Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH SEMINAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

Disusun oleh:

Paulina Hulo : 1611114043620

Rama Al Faridzi : 1611114043621

Rezza Dwi : 1611114043622

Dosen Pembimbing:

Ns. Samariah Yani., S.Kep., M.Pd.

AKADEMI KEPERAWATAN DIRGAHAYU SAMARINDA

TAHUN AKADEMIK 2017


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karna
atas berkat dan rahmat kami dapat menyelesaikan tugas makalah
seminar keperawatan medikal bedah ini dengan waktu yang kami
gunakan semaksimal mungkin agar terselsainya makalah ini.

Makalah Keperawatan Medikal Bedah ini dibuat dalam rangka


menyelesaikan tugas akhir semester. Dalam penyusunan makalah ini,
penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sederhana dan jauh dari
sempurna maka dari itu saran, kritik, dan masukan yang membangun
sangat diharapkan penulis demi perbaikan makalah ini dan
penyempurnan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya untuk menambah


wawasan pengetahuan.

Samarinda, 04 November 2017


Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.. ..................................................................................... i

Daftar isi .................................................................................................. ii

BAB I

A. Pendahuluan......................................................................... 1

BAB II

A. Definisi ............................................................................... 12

B. Penyebab............................................................................ 14

C. Gejala dan Tanda ............................................................... 17

D. Patofisiologi ........................................................................ 18

E. Pemeriksaan Penunjang ..................................................... 21

F. Penatalaksanaan ................................................................ 24

G. Pencegahan ....................................................................... 25

H. Komplikasi .......................................................................... 25
BAB III

A. Pengkajian .......................................................................... 28

B. diagnosa keperawatan ........................................................ 47

C. Rencana ............................................................................ 48

BAB IV

A. Kesimpulan ......................................................................... 49

B. Saran .................................................................................. 49
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat


transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura.
Menurut WHO (2008),

Pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa


penderitanya. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit kan tetapi
merupakan suatu tanda adanya penyakit. Secara normal ruang pleura
mengandung sejumlah kecil cairan (5-20 ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya gesekan
antara kedua pleura saat bernafas. Penyakit-penyakit yang dapat
menimbulkan efusi pleura adalha tubercolusis, infeksi paru
nontubercolusis, sirosishati, gagal jantung kongesif. Secara geografis
penyakit ini terdapat di seluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di
Negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di
Negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus Efusi Pleura per
100. 000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap
tahunnya menderita Efusi Pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, dan pneumonia bakteri. Sementara di Negara berkembang
seperti Indonesia diakibatkan oleh infeksi tubercolusis.

Efusi Pleura seiring terjadi di Negara yang sedang berkembang salah


satunya Indonesia. Negara-negara barat Efusi Pleura disebabkan oleh
gagal jantung kongesti keganasan bakteri. Di Amerika Efusi Pleura
menyerang 1,3 juta orang per tahun (Yoghie Pratama 19 Juni 2012).
Badan kesehatan dunia (WHO) 2011 memperkirakan jumlah kasus
Efusi Pleura di seluruh dunia cukup tinggi setelah CA paru sekitar 10 – 15
juta dengan 250 ribu kematian tiap tahunnya. Efusi Pleura suatu disease
entity dan merupakan suatu gejala penyakit yang serius dapat
mengancam jiwa penderita.

Di Negara-negara barat Efusi Pleura terutama disebabkan oleh gagal


jantung kongesti sirosis hati keganasan dan pneomia bakteri sementara di
Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia lazim diakibatkan
oleh infeksi tuberkolusis. Efusi Pleura keganasan merupakan

salah satu komplikasi biasanya ditemukan pada penderita keganasan


dan disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi Pleura
merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada pada sekitar 50-
60% penderita keganasan Pleura primer atau metastik. Sementara 5%
kasus mesothelioma (keganasan pleura primer) dapat disertyai efusi
pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan
mengalami efusi pleura.

Di Indonesia trauma dada juga bias menjadi penyebab efusi pleura.


Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab
tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam cairan pleura. Hal ini akan
sejalan bila masyarakat Indonesia terbatas dari masalah kesehatan
dengan gangguan system pernapasan yang salah satunya adalah efusi
pleura.

Sekitar 10-15 juta dengan 100-250 ribu kematian tiap tahunnya. Efusi
pleura suatu kesatuan penyakit (disease enity) dan merupakan suatu
gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita.
Tingkat kegawatan efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan kecepatan
pembentukan cairan dan tingkat penekanan paru.
Tingginya kasus efusi pleura disebabkan keterlambatan penderita
untuk memeriksa kesehatan sejak dini sehingga terhambat aktivitas
sehari-hari dan kematian akibat efusi pleura masih sering ditemukan.
Tingkat kegawatan daruratan pada efusi pleura ditentukan oleh jumlah
cairan kecepatan pembentukan cairan dan tingkat penekanan pada paru.
Jika efusi luas expansi paru akan mengalami sesak nyeri dada, batuk non
produktif bahkan akan terjadi kolaps paru dan akibatnya akan terjadilah
gagal nafas.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum makalah ini adalah agar mahasiswa dapat
mengerti serta memahami keperawatan efusi pleura asuhan
keperawatannya dalam dunia keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi efusi pleura
b. Mehesiswa mampu mengidentifikasi penyebab terjadinya penyakit
efusi pleura
c. Mahasiswa mampu menjelaskan gejala dan penyakit efusi pleura
d. Mahasiswa mampu menjelaskan alur awal hingga terjadinya
penyakit efusi pleura
e. Mahasiswa mampu menentukan pemeriksaan penunjang untuk
penyakit efusi pleura
f. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan
g. Mahasiswa mampu melakukan pencegahan terkait penyakit efusi
pleura
h. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi yang terjadi pada
penyakit efusi pleura
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
1. Anatomi Pleura
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (Pulmo). Dimana
diantara yang membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh
adanya mediastinum. Pleura dari internal ke external terbagi atas dua
bagian :
a. Pleura viseralis atau pulmonalis yaitu pleura yang langsung
melekat pada permukaan pulmo
b. Pleura Parietalis yaitu bagian pleura yang berbatasan dengan
thoraks
Kedua lapisan pleura ini saling berhubungan pada hilus pulmonalis
sebagai lig Pulmonal (pleura penghubung). Diantara lapisan pleura
ini terdapat sedikit cairan pleura yang berfungsi agar tidak terjadi
gesekan antar pleura ketika proses pernafasan.
2. Pleura parietal terbagi atas :
a. Cupula pleura (pleura cervicalis) : merupakan pleura parietalis yang
terletak di antara costa 1 namun tidak melebihi dari collum
costaenya. Cupula pleura terletak setinggi 1 – 1,5 inc diatas 1/3
medial os. Clapicula

b. Pleura parietalis pars costalis : pleura yang menghadap ke


permukaan dalam costae cartilage costa, SIC/ICS, pinggir copus
vertebrae
c. Pleura parietalis pars diapphragmatica : pleura yang menghadap
ke diaphragm permukaan thoracal yang dipisahkan oleh fascia
endothoracia

d. Pleura parietalis pars mediastinalis (medialis) : pleura yang


menghadap ke mediastinum atau terletak di bagian medial dan
membentuk bagian lateral dari mediastinum.
3. Refleksi pleura :
a. Refleksi vertebrae : pleura costalis melanjut sebagai pleura
mediastinalis didepan columna vertebralis membentuk refleksi
vertebrae yang membentang dari SIC 1-XII
b. Refleksi costae : pleura costalis melanjut sebagai pleura
diphragmatica membentuk refleksi costae.
c. Refleksi sterna : pleura costalis melanjut sebagai pleura
mediastinalis dibelakang dari os.sternum membentuk refleksi
sterna.
d. Pleura mediastinalis melanjut sebagai pleura diaphragm

4. Garis refleksi pleura : garis refleksi pleura antara pleura dextra dan
sinistra terdapat perbedaan yakni :
a. Garis refleksi pleura dextra dimulai dari articulation
sternoclavicularis dextra lalu bertemu kontralateral diplanum
medianum pada angulus ludovichi atau angulus Louis setinggi
cartilage costae II. Lalu berjalan ke coudal sampai di posterior dr
proc. Xiphoideus pada lineal mediana anterior / lineal mid sternalis
menyilang sudut Xipocostalis menuju cartilage costae VIII pada
lineal midclapicularis, menyilang costae X pada lineal axillaris
media dan menyilang cartilage cosata XII pada collum costaenya.
b. Garis refleksi pleura sinistra dimulai pada articulation
sternoclavicularis sinistra lalu bertemu kontalateralnya di planum
medianum pada angulus ludovichi / angulus Louis setinggi cartilage
costa II. Lalu berjalan turun sampai cartilage IV dan membelok di
tepi sternum lalu mengikuti cartilage costa VIII pada linea
midclavicularis dan menyilang costae X pada linea axillaris anterior
dan menyilang costae xii pada collum costaenya.
5. Vaskularisasi pleura
Pleura parietal disvakularis oleh Aa. Intercostalis, mammaria
interna, musculophrenica. Dan vena-venanya bermuara pada system
vena dinding thorax. Sedangkan pleura visceralisnya mendapatkan
vaskularisasi dari Aa. Bronchiales.

6. Innervasi pleura
a. Pleura parietalis pars costalis diinervasi oleh Nn. Intercostales.
b. Pleura parietalis pars mediastinalis diinervasi oleh n. phernicus
c. Pleura parietalis pars diaphragmatica bagian perifer diinervasi oleh
Nn. Intercostales. Sedangkan bagian bagian central oleh n.
phernicus.
d. Pleura visceralis diinervasi oleh serabut affrent otonom dari plexus
pulmonalis.

7. Recessus Pleura
Merupakan sebuah ruangan kosong yang akan terisi oleh paru saat
inspirasi dalam dan akan menjadi temat yang berisi cairan pada
pasien dengan kasus efusi pleura. Terdapat 3 ps recessus, yaitu :
a. Recessus costodiaphragmatica destra et sinistra
b. Recessus terletak diantara pleura parietalis pars costalis dan
pleura parietalis diaphragmatica.
c. Recessus costomediastinalis anterior dextra et sinistra.
d. Recessus yang terletak diantara pleura parietalis pars costalis dan
pleura parietalis pars mediastinalis di bagian ventral.
e. Recessus costomediastinalis posterior dextra et sinistra.
f. Recessus yang terletak diantara pleura parietalis pars costalis dan
pleura parietalis pars mediastinalis di bagian dorsal.
8. Fisiologi Pleura :
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negative
thoraks ke dalam paru-paru, sehingga paru-paru yang elastis dapat
mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat (resting pressure)
dalam posisi tiduran pada adalah -2 sampai -5cm H2O: sedikit
bertambah negative di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi
tekanan negatie menjadi meningkat -25 sampai -35cm H2O.
Selain fungsi mekanis seperti telah disinggung di atas, rongga
pleura steril karena mesothelial bekerja melakukan fagosistosis benda
asing : dan cairan yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.
Cairan rongga pleura sangat sedikit sekitar 0.3 ml/kg, bersifat
hipoonkotik dengan konsentrasi protein 1 g/dl. Gerakan pernapasan
dan gravitasi kemungkinan besar ikut mengatur jumlah produksi dan
resorbsi cairan rongga pleura. Resorbsi terjadi terutama pada
pembuluh darah limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0.1 – 0.15
ml/kg/jam bila terjadi gangguna produksi dan reabsorbsi akan
mengakibatkan terjadinya pleura effusion (penumpukan cairan).
B. Definisi Penyakit
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak antara permukaan visceral dan parietal. Merupakan proses yang
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain (Brunner and Suddarth, 2001).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdaapt penumpukan
cairan dalam rongga pleura. Selain itu, dapat juga terjadi penumpukan
pus atau darah. Efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang
mengancam jiwa penderita.
Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura. Cairan
pleura normalnya merembes terus-menerus kedalam rongga dada dari
kapiler-kapiler yang membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh
kapiler dan system limfatik pleura viseralis. Kondisi apapun yang
mengganggu sekresi atau drainase dari cairan ini akan menyebabkan
efusi pleura (Joyce M, 2009). Beberapa hal terdaoat perbedaan antara
kedua pleura ini, yaitu :
1. Pleura Visceralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial
yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 mm), diantara celah-celah sel ini
terdapat beberapa sel limfosit. Dibawah sel mesotelial ini terdapat
endopleura yang berisi fibrosip dan histiosit. Dibawah endopleura
terdapat jaringan kolagen dan serat-serat olastik yang dinamakan
lapisan tengah. Lapisa asalah jaringan interstisial subpleura yang
sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler (arteri pulmonalis
dan arteri brakialis) dan kelenjar getah bening. Keseluruhan jaringan
pleura viceralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim
paru-paru.
2. Lapisan Parietalis.
Lapisan jaringan pada pleura parietalis terdiri atas sel-sel mesotelial
dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastis) namun
lebih dari pleura visceralis. Dalam jaringan ikat tersebut terdapat
pembuluh kapiler (arteri ninterkastaris dan arteri mammaria interna),
kelenjar getah bening, dan banyak reseptor syaraf sensoris yang peka
terdapat rasa nyeri dan perbedaan temperature, system persyarafan
ini berasal dari nervus intescostaris dinding dada dan alirannya sesuai
dengan dermaton dada, keseluruhan jaringan pleura parietalis ini
menempel tetapi juga mudah dilepaskan dari dinding diatasnya.
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong
antara kedua pleura tersebut karena biasanya hanya terdapat sedikit
(10 – 20 cc) cairan yang merupakan lapisan tipis serasa dan selalu
bergerak secara teratur, carirann yang sedikit ini mudah bergeser satu
sama lain dalam keadaan patologis, rongga kedua antar pleura dapat
terisi dengan beberapa liter cairan atau udara.
Efusi Pleura ialah cairan patologis dalam rongga pleura. Dalam
konteks ini perlu diingat bahwa pada orang normal rongga pleura itu
juga selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya
pleura viselaris dengan pleura parietalis, sehinggan dengan demikian
gerakan paru (mengembang dan mengecil) dapat berjalan dengan
mulus. Cairan fisioligis ini disekresikan oleh pleura parietalis dan
diabsorpsi pleh pleura viseralis. (Halim Danusantoso 1999).
Efusi Pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan
bebas dalam ruang pleura. Keadaan ini analog dengab cairan edema
dalam jaringan, dan disebut edema rongga pleura. (Guyton and Hall,
1997).
Kesimpulannya ialah penumpukan cairan di antara jaringan yang
melapisi paru-paru dan dada. Gejalanya meliputi batuk, nyeri dada
yang tajam, atau sesak napas.

C. Penyebab Penyakit
Kelebihan cairan pada rongga pleura sedikitnya disebabkan oleh
beberapa faktor :
1. Virus dan Mikoplasma, Insidennya jarang sekali terjadi, bila terjadi
jumlahnya tidak banyak. Contoh : Echo Virus, Mikoplasma. Virus
tersebut masuk dan menginfeksi serta membuat peradangan pada
pleura sehingga mengakibatkan membesarnya permebilitas pada
lapisan pleura dan menyebabkan masuknya cairan kedalam rongga
paleura.

Gambar : Echo Virus dan Mikoplasma

2. Bakteri Piogenik, Bakteri berasal dari jaringan parenkim paru dan


menjalar secara hematogen. Contoh Aerob : Streptokokus
Peneuomonia, Hemopillus.
Gambar : Streptokokus Pneuomonia

Gambar : Hemopillus
3. TB terjadi karena kompikasi TB paru melalui focus Subpleura yang
robek atau mealaui aliran limfe, atau karena robeknya perkijauan ke
arah saluran limfe yang menuju Pleura.
4. Fungi, sangat jarang terjadi. Biasanya karena perjalanan infeksi fungi
dari jaringan paru. Contoh : Aktinomikosis

Gambar : Akinomikosis

5. Parasit, Parasit yang dapat menginfeksi ke pleura hanya amoeba.


Amoeba masuk dalam bentuk tropozoid setelah melewati parenkim
hati menembus diafragma terus ke rongga pleura dan menimbulkan
peradangan.
D. Gejala dan Tanda Penyakit
Kelebihan cairan rongga pleura sedikitnya disebabkan oleh satu dari 4
mekanisme dasar :
1. Penekanan pada paru – paru
2. Nyeri dada (tidak terjadi pada semua pasien)
3. Kesulitan bernafas
4. Batuk dan demam dengan empyema (bila pneumonia telah
menyebabkan efusi)
5. Cegukan
6. Dispnea (sesak nafas)

E. Patofisiologi Penyakit
1. Narasi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura vicelaris. Karena diantar pleura tersebut terdapat
cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan
selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas
antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu
sama lain. Diketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis
dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya
tekanan Osmotic Koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan di
absorbs oleh system limfatik dan hanya sebagia kecil di absorbs oleh
system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan
yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili
disekitar sel –sel mesofilial. Jumlah cairan dalam rongga pleura
tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi.
Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar
10 cm H2O. Keseimbangan tersebut dapat terganggu pleh beberapa
hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru yang pertama basil
Mikobaterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju
alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul
peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis Local)
dan juga diikuti denagan pembesaran kelenjar getah bening hilus
(Limphadinitis Regional). Peradangan paada saluran getah bening
akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran
akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan
dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari
tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui
aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan
kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau
columna vetebralis.

Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah


merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan
pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan
ini biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemargonik. Dalam
setiap ml cairan pleura bisa mengandung leukosit antara 500 – 2000.
Mula-mula yang dominan adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi
kemudian sel limfosit, cairan effuse bukanlah karena adanya bakteri
tubukolosis, tapi karena akibat adanya effuse pleura dapat
menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : irama
pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat,
pergerakan dada asimetris, dada yang lebih cembung, fremitus raba
melemah, perkusi redup. Selain hal-hal diatas ada perubahan lain
yang ditimbulkan oleh effuse pleura yang diakibatkan infeksi
tuberkolusa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan
menurun.
Gagal jantung kongestif,
inflamasi oleh
bakteri atau tumor,
tuberculosis,
pneumonia, infeksi
virus, sindrom
nefrotik, penyakit
jaringan ikat
(Brunner & Sudarth).
Gangguan pada reabsorbsi cairan pleura Ekstravasasi cairan kedalam jaringan
atau aktivitas

Produksi cairan naik & reabsorbsi turun Eksudat

Tekanan Hidrostatik & Onkotik tidak Akumulasi dalam cairan rongga pleura
seimbang

Intikel plasma
Menembus kapiler

Transudat

Akumulasi Cairan dalam Cavum Pleura

Pleura

Ekspansi Paru menurun Nyeri

Kapasitas paru

Kapasitas paru menurun


Salah satu contoh patofisiologi dari TBC

Bakteri TB

Berkembang biak dalam sitoplasma dan makrofag

Dibawa secara hematogen

Masuk ke paru membentuk sarang tb

Menjalar ke bagian pleura

Mengeluarkan eksudat

Tekanan onkotik menurun Penumpukan cairan


F. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi
Sebuah teknik diagnostic pencitraan menggunakan suara ultra yang
digunakan untuk mencitrakan organ internal dan otot, ukuran, struktur
dan luka patologi, membuat teknik ini berguna untuk memeriksa organ.
Ultrasonografi juga merupakan salah satu imaging diagnostic
(pencitraan diagnostic) untuk pemeriksaan alat-alat tubuh manusia,
dimana kita dapat mempelajari bentuk, ukuran anatomis, gerakan
serta hubungan dengan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan ini bersifat
non-invasif, dan tidak menimbulkan rasa sakit.

2. CT – Scan Dada
Tindakan pemindaian yang non-invasif, tidak menyebabkan
rasa sakit, dan bertujuan untuk mendapatkan gambar yang akurat dari
dada seseorang. Tindakan ini bersifat non-invasif karena tidak
membutuhkan operasi dan tidak ada alat yang dimasukkan ke tubuh
pasien. Pemindaian ini menggunakan teknologi sinar - X yang telah
ditingkatkan dan mampu mengahsilkan gambar dada yang lebih rinci
dibandingkan pemindaian sinar – X biasa. CT Scan dapat
menghasilkan gambar meliputi tulang otot, lemak dan organ tubuh,
sehingga dokter dapat melihat bagiasn dalam tubuh dengan lebih
jelas.

3. Torakosentesis (Aspirasi Cairan Pleura)


Tindakan yang dilakukan pada pasien yang menderita efufi
pleura, pada Thoracosintesis jarum berlubang yang besar akan
digunakan untuk mengambil dan mengeluarkan cairan dari rongga
pleura.Kemudian sampel akan dikirim ke Laboratorium untuk giuji.
Pemeriksaan cairan pleura dapat menganalisis karakteristikcairan
pleura dan keberadaan bakteri, dan mengetahui apakah cairan
tersebut bersifat eksudat atau transudat.
4. Biopsi Pleura
Tindakan untuk mengambil specimen jaringan pleura untuk
mengetahui adanya sel - sel ganas atau kuman – kuman penyakit dan
untuk mendiagnosa adanya jaringan abnormal di sekitar paru.

5. Pemeriksaan Tambahan (Bronskopi, Pleuroskopi)


Bronskopi adalah prosedur kesehatan yang dilakukan dengan
memasukan alat bernama broskop melalui tenggorokan, laring, trakea
ke dalam bronkus untuk melihat bagian thoraks. Tindakan ini dilakukan
untuk mendiagnosis serta mengambil sampel jaringan atau mucus
melalui tindakan yang disebut Biopsi.
Pleuroskopi adalah prosedur medis yang memungkinkan dokter
untuk dapat melihat kavitas pleura, yang merupakan rongga antara
dinding dada dan paru. Prosedur ini dilakukan dengan memasukan
tube kecil dengan kamera, yang disebut pleuroskop, ke dalam dinding
dada. Prosedur ini dilakukan untuk memeriksa dan mendiagnosa
penyebab akumulasi cairan abnormal pada kavitas pleura.

(Wijaya S.A 2013)

G. Penatalaksanaan
Tujuan umum :
1. Untuk menemukan penyebab dasar
2. Untuk mencegah penumpukan kembali cairan
3. Menghilangkan ketidaknyamanan serta dipsnea

Pengobatan spesifik ditujukan dengan penyebab dasar, misalnya : Gagal


jantung kongestif (chf), pneumonia, sirosis hepatis
Tindakan yang dilakukan yaitu :

1. Torakosentesis
A. Untuk membuang cairan pleura
B. Mendapatkan specimen untuk analisis
C. Menghilangkan dipsnea
2. Pemasangan selang dada atau drainage.
Hal ini dilakukan jika torakosintesis menimbulkan nyeri, penipisan
protein dan elektrolit
3. Obat
Antibiotik, jika agen penyebab adalah kuman atau bakteri
4. Penatalaksanaan cairan
5. Pemberian nitrogen mustard atau tetrasiklin melalui selang dada
(Andra S, 2013)

H. Pencegahan
Pencegahan dan pengobata dapat ditentukan setelah mengetahui
penyebab efusi pleura. Pemeriksaan itu dapat termasuk tes darah,
rontgen dan pemeriksaan radiologi lain. Setiap penyebab yang berbeda
memiliki cara penanganan yang berbeda walaupun prinsipnya sama untuk
mencegah efusi pleura kembali, contohnya :
1. Infeksi penanganan dengan antibiotic
2. Gagal jantung dengan obat diuretic
3. Cedera dapat dengan operasi
4. Tumor dengan kemoterapi
I. Komplikasi
Pada setiap pleura selalu ditakutkan terjadinya infeksi sekunder
(sehingga menjadi Piothoraks). Juga terjadinya Schwarte sangat mungkin
cairan mengandung banyak protein, seperti misalnya pada Pleuritis
Eksudativ, Hematoraks Piotoraks. Yang dimaksud Schwarte adalah
gumpalan fibrin yang akan melekatkan pleura vesiralis dan pleura
parietalis setempat. Schwarte ini tentunya akan mengurangi kemampuan
ekspansi paru sehingga akan menurunkan kemampuan bernafas
menderita karena gangguan restriksi berupa penurunan kapasitas vital.
Kemudian karena fibrin ini akan mengalami retraksi, maka akan timbul
Deformitas dan kemunduran paru akan lebih parah lagi.

1. Emboli Paru
Emboli pleura adalah kondisi ketika arteri pilmonalis (pembuluh
darah yang membawa darah dari jantung menuju paru – paru)
mengalami penyumbatan, biasanya akibat gumpalan darah yang
berasal dari kaki atau bagian tubuh lainnya.

2. Endema Paru
Terjadinya penumpikan cairan didalam kantong paru – paru
(alveoli). Kondisi ini dapat terjadi tiba – tiba maupun dalam jangka
waktu lama.

3. Pneumothoraks dan Hemathoraks


Istilah yang digunakan untuk penimbunan udara pada rongga
pleura, yaitu dinding tipis diantara paru – paru dan rongga dada.
Tekanan dari udara yang menumpuk tersebut dapat memicu
pengempisan paru – paru hingga kolaps secara umum
Pneumothoraks terbagi menjadi dua. Ketika terjadi pada orang
yang sehat, kondisi ini disebut pneumothorak primer. Sebaliknya
pneumothorak yang dialami akibat komplikasi dari penyakit paru
tertentu disebut pneumothorak sekunder. Pneumothorak bisa
dialami secara tiba-tiba oleh orang sehat, maupun sebagai bentuk
komplikasi dari kondisi paru-paru tertentu. Beberapa jenis
penyebab serta factor risiko dibalik kondisi ini meliputi kerusakan
paru akibat penyakit tertentu seperti PPOK, Pneumonia serta
tuberkolosis, cedera dada yang melukai paru-paru misalnya luka
tembak atau tulang rusuk yang patah.
Hemathotak adalah sebuah kondisi medis yang
dikarakteristikan dengan penumpukan darah di ruang pleura yang
berada di antara rongga dada dan paru-paru. Kondisi ini biasanya
disebabkan oleh cedera akibat benda tumpul atau trauma tembus
yang meruntuhkan membrane serosa. Akibatnya paru-paru tidak
dapat mengembang dan pasien mengalami kesulitan bernafas.
Cedera apapun pada dinding dada dianggap sebagai kondisi medis
gawat darurat, sebab hal itu tersebut secara signifikan
meningkatkan resiko infeksi cedera serius yang dapat mengancam
nyawa pasien. Cedera pada dinding dada juga dapat membuat
pasien kehilangan darah dalam jumlah besar karena tiap sisi thorak
menampung dua liter darah (rata-rata orang dewasa), yang setara
40% dari total volume darah dalam tubuh.

4. Infark paru
Infark paru selalu disebabkan oleh embolus, tetapi embolus
tidak selalu menyebabkan infark. Infark paru dapat terjadi setelah
embolisasi pada orang sehat (misalnya pada orang muda yang
menderita thrombosis vena setelah mengalami fraktur tulang atau
pada wanita muda yang mengalami thrombosis vena
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

I. RIWAYAT KEPERAWATAN
Unit/Instalasi :
Ruang/Kamar :
Tanggal Masuk Rumah Sakit :
Tanggal Waktu Pengkajian :
Automnamnase :
Alloanamnase :

II. IDENTIFIKASI DATA DEMOGRAFI


A. Biodata Klien
Nama Lengkap (inisial) :
Umur : usia rentan 40-59 tahun
Jenis kelamin : laki-laki lebih rentan
dikarenakan pola hidup
seperti merokok.

Status Perkawinan :
Agama/Suku : menyerang semua
agama/suku
Warga Negara :menyerang Negara
manapun
Pendidikan :menyerang semua lapisan
pendidikan
Alamat Rumah :
B. Penanggung Jawab
Nama :
Alamat :
Hubungan dengan Klien :

III. KELUHAN UTAMA


A. Keluhan Utama MRS (Masuk Rumah Sakit)
Batuk berdahak, sesak nafas
B. Keluhan Utama saat Pengkajian
Nyeri pada dada dan sesak saat bernafas

IV. RIWAYAT KESEHATAN


A. Riwayat Kesehatan Sekarang
Manifestasi yang biasanya dirasakan adalah : Dispnea dengan
aktivitas ataupun istirahat, Nyeri dada unilateral, meningkat karena
pernapasan, batuk, tajam, dan nyeri, menusuk yang diperberat
oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu,
abdomen, kesulitan bernafas, lapar bernafas.
B. Riwayat Kesehatan masa lalu
Efusi Pleura mungkin merupakan komplikasi gagal jantung
kongestif, Tb, Pneumonia, Infeksi paru (terutama virus), sindrom
nefrfotik, penyakit jaringan ikat, dan tumor neoplaastik. Karsinoma
malignansi brokogenik adalah malignansi yang paling umum
berkaitan dengan efusi poleura.
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah adananggota keluarga yang menderita penyakit paru,
jantung, dan ginjal.

V. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN


A. Kajian Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
1. Keadaan sebelum sakit : Tidak ada permasalahan apa – apa
2. Keadaan saat ini : Sesak dan batuk
Masalah keperawatan : Ketidakefektifan pola nafas

B. Kajian Pola Nutrisi Metabolik


1. Keadaan sebelum sakit : Nafsu makan terjaga dengan baik
2. Keadaan saat ini : Mual muntah, Nyeri lambung, berat badan
menurun
Masalah keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

C. Kajian Pola Eliminasi


1. Keadaan sebelum sakit : BAB dengan teratur
2. Keadaan saat ini : Retensi urine, BAB tidak teratur, Oligura
Masalah keperawatan :

D. Kajian Pola Aktivitas dan Latihan


1. Keadaan sebelum sakit : Tidak dipsnea, batuk atau apapun
2. Keadaan saat ini : Dyspnea
Masalah keperawatan : Ketidak efektifan pola nafas

E. Kajian Pola Tidur dan Istirahat


1. Keadaan sebelum sakit : Tidur tidak terganggu
2. Keadaan saat ini : Insomnia, Nocturnal Dipsnea
Masalah keperawatan : Insomnia

F. Kajian Konsep Diri


1. Keadaan sebelum sakit :
2. Keadaan saat ini : Mengkaji tentang presepsi klien terhadap
penyakitnya. Presepsi dan cara memandang diri yang salah
akan menjadi stressor dalam kehidupan klien. Misalnya : Klien
takut dijauhi orang lain karena penyakitnya.
Masalah keperawatan :

G. Kajian Pola Peran dan Hubungan


Dengan orang lain seperti ingkungan keluarga, masyarakat
ataupun lingkungan kerja serta perubahan peran yang terjadii
setelah klien mengalami serangan efusi pleura.

H. Kajian Pola Sexual


Pada klien efusi pleura, intoleransi aktivitas klien dibatsi,
sehingga klien tidak dapat berhubungan intim.

I. Kajian Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stres


Ketakutan dan gelisah.

J. Kajian Pola Sistem Kepercayaan


Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri
kepada – Nya merupakan metode penanggulangan stres.
VI. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik
ROS (Review of System

Keadaan Umum : √ Baik Sedang □Lemah


□ compos mentis □ apatis □ somnolen
□ spoor □ koma
Tanda Vital : TD : 120/80 mmH
Nadi : 86x/mnt, Lokasi :……… Pulsasi :………
BB : ………….Kg TB :………...cm
“Problem” Diagnosis Keperawatan
□ Hipertermia
□ Ketidakefektifan termoregulasi
□ Hipotermia
□ Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh
□ Lain-lain : ………………………………………
Pola Napas : Irama □ Teratur √ Tidak Teratur
Jenis √ Dispnea □ Kusmaul □ Cheyne Stokes
□ Lain-lain : …….
Bunyi Napas : □ Vesikuler □ Kanan □ Kiri
□ Wheezing □ Kanan □ Kiri
□ onchi □ Kanan □ Kiri
□ Melemah □ Kanan □ Kiri
√ Menghilang □ Kanan □ Kiri
Sesak napas : √ Ya □ Tidak □ Tidak
Otot banti napas : □ a. Sebutkan: …………………
Batuk : √ Ya
Produksi Sputum : √ Ya, warna : Putih
Pernafasan
B1 (Breath)

Konsistensi : Kental
□ Tidak
Pergerakan Dada : √ Simetris □ Asimetris
□ Ya
√ Tidak Flow : ………………Lpm
Alat bantu napas : □ Ya Jenis : …………………
√ Tidak
Lain – lain : …………………
"Problem” Diagnosa Keperawatan :
√ Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas
√ Ketidakefektifan pola nafas
√ Gangguan pertukaran gas
□ Lain – lain : ……………………………….
Irama Jantung : √ Reguler □ Irreguler
Nyeri Dada : □ Ya √ Tidak
CRT : √ < 2 detik □ > 2 detik

Destensi vena jugular : □ Ya √ Tidak


Cyanosis : □ Ya √ Tidak
Kardivaskuler
B2 (Blood)

Lain – lain : ……………………………….


”Problem” Diagnosis Keperawatan :
□ Penurunan curah jantung
□ Ketidakefektifan perfusi jaringan : Kardiopulmonal
□ Ketidakefektifan perfusi jaringan : Perifer
□ Nyeri akut
□ Lain – lain : ……………………………….
Refleks fisiologis : □ Patella □ Triceps □ Biceps □ Lain-lain : ..……
Refleks patologis : □ Babinsky □ Brudzinsky □ Kernig □ Lain-lain : ……..
Keluhan pusing : □ Ya √ Tidak
Lain – lain : ………………………….

Pengelihatan (mata) :
Sclera/konjungtiva :
Pengelihatan : □ Anemis □ Ikterus □ Lain – lain : …..
√ Normal □ Kabur □ Kacamata
□ Lensa kontak □ Lain – lain : …….

Gangguan pendengaran : □ Ya √ Tidak Jelaskan : ……………


□ Tidak bermasalah √ Tersumbat
Penciuman (hidung) : □ Sekret □ Epistaksis
Gangguan penciuman : √ Ya, jelaskan : pilek □ Tidak
Pola Tidur : □ Normal □ Sulit tidur
Istirahat/Tidur : 2 Jam/hari
Insomnia : √ Ya □ Tidak
Somnambulisme : □ Ya ……………. □ Tidak
Lain-lain :…………. : ……………………
Persyarafan

Pengkajian Nyeri
B3 (Brain)

Pencetus Kualitas Lokasi/Radiasi Skala Waktu Penyebab nyeri


(1-10) Hilang/berkurang
B. Diagnosa

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi


paru, gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi
2. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum,
nyeri pleuritik
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane alveolar kapiler
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi
secret terhadao sirkulasi toksin, batuk menetap

Anda mungkin juga menyukai