK/penyakit paru
obstruktif kronis).
2. Etiologi
a. Depresi sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan,
terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
b. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf
yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada
saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi
pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.
c. Efusi pleura, hematotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya
diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan
gagal nafas.
d. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan
cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan
3
nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin
menyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah
untuk memperbaiki patologi yang mendasar.
e. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi
uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan
edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
Penyebab gagal nafas berdasarkan lokasi adalah :
a. Penyebab sentral
1) trauma kepala : contusio cerebri
2) radang otak : encephaliti
3) gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak d. Obat-obatan : narkotika, anestesi
b. Penyebab perifer
1) Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans
2) Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale c. Kelainan di paru : edema paru, atelektasis,
ARDS
3) Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax, haematothoraks
4) Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri
3. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai
pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada
pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit
penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur
paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi
bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah
ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas.
Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus
pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode
postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan
denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit
paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

4
4. Pathway Gagal Nafas

- Trauma
- depresi system saraf pusat
-  penyakit akut paru
- kelainan neurologis
- efusi pleura,hemotokrat dan pneumotorka

Gg saraf pernafasan dan otot pernafasan

↑ permeabilitas membrane alveolan kafiler 

Gg evitalium alveolar gg endothalium


↓  kapiler
Odema paru ↓
↓ cairan masuk ke intertisial
↓comlain paru ↓
↓ ↑ tahanan jalan nafas
↓ cairan surfaktan ↓
↓ kehilangan fungsi silia sal pernafasan

Gg pengembangan paru ↓
bersihan jalan nafas
Kolap alveoli

Ventilasi dan perfusi
Tidak seimbang

Terjadi hipoksemia/hiperkapnia

↓O2 dan CO2→ dyspenia,sianosis

5
5. Manifestasi klinis
a. Tanda
Gagal nafas total
1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat
didengar/dirasakan.
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra
klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada
pada inspirasi
3) Adanya kesulitasn inflasi paru dalam usaha memberikan
ventilasi buatan
Gagal nafas parsial
1) Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring,
Growing dan whizing.
a) Ada retraksi dada
b. Gejala
1) Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
2) Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau
sianosis (PO2 menurun)
6. Penatalaksanaan
a. Terapi oksigen Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker
Venturi atau nasal prong
b. Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif
kontinu (CPAP) atau PEEP
7. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemerikasan gas-gas darah arteri Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg Sedang : PaO2 < 60 mmHg Berat :
PaO2 < 40 mmHg
b. Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses
penyakit yang tidak diketahui
1) Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP
2) EKG
Memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi
kanan Disritmia
3) Inhalasi nebulizer
4) Fisioterapi dada
5) Pemantauan hemodinamik/jantung
6) Pengobatan Brokodilator Steroid
7) Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan

B. Asuhan Keperawatan
1. . Pengkajian
a) Airway
1) Peningkatan sekresi pernapasan
2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
b) Breathing
1) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
2) Menggunakan otot aksesori pernapasan
3) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c) Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau
mental, mengantuk
4) Papiledema
5) Penurunan haluaran urine
d) Disability
Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan
penilain GCS, dengan memperhatikan refleks pupil, diameter
pupil.
e) Eksposure

7
Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem,
pucat, tampak lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan
yang didapat secara objektif.

2. Pemeriksaan Fisik
a) Sistem kardiovaskuler
1) Tanda : Takikardia, irama ireguler S3S4/Irama gallop
2) Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
3) Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut
jantung menandakan udara di mediastinum)
4) TD : hipertensi/hipotensi
b) Sistem pernafasan
1) Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis,
inflamasi paru , keganasan, “lapar udara”, batuk
2) Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan,
penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas,
penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area
berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan
(hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang,
reduksi ekskursi thorak.
c) Sistem integument
cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah,
bingung, stupor
d) Sistem musculoskeletal
Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2-4
e) Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
f) Sistem gastrointestinal
Adanya mual atau muntah. Kadang disertai konstipasi.
g) Sistem neurologi
Sakit kepala
h) Sistem urologi

8
Penurunan haluaran urine
i) Sistem reproduksi
Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan pada
rahim/serviks.
j) Sistem indera
1) Penglihatan : penglihatan buram,diplopia, dengan atau
tanpa kebutaan tiba-tiba.
2) Pendengaran : telinga berdengung
3) Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
4) Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap
5) Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap
panas/dingin tajam/tumpul baik.
k) Sistem abdomen
Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam.
l) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat
menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat
batuk Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi,
ekspresi meringis
m)Keamanan
Gejala : Riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat
radiasi/kemoterapi
n) Penyuluhan/pembelajaran - Gejala : riwayat factor resiko
keluarga dengan tuberculosis
3. Diagnosa
a. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya
fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan
resistensi jalan nafas
b. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas
ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi

9
d. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung
Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan
depresi dan disfungsi karena perkembangan penyakit
4. Intervensi
Dx Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
1 Setelah dilakukan tindakan  Catat perubahan dalam
keperawatan selama 1 x 24 bernafas dan pola nafasnya
jam jalan nafas efektif  Observasi dari penurunan
Tujuan : pengembangan dada dan
-Pasiendapat mempertahankan peningkatan fremitus (– )
jalan nafas dengan bunyi  Catat karakteristik dari suara
nafas yang jernih dan ronchi nafas
(-)  Catat karakteristik dari batuk
-Pasienbebas dari dispneu -  Pertahankan posisi
Mengeluarkan sekret tanpa tubuh/posisi kepala dan
kesulitan gunakan jalan nafas tambahan
bilatot-otot interkostal/abdomi
nal/leher dapat meningkatkan
usaha dalam perlu

2 Setelah dilakukan tindakan  Kaji frekuensi, kedalaman dan


keperawatan pasien dapat kualitas pernapasan serta pola
mempertahankan pola pernapasan.
pernapasan yang efektif  Kaji tanda vital dan tingkat
Kriteria Hasil : Pasien kesasdaran setaiap jam
menunjukkan  Monitor pemberian
- Frekuensi, irama dan trakeostomi bila PaCo2 50
kedalaman pernapasan mmHg atau PaO2< 60 mmHg
normal  Berikan oksigen dalam
- Adanya penurunan bantuan ventilasi dan
dispneu humidifier sesuai dengan
- Gas-gas darah dalam pesanan
batas normal  Pantau dan catat
gas-gas darah sesuai indikasi :
kaji kecenderungan kenaikan
PaCO2 atau kecendurungan
penurunan PaO2
 Auskultasi dada untuk
mendengarkan bunyi nafas
setiap 1 jam

3 Setelah diberikan tindakan  Kaji terhadap tanda dan

10
keperawatan pasien dapat gejala hipoksia dan
mempertahankan pertukaran
gas yang adekuat hiperkapnia
Kriteria Hasil : Pasien mampu
menunjukkan :  Kaji TD, nadi apikal dan
- Bunyiparu bersih
- Warna kulit normal tingkat kesadaran 12
- Gas-gas darah dalam batas
normal untuk usia yang
diperkirakan
4 Setelah dilakukan tindakan  Kaji tingkat kesadaran
keperawatan pasien mampu  Kaji penurunan perfusi
mempertahankan perfusi jaringan
jaringan.  Kaji status hemodinamik
Kriteria Hasil : Pasien mampu  Kaji irama EKG
menunjukkan  Kaji system Gastrointestinal
- Status hemodinamik dalam
bata normal
- TTV normal
5. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai
dengan yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri
dan kolaborasi. Tindakan keperawatan mandiri merupakan
tindakan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan
atas petunjuk tenaga kesehatan lainnya. Sedangkan tindakan
kolaborasi adalah tindakan keperawatan berdasarkan hasil
keputusan bersama dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
Implementasi keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan
dengan intervensi keperawatan yang telah disusun berdasarkan
diagnosa keperawatan prioritas.
6. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan
berdasarkan tujuan keperawatan yang hendak dicapai
sebelumnya. Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian
yaitu evalusi formatif yang disebut juga evaluasi proses dan
evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan terus
menerus terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Evaluasi keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan dengan

11
tujuan dan kriteria hasil yang telah disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan prioritas.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal nafas merupakan salah satu kondisi kritis yang
diartikan sebagai ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan homeostasis oksigen dan karbondioksida. Fungsi
jalan nafas terutama sebagai fungsi ventilasi dan fungsi respirasi.
Kasus gagal nafas akan terjadi kelainan fungsi obstruksi maupun
fungsi refriktif, akan tetapi dalam keilmuan keperawatan kritis yang
menjadi penilaian utama adalah defek pertukaran gas di dalam unit
paru, antara lain kelainan difusi dan kelainan ventilasi perfusi.
Kedua kelainan ini umumnya menimbulkan penurunan PaO2,
peninggian PaCO2 dan penurunan pH yang dapat menimbulkan
komplikasi pada organ lainnya
Tanda-tanda lain yang dapat ditemukan pada pasien yang
mengalami kegagalan pernafasan antara lain: Frekuensi pernafasan >
30 x/menit atau < 10 x/menit, nafas pendek/cepat dan
dangkal/cuping hidung, menggunakan otot bantu pernafasan, adanya
wheezing, ronchi pada auskultasi. Batuk terdengar produktif tetapi
sekret sulit dikeluarkan, pengembangan dada tidak simetris,
ekspirasi memanjang, mudah capek, sesak nafas saat beraktifitas,
takhikardi atau bradikardi, tekanan darah dapat meningkat/menurun,
pucat/dingin, sianosis pada kedua ekstermitas
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca
tentang gagal nafas, serta mampu mengaplikasikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gagal nafas mulai dari perumusan
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan, hingga melakukan evaluasi keperawatan

12
DAFTAR PUSTAKA

Hudak and Gallo, (2008), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB


Lippincott company, Philadelpia.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2014), Rencana


Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.

Reksoprodjo Soelarto, (2015), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa


Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (2011), The lippincott Manual of Nursing Practice,
fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia

13

Anda mungkin juga menyukai