Disusun Oleh :
1. Isfiana hasanah (14201.12.20019)
2. Kholifatur Rizkiyah (14201.12.20020)
3. Silvia Nur Afkarina (14201.12.20037)
4. Ahmad fitrah firdaus (14201.12.20001)
5. Dwi rifanika (14201.12.20009)
6. Fatimatul Munawwaroh (14201.12.20011)
7. Niaga Rahmatullah (14201.12.20000)
8. Siti Maria Ulfa (14201.12.20039)
Penulisan makalah ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar antara lain
tidak lepas dari dukungan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
Tim Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1.4Manfaat
2.Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan terhadap mata kuliah keperawatan medikal
bedah dengan materi asuhan keperawatan pada kasus bronchitis dan efusi
pleura.
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Bronkitis akut
2. Bronkitis kronik
2.1.3 Etiologi
a. Demam,
b. Batuk,
c. Terdapat suara tambahan,
d. Wheezing, dan
e. Produksi sputum meningkat.
2.1.5 Patofisiologi
Terjadinya bronkitis itu bisa diakibatkan oleh paparan infeksi
maupun non infeksi. Apabila terjadi iritasi maka timbullah inflamasi
yang mengakibatkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan
bronkospasme. Hal ini dapat menyebabkan aliran udara menjadi
tersumbat, oleh sebab itu mucocilliary defence pada paru mengalami
peningkatan serta kerusakan, dan cenderung lebih mudah terjangkit
infeksi, pada saat timbulnya infeksi maka kelenjar mukus akan terjadi
hepertropi serta hyperplasia sehingga meningkatnya produksi secret dan
dinding bronkial akan menjadi tebal sehingga aliran udara akan
terganggu. Sekret yang mengental dan berlebih akan mengganggu dan
alian udara menjadi terhambat baik itu aliran udara kecil maupun aliran
udara yang besar.
2. Rontgen thoraks
4. Pemeriksaan laboratorium
2.1.7 Komplikasi
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Tindakan keperawatan
2. Tindakan medis
2.2.2 Etiologi
2.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada
keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura.
Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat
sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang
terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan
interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk
ke dalam rongga pleura.Selain itu cairan pleura dapat melalui
pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan
cairan berupa transudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada
peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal
jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan
menyebabkan pengeluaran cairan dari pmbuluh darah. Transudasi
juga dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada penyakit hati
dan ginjal.
Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut
hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru
akibat gaya gravitasi.Penimbunan eksudat disebabkan oleh
peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan
permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jika
efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema.
Empiema disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang
berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia,
abses paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura.
Bila efusi pleura berupa cairan hemoragis disebut hemotoraks
dan biasanya disebabkan karena trauma maupun keganasan.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan
membatasi engembangannya. Derajat gangguan fungsi dan
kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan
penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah
cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit
gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya
akan menyebabkan gagal nafas. Gagal nafasdidefinisikan sebagai
kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60
mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50
mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.
Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5-15 ml
cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler
pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid
dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler
paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20 %) mengalir
ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan di sini mencapai 1
liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorpsi terganggu misalnya pada
hiperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik,
(hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung).
Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena
bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan
sirosis hepatik tekanan osmotik koloid yang menurun. Eksudat
dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan
keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan
berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel
darah putih.Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali
atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh
efek primer sehingga berkembang pleuritis eksudativa
tuberkulosa. Pergeseran antara kedua pleura yang meradang akan
menyebabkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya sub febril,
kadang ada demam. Diagnosis pleuritis tuberkulosa eksudativa
ditegakkan dengan pungsi untuk pemeriksaan kuman basil tahan
asam dan jika perlu torakskopi untuk biopsi pleura.
Pada penanganannya,selain diperlukan tuberkulostatik,
diperlukan juga istrahat dan kalau perlu pemberian analgesik.
Pungsi dilakukan bila cairan demikian banyak dan menimbulkan
sesak napas dan pendorongan mediastinum ke sisi yang
sehat. Penanganan yang baik akan memberikan prognosis yang
baik, pada fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya.
2.2.4 Manifestasi Klinis
1) Efusi luas : sesak napas, bunyi pekak atau datar pada saat
perkusi di atas area yang terisi cairan, bunyi napas minimal atau
tak terdengar dan pergeseran trakea menjauhi tempat yang sakit.
2) Efusi ringan sampai sedang : dispneu bisa tidak terjadi. (Ketut &
Brigitta, 2019).
2.2.5 Klasifikasi
1. Efusi transudatif
2.2.6 Penatalaksanaan
A.Anatomi Paru-paru
B.Pleura
2.3.1.Pengkajian
1. Data Umum
2. Keluhan Utama
c. Pola eliminasi
2.3.3 Perencanaan
2.3.4 Implementasi
2.3.5 Evaluasi
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Bronkitis akut
Bronkitis akut umumnya berlangsung selama 10–14 hari.
Namun, penderita bronkitis akut bisa mengalami batuk hingga 3
minggu. Bronkitis akut dapat terjadi pada siapa saja, tetapi lebih sering
dialami oleh anak-anak usia di bawah 5 tahun.
2. Bronkitis kronis
Bronkitis kronis biasanya berlangsung selama 3 bulan atau
terjadi selama beberapa kali dalam 2 tahun. Bronkitis kronis adalah
salah satu jenis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Bronkitis ini
lebih sering terjadi pada orang dewasa berusia 40 tahun ke atas.
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di rongga pleura, yaitu rongga di
antara lapisan pleura yang membungkus paru-paru dengan lapisan pleura yang
menempel pada dinding dalam rongga dada. Kondisi ini umumnya merupakan
komplikasi dari penyakit lain.
Pada kondisi normal, terdapat sekitar 10 ml cairan di rongga pleura
yang berfungsi sebagai pelumas untuk membantu melancarkan pergerakan
paru ketika bernapas. Namun, pada efusi pleura, jumlah cairan tersebut
berlebihan dan menumpuk. Hal ini bisa mengakibatkan gangguan pernapasan.
DAFTAR PUSTAKA