Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERNAFASAN PADA KASUS


BRONCHITIS DAN EFUSI PLEURA
Dosen pembimbing:Dodik Hartono,S.Kep.,Ns.,M.Tr.Kep

Disusun Oleh :
1. Isfiana hasanah (14201.12.20019)
2. Kholifatur Rizkiyah (14201.12.20020)
3. Silvia Nur Afkarina (14201.12.20037)
4. Ahmad fitrah firdaus (14201.12.20001)
5. Dwi rifanika (14201.12.20009)
6. Fatimatul Munawwaroh (14201.12.20011)
7. Niaga Rahmatullah (14201.12.20000)
8. Siti Maria Ulfa (14201.12.20039)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY

PESANTREN ZAINUL HASAN


PROBOLINGGO
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya karena penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa
sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW. Pada makalah ini penulis membahas mengenai “asuhan
keperawatan sistem pernafasan pada kasus bronchitis dan efusi pleura”. Dalam
menyusun makalah ini, penulis menggunakan beberapa sumber sebagai referensi,
penulis mengambil referensi dari buku dan jurnal .

Penulisan makalah ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar antara lain
tidak lepas dari dukungan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:

1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pengasuh


Yayasan Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. Nur Hamim, S.Kep., N.s M.Kes. selaku Direktur Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
3. Wardatul Washilah S,Kep.,N,s.,M.Kep. selaku wali kelas sarjana
keperawatan semester 3.
4. Dodik Hartono,S.Kep.,Ns.,M.Tr.Kep selaku dosen pengajar mata kuliah
keperawatan medikal bedah I.
Seiring doa semoga semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan
balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Dalam penulisan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin
untuk menyajikan yang terbaik, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan kami. Oleh sebab
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Genggong, 23 maret 2022

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................


DAFTAR ISI ............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................
1.2 Rumusan ............................................................................................................
1.3 Tujuan ................................................................................................................
1.4 Manfaat ..............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep penyakit Bronchitis
A. Definisi Bronchitis...................................................................................
B. Etiologi Bronchitis...................................................................................
C. Tanda gejala Bronchitis............................................................................
D. Patofisiologi Bronchitis............................................................................
E. Penatalaksanaan Bronchitis......................................................................
F. Pemeriksaan penunjang Bronchitis..........................................................
G. Aspek legal etis dan advokasi..................................................................
H. Health education.......................................................................................
2.2 Konsep penyakit efusi pleura...............................................................................
A. Definisi efusi pleura.................................................................................
B. Etiologi efusi pleura.................................................................................
C. Tanda gejala efusi pleura.........................................................................
D. Patofisiologi efusi pleura..........................................................................
E. Penatalaksanaan efusi pleura....................................................................
F. Pemeriksaan penunjang efusi pleura........................................................
G. Aspek legal etis dan advokasi..................................................................
H. Health education.......................................................................................
2.3 Asuhan keperawatan teori....................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Bronkitis adalah istilah umum untuk terjadinya infeksi yang


menyebabkan iritasi dan peradangan pada area bronkus di paru-paru. Bronkus
itu sendiri merupakan pipa tabung pernapasan yang merupakan cabang dari
trakea (batang tenggorok) yang membawa oksigen ke paru-paru baik kanan
maupun kiri.Dalam hal ini, dinding bronkus memproduksi lendir sebagai
mekanisme pertahanan tubuh untuk menangkap debu atau partikel lain yang
dapat menyebabkan iritasi.Ketika terjadi bronkitis, iritasi dan peradangan
membuat dinding bronkus memproduksi lebih banyak lendir. Tubuh
kemudian akan berusaha mengeluarkan kelebihan lendir ini melalui
mekanisme batuk.

Efusi pleura merupakan penumpukan cairan tidak normal di dalam


cavum pleura. Pleura merupakan membran yang memisahkan paru-paru
dengan dinding dada bagian dalam. Cairan yang diproduksi pleura ini
sebenarnya berfungsi sebagai pelumas yang membantu kelancaran pergerakan
paru-paru ketika bernapas tanpa adanya friksi. Terbentuk efusi pleura
disebabkan menumpuknya cairan di rongga pleura. Secara normal, cairan
yang masuk rongga pleura diabsorbsi oleh pembuluh limfe di pleura visceral.
Penumpukan dan berlebihnya cairan pleura disebabkan produksi cairan yang
meningkat, atau absorbsi cairan yang menurun di antara pleura pariental dan
pleura viscerail. Pada keadaan normal cavum pleura hanya mengandung
cairan sebanyak 10- 20 mililiter.

Penumpukan ini bisa disebabkan karena beberapa kelainan penyakit


infeksi dan kasus keganasan baik di paru maupun di luar organ paru.
Akumulasi cairan di rongga pleura terjadi karena adanya hambatan drainase
limfatik dari rongga pleura. Selain itu gagal jantung menyebabkan tekanan
kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga transudasi
cairan yang berlebih ke dalam rangga pleura. Penyebab lain adalah
menurunnya tekanan osmotic plasma (misalnya hipoproteinemia) menjadikan
transudasi carian berlebih.

Adanya proses infeksi atau peradangan pada permukaan pleura dari


rongga pleura, juga menyebabkan pecahnya membran kapiler sehingga
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara
cepat.Ada dua jenis efusi pleura transudatif dan eksudatif. Efusi pleura
transudat disebabkan oleh penyakit gagal jantung, sorosis, sindroma nefrotik.
Hal ini disebabkan adanya peningkatan tekanan hidrostatik atau tekanan
onkotik kapiler yang menurun. Efusi pleura eksudatif disebabkan oleh karena
penyakit pneumonia, keganasan, emboli paru, infeksi virus, TB paru.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu penyakit bronkitis?
2. Apa itu penyakit efusi pleura?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien bronkitis dan efusi
pleura?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu penyakit bronkitis?
2. Untuk mengetahui apa itu penyakit efusi pleura?
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien bronkitis dan efusi
pleura?

1.4Manfaat

1.Bagi Institusi Pendidikan

Manfaat makalah ini bagi Institusi adalah untuk mengetahui tingkat


kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam pemahaman asuhan
keperawatan medikal bedah pada kasus bronchitis dan efusi pleura.

2.Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan terhadap mata kuliah keperawatan medikal
bedah dengan materi asuhan keperawatan pada kasus bronchitis dan efusi
pleura.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Bronkitis

2.1.1 Definisi Bronkitis

Yaitu peradangan atau juga bisa disebut infeksi yang terdapat di


saluran nafas yang menginfeksi pada bronkus. Bronkitis biasanya
menginfeksi pada anak-anak yang disekitar tempat tinggalnya terdapat
polutan, seperti orangorang merokok diluar atau didalam ruangan,
kendaraan bermotor yang menyebabkan polusi udara, dan pembakaran
yang menyebabkan asap biasanya saat masak menggunakan kayu bakar.
Pasien bronkitis banyak ditemukan dengan keluhan seperti batuk,
mengi, penumpukan sputum dan sesak nafas (Marni, 2014).

2.1.2 Klasifikasi bronkitis

Bronktis dibagi menjadi dua bagian, diantaranya:

1. Bronkitis akut

Bronkitis akut adalah infeksi akut yang terjadi pada saluran


nafas bawah, biasanya akan muncul gejala yang lebih singkat dan
mendadak. Pada bronkitis akut penyebab pada peradangan dan
infllamasi itu dikarenakan bakteri ataupun virus dan kondisi akan
lebih parah yang disebabkan oleh polusi udara karena rokok dan
kendaraan.

2. Bronkitis kronik

Bronkitis kronik yaitu terjadinya peradangan pada bronkus


yang berlangsung selama beberapa saat dan terjadinya hambatan
atau obstuksi pada aliran udara normal dalam bronkus. Bronkitis
kronik dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Ringan, biasanya muncul dengan gejala atau keluhan ringan


seperti batuk.

b. Mokopurulen, biasanya muncul dengan ditandai batuk dengan


mengeluarkan dahak kental dan purulent/berwarna kekuningan.
c. Saluran pernafasan menyempit, biasanya muncul disertai gejala
seperti batuk berdahak disertai sesak nafas dan terdapat suara
mengi (Nanda, 2015)

2.1.3 Etiologi

Bronkitis akut biasanya akan muncul disebabkan karena virus


seperti virus influenza, rhinovirus Syncirial Virus (RSV), Coxsackie
virus dan virus parainfluenza. Sedangkan menurut pendapat lainnyan
penyebab ini bisa terjadi bisa melalui zat iritasi yaitu seperti asam
lambung hal ini ditemukan setelah terjadinya aspirasi pada saat sesudah
muntah yang menyebabkan bronkitis kronis. Dan pada bronkitis yang
disebabkan oleh bakteri biasanya akibat dari Bardetella pertuassis,
Mycoplasma pneumonia bisa mengakibatkan terjadinya bronkitis akut
dan dapat terjadi terhadap anak diatas usia lima tahun atau remaja yang
tidak diimunisasi. Bronkitis akut mempunyai tanda-tanda yang paling
sering muncul yaitu batuk secara terus menerus dalam satu ekspirasi.
Dan saat batuk akan mengeluarkan dahak lengket dan kental (Nanda,
2015)

2.1.4 Manifestasi klinis

Tanda yang mencul paa bronkitis kronik dan akut yaitu:

1. Pada bronkitis akut diantaranya:

a. Demam,
b. Batuk,
c. Terdapat suara tambahan,
d. Wheezing, dan
e. Produksi sputum meningkat.

2. Pada bronkitis kronis diantaranya:

a. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan disertai


dengan batuk,
b. Tanda bronkitis akut bisa berlansung selama kurang lebih
2-3 minggu,
c. pernafasan menjadi sulit disebabkan saluran pernafasan atas
tersumbat, dan
d. Produksi sekret meningkat dan berwarna hijau atau kuning
(Nanda, 2015).

2.1.5 Patofisiologi
Terjadinya bronkitis itu bisa diakibatkan oleh paparan infeksi
maupun non infeksi. Apabila terjadi iritasi maka timbullah inflamasi
yang mengakibatkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan
bronkospasme. Hal ini dapat menyebabkan aliran udara menjadi
tersumbat, oleh sebab itu mucocilliary defence pada paru mengalami
peningkatan serta kerusakan, dan cenderung lebih mudah terjangkit
infeksi, pada saat timbulnya infeksi maka kelenjar mukus akan terjadi
hepertropi serta hyperplasia sehingga meningkatnya produksi secret dan
dinding bronkial akan menjadi tebal sehingga aliran udara akan
terganggu. Sekret yang mengental dan berlebih akan mengganggu dan
alian udara menjadi terhambat baik itu aliran udara kecil maupun aliran
udara yang besar.

Pembengkakan bronkus serta sekret yang kental akan


mengakibatkan rusaknya jalan pada pernafasan dan terganggunya
pertukaran gas pada alveolus terutama pada saat ekspirasi. Saluran
pernafasan akan terpeangkap di distal paru dan akan mengalami kolaps.
Rusaknya hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan ventilasi
alveolar, asidosis, dan hipoksia. Apabila penderita oksigennya kurang
maka akan terjadinya resiko ventilasi yang tidak normal, maka
penurunan PaO2 akan terjadi dan apabila sampai ventlasi rusak maka
akan mengalami peningkatan PaCO2, hal itu dilihat dari sianosisnya.
Apabila menyakit mulai memarah maka produksi sekret akan berwarna
kehitaman disebabkan oleh infeksi pulmona (Somantri,2009).

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan fungsi paru

Bertujuan untuk melihat batas normal kapasitas paru dan


volume, apabila ada kelebih atau kekurang itu menunjukkan
malfungsi pada system paru. Normalnya yaitu 12-16x / menit, yang
dapat mengangkat udara sekitar lima liter pada usia dewasa, dan
pada usia anak normalnya adalah 24x / menit. Nama alatnya yaitu
spirometer.

2. Rontgen thoraks

Jika melihat konsolidasi di bagian paru itu menunjukan


kapasitas paru menurun.

3. Kadar gas darah


Untuk mengetahui ukuran oksigenasi, saturasi O2, kadar pada
CO2, pH/keseimbangan asam basa, kadar bikarbonat, dan kurang
lebihnya basa. Analisa pengukuran pada gas darah:

a. Saturasi O2 lebih dari 90%.


b. PaCO2 normal 35-45 mmHg,
c. PH normal 7,35-7,45,
d. Nilai normal PaO2 adalah 80-100 mmHg,
e. Total nilai normal CO2 yang terdapat pada plasma yaitu 24-31
mEq/l, dan
f. Nilai normal HCO3 yaitu 21-30 mEq/l.

4. Pemeriksaan laboratorium

Tujuan dari pemeriksaan laboratorium agar dapat melihat


perubahan terhadap peningkatan eosinophil Sputum (Nanda, 2015).

2.1.7 Komplikasi

1. Efusi pleura dan pleuritis bisa secara bersamaan terjadi dengan


timbulnya pneumonia.
2. Bila dahak tetap tinggal akan terjadi bronkiektatis.

2.1.8 Penatalaksanaan

1. Tindakan keperawatan

a. Mengontrol batuk dan mengeluarkan sputum atau dahak


(fisioterapi dada),
b. Memberi minumm yang banyak
c. Sering mengubah posisi pasien,
d. Melakukan nebulizer, dan
e. Inhalasi.

2. Tindakan medis

a. Sebaiknya tidak diberikan obat antihistamin yang berlebih,


b. Pemberian antibiotic bila dicurigai adanya infeksi bacterial,
c. Berikan efedrin 0,5-1 mg/kg (berat badan) 3x dalam sehari, dan
d. Pembeian Chloran hidran 30 mg/kg BB sebagai sedative.

2.2 Konsep Teori efusi pleura

2.2.1 Definisi efusi pleura

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan berlebih didalam


rongga pleura, rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara
selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada. Jenis cairan lainnya
yang bisa terkumpul didalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan
seperti susu dan cairan mengandung kolestrol tinggi, hemotoraks (darah
di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada. Dalam
keadaan normal cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk
melumasi permukaan pleura. (Irianto, 2015).

Hal ini merupakan adanya penumpukan cairan di ruang pleura.


Penyakit ini sering terjadi karena proses sekunder dari adanya penyakit
lain, efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan
transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus. (Ketut & Brigitta,
2019).

Penyakit ini merupakan adanya cairan berlebih di dalam rongga


pleura, cairannya dapat berupa darah, cairan jernih dan pus, yang
terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada. Hal
ini sering terjadi karena proses sekunder dari adanya penyakit lain dan
cedera di dada, dan penyakit ini bisa membuat terganggunya proses
pernafasan.

2.2.2 Etiologi

Efusi pleura diakibatkan oleh kelebihan cairan dapat berupa


cairan rendah protein (transudatif) atau kaya protein (eksudatif).
Penyebab paling umum efusi pleura transudatif (cairan encer) meliputi
gagal jantung, emboli paru, sirosis, dan bedah jantung pascaoperasi.
Sementara itu efusi pleura eksudatif (cairan protein) paling sering
disebabkan oleh pneumonia, kanker, emboli paru, penyakit ginjal, dan
penyakit inflamasi.

Selain dua penyebab utama diatas penyebab efusi pleura lain


yang kurang umum antara lain tuberkulosis, penyakit autoimun,
perdarahan (karena trauma dada), chylothorax (karena trauma), infeksi
dada dan perut, efusi pleura abses ( karena paparan asbes), sindrom
Meig (karena tumor ovarium jinak), dan sindrom hiperstimulasi
ovarium.

Obat-obatan tertentu, operasi perut, dan terapi radiasi juga dapat


menyebabkan efusi pleura. Efusi pleura dapat terjadi pada beberapa
jenis kanker termasuk kanker paru-paru, kanker payudara, dan limfoma.
(Boka, 2017).

2.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada
keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura.
Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat
sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang
terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan
interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk
ke dalam rongga pleura.Selain itu cairan pleura dapat melalui
pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan
cairan berupa transudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada
peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal
jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan
menyebabkan pengeluaran cairan dari pmbuluh darah. Transudasi
juga dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada penyakit hati
dan ginjal.
Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut
hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru
akibat gaya gravitasi.Penimbunan eksudat disebabkan oleh
peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan
permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jika
efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema.
Empiema disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang
berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia,
abses paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura.
Bila efusi pleura berupa cairan hemoragis disebut hemotoraks
dan biasanya disebabkan karena trauma maupun keganasan.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan
membatasi engembangannya. Derajat gangguan fungsi dan
kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan
penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah
cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit
gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya
akan menyebabkan gagal nafas. Gagal nafasdidefinisikan sebagai
kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60
mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50
mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.
Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5-15 ml
cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler
pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid
dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler
paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20 %) mengalir
ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan di sini mencapai 1
liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorpsi terganggu misalnya pada
hiperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik,
(hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung).
Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena
bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan
sirosis hepatik tekanan osmotik koloid yang menurun. Eksudat
dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan
keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan
berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel
darah putih.Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali
atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh
efek primer sehingga berkembang pleuritis eksudativa
tuberkulosa. Pergeseran antara kedua pleura yang meradang akan
menyebabkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya sub febril,
kadang ada demam. Diagnosis pleuritis tuberkulosa eksudativa
ditegakkan dengan pungsi untuk pemeriksaan kuman basil tahan
asam dan jika perlu torakskopi untuk biopsi pleura.
Pada penanganannya,selain diperlukan tuberkulostatik,
diperlukan juga istrahat dan kalau perlu pemberian analgesik.
Pungsi dilakukan bila cairan demikian banyak dan menimbulkan
sesak napas dan pendorongan mediastinum ke sisi yang
sehat. Penanganan yang baik akan memberikan prognosis yang
baik, pada fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya.
2.2.4 Manifestasi Klinis

Efusi pleura beberapa gejalanya disebabkan oleh penyakit dasar


pneumonia akan menyebabkan demam, mengigil, dan nyeri dada
pleuritik. Efusi maligna dapat mengakibatkan dispneu dan batuk.
Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala.

1) Efusi luas : sesak napas, bunyi pekak atau datar pada saat
perkusi di atas area yang terisi cairan, bunyi napas minimal atau
tak terdengar dan pergeseran trakea menjauhi tempat yang sakit.

2) Efusi ringan sampai sedang : dispneu bisa tidak terjadi. (Ketut &
Brigitta, 2019).

2.2.5 Klasifikasi

1. Efusi transudatif

Karakteristik transudat adalah rendahnya konsentrasi protein


dan molekul besar lainnya, terjadi akibat kerusakan/perubahan
faktorfaktor sistemik yang berhubungan dengan pembentukan dan
penyerapan cairan pleura. Penyebab utama biasanya gagal jantung
ventrikel kiri dan sirosis hati, penyebab lainnya diantaranya sindrom
nefrotik, hidronefrosis, dialisis peritoneal, efusi pleura maligna
( atelektasis pada obstruksi bronkial atau limfatik).
2. Efusi eksudatif

Karakteristik eksudat kandungan protein lebih tinggi


dibandingkan transudat. Hal ini karena perubahan faktor lokal
sehingga pembentukan dan penyerapan cairan pleura tidak
seimbang. Penyebab utama, yaitu pneumonia bakteri, keganasan ( ca
paru, mamae,limfoma, ovarium), infeksi virus dan emboli paru.
Selain itu juga disebabkan oleh abses intraabdomen, hernia
diafragmatika, sfingter esofagus bawah, trauma, kilotoraks
(trauma,tumor mediastinum), uremia, radiasi, hemotoraks (trauma),
tumor, efusi pleura maligna dan paramaligna. (Aesculapius, 2014).

2.2.6 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab yang


mendasarinya ; untuk mencegah reakumulasi cairan; dan untuk
meringankan ketidaknyamanan, dispnea, dan penurunan kerja sistem
pernapasan. (Smeltzer, 2010). Pengobatan spesifik, diarahkan pada
penyebab yang mendasarinya :

a. Thoracentesis dilakukan untuk menghilangkan cairan,


mengumpulkan spesimen untuk analisis, dan meredakan
dispnea.
b. Pemasangan chest tube dan water-seal drainage mungkin
diperlukan untuk drainase dan re-ekspansi paru-paru.
c. Pleurodesis kimia: Pembentukan adhesi dilakukan saat obat
ditanamkan ke dalam ruang pleura untuk menghilangkan
ruang dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
d. Modalitas pengobatan lainnya, termasuk pleurektomi
pembedahan (pemasangan kateter kecil yang menempel pada
botol penghisap), atau implantasi pleuroperitoneal shunt.
e. Tirah Baring

Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan


oksigen karena peningkatan aktifitas akan meningkatkan
kebutuhan oksigen sehingga dispneu akan semakin
meningkat pula.

2.2.7 Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan radiologik ( Rontgen Dada )


b. Ultrasonografi
c. Pungsi pleura (torakosentesis) dan analisis cairan pleura
 Makroskopik: transudat (jernih,agak kuning), eksudat ( warna lebih
gelap,keruh), emplema (opak,kental), efusi kaya kolestrol
(berkilau),chylous (susu).
 Mikroskopik: leukosit meningkat, limfosit matur, (neoplasma,
limfoma, TBC); leukosit PMN yang mendominasi (pneumonia,
pankreatitis).

d. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan. (Amin dan Hardhi, 2015 ).

2.2.8 Anatomi dan Fisiologi

A.Anatomi Paru-paru

Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut mengisi


rongga dada. Paru-paru merupakan alat pernapasan utama, jaringan
paru-paru elastis, berpori, dan seperti spons. Paru-paru berada dalam
rongga torak, yang terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan
letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu struktur blok padat
yang berada dibelakang tulang dada. Paru-paru menutupi jantung,
arteri dan vena besar, esofagus dan trakea. Paru-paru berbentuk
seperti spons dan berisi udara dengan pembagian ruang paru kanan
memiliki tiga lobus dan paru kiri dua lobus, lobus paru terbagi
menjadi beberapa segmen-paru. Paru kanan mempunyai sepuluh
segmen-paru sedangkan paru kiri mempunyai delapan segmen-paru.
(Evelyn, 2010).

B.Pleura

Setiap paru-paru dilapisi membran serosa rangkap dua yaitu ;


Pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk ke dalam fisura, dan
dengan demikian memisahkan lobus satu dari yang lain, membran
ini kemudian dilipat kembali di sebelah tampuk paru-paru dan
membentuk pleura parietalis, dan melapisi bagian dalam dinding
dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura kostalis, bagian
yang menutupi diafragma ialah pleura diafragmatika, dan bagian
yang terletak di leher ialah pleura servikalis. Pleura diperkuat oleh
membran yang kuat bernama membran suprapleuralis dan di atas
membran ini terletak arteri subklavia Diantara kedua lapisan pleura
itu terdapat eksudat untuk meminyaki permukaannya dan
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada yang
sewaktu bernapas bergerak. Dalam keadaan sehat kedua lapisan satu
dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu
hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal
udara atau cairan memisahkan kedua pleura itu dan ruang di
antaranya menjadi jelas. (Evelyn, 2010).

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.3.1.Pengkajian

Yaitu suatu pemikiran dasar dari proses keperawatan yang


bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan
kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, social dan
lingkungan (Dermawan, 2012).

1. Data Umum

Meliputi nama, umur, agama, alamat, jenis keamin, nomor


register, status perkawinan, pendidikan, bahasa yang digunakan,
golongan darah, asuransi, tanggal MRS, diagnose medis (Wahid,
2013). Bronkitis rentan terjadi pada anak dengan kondisi
lingkungan yang terdapat polutan, seperti orang tua yang merokok
dan orang yang memasak menggunakan kayu bakar.

2. Keluhan Utama

Penderita bronkitis yang sering dirasakan adalah sulit untuk


bernafas atau sesak nafas, batuk secara terus menerus, adanya suara
nafas tambahann seperti wheezing.

3. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat pada kesehatan sekarang meliputi cerita tentang


berlangsungnya penyakit yang dialami oleh pasien dari munculya
keluhan pertama kali kemudian pasien dibawa ke rumah sakit
kemudian saat masuk rumah sakit. apakah pernahkan pasien
diperiksakan ke klinik lainnya selain ke rumah sakit yang saat ini
ditempatinya, serta pengobatan apa yang telah dierikan kepada
pasien dan apa perubahan yang dirasakan saaat menerima
pegobatan tersebut, hal ini didapatka pada saat melakukan
pengkajian pada pasien.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat pada masalah kesehatan dahulu apakah anak


pernah memiliki penyakit yang berkaitan dengan pernafasan, atau
penyakit keturunan dari keluarga yang memiliki penyakit
pernafasan.
5. Riwayat penyakit keluarga

Dalam riwayat penyakit keluarga ini menyebutkan ada


tidaknya keluarga atau kerabat yang memiliki penyakit genetik
seperti penyakit pernafasan.

6. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan

Pola fungsi kesehatan pada klien:

a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit


mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi
kadang memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-
obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

b. Pola nutrisi dan metabolism

Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk


mengetahui status nutrisi pasien, selain itu perlu juga
ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan sesudah
MRS. Penderita bronkitis biasanya nafsu makan menurun
dikarenakan akibat terganggunya saluran pernafasan.

c. Pola eliminasi

Pada pengkajian eliminasi yang ditanyakan mengenai


kebiasaan sebelum dan sesudah MRS defekasi klien.

2.3.2. Diagnosa keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah respon aktual atau potensial klien


terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial klien
didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan,
catatan medis klien masa lalu, dan konsultasi dengan profesional lain,
yang kesemuanya dikumpulkan selama pengkajian sehingga perawat
dapat mengetahui diagnosa penyakit yang dialami oleh klien. (Potter &
Perry, 2005).

2.3.3 Perencanaan

Tahap perencanaan memberikan kesempatan kepada perawat,


klien, keluarga dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana
tindakan keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami klien.
Perencanaan ini merupakan suatu petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang
dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan
diagnosis keperawatan.

Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok `dari


proses keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal
yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan
dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan melakukan
tindakan keperawatan. Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan untuk klien, keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan
secara maksimal (Asmadi, 2008).

2.3.4 Implementasi

Implementasi yang merupakan komponen dari proses


keperawatan adalah katagori dari prilaku keperawatan dimana tindakan
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang dipekirakan dari
asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori,
implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen
perencanaan dari proses keperawatan (Potter & Perry, 2005).

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang


merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil
akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi
menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari
siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali
ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment).
Secara umum, evaluasi ditujukan untuk: 1) Melihat dan menilai
kemampuan klien dalam mencapai tujuan. 2) Menentukan apakah
tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. 3) Mengkaji penyebab
jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai (Asmadi, 2008).
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bronkitis adalah iritasi atau peradangan di dinding saluran bronkus, yaitu


pipa yang menyalurkan udara dari tenggorokan ke paru-paru. Bronkitis bisa
terjadi dalam hitungan hari, minggu, bahkan bulan.
Bronkitis biasanya ditandai dengan batuk, yang terkadang disertai
dengan keluarnya dahak atau lendir akibat iritasi pada dinding bronkus. 
Bronkitis yang memburuk dan tidak ditangani berisiko
menyebabkan pneumonia, yang ditandai dengan nyeri dada, demam, dan
penurunan kesadaran.
Secara umum, bronkitis terbagi menjadi dua tipe, yakni:

1. Bronkitis akut
Bronkitis akut umumnya berlangsung selama 10–14 hari.
Namun, penderita bronkitis akut bisa mengalami batuk hingga 3
minggu. Bronkitis akut dapat terjadi pada siapa saja, tetapi lebih sering
dialami oleh anak-anak usia di bawah 5 tahun.

2. Bronkitis kronis
Bronkitis kronis biasanya berlangsung selama 3 bulan atau
terjadi selama beberapa kali dalam 2 tahun. Bronkitis kronis adalah
salah satu jenis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Bronkitis ini
lebih sering terjadi pada orang dewasa berusia 40 tahun ke atas.
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di rongga pleura, yaitu rongga di
antara lapisan pleura yang membungkus paru-paru dengan lapisan pleura yang
menempel pada dinding dalam rongga dada. Kondisi ini umumnya merupakan
komplikasi dari penyakit lain.
Pada kondisi normal, terdapat sekitar 10 ml cairan di rongga pleura
yang berfungsi sebagai pelumas untuk membantu melancarkan pergerakan
paru ketika bernapas. Namun, pada efusi pleura, jumlah cairan tersebut
berlebihan dan menumpuk. Hal ini bisa mengakibatkan gangguan pernapasan.
DAFTAR PUSTAKA

Dince Debora, Saikmata, et al. ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. S DENGAN


DIAGNOSA MEDIS BRONKITIS DI RUANG RSUD BANGIL PASURUAN. Diss.
Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo, 2020.

KUSUMANINGRUM, DYAH AYU. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN EFUSI PLEURA DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI. Diss. STIKes Kusuma Husada Surakarta, 2019.

Magfiroh, Magfiroh. STUDI LITERATUR: ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN ANAK DENGAN BRONKITIS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF. Diss. Universitas Muhammadiyah
Ponorogo, 2021.

Mustopa, Acep Hidayatul. "Pendampingan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan (Asma) di Ruang Mawar RSUD
Dr. Soekardjo Tasikmalaya." KOLABORASI JURNAL PENGABDIAN
MASYARAKAT 2.1 (2022): 6-26.

Rusdiantoro, Aris. Asuhan Keperawatan Pada Klien Bronkitis Dengan Masalah


Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas (Bronkitis Dengan Masalah
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas). Diss. STIKes Insan Cendekia Medika
Jombang, 2017.

Umara, Annisaa Fitrah, et al. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.


Yayasan Kita Menulis, 2021.

WERIPANG, IMELDA. "ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN EFUSI


PLEURA DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS DI RUANG
ZAMRUD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SLAMET GARUT." (2019).

Anda mungkin juga menyukai