A DENGAN
DIAGNOSA MEDIS BBLR DI RUANG MAWAR
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
Oleh :
ANGGI
2017.C.09a.0825
1.1.3 Klasifikasi
Menurut Deslidel et al. (2011: 108) klasifikasi BBLR, yaitu :a.
a. BBLR prematur atau kurang bulan.
1. Sindrom gangguan pernafasan ideopatik (penyakit membran hialin).
2. Pnemonia aspirasi karena refkek menelan dan batuk belum sempurna,
bayi belum dapat menyusui.
3. Perdarahan periventrikuler dan perdarahan intraventrikuler (P/IVH) otak
lateralakibat anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan pernafasan).
4. Hipotermia karena sumber panas bayi prematur baik lemak subkutan
yangmasih sedikit maupun brown fat belum terbentuk.
Beberapa ciri jika seorang bayi terkena hipotermi antara lain :
a) Bayi menggigil
b) Kulit anak terlihat belang, merah putih atau timbul bercak-bercak.
c) Anak terlihat apatis atau diam saja.
d) Gerakan bayi kurang dari normal.
e) Lebih parah lagi jika anak menjadi biru yang bisa dilihat pada
bibir dan ujung-ujung jarinya. (Walyani, 2015 : 161).5)
5. Hiperbilirubinemia karena fungsi hati belum matang
b. BBLR tidak sesuai usia kehamilan atau dimatur
1. Sindrom aspirasi meconium
2. Hiperbilirubinemia
3. Hipoglikemia
4. Hipotermia
1.1.4 Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat bayi lahir rendah (Proverawati
dan Ismawati, 2010), yaitu:
a. Faktor Orang Tua
1. Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia,
perdarahanantepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi
kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi,HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV)dan Herpes simplex virus), danpenyakit
jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.2)
2. Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia
< 20tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.3)
3. Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal
inidikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang
kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah.
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusisitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan
kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecahdini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran
tinggi,terkena radiasi, serta terpapar zat beracun
1.1.5 Patofisiologi
Menurut Maryanti, et al (2012:169) faktor yang mempengaruhi
terjadinyaBBLR terdiri dari faktor ibu yang meliputi penyakit ibu, usia ibu,
keadaan sosialekonomi dan sebab lain berupa kebiasaan ibu, faktor janin, dan
faktor lingkungan.BBLR dengan faktor risiko paritas terjadi karena sistem
reproduksi ibu sudahmengalami penipisan akibat sering melahirkan Hal ini
disebabkan oleh semakin tinggi paritas ibu, kualitas endometrium akan semakin
menurun. Kehamilan yang berulang-ulang akan mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke
janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang dibandingkan dengan kehamilan
sebelumnya (Mahayana et al., 2015 :669).
Faktor yang juga mempengaruhi terjadinya BBLR adalah penyakit pada ibu
hamil. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan suplai oksigen ke
jaringan, selain itu juga dapat merubah struktur vaskularisasi plasenta, hal ini
akanmengganggu pertumbuhan janin sehingga akan memperkuat risiko terjadinya
persalinan prematur dan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah
terutamauntuk kadar hemoglobin yang rendah mulai dari trimester awalkehamilan
(Cunningham, et al., 2010). Selain anemia, implantasi plasenta abnormal seperti
plasenta previa berakibat terbatasnya ruang plasenta untuk tumbuh, sehingga akan
mempengaruhi luas permukaannya. Pada keadaan ini lepasnya tepi plasenta
disertai perdarahan dan terbentuknya jaringan parut sering terjadi, sehingga
meningkatkan risiko untuk terjadi perdarahan antepartum (Prawirohardjo, 2008).
Apabila perdarahan banyak dan kehamilan tidak dapat dipertahankan, maka
terminasi kehamilan harus dilakukan pada usia gestasi berapapun. Hal ini
menyebabkan tingginya kejadian prematuritas yang memiliki berat badan lahir
rendah disertaimortalitas dan morbiditas yang tinggi. Keadaan sosial ekonomi
secara tidak langsung mempengaruhi kejadian BBLR, karena pada umumnya ibu
dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah akan mempunyai intake makan yang
lebih rendah baik secara kualitas maupun secara kuantitas, yang berakibat kepada
rendahnya status gizi pada ibu hamil (Amalia, 2011 :258). Selain itu, gangguan
psikologis selama kehamilan berhubungan dengan terjadinya peningkatan indeks
resistensi arteri uterina. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan konsentrasi
noradrenalin dalam plasma, sehingga aliran darah keuterus menurun dan uterus
sangat sensitif terhadap noradrenalin sehinggamenimbulkan efek vasokonstriksi.
Mekanisme inilah yang mengakibatkanterhambatnya proses pertumbuhan dan
perkembangan janin intra uterin sehinggaterjadi BBLR (Hapisah, et al., 2010 : 86-
87).
Menurut Maryanti et al. (2012:169) penyebab BBLR dapat dipengaruhi dari
faktor janin berupa hidramnion atau polihidramnion, kehamilan ganda, dan
kelainankoromosom. Hidramnion merupakan kehamilan dengan jumlah air
ketuban lebih dari2 liter. Produksi air ketuban berlebih dapat merangsang
persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran
prematur dan dapat meningkatkan kejadian BBLR. Pada kehamilan ganda berat
badan kedua janin pada kehamilan tidak sama, dapat berbeda 50-1000 gram, hal
ini terjadi karena pembagian darah pada plasenta untuk kedua janin tidak sama.
Pada kehamilan kembar distensi (peregangan)uterus berlebihan, sehingga
melewati batas toleransi dan sering terjadi persalinan prematur (Amirudin &
Hasmi, 2014 : 110-111). Menurut Saifuddin dalam Amirudin& Hasmi (2013 :
111-112) kelainan kongenital atau cacat bawaan merupakan kelaianan dalam
pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
Bayi yang lahir dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai
BBLR atau bayi kecil.Pada BBLR ditemukan tanda dan gejala berupa disproporsi
berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering pecah-
pecah danter kelupas serta tidak adanya jaringan subkutan (Mitayani, 2013 : 176).
Karena suplai lemak subkutan terbatas dan area permukaan kulit yang besar
dengan berat badan menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas pada
lingkungan (Sondakh, 2013 :152). Sehingga bayi dengan BBLR dengan cepat
akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia (Maryanti, 2012 : 171).
Selain itu tipisnya lemak subkutan menyebabkan struktur kulit belum matang dan
rapuh. Sensitivitas kulit yang akan memudahkan terjadinya kerusakan integritas
kulit, terutama pada daerah yang sering tertekan dalam waktu yang lama
(Pantiawati, 2010 : 28). Pada bayi prematuritas juga mudah sekali terkena infeksi,
karena daya tahan tubuh yang masih lemah,kemampuan leukosit masih kurang
dan pembentukan antibodi belum sempurna (Maryanti, 2012 : 172).
Kesukaran pada pernafasan bayi prematur dapat disebabkan belum
sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu
zatyang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Defisiensi surfaktan
menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan
stabilitasnya,alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk
pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang lebih besar
yang disertai usaha inspirasi yang kuat. Hal tersebut menyebakan ketidakefektifan
polanafas (Pantiawati, 2010 : 24-25). Alat pencernaan bayi BBLR masih belum
sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang (Maryanti et al.,
2012 : 171). Selain itu jaringan lemak subkutan yang tipis menyebabkan cadangan
energi berkurang yang menyebabkan malnutrisi dan hipoglikemi. Akibat fungsi
organ-organ belum baik terutama pada otak dapat menyebabkan imaturitas pada
sentrum-sentrum vital yang menyebabkan reflek menelan belum sempurna dan
reflek menghisap lemah. Hal ini menyebabkan diskontinuitas pemberian ASI
(Nurarif & Kusuma, 2015 54-55).
1.1.6 Manifestasi Klinis ( Tanda Dan Gejala )
Menurut Smeltzer dalam penentuan bayi dengan berat badan lahir rendah
terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui seperti prematuritas murni dan
dismatur, istilah prematuritas murni atau dikenal dengan nama prematur ini
mempunyai maksud bahwa neonatus dengan usia kehamilan yang kurang dari 37
minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa
kehamilan atau dapat dikenal dengan nama neonatus kurang bulan sesuai dengan
masa kehamilan. Bayi prematuritas ini memiliki ciri diantaranya: berat badan
kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar kepala kurang
dari 33 cm, masa gestasinya kurang dari 37 minggu, kepala lebih besar daripada
badan, lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga, dan lengan, labio
minora belum tertutup oleh labia mayora (pada wanita) dan pada laki-laki testis
belum turun,tulang rawan dan daun telinga imatur, bayi kecil, pergerakan kurang
dan lemah, tangisan lemah, pernafasan belum teratur dan mengalami serangan
apnea, reflek menghisap,dan menelan serta reflek batuk belum sempurna.
1.1.7 Komplikasi
Komplikasi menurut Hidayat (2006) antara lain :
a. Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom
distres respirasi, penyakit membranhialin.
b. Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari
35minggu.
c. Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan
ventrikelotak.
d. Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan
pembekuandarah.
e. Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing
enterocolitis(NEC).
f. Bronchopulmonary dysplasia, malformasikonginetal.
1.2.4 IMPLEMENTASI
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang
merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap
perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal.
1.2.5 EVALUASI
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu
proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak
serta untuk pengkajian ulang rencana keperawatan. Evaluasi dilakukan secara
terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang
lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi
dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang telah
ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa
keperawatan didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi.