Anda di halaman 1dari 32

MANAJEMEN KRITIS EFUSI PLEURA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis


Dosen: Takesi

Oleh :
Kelompok 4
Agi Hergiawan 2017.C.09a.0822
Ronaldo 2017.C.09a.0823
Amelia Fransisca 2017.C.09a.0824
Anggi 2017.C.09a.0825

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah
Manajemen Kritis Efusi Pleura. Penyusunan makalah ini bertujuan agar para
pembaca dapat menambah wawasan dan pengetahuannya.

Kami menyadari bahwa makalah ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca dan mudah-mudahan makalah ini dapat mencapai sasaran yang
diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangkaraya, 14 Juni 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata pengantar......................................................................................................
Daftar Isi ................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ...............................................................................................
1.4 Panfaat Penulisan ..............................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................
2.1 Konsep Dasar Penyakit......................................................................................
2.1.1 Definisi ...........................................................................................................
2.1.2 Anatomi Fisiologi...........................................................................................
2.1.3 Etiologi............................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi.......................................................................................................
2.1.5 Patofisiologi (pathway)...................................................................................
2.1.6 Manfestasi Klinis ...........................................................................................
2.1.7 Komplikasi......................................................................................................
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................
2.1.9 Penatalaksanaan Medis...................................................................................
2.1.10 Manajemen Kritis.........................................................................................
BAB 3 PENUTUP..................................................................................................
3.1 Kesimpulan........................................................................................................
3.2 Saran..................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.3.1 Latar Belakang


Efusi pleura merupakan keadaan di mana terjadinya penumpukan cairan
yang berlebih di dalam kavum pleura (Simanjuntak, 2014). Efusi pleura adalah
pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan
viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Penumpukan cairan yang
berlebih dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan produksi dan pengeluaran
cairan sehingga terjadinya efusi pleura. Reaksi inflamasi dan keganasan yang ada
pada pasien efusi pleura dapat membuat permeabilitas pembuluh darah membran
pleura meningkat atau hambatan aliran limfatik sehingga terjadi penumpukan
cairan dan terjadinya efusi pleura (Saguil, 2014).Keadaan ini dapat mengancam
jiwa karena cairan yang menumpuk dapat menghambat pengembangan paru-paru
sehingga terjadinya gangguan pada proses pertukaran udara (Simanjuntak, 2014).
Prevalensi efusi pleura di Indonesia mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi
saluran napas lainnya. Insiden efusi pleura yang tinggi terdapat pada beberapa
data di rumah sakit Indonesia. Penelitian yang di lakukan di RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tahun 2008-2009 mendapatkan penderita efusi pleura sebanyak 193
orang (Putri, 2010). Hasil penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun
2011 terdapat 136 penderita efusi pleura dengan tuberkulosis paru sebagai
penyebab terbanyak (44.1 %) (Tobing, 2013).
Menurut Merel dalam Khairani tahun 2012, efusi pleura dapat terjadi
sebagai komplikasi dari berbagai penyakit. Pendekatan yang tepat terhadap pasien
efusi pleura memerlukan pengetahuan insidens dan prevalens efusi pleura.
Distribusi penyakit penyebab efusi pleura tergantung pada studi populasi
(Khairani, 2012). Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita
keganasan jika tidak ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas
hidup penderitanya dan semakin memberatkan kondisi penderita. Paru-paru
adalah bagian dari sistem pernapasan yang sangat penting, gangguan pada organ
ini seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan
bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir
pada kematian.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan perbaikan kondisi pasien
dengan efusi pleura memerlukan penatalaksanaan yang tepat oleh petugas
kesehatan termasuk perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit.
Untuk itu maka perawat perlu mempelajari tentang konsep efusi pleura dan
penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.
Maka dalam laporan studi kasus ini akan dibahas bagaimana asuhan keperawatan
pada pasien dengan efusi pleura.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah yang
penulis mengangkat Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Diagnosa medis Efusi Pleura ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Utama
Tujuan penulisan Asuhan Keperawatan ini agar mahasiswa memahami
bagaimana menyajikan dan menyusun hasil pemberian Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan Diagnosa medis Efusi Pleura dalam bentuk makalah tertulis dan
bersifat ilmiah.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan penulisan asuhan keperawatan ini adalah :
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien
dengan Diagnosa medis Efusi Pleura
1.3.2.2 Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan Diagnosa medis Efusi Pleura
1.3.2.3 Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan sesuai masalah
keperawatan pada pasien dengan Diagnosa medis Efusi Pleura
1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan
pada pasien dengan Diagnosa medis Efusi Pleura
1.3.2.5 Mahasiswa mampu membuat evaluasi keperawatan pada pasien dengan
Diagnosa medis Efusi Pleura
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Efusi Pleura


2.1.1 Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Amin Huda,
2015).
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga
pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya
(Muralitharan, 2015)

2.1.2 Anatomi Fisiologi


1. Anatomi

Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk


kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura ke dalam tiga lobus atas, tengah
dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan
bawah.
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-
paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut pleura.
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua
lapisan: lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal
menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Paru-paru yaitu: paru-paru kanan,
terdiri dari tiga lobus (belah paru), lobus pulmo dextra superior, lobus nedia, dan
lobus inferior, tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo
sinistra, lobus superior dan lobus inferior, tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-
belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen
yaitu: 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis dan
3 buah segmen pada lobus inferior. Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan
paru-paru dalam menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat
dibedakan sebagai berikut:
a. Kapasitas total, yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru inspirasi
sedalam-dalamnya.
b. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksimal.

2. Fisiologi Paru-paru
a. Pernapasan pulmoner
Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-
paru.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner yaitu :
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar
2) arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksige masuk ke
seluruh tubuh. Karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
3) distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah
yang tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4) difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler
karbondioksida.
Proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida, konsentrasi dalam
darah mempengaruhi dan meransang pusat pernapasan terdapat dalam otak
untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan sehingga terjadi
pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak.
b. Pernapasan jaringan (pernapasan interna)
Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari
seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan akhirnya mencapai kapiler, darah
mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida
untuk di bawah ke paru-paru terjadi pernapasan eksterna
c. Daya muat paru-paru
Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml – 5000 ml (4,5 –
5 L) udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya
10%. ±500 ml disebut juga udara pasang surut yaitu yang dihirup dan
dihembuskan pada pernapasan biasa
d. Mekanisme pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor utama
kimiawi dan pengendalian syaraf. Adanya faktor tertentu meransang pusat
pernapasan yang terletak di dalam medulla oblongata kalau diransang
mengeluarkan impuls yang disalurkan melalui syaraf spinal.
Otot pernapasan (otot diafragma atau interkostalis) pengendalian oleh
syaraf pusat otomatik dalam medulla oblongata mengeluarkan impuls
eferen ke otot pernapasan melalui radiks syaraf servikalis diantarkan ke
diafragma oleh syaraf prenikus. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik
pada otot diafragma dan interkostalis yang kecepatannya kira-kira 15 kali
setiap menit.
e. Kecepatan pernapasan
Pada wanita lebih tinggi daripada pria, pernapasan secara normal
maka ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi
ada kalanya terbalik inspirasi-istirahat-ekspirasi disebut juga pernapasan
terbalik. Kecepatan setiap menit :
1) Bayi baru lahir: 30-40 kali permenit
2) 12 bulan: 30 kali permenit
3) 2-5 tahun: 24 kali permenit
4) Dewasa: 10-20 kali permenit
f. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan, manusia sangat
membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen
selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat
diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen
berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis
misalnya orang yang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang
kapal, kapal uap dan lain-lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna
darah merahnya hilang berganti kebiru-biruan misalnya yang terjadi pada
bibir, telinga, lengan, dan kaki disebut sianosis.

2.1.3 Etiologi
1. Efusi pleura disebabkan oleh :
a) Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b) Peningakatan permeabilitas kapiler
c) Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d) Peningkatan tekanan negative intrapleura
e) Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
2. Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
a) Tubercolosis
b) Pneumonitis
c) Emboli paru
d) Kanker
e) Infeksi virus,jamur,dan parasit.
f) Non infeksi (transudat)
g) Gagal jantung kongesif (90% kasus)
h) Sindroma nefrotik
i) Gagal hati
j) Gagal ginjal
k) Emboli paru

2.1.4 Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran
pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan oleh faktor
sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura.
b. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh
kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat (Morton, 2012).

2.1.5 Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis
dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20
cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang
sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut
mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura
parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan
hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura
viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian
kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan
cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar
sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya
keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena
adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar
10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah
satunya adalah infeksi tuberkulosa paru .
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer.
Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan
mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat
yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari
robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga
atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena
kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang –
kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung
leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel
polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya
bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura dapat menimbulkan
beberapa perubahan fisik antara lain: Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi
pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung,
fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain
yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru
yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
TB Paru, gangguan ginjal, Tumor gagal jantung sirosis hati
Pneumonia,Bron mediastinum,infeksi,
WOC Efusi Pleura kietaksis, abses sindrroma vena kavasuperior
amoeba sufrenik
yang ,menembus peningkatan peningkatan
rongga pleura hidrostatik tekanan osmotik
hambatan reabsorbsidi rongga pleura
koloid

adanya oksudat adanya transudat


adanya transudat
pembentukan cairan
berlebih,transudaeksuda
t,hemoraguis
EFUSI PLEURA

B3 B4 B5 B6
B1 B2

Sesak nafas
Peradangan Penyumbatan Penumpukkan
Penumpukkan Suplai O2 ke
rongga pleura jalan nafas cairan pada
cairan rongga jaringan
rongga pleura
pleura menurun

Penurunan
Merangsang Sesak nafas Ekspansi paru suplai O2
Hipoksi
Penurunan sistem syaraf
jaringan
ekspansi paru

Suplay cairan
GANGGUA ke dalam Sesak nafas Kelemahan,
O2 tidak Menstimulasi Kelelahan
N PERFUSI nyeri tubuh
efektif
JARINGAN berkurang

Nafsu makan
GANGGUA menurun INTOLERANS
N NYERI I AKTIVITAS
Haus
PERTUKAR
KEKURANGA
N VOLUME DEFISIT NUTRISI
CAIRAN
2.1.6 Manifestasi Klinis ( Tanda Dan Gejala )
1) Batuk
2) Dispnea bervariasi
3) Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
4) Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5) Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami
efusi.
6) Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7) Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
8) Fremitus fokal dan raba berkurang.

2.1.7 Komplikasi
1.1.7.1 Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura
viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat
menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada
dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk
memisahkan membran-membran pleura tersebut.
1.1.7.2 Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
1.1.7.3 Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
1.1.7.4 Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.
1.1.7.5 Empisema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang
menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga
pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang
menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa sakit.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1.1.8.1 Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
1.1.8.2 CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
1.1.8.3 USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
1.1.8.4 Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
1.1.8.5 Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
1.1.8.6 Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


1) Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
2) Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
3) Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala
subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu
dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah
cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat
dilakukan 1 jam kemudian.
4) Antibiotika jika terdapat empiema
5) Operatif
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.1.1 Pengkajian Fokus Keperawatan
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama
pada saat batuk dan bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan
itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan :
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan
adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan
obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum
sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan pada
saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena merasa
nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri. Hospitalisasi juga
dapat membuat pasien merasa tidak tenang karena suasananya yang
berbeda dengan lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik peran dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena sakit pasien
tidak lagi bisa mengurus anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya
sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang
awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah
penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan
kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan terganggu
untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi
fisiknya masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses
penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan
dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu
mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses penyakit.

2.1.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
cairan di pleura paru dextra.
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injury fisik
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan memasukkan, mencerna dan mengabsorpsi makanan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dengan
kebutuhan oksigen.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive: pemasangan WSD
(Water Seal Drainage)
2.1.3 Intervensi Keperawatan dan impelentasi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penumpukan cairan di
pleura paru dextra.
Tujuan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil :
1) Frekuensi pernafasan sesuai yang diharapkan
2) Ekspansi dada simetris.
3) Bernafas mudah.
4) Pengeluaran sputum
5) Tidak didapatkan penggunaan otot tambahan.
6) Tidak didapatkan ortopneu
7) Tidak didapatkan nafas pendek.
Intervensi :
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilas
2) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
3) Lakukan fisioterapi dada jika perl
4) Keluarkan sekret dengan batuk atau suctio
5) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
6) Monitor respirasi dan status oksigen.
7) Posisikan pasien untuk mengurangi dispneu.
Respiratory monitoring
1) Monitoring frekuensi, irama dan kedalaman nafas.
2) Monitoring gerakan dada, lihat kesimetrisan.
3) Monitor pola nafas : takipneu
4) Beri terapi pengobatan respirasi.
Rasioinal

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik


Tujuan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, nyeri
hilang/terkendali dengan Kriteria hasil:
1) Mengenali faktor penyebab
2) Mengenali lamanya sakit (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
3) Menggunakan metode non-analgetik untuk mengurangi nyeri
4) Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
5) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
6) Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi :
1) Kaji pengalaman nyeri pasien sebelumnya, gali pengalaman pasien tentang
nyeri dan tindakan apa yang dilakukan pasien
2) Kaji intensitas, karakteristik, onset, durasi nyeri.
3) Kaji ketidaknyamanan, pengaruh terhadap kualitas istirahat, tidur, ADL.
4) Kaji penyebab dari nyeri
5) Monitoring respon verbal/non verbal
6) Atur posisi yang senyaman mungkin, lingkungan nyaman
Pain control :
1) Ajarkan teknik relaksasi
Management terapi :
2) Kelola pemberian analgetik

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan memasukkan, mencerna dan mengabsorpsi
makanan
Tujuan Kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan klien
dapat terpenuhi kebutuhan nutrisinya, dengan kriteria hasil:
1) Intake zat gizi (nutrien)
2) Intake zat makanan dan cairan
3) Berat badan normal
Intervensi
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
3) Berikan makanan yang terpilih
4) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
5) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
6) Nutritional management:
1) Timbang berat badan secara rutin
2) Monitor turgor kulit
3) Monitor mual dan muntah
4) Monitor kalori dan intake nutrisi

4. Intoleransi aktivitas berhubungan denganketidakseimbangan suplai


dengan kebutuhan oksigen
Tujuan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat
melakukan aktivitas dengan baik dengan kriteria hasil:
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai penignkatan tekanan
darah,nadi dan RR
2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
3) Tanda-tanda vital normal
4) Level kelemahan
5) Status kardiopulmonary adekuat
6) Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat
Intervensi :
Activity therapy
Observasi :
1) Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
2) Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas.
Mandiri :
1) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
2) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologis dan sosial.
3) Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
4) Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan.
Health education :
1) Ajarkan untuk penggunaan teknik relaksasi
2) Ajarkan Tindakan untuk mengehemat energi.
Kolaborasi :
1) Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan
program terapi yang tepat
Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan
penyakit jantung.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive: pemasangan WSD


(Water Seal Drainage)
Tujuan Kriteri Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, infeksi tidak
terjadi dengan kriteria hasil:
1) Tanda – tanda vital klien terutama suhu dalam batas normal
2) Tidak terdapat tanda – tanda infeksi pada daerah pemasangan WSD
3) Nilai laboratorium terutama leukosit dalam batas normal ( leukosit
normal : 5000 – 10.000 rb/ul ).
Intervensi :
Observasi
1) Pantau tanda dan gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung,
drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urin, suhu kulit, lesi kulit,
keletihan, dan malise)
2) Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
(misalnya, usia lanjut, usia kurang dari 1 tahun, luluh imun, dan malnutrisi
)
3) Pantau hasil laboratorium (hitung darah lengkap, hitung granulosit,
absolut, hitung jenis, protein serum, dan algumin)
4) Amati penampilan praktik higiene Personal untuk perlindungan terhadap
infeksi
Mandiri
1) Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan tidak menugaskan
perawat yang sama untuk pasien lain yang mengalami infeksi dan
memisahkan ruang perawatan pasien dengan pasien yang terinfeksi
2) Bersihkan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan masing-masing
pasien
Kolaborasi
1) Ikuti protokol institusi untuk melaporkan suspek infeksi atau kultur
positif
2) Berikan terapi antibiotik, bila di perlukan
Health education
1) Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi
meningkatkan resiko terhadap infeksi
2) Instruksikan untuk menjaga higiene personal untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi (misalnya, mencuci tangan)

2.1.4 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan
cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta kemampuan
dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Evaluasi
keperawatan pada asuhan keperawatan Efusi Pleura yaitu :
1) Bersihan jalan nafas kembali efektif
2) Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
3) Nyeri akut teratasi
4) Tidak terjadi resiko tinggi infeksi
5) Aktivitas sehari-hari kembali baik

1.3 Manajemen Kritis Efusi Pleura


A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer (Primery Survey) :
a) Air way
 Ada atau tidak penumpukan secret
 Refleks batuk menurun
 Refleks menelan menurun
 Wheezing
 Edema tracheal/faringeal
b) Breathing
 Sesak nafas
 RR > 20 x/menit
 Menggunakan otot bantu pernafasan
 Retraksi dinding dada asimitris
 Irama nafas tidak teratur,
 Pernafasan cepat dan dangkal
c) Circulation
 Nadi cepat
 TD meningkat atau hipotensi
 Distritmia
d) Disability
 Kesadaran GCS
 Pupil
 Mual / muntah
 Gelisah
 Nyeri dada

2. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey) :


a) Aktifitas/istirahat
Gejala : Dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat.
b) Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop,
hipertensi/hipotensi, DVJ.
c) Integritas ego
Tanda : Ketakutan, gelisah.
d) Makanan / cairan
Adanya pemasangan infus intravena.
e) Nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh
napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi.
f) Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma.
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada,
retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus
menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan
diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan.
Observasi dan palpasi dada : Gerakan dada tidak sama (paradoksik)
bila trauma, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat,
sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan) yang ditandai dengan :
Dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot
aksesori, gangguan pengembangan dada dan sianosis.
2. Nyeri Akut berhubungan dengan faktor-faktor
biologis (trauma jaringan) yang ditandai dengan : Nyeri tekan pada dada,
penggunaan otot aksesori, wajah tampak meringis dan batuk.
3. Resiko tinggi trauma/henti napas berhubungan
dengan proses system drainase dada (WSD) yang ditandai dengan :
Takipneu, gangguan pengembangan dada dan sianosis.

C. Intervensi Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
(akumulasi udara/cairan).
Tujuan : Pola nafas efektif
Kriteria hasil :
- Menunjukkan pola napas normal/efektif
dengan TTV normal
- Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia.
Intervensi :
1) Kaji tanda-
tanda vital klien
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum klien dan memudahkan
menentukan intervensi selanjutnya.
Kaji pola napas klien, frekuensi irama napas, kedalaman upaya
pernapasan, dan bunyi napas tambahan.
Rasional : Membantu mengidentifikasi keadaan umum klien.
2) Berikan
penjelasan pada klien tentang penyebab sesak.
Rasional : Dapat mengurangi ansietas.
3) Auskultasi
bunyi napas.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen
paru atau seluruh bagian paru.
4) Catat
pengembangan dada dan posisi trakea.
Rasional : Pengembangan dada yang baik dan posisi trakea yang tepat
menandakan proses pernapasan berjalan dengan baik dan nyaman.
5) Pertahanka
n posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur.
Rasional : Memberi nyaman dalam bernapas.
6) Catat
karakter/jumlah drainase selang dada.
Rasional : Jumlah cairan drainase yang keluar dari selang dada dapat
diketahui sehingga memudahkan tindakan perawatan selanjutnya.
7) Berikan
oksigen melalui kanul/masker.
Rasional : Membantu dalam pemenuhan suplai oksigen ke jaringan.

2. Nyeri akut berhubungan dengan faktor-faktor biologis (trauma jaringan).


Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
- Klien tampak tenang
Intervensi :
1) Kaji tanda-
tanda vital klien
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum klien dan memudahkan
menentukan intervensi selanjutnya.
2) Kaji
terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
Rasional : Agar teridentifikasi rasa nyeri terjadi pada bagian mana
untuk menentukan tindakan keperawatan.
3) Ajarkan
pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi.
Rasional : Manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi dapat
mengalihkan perhatian terhadap nyeri dan mengurangi rasa nyeri.
4) Amankan
selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
Rasional : Selang dada yang menetap dapat mengurangi nyeri akibat
gesekan.
5) Jelaskan
pada pasien penyebab timbulnya rasa sakit/nyeri.
Rasional : Nyeri terjadi karena timbunan cairan menekan pleura.
6) Berikan
analgetik sesuai indikasi
Rasional : Analgetik mengurangi / menghilangkan nyeri.

3. Resiko tinggi trauma/henti napas berhubungan dengan proses system


drainase dada (WSD).
Tujuan : Tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
- Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk
mencegah komplikasi
- Memperbaiki/menghindari lingkungan dan
bahaya fisik
Intervensi :
1) Kaji dengan klien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran
keamanan.
Rasional : Informasi tentang bagaimana system bekerja memberikan
keyakinan, menurunkan ansietas klien.
2) Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas
rendah
Rasional : Memudahkan klien bergerak dan area yang rendah
memudahkan cairan keluar dengan baik.
3) Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang
kasa penutup steril sesuai kebutuhan.
Rasional : Mencegah terlepasnya selang dan melindungi kulit dari
iritasi/tekanan.
4) Anjurkan klien menghindari berbaring/menarik selang
Rasional : Menghindari cairan masuk kembali ke rongga pleura.
5) Observasi tanda distress pernapasan bila kateter toraks lepas/tercabut.
Rasional : Distress pernapasan menunjukkan aliran oksigen tidak
lancar.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Efusi pleura adalah adanya sejumlah besar cairan yang abnormal dalam
ruang antara pleura viseralis dan parietalis. Bergantung pada cairan tersebut, efusi
dapat berupa transudat(Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites) atau eksudat
(infeksi dan neoplasma) ; 2 jenis ini penyebab dan strategi tata laksana yang
berbeda. Efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi paru disebut infeksi infeksi
parapneumonik. Penyebab efusi pleura yang sering terjadi di negara maju adalah
CHF, keganasan, pneumonia bakterialis, dan emboli paru. Di Negara berkembang,
penyebab paling sering adalah tuberculosis.
Pemeriksaan fisik dapat normal pada seorang pasien dengan efusi kecil.
Efusi yang lebih besar dapat menyebabkan penurunan bunyi nafas, pekak pada
perfusi, atau friction rub pleura

3.2 Saran
Efusi pleura merupakan penyakit komplikasi yang sering muncul pada
penderita penyakit paru primer, dengan demikian segera tangani penyakit primer
paru agar efusi yang terjadi tidak terlalu lama menginfeksi pleura.
DAFTAR PUSTAKA

Pratomo IP & Yunus F. Anatomi dan Fisiologi Pleura. CDK-205. Vol 40 No 6,


2013
Tobing E & Widirahardjo. Karakteristik Penderita Efusi Pleura di RSUP H Adam
Malik Medan Tahun 2011. E-Jurnal FK USU Volume 1 No 2 Tahun 2013
Halim H. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam : Setiati, et al. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi VI. Tahun 2014. Jakarta : Interna Publishing
Light RW. Disorders of the Pleura and Mediastinum. Available in : Longo, et al.
2012. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th Ed.United States :
Mc Graw Hill Companies
Khairani R, Syahruddin E & Partakusuma LG. Karakteristik Efusi Pleura di RS
Persahabatan. J Respir Indo. Vol 32, No 3, Juli 2012

Anda mungkin juga menyukai