Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN PENYAKIT EFUSI PLEURA

Dianjukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pra Stase Keperawatan Dasar Profesional Islami

Disusun oleh :
Rona Lariga Rohman
402022142

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Dengan menyebut nama Allah SWT yang selalu melimpahkan kasih dan
sayangnya kepada kita semua khususnya kepada penulis serta selalu memberikan
hidayah dan inayahnya sehingga penulis dapat membuat tugas laporan
pendahuluan ini dengan penuh suka cita dan dapat mengumpulkan tugas Pra Stase
Keperawatan Dasar Profesional Islami ini tepat pada waktunya.
Tugas ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pra stase dengan mata
kuliah Keperawatan Dasar Profesional Islami. Tentunya tugas yang dibuat ini
belum sepenuhnya sempurna, sehingga penulis dengan lapang dada menerima
kritik dan saran dari bpk/ibu dosen yang bersifat membangun sehingga
dikemudian hari penulis dapat membuat tugas laporan telaah jurnal jauh lebih
baik dari tugas ini.
Penulis berharap laporan pendahuluan ini dapat menambah pengetahuan
pembaca serta menjadi inspirasi bagi pembaca. Mohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam pembuatan tugas ini.

Bandung, September 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Efusi pleura merupakan kondisi medis yang dilatarbelakangi oleh berbagai


penyebab. Di Amerika Serikat, misalnya, data WHO menunjukkan bahwa efusi
pleura disebabkan oleh berbagai kelainan kardiopulmonal seperti gagal jantung
kongestif, gangguan hati, hingga keganasan di paru-paru (Rubins, 2016). Di
Indonesia sendiri, kasus efusi pleura biasanya paling banyak ditemukan pada
pasien infeksi paru seperti tuberculosis dan pneumonia (McGrath & Anderson,
2015).

Bernapas merupakan aktivitas yang sangat penting bagi manusia yang


dilakukan agar tubuh terpenuhi suplai oksigen dengan cukup untuk proses
metabolisme. Jika terjadi gangguan pada salah satu saluran pernapasan
misalnya saluran pernapasan terisi oleh zat lain seperti cairan, maka pertukaran
gas akan terganggu, seperti halnya terjadi pada kasus effusi pleura. Oleh karena
itu perlu dilakukan tindakan untuk membantu mengembalikan fungsi normal
saluran pernapasan tersebut, salah satunya adalah dengan pemasangan WSD
(Water Seal Drainage).

Menurut WHO (2018), Efusi Pleura merupakan suatu gejala penyakit yang
dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat
diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan
terdapat 320 kasus Efusi Pleura per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan
1,3 juta orang setiap tahunnya menderita Efusi Pleura terutama disebabkan
oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.

Menurut Depkes RI ( 2016 ), kasus Efusi Pleura mencapai 2,7 % dari


penyakit infeksi saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian Efusi Pleura
disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini
dan angka kematian akibat Efusi Pleura masih sering ditemukan faktor resiko
terjadinya Efusi Pleura karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang
kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun,
serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya masyarakat
tentang pengetahuan kesehatan.

Kebutuhan pemasangan WSD (Water Seal Drainage) misalnya, pada trauma


(luka tusuk di dada) yang disebabkan oleh benda tajam dan tidak mengenai
jantung, biasanya dapat menembus rongga paru-paru. Mekanisme penyebabnya
bisa satu tusukan kuat ataupun satu gerakan mendadak yang hebat. Akibatnya,
selain terjadi peradarahan dari rongga paru-paru, udara juga akan masuk ke
dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, paru-paru pada sisi yang luka akan
mengempis. Penderita nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa
sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang (Kartono, M. 2017).

Merupakan sebuah kesatuan antara effusi pleura dan tindakan pemasangan


WSD yang merupakan tindakan kolaboratif untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut dari diagnosa effusi pleura tersebut. Maka berdasarkan uraian dan
beberapa asumsi literatur serta latar belakang di atas, maka penulis tertarik
untuk berusaha memberikan sebuah rangkuman dan beberapa catatan riset yang
disajikan dalam bentuk makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan pada
Effusi Pleura dengan Water Sealed Drainage”, dengan harapan dapat
memberikan manfaat yang lebih baik untuk pembaca, khususnya pada
mahasiswa kesehatan yang menjadi bibit terwujudnya cita-cita yang lebih baik
sebagaimana tertulis di atas.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu memahami konsep penyakit efusi pleura dan memberikan


pemahaman secara logis dan ilmiah.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah memberikan informasi


tentang effusi pleura yang meliputi:

a. Konsep dasar perjalanan penyakit effusi pleura yang dimulai dari


pengertian, penyebab, tanda dan gejala, cara pencegahan, dan beberapa hal
lain yang dapat memberikan gambaran pengetahuan tentang penyakit
tersebut.

b. Konsep dasar Water Sealed Drainage yang meliputi pengertian, indikasi


pemasangan, kontra indikasi, jenis-jenis WSD, dan beberapa hal lain yang
terkait dengan pemasangan WSD.

c. Konsep dasar asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, cara


pengambilan diagnosa, serta intervensi dan implementasi yang dapat
diterapkan terhadap pasien dengan effusi pleura dengan WSD.

C. Metode Penyusunan

Metode penyusunan dalam laporan pendahuluan ini adalah sebagai berikut :


BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan dalam beberapa sub bab yang meliputi: latar
belakang, tujuan, dan metode penyusunan. Pada bab ini juga penulis menguraikan
mengenai fenomena penyakit efusi pleura.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai konsep penyakit efusi pleura meliputi
definisi, penyebab dan jenis efusi pleura, tanda dan gejala, pemeriksaan
penunjang, komplikasi dan penatalaksanaan medis.
Konsep Water Sealed Drainage (WSD) meliputi definisi, indikasi pemasangan,
tujuan WSD, tempat pemasangan WSD, jenis – jenis WSD, Komplikasi
pemasangan WSD, prosedur pemasangan WSD, Perawatan pada klien dengan
WSD, Cara mengganti botol WSD dan Pencabutan selang WSD.
BAB III KONSEP ASKEP
Pada bab ini juga penulis menguraikan mengenai konsep asuhan keperawatan
secara umum meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, asuhan keperawatan.
BAB IV PENUTUP
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan laporan pendahuluan
yang disesuaikan dengan tujuan pembuatan laporan pada penyakit efusi pleura.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Pustaka Effusi Pleura

1. Pengertian

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal. Efusi Pleura merupakan proses
penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil
cairan (5-15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan
pleural bergerak tanpa adanya friksi. (Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare,
2002).

Efusi pleura merupakan keadaan terdapat cairan dalam jumlah berlebihan


didalam rongga pleura. Pada kondisi normal, rongga ini hanya berisi sedikit
cairan (5 sampai 15 ml) ekstrasel yang melumasi permukaan pleura. Peningkatan
produksi atau penurunan pengeluaran cairan akan mengakibatkan efusi pleura
(Kowalk, 2019).

Untuk mempermudah pengertian dan letak terjadinya effusi pleura, dapat kita
perhatikan gambar fisiologi paru sebagai mana berikut ini:
Gambaran Effusi Pleura secara fisiologis.

Maka dengan kata lain sebagaimana pengertian di


atas, Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana
terdapat cairan dalam jumlah yang berlebihan
didalam rongga pleura,yangdisebabkanoleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan
reabsorbsi (penyerapan ) cairan pleura.
Dalam keadaa normal, rongga pleura berisi sedikit cairan (sekitar 10 – 20 ml)
untuk sekedar melicinkan permukaan pleura parietalis dan visceralis yang saling
bergerak karena adanya kegiatan bernafas. Cairan masuk ke dalam rongga
melalui pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di
pleura visceralis yang bertekanan rendah. Dan diserap juga oleh kelenjar limfe
dalam pleura parietalis dan pleura visceralis.

2. Penyebab dan Jenis Effusi Pleura

Beberapa penyebab umum terjadinya effusi pleura adalah sebagaimana


disebutkan di bawah ini:
a) Hambatan drainase limfatik dari rongga pleura.

b) Gagal jantung yang menyebabkan tekanan perifer dan tekanan kapiler paru
menjadi sangat tinggi, sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan kedalam rongga paru.
c) Tekanan osmotik koloid plasma yang sangat menurun sehingga
mengakibatkan transudasi cairan yang berlebihan.
d) Infeksi atau setiap penyebab peradangan lainnya pada permukaan rongga
pleura, yang merusak membran kapiler dan memungkinkan kebocoran
protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat seperti
Tuberkulosis, pneumonitis, dan abses paru.
(Guyton, 2015).
Sedangkan berdasarkan penyebab di atas, effusi pleura dapat dibagi menjadi
beberapa jenis, diantaranya adalah:
a) Menurut Penyebabnya:

1) Bila effusi pleura berasal atau disebabkan karena implantasi sel-sel


limfoma pada permukaan pleura, cairannya adalah eksudat yang berisi
sel limfosit yang banyak dan sering hemoragik (mengandung darah)
2) Bila effusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairan dapat
berupa transudat atau eksudat dan bercampur dengan limfosit.
3) Bila effusi pleura terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya
akan berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak).
4) Bila efusi pleura terjadi karena infeksi, biasanya terjadi pada pasien
dengan limfoma maligna karena menurunnya resistensi terhadap infeksi,
effusi ini dapat berupa empiema akut atau kronik

b) Menurut Cairan Yang Terbentuk:

1) Transudat

Transudat merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding


kapiler yang utuh, terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena
ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau ankotik. Transudasi
menandakan kondisi seperti asites, perikarditis, penyakit gagal jantung
kongestik atau gagal ginjal sehingga terjadi penumpukan cairan.

Effusi pleura transudatif biasanya disebabkan karena:

- Gagal jantung kongestif

- Sirosis (hepatik hidrothorax)

- Atelektasis

- Hipoalbuminemia

- Sindroma nefrotik

- Peritoneal dialisis
- Mixedema

- Perikarditis konstriktif

2) Eksudat

Eksudat merupakan ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas.


Sebagai akibat inflamasi oleh produk bakteri atau humor yang mengenai
pleura contohnya TBC, trauma dada, infeksi virus. Efusi pleura mungkin
merupakan komplikasi gagal jantung kongestif, TBC, pneumonia, infeksi
paru, sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis hepatis, embolisme
paru, dan infeksi parasitik.
Effusi pleura eksudatif biasanya disebabkan karena:

- Malignansi (karsinoma, limfoma)

- Emboli pulmoner

- Kondisi kolagen – vaskuler (arthritis reumatoid, lupus)

- Tuberkulosis

- Pankreatitis

- Trauma

- Postcardiac injury syndrome

- Perforasi esofagus

- Pleuritis akibat radiasi

- Penggunaan obat (nitrofurantoin, dantrolene, methysergide,


bromocriptine, procarbazine, amiodarone)
- Chylothorax

- Meig’s syndrome

- Sarcoidosis
- Yellow nail syndrome

(Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).

3. Tanda dan Gejala

Berikut ini adalah tanda dan gejala dari effusi pleura secara umum,
diantaranya adalah:

a. Nyeri pleuritik dada yang membuat penderita membatasi


pergerakan rongga dada dengan bernafas dangkal atau tidur
miring ke sisi yang sakit.
b. Sesak nafas/ dispnea dapat ringan atau berat, tergantung pada
proses pembentukan efusi, jumlah cairan efusi pleura, dan
kelainan yang mendasari timbulnya efusi.
c. Akral teraba dingin

d. Batuk

e. Trakhea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi

f. Interkosta menonjol pada efusi yang berat

g. Pergerakan dada berkurang pada bagian yang terkena efusi pleura

h. Perkusi meredup di atas efusi pleura

i. Suara nafas berkurang di atas efusi pleura

j. Vokal fremitus meredup

(Price, 2018)

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis, penyebab, serta


therapy medis perlu dilakukan sebagai penunjang dalam pelaksanaanya.
Adapun pemeriksaan penunjang yang yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Foto rontgen dada (sinar tembus dada)
b. USG pleura, berfungsi untk menentukan adanya cairan dalam rongga pleura.
c. CT Scan dada.
d. Torakosentesis (untuk mengambil cairan dan mengetahui warna cairan)

- Kekuning-kuningan: warna normal cairan pleura

- Agak Kemerahan atau kemerahan: terjadi pada kasus dengan trauma,


infark paru, keganasan, dan adanya kebocoran aneurisma aorta.
- Kehijauan dan agak purulen: menunjukkan adanya empiema.

- Merah Coklat: menunjukkan adanya abses karena amuba.

Beberapa hasil dari pemeriksaan Torakosentris dapat diperoleh keterangan


sebagai berikut:

- Biokimia: basil tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah merah dan
putih, kadar pH, glukosa, amilase. Tabel berikut ini menunjukkan perbedaan
biokimia pada effusi pleura.

- Sitologi: sel neutrofil, sel limfosit, sel mesotel, sel mesotel maligna, sel-sel
besar dengan banyak inti, sel lupus eritematosus sistemik.

- Bakteriologi: menentukan jenis bakteri yang menginfeksi.

- Biopsi pleura.
PATHWAY

Gagal jantung kongestif Karsinoma mediastinum


TB Paru Gagal ginjal Karsioma paru
Pneumonia Gangguan fungsi hati

Ateletaksis Peningkatan
Peningkatan tekanan
Hipoalbumin permiabilitas kapiler paru
hidrostatik pembuluh
inflamasi darah

Tekanan onkotik koloid


menurun, Peningkatan Ketidakseimbangan jumlah produksi cairan dengan
absorbsi yang bisa dilakukan
permiabilitas kapiler
pleura viseralis

Efusi Pleura

Gangguan ventilasi (pengembangan paru tidak optimal), gangguan difusi, distribusi dan
transportasi O2)

Sistem Pemasangan Sistem saraf


Depresi
pernafasan PaO2 WSD
pusat
menurun,
pernafasan,
PCO2 terhambatny
meningkat, a ekspansi Terputusnya
Ketidak paru karena Terdapat
kontinuitas
seimbangan penumpukan port the
Hipersekresi jaringan
ventilasi - cairan di entry
jalan nafas,
Sesak napas, perfusi daerah
peningkatan viselaris
produksi Resiko Infeksi
Nyeri
sekret,

Gangguan Pola napas


pertukaran gas tidak
Efektif

Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
5. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Diet Effusi Pleura

Jenis diet yang diberikan pada kasus effusi pleura adalah TKTP (Tinggi
Kalori Tinggi Protein. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan kalori dan
protein untuk mencegah dan mengurangi adanya kerusakan jaringan tubuh,
khususnya paru-paru. Selain itu diet TKTP juga memberikan manfaat sebagai
berikut:
a. Pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh

Hemoglobin sebagai pigmen sel darah merah yang berfungsi sebagai zat
pengangkut oksigen dan karbondioksida akan berikatan dengan protein, begitu
pula dalam proses penggumpalan darah, protein juga dibutuhkan.
b. Mengatur keseimbangan cairan tubuh

Keseimbangan cairan dalam intraseluler, intravaskuler, dan interstisial diatur


oleh protein dan elektrolit, sehingga apabila terjadi kekurangan protein akan
dapat mengakibatkan penurunan dan perpindahan cairan.

b. Penatalaksanaan Medis Effusi Pleura

a. Therapy oksigen

Dapat diberikan jika terjadi pernafasan yang tidak adekuat.

b. Pemberian obat-obatan

Obat-obatan yang biasa diberikan pada effusi pleura diantaranya adalah


antibiotik, analgetik, antiemetik, dan vitamin. Tujuan pemberian obat-obat
tersebut adalah untuk menghambat terjadinya infeksi, mencegah
penumpukan cairan kembali, menghilangkan ketidak nyamanan serta
dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar dari timbulnya
effusi pleura (misalnya gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis, TBC,
trauma, dll)
c. Pemasangan WSD (water selaed drainage)

WSD (Water Selade Drainage) / CTT (Chest Thorax Tube) adalah suatu unit
yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara atau cairan (darah
atau pus) dari rongga toraks dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung selang/drain yang dimasukan ke dalam rongga pleura (DepKes
RI, 2018).
d. Pleurodesis

Pada prosedur ini zat kimia dimasukkan pada kavum pleura untuk
melekatkan dua lapis pleura. Hal ini dapat mencegah terkumpulnya cairan
pleura kembali. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai),
bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5-Fluorourasil.
e. Thoracosintesis

Aspirasi cairan pleura (thorakosintesis) berguna sebagai sarana diagnostik


maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga
garis aksilaris posterior dengan memakai jarum kateter nomor 14-16.
f. Pengobatan lainnya

Bertujuan untuk penanganan pada effusi pleura malignan termasuk radiasi


dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi deuretik. (Kowalk dkk, 2011)
g. Latihan Meniup Balon

Untuk mengembangkan alveolus yang kolaps, diperlukan tekanan udara


yang lebih besar dengan cara meniup balon lebih keras pada waktu mulai
mengembangkan balon. Hal ini dimaksudkan untuk melatih pernafasan dan
pengembangan alveolus yang sempat terendam cairan pleura agar fungsinya
dapat kembali seperti semula. (Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare,
2002)

c. Komplikasi Effusi Pleura

Pada keadaan lebih lanjut, bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat,
maka effusi pleura dapat berdampak atas beberapa komplikasi berikut ini:
- Pneumonia
- Penumothorax

- Hipertensi paru

- Hemothorax (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)

- Emoli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam menyebabkan


udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)
- Laserasi pleura viserali

Sedangkan secara khusus, effusi pleura bila dibiarkan akan memiliki


dampak terhadap sistem tubuh, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Sistem pernafasan

Terakumulasinya cairan di rongga pleura menyebabkan penekanan paru-paru


yang mengakibatkan daya pengembangan paru terganggu sehingga
mengakibatkan sesak nafas.
- Sistem kardiovaskuler

Adanya peningkatan denyut nadi dan manifestasi dari sesak nafas karena
terjadi kompensasi tubuh terhadap kekurangan oksigen.
- Sistem gastrointestinal

Kegagalan nafas mengakibatkan aliran darah ke otak berkurang, diteruskan


ke hipotalamus, merangsang nervus vagus dan mengakibatkan peningkatan
asam lambung, maka terjadi mual dan tidak ada nafsu makan.
- Sistem/pola aktivitas dan istirahat

Sesak nafas pada saat istirahat dapat mengganggu atau merubah respon
terhadap aktivitas atau latihan.

B. Konsep Pustaka Water Selaed Drainage

1. Pengertian

WSD (Water Sealed Drainage) merupakan tindakan invasive yang


dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura,
rongga thorax, dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.

2. Indikasi Pemasangan

a. Pneumothorax

- Spontan lebih dari 20% karena rupture bleb

- Luka tusuk tembus

- Klem dada yang terlalu lama

- Kerusakan selang dada pada sistem drainase

b. Hemothorax

- Robekan pleura

- Kelebihan antikoagulan

- Pasca bedah thorax

c. Thorakotomy

- Lobektomy

- Pneumoktomy

d. Effusi Pleura

- Post operasi jantung

e. Emfiema

- Penyakit paru serius

- Kondisi inflamasi

3. Tujuan Water Sailed Drainage

Adapun tujuan dilakukannya tindakan pemasangan water


sailed drainage adalah sebagai berikut:
- Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan
rongga thoraks.

- Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura


- Mengembangkan kembali thoraks yang kolaps

- Mencegah refluks drainage kembali ke rongga dada

4. Tempat Pemasangan WSD

a. Bagian apex paru (apical)

- Anterolateral interkosta ke 1-2

Fungsi: untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

b. Bagian basal

- Postero lateral interkosta ke 5-6 atau 8-9

Fungsi: untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga


pleura

5. Jenis-jenis Water Sealed Drainage

a. Sistem satu botol


- Merupakan sistem yang paling sederhana dan sering
digunakan pada pasien simple pneumothoraks.
- Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai
dua lubang selang yaitu satu untuk ventilasi dan satu lagi
masuk ke dalam botol.
- Air steril dimasukkan ke dalam botol sampai ujung selang
terendam 2 cm untuk mencegah masuknya udara ke dalam
tabung yang menyebabkan
kolaps paru

- Selang untuk ventilasi dalam botol


dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara
dari rongga pleura keluar.
- Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi.

- Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan.

 Inspirasi akan meningkat

 Ekspirasi menurun

b. Sistem dua botol

- Digunakan 2 botol: 1 botol untuk mengumpulkan cairan


drainage dan botol ke 2 sebagai botol water seal.
- Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya
kosong dan hampa udara, selang pendek pada botol 1
dihubungkan dengan selang di botol 2 yang berisi water seal.
- Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara
dari rongga pleura masuk ke water seal botol 2.
- Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan
cairan mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan udara
dipompakan keluar melalui selang masuk ke WSD.
- Bisasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks,
hemopneumothoraks, efusi peural.
c. Sistem tiga botol

- Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk


mengontrol jumlah hisapan yang digunakan.
- Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan

- Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada


botol ke-3. Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung
selang yang tertanam dalam air botol WSD.
- Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang
ditambahkan.

- Botol ke-3 mempunyai 3 selang:

 Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube


pada botol ke dua

 Tube pendek lain dihubungkan dengan suction

 Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan


air dan terbuka ke atmosfer

6. Komplikasi Pemasangan Water Selade Drainage

a. Komplikasi Primer: perdarahan, edema paru, tension


pneumothoraks, atrial aritmia.

b. Komplikasi Sekunder: infeksi, emfiema.

7. Prosedur Pemasangan WSD

a. Pengkajian

- Memeriksa kembali instruksi dokter

- Mencek dan melakukan inform consent

- Mengkaji status pasien: TTV, status pernafasan

b. Persiapan Pasien

- Siapkan pasien

- Memberi penjelasan kepada pasien mencakup :

o Tujuan tindakan

o Posisi tubuh saat tindakan dan

selama terpasang WSD Posisi


klien dapat duduk atau berbaring
o Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti

nafas dalam, distraksi

o Latihan rentang sendi (ROM) pada sendi bahu sisi yang

terkena

c. Persiapan Alat

- Sistem drainage tertutup

- Motor suction

- Slang penghubung steril

- Botol berwarna putih/bening dengan kapasitas 2 liter, gas,


pisau jaringan/silet, trokart, cairan antiseptic, benang catgut
dan jarumnya, duk bolong, sarung tangan , spuit 10cc dan
50cc, kassa, NACl 0,9%, konektor, set balutan, obat anestesi
(lidokain, xylokain), masker
d. Pelaksanaan

Prosedur ini dilakukan oleh dokter. Perawat membantu agar


prosedur dapat dilaksanakan dengan baik , dan perawat memberi
dukungan moril pada pasien.

e. Tindakan Setelah Prosedur

- Perhatikan undulasi pada selang WSD

Bila undulasi tidak ada, maka berbagai kondisi dapat terjadi,


diantaranya adalah:

 Motor suction tidak berjalan

 Selang tersumbat

 Selang terlipat

 Paru-paru telah mengembang

Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera


periksa kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan
bernafas.
- Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan
yang keluar.

- Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan


batas yang telah ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada
2cm di bawah air.
- Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam
untuk mengetahui jumlah cairan yg keluar.
- Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam
pertama.

- Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan

- Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan


memperhatikan jangan sampai slang terlipat
- Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah
posisi.

- Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan
waktu.

- Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat
jumlah cairan yang dibuang.
- Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran.

- Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas,


sianosis, emphysema subkutan.
- Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara
batuk efektif.

- Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh.

- Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas


WSD.

- Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari
melakukan latihan gerak pada persendian bahu daerah
pemasangan WSD

8. Perawatan Pada Klien Yang Menggunakan WSD

a. Kaji adanya distress pernafasan & nyeri dada, bunyi nafas di


daerah paru yg terkena & TTV stabil.
b. Observasi adanya distress pernafasan.

c. Observasi:

- Pembalut selang dada.

- Observasi selang untuk melihat adanya lekukan, lekukan yang


menggantung, bekuan darah.
- Sistem drainage dada.
- Segel air untuk melihat fluktuasi inspirasi dan ekspirasi klien.

- Gelembung udara di botol air bersegel atau ruang.

- Tipe & jumlah drainase cairan. Catat warna & jumlah drainase,
TTV & warna kulit.

- Gelembung udara dalam ruang pengontrol penghisapan ketika


penghisap digunakan

d. Posisikan klien:

- Semi fowler sampai fowler tinggi untuk mengeluarkan udara


(pneumothorak).

- Posisi fowler untuk mengeluarkan cairan (hemothorak)

e. Pertahankan hubungan selang antara dada dan selang drainase


utuh dan menyatu.

f. Gulung selang yang berlebih pada matras di sebelah klien.


Rekatkan dengan plester.

g. Sesuaikan selang supaya menggantung pada garis lurus dari


puncak matras sampai ruang drainase. Jika selang dada
mengeluarkan cairan, tetapkan waktu bahwa drainase dimulai
pada plester perekat botol drainase pada saat persiaan botol atau
permukaan tertulis sistem komersial yang sekali pakai.
h. Urut selang jika ada obstruksi.

i. Cuci tangan.

j. Catat kepatenan selang, drainase, fluktuasi, TTV klien,


kenyamanan klien.

9. Cara Mengganti Botol WSD

a. Siapkan set yang baru

Botol berisi cairan aquadest ditambah desinfektan

b. Selang WSD di klem dulu


c. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem

d. Amati undulasi dalam slang WSD

10. Pencabutan Selang WSD

Indikasi pencabutan WSD adalah sebagai berikut:

a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan:

- Tidak ada undulasi.

- Cairan yang keluar tidak ada.

- Tidak ada gelembung udara yang keluar.

- Kesulitan bernafas tidak ada.

- Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara.

- Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara.

b. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling


atau pengurutan pada slang.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengertian

Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan


hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal (Carpenito, 2000).

Peran perawat dalam menangani pasien dengan Efusi Pleura Post CTT (Chest
Thorax Tube) adalah ditekankan pada perawatan luka post CTT setiap hari,
yang bertujuan mencegah terjadinya infeksi dengan tetap memperhatikan
kepatenan CTT yang terpasang untuk mencegah terlepasnya selang CTT yang
akan mengakibatkan udara masuk kedalam paru-paru melalui luka pemasangan
CTT yang berdampak pada kolapsnya paru-paru sehingga terjadi henti nafas dan
berujung kematian pada pasien. Serta mengobservasi jumlah dan warna cairan
yang tertampung dalam botol dan dokumentasikan.

Proses keperawatan digunakan untuk membantu perawat dalam melakukan


praktek asuhan keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah
keperawatan yang ada, dimana kelima komponennya saling mempengaruhi satu
sama lain yaitu pengkajian, menentukan diagnosa, perencanaan, implementasi
dan evaluasi yang membentuk suatu suatu mata rantai (Budianna Keliat, 2016).

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam


praktek keperawatan (Nursalam, 2014).

1. Pengkajian

a. Anamnesa

1) Identitas Pasien

Terdiri dari: nama, umur, suku bangsa, agama, pendidikan, dan


pekerjaan.

2) Keluhan Utama
- Keluhan utama merupakan keluhan yang paling utama
dirasakan oleh pasien.

- Biasanya, dada pasien dengan effusi pleura didaptkan


keluhan berupa: sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuretik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokalisir terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk non produktif.
3) Riwayat Penyakit Sekarang

Menceritakan perjalanan penyakit pasien saat ini sehingga di


bawa ke rumah sakit.

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Membahas tentang riwayat penyakit dahulu yang pernah


diderita klien berhubungan dengan yang diderita pasien saat
ini.
5) Riwayat Penyakit Keluarga

Membahasa tentang riwayat penyakit yang mungkin diderita


oleh anggota keluarga pasien yang disinyalir sebagai penyebab
penyakit pasien sekarang. Contohnya: kanker paru, TBC, dll
6) Riwayat Psikososial

Bahasan ini meliputi perasaan pasien terhadap sakitnya,


bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana respon pasien
terhadap tindakan pengobatan yang dilakukan terhadap dirinya.
b. Pemeriksaan Fisik

1) Tanda-tanda Vital

Meliputi: tekanan darah, suhu, nadi, respirasi, saturasi oksigen


(jika dibutuhkan)

2) Tingkat Kesadaran

Disini perlu dikaji bagaimana penampilan pasien secara umum,


ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnese, mood
pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan
pasien, sebagai bahan memperkuat memperoleh data apakah
composmentis, apatis, somnolen, sopor atau koma.
3) ROS (review Of System)

- B1 (Breath)

 Kaji ada tidaknya kesulitan bernafas seperti adanya


keluhan sesak

 Batuk (produktif atau tidak produktif, secret, warna,


konsistensi, bau)

 Irama nafas pasien (teratur/tidak teratur), takipnea

 Adanya peningkatan kerja nafas, penggunaan


otot bantu dada, retraksi interkostal
 Fremitus fokal

 Perkusi dada : hipersonor

 Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris

 Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan

 Selain itu kaji riwayat penyakit paru kronik,


peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi paruB2
(Blood)
- B2 (Blood)

 Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( disaritmia )

 Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder

 Hipertensi / hipotensi

 CRT untuk mengetahui tingkat perfusi perifer,


normalnya < 3 detik

 Akral : hangat, panas, dingin, kering atau basah


- B3 (Brain)

 Tentukan GCS pasien

 Tentukan adanya keluhan pusing,

 Lamanya istirahat/tidur, normal kebutuhan istirahat


tiap hari adalah sekitar 6-7 jam.
 ada tidaknya gangguan pada nerves pendengaran,
penglihatan, penciuman.

 Kaji adanya nyeri, tentukan skala nyeri pasien,


lokasi nyeri misallnya nyeri dada sebelah kanan,
frekuensi nyeri (serangan datang secara tiba-tiba),
nyeri bertambah saat bernapas, nyeri menyebar ke
dada, badan dan perut dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan nyeri yang dirasakan pasien
- B4 (Bladder)

 Keluhan kencing : nocturia, poliuria, disuria,


oliguria, anuria, retensi, inkontinensia

 Produksi urine tiap hari, warna, dan bau. Produksi


urine normal adalah sekitar 500cc/hari dan berwarna
kuning bening
 Keadaan kandung kemih : membesar atau tidak,
adanya nyeri tekan

 Intake cairan tiap hari, pemberiannya melalui oral


atau parenteral. Intake cairan yang normal setiap hari
adalah sekitar 1 liter air.
 Kaji ada tidaknya penggunaan alat bantu kateter

- B5 (Bowel)

 Kaji keadaan mulut pasien: bersih, kotor atau berbau

 Keadaan mukosa: lembab, kerig, stomatitis


 Tenggorokan : adanya nyeri menelan, pembesaran
tonsil, nyeri tekan

 Keadaan abdomen: tegang, kembung atau ascites

 Adanya nyeri tekan, ada tidaknya luka bekas operasi

 Peristaltic usus tiap menitnya

 Frekuensi BAB tiap hari da konsistensinya (keras,


lunak, cair atau berdarah)

 Nafsu makan, adanya diet makanan dan porsi makan


tiap hari

- B6 (Bone)

 Tentukan pergerakan sendi pasien (bebas, terbatas)

 Kaji adanya kelainan ekstermitas, kelainan tualang


belakang dan fraktur

 Keadaan kulit: ikteri, siaonis, kemerahan atau


hiperglikemi

 Keadaan turgor kulit

c. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

2) Darah lengkap dan kimia darah

3) Bakteriologis

4) Analisis cairan pleura

5) Pemeriksaan radiologis

6) Biopsi
2. Analisa Data

No

Data

Etilogi

Masalah

111

DS :
 Klien mengeluh nyeri dada sebelah kiri
 Klien mengeluh lelah
DO
 Frekuensi nafas meningkat
 Nadi meningkat
 Tampak kelelahan
 Klien tampak batuk
 Pengeluaran ssputum
 Suara nafas tambahan
 Batuk tidak efektif
 Terpasang WSD di dada kiri

Terpasang WSD

Terputusnya kontinuitas jaringan

Bradikitin, serotonin, prostaglandin diaktifkan


Merangsang nosiseptor nyeri

Nyeri
Nyeri

2
DS
Pasien mengatakan masih sesak
DO
Pernafasan 28 x/ menit
Invasi kuman

Peradangan pada saluran nafas

Kuman melepas endotoksin

Merangsang mekanisme pertahanan tubuh terhadap adanya mikroorganisme

meningkatkan produksi mucus oleh sel-sel basilica sepanjang Saluran pernafasan

penumpukan sekresi mucus pada jalan nafas

obstruksi jalan nafas

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Bersihan jalan nafas tidak efektif

DS: Pasien mengatakan sesak


DO : Menggunakan otot bantu pernafasan
Pola nafas abnormal
Fase ekspirasi memanjang
Gangguan ventilasi (pengembangan paru tidak optimal), gangguan difusi, distribusi dan
transportasi O2)

Depresi pusat pernafasan, terhambatnya ekspansi paru karena penumpukan cairan di daerah
viselaris

Pola napas tidak


Efektif

Pola napas tidak


Efektif

DS: Pasien mengatakan sesak


DO : PCO2 Meningkat, PO2 menurun, takikardi, sianosis, nafas cuping hidung,
warna kulit pucat
Gangguan ventilasi (pengembangan paru tidak optimal), gangguan difusi, distribusi dan
transportasi O2)

Ketidak seimbangan ventilasi - perfusi

Gangguan pertukaran gas

Gangguan pertukaran gas

3
DS : Pasien memngatakan nyeri pada dada kiri
DO : Terpasang WSD
Terpasang WSD

Terputusnya kontinuitas jaringan


Terdapat port the entry kuman

Resiko infeksi

Resiko infeksi
3. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri dada berhubungan dengan factor-faktor biologis (trauma


jaringan) dan factor- faktor fisik (pemasangan selang dada)

b. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan immobilitas,


tekanan dan nyeri.

c. Gangguan pertukaran gas

d. Bersihan jalan nafas tidak efektif


e. Resiko infeksi b.d terpasangnya benda asing dalam tubuh

4. Intervensi, Tujuan, Kriteria Hasil dan Rasional

a. Nyeri dada berhubungan dengan factor-faktor biologis (trauma


jaringan) dan factor- faktor fisik (pemasangan selang dada)
Data penunjang:

Respirasi dan nadi meningkat, raut wajah pasien nampak


kesakitan, pasien merasa tidak nyaman.
Tujuan:

Tujuan dari dilakukannya tindakan pada diagnosa ini adalah


kenyamanan pasien dapat terpenuhi.
Kriteria hasil:

Nyeri berkurang bahkan hilang

Respirasi dan nadi kembali normal yaitu antara 16 – 20


x/menit dan 60 – 100 x/menit
Intervensi dan rasional:

Intervensi Rasional
Berikan dan ajari teknik distraksi Mengalihkan perhatian pasien
(menonton TV, mengobrol dengan terhadap rasa nyeri dan memberikan
keluarga, posisi yang nyaman) kenyamanan sehingga nyeri pasien
dan dapat berkurang.
relaksasi (nafas dalam)
Jika nyeri tidak Mengurangi tingkat nyeri yang
berkurang, kolaborasikan dirasakan oleh pasien
dengan dokter untuk
pemberian obat analgesik.
Observasi skala nyeri Sebagai evaluasi terhadap intervensi
setelah intervensi yang
yang telah dilakukan telah dilakukan dan untuk
merencenakan intervensi selanjutnya.

b. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan immobilitas,


tekanan dan nyeri.
1) Data penunjang:

Dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernafasan,


penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada,
sianosis.
2) Tujuan:

Tujuan dari tindakan keperawatan pada diagnosa ini adalah


pola nafas kembali efektif.
3) Kriteria hasil:

- Pola nafas efektif atau normal (frekuensi dan keteraturan)

- Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia

4) Intervensi dan rasional:

Intervensi Rasional
Pertahankan posisi nyaman, Meningkatkan inspirasi
biasanya maksimal,
peninggian kepala tempat tidur meningkatkan ekspansi paru dan
(head up) ventilasi pada sisi yang tak sakit.
Bila selang dipasang:
- Periksa pengontrol - Mempertahankan tekanan negative
penghisapan, batas cairan. intrapleural sesuai dengan yang
diberikan, yang meningkatkan
- Observasi gelembung ekspansi pasru optimum dan atau
udara botol drainase cairan.
penampung - Gelembung udara selama ekspirasi
menunjukkan lubang angin dari
pneumothoraks. Naik turunnya
gelembung udara
menunjukkan
ekspansi paru
Klem selang pada bagian bawah Mengisolasi lokasi kebocoran udara
unit pusat
drainase bila terjadi kebocoran system
Awasi pasang surutnya air Flutuasi (pasang surut)
menunjukkan
penampung dan water seal perbedaan tekanan inspirasi dan
ekspirasi
Catat karakter dan jumlah Berguna dalam mengevaluasi
drainase perbaikan
selang dada kondisi atau terjadinya komplikasi
atau perdarahan yang
memerlukan
upaya
intervensi.
Berikan oksigen Alat dalam menurunkan kerja naas,
melalui meningkatkan penghilangan distress
kanul/masker, latih nafas dalam respirasi dan sianosis berhubungan
dan batuk efektif dengan
hipoksia
Perawatan: Agar psien tercukupi oksigenasinya
Observasi pola nafas dan dan pola nafasnya efektif, serta untuk
komplikasi mencegah terjadinya komplikasi yang
bisa
memperparah kondisi klien.

c. Resiko infeksi b.d terpasangnya benda asing dalam tubuh

1) Data penunjang:

Adanya inflamasi di daerah yang telah terpasang WSD, suhu


tubuh meningkat, nyeri pada daerah yang terpasang WSD.
2) Tujuan:

Tujuan dari dilakukannya tindakan pada diagnosa ini adalah


mencegah dan menangani agar tidak terjadi infeksi pada
pasien.
3) Kriteria hasil:

- Tidak terjadi inflamasi pada daerah yang terpasang WSD

- Tidak timbul rasa nyeri

- Suhu tubuh normal (36,5oC – 75,5oC)

4) Intervensi dan rasional:

Intervensi Rasional
Monitor kebocoran dari selang Untuk menjaga kebersihan daerah
dada, fungsi, posisi kepatenan yang
aliran selang (undulasi cairan pada terpasang WSD sehingga dapat
selang) meminimalisir peluang terjadinya
infeksi.
Monitor penurunan produksi Untuk melindungi tubuh dari resiko
gelembung, undulasi, dan infeksi
gelombangpada tabung penampung
cairan
Monitor jumlah cairan pada
tabung penampung cairan

Ajarkan kepada pengunjung Mencegah kontaminasi


untuk lingkungan
mencuci tangan sewaktu masuk terhadap pasien yang dapat
dan meninggalkan ruang pasien memicu terjadinya infeksi
Ajarkan kepada pasien dan Mendeteksi adanya infeksi sedini
keluarga tanda/gejala infeksi dan mungkin sehingga dapa segera
kapan harus dilakukan tindakan
melaporkan ke pusat kesehatan agar infeksi tidak semakin parah
Kolaborasikan untuk member Mengendalikan factor pemicu infeksi
antibiotik jika diperlukan
Batasi jumlah pengunjung jika Meminimalkan pemicu infeksi
diperlukan
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapat cairan


dalam jumlah yang berlebihan didalam rongga pleura, yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi
(penyerapan ) cairan pleura.
Water Sealed Drainage merupakan tindakan invasive yang
dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga
pleura, rongga thorax, dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan WSD terdiri dari
pengkajian, penegakan diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi
keperawatan sebagaimana standart ilmu keperawatan.
Saran

Pembaca

Diharapkan dengan adanya laporan pendahuluan ini,


pembaca dari makalah ini tidak menganggap bahwa makalah ini
dapat digunakan sebagai literatur baru untuk penyelesaian tugas-
tugas perkuliahan maupun literatur penelitian, makalahini hanya
berisi tentang rangkuman dan sebaiknya jika akan menggunakan
literatur, pembaca dapat mengambil dari beberapa literatur yang
tertulis dalam daftar pustaka.
Institusi Pendidikan

Institusi pendidikan merupakan sarana utama untuk


memperoleh pendidikan sebagai mana mestinya, karenanya apabila
dalam makalah ini adalah kekurangan, diharapkan institusi
pendidikan dapat memberikan masukan dan saran untuk penulis
dengan memberikan revisi gambaran umum dalam makalah ini.
Bidang Keperawatan

Dalam bidang keperawatan, beberapa tindakan invasive dan


kolaborative merupakan sebuah standart yang harus menjadi tolak
ukur untuk mencegah sebuah kesalah dalam tindakan, maka
dengan makalah ini harapan penulis adalah perawat tau bahwa
tindakan WSD hanya boleh dilakukan oleh seorang dokter,
perawat hanya membantu asistensi dalam tindakan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaf, H. 2010. Patofisiologi dan Konsep Penyakit. Jakarta: Salemba Medika.

Bagian Gizi RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Ahli Gizi Indonesia. 2012.
Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi


Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC.

Doengoes, M, E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C & Hall, John E. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Jakarta: EGC. Keliat, Budiana. 1994. Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika. Khaerudin. 2012. Anatomi Paru-paru. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Kowalk, dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2014. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktek.
Jakarta: Salemba Medika. Price. A, Sylvia, M. Wilson Lorraine. 2015.
Patofisiologi Konsep Klinik Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Sjamsuhidayat.
2015. Ilmu Penyakit Dalam Untuk Perawat. FKUI: Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC Suryono, S. Dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam.
Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai