Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN HARGA DIRI

RENDAH SITUASIONAL DAN KETIDAKBERDAYAAN

Diajukan untuk memenuhi tugas Pra Stase Keperawatan Jiwa Holistik Islami

Dosen Pengampu:

Shella Febrita M. Kep

Oleh:

Pipit Septiawati 402021063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2021
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Harga Diri Rendah


1. Harga Diri Rendah
a. Definisi Harga Diri Rendah

Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak


berarti, rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri (keliat, 2011). Harga diri rendah
merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan
diri yang negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal dalam mencapai keinginan (Herman, 2011).
Gangguan harga diri dapat dijabarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, yang menjadikan hilangnya rasa percaya diri
seseorang karena merasa tidak mampu dalam mencapai keinginan
(Fitria, 2009).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
harga diri rendah yaitu suatu keadaan dimana seorang individu
mengalami gangguan penilaian terhadap diri sendiri, selalu berpikiran
negatif terhadap kemampuan yang dimilikinya dan tidak memiliki
rasa percaya diri.

b. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah

Data Subyektif Data Obyektif

- klien mengatakan tidak - kontak mata kurang


memiliki kelebihan
apapun - bicara lambat

- klien mengatakan putus - pakaian tidak rapi


asa - lebih banyak menunduk
- klien mengatakan malu
dengan dirinya yang - produktifitas menurun
tidak berguna
- tidak berinisiatif
- klien mengeluh hidup berinteraksi dengan
tidak bermakna orang lain

- klien mengatakan ingin - tampak malas-malasan


mati

c. Klasifikasi Harga Diri Rendah

Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang


sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian
(kehilangan, perubahan).
2. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu
mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau
kemampuan dalam waktu lama.

d. Rentang Respon Harga Diri Rendah

Menurut Yosep (2009) berikut rentang respon dalam perilaku kekerasan :

Adaptif Maladaptif
Aktualisasi Konsep Harga diri Kerancuan Depersonalisasi

diri diri positif rendah identitas

Keterangan:

1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar


belakang pengalaman nyata yang sukses diterima.
2. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman
yang positif dalam beraktualisasi diri.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif
dengan konsep diri maladaptif.
4. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam
kemalangan aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang
harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap
diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan
serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

e. Manifestasi klinis Harga Diri Rendah

1). Faktor Predisposisi


Menurut Stuart (2009) harga diri rendah dipengaruhi oleh
beberapa faktor predisposisi diantaranya :
a) Faktor biologis, biasanya karena ada kondisi sakit fisik yang dapat
mempengaruhi kerja hormone secara umum, yang dapat pula
berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh
kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien
mengalami depresi dan pasa pasien depresi kecenderngan harga
diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh
pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
b) Faktor psikologis, harga diri rendah kronis sangat berhubungan
dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan
fungsi. Hal- hal yang dapat mengakibatkan individu mengalami
harga diri rendah kronis meliputi orang tua yang penolakkan orang,
harapan orang tua tidak realisitis, orang tua yang tidak percaya
terhadap anaknya, tekanan teman sebaya, peran yang tidak sesuai
dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan.
c) Faktor sosial, status ekonomi sosial sangat mempengaruhi proses
terjadinya harga diri rendah kronis, antara lain kemiskinan, tempat
tinggal di daerah kumuh dan rawan, kultur sosial yang berubah
missal ukuran keberhasilan individu.
d) Faktor kultural, tuntutan peran sosial kebudayaan sering
meningkatkan kejadian harga diri rendah kronis antara lain : wanita
sudah harus menikah jika umur mencapai 20-an, perubahan kultur
kearah gaya hidup individualisme.
2). Faktor Presipitasi

Menurut Yusuf, dkk (2015) faktor presipitasi harga diri rendah yaitu :

a) Trauma, seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau


menyaksikan kejadin yang mengancam kehidupannya.

b) Ketegangan peran, stress yang berhubungan dengan frustasi yang


dialami dalam peran atau posisi yang diharapkan.

c) Tansisi peran perkembangan, perubahan norma dengan nilai yang


tidak sesuai dengan diri.

d) Transisi peran situasi, bertambah/berkurangnya orang penting


dalam kehidupan individu.

e) Transisi peran sehat-sakit, kehilangan bagian tubuh, perubahan


ukuran, fungsi, penampilan, prosedur pengobatan dan perawatan.
2. Ketidakberdayaan
A. Definisi ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa
perilaku atau tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa
hasil yang diharapkan atau tidak akan membawa perubahan hasil
seperti yang diharapkan, sehingga klien sulit mengendalikan situasi
yang terjadi (Wahyudi,2020)
Ketidakberdayssn merupakan persepsi seseorang bahwa
tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang
pengendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau baru saja
terjadi. Ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seorang individu
atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi
tertentu (Yusuf, 2015).
B. Etiologi ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan,
ketidakberdayaan koping sebelumnya (depresi), serta kurangnya
kesempatan untuk membuat keputusan
1. Kemungkinan penyebabnya yaitu:
a. Disfungsi proses berduka
b. Kurangnya umpan balik positif
c. Umpan balik negatif yang konsisten
2. Faktor terkait ketidakberdayaan:
a. Kesehatan lingkungan : hilangnya privasi, milik pribadi dan
kontrol terhadap terapi
b. Hubungan interpersonal: penyalahgunaan kekuasaan,
hubungan yang kasar
c. Penyakit yang berhubungan dengan rejimen: penyakit
kronis atau melemahkan kondisi
d. Gaya hidup ketidakberdayaan: mengulangi kegagalan dan
ketergantungan
C. Faktor predisposisi dan presipitasi
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon
keputusasaan adalah
a. Faktor genetik: genetik yang dilahirkan dan dibesarkan di
dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan
sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi
suatu permasalahan.
b. Kesehatan jasmani: individu dengan kedaan fisik sehat,
pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai
kemampuan untuk mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik
c. Kesehatan mental: individu yang mengalami gangguan
jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang
ditandai dengan perasaan tidak berdaya, pesimis, selalu
dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat
peka dalam menghadapi situasi masalah dan mengalami
keputusasaan.
d. Struktur kepribadian
e. Individu dengan konsep yang negatif, perasan rendah diri,
akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang
objektif terhadap stress yang dihadapu (Yusuf,2015).
2. Faktor presipitasi
a. Faktor kehilangan
b. Kegagalan yang terus menerus
c. Faktor lingkungan
d. Orang terdekat (keluarga)
e. Status kesehatan (penyakit yang diderita dan dapat
mengancam jiwa)
f. Adanya tekanan hidup
g. Kurangnya iman

D. Rentang respon ketidakberdayaan

1. Harapan
Harapan akan mempengaruhi respons psikologis terhadap penyakit
fisik. Kurangnya harapan dapat meningkatkan stres dan berakhir
dengan penggunaan mekanisme koping yang tidak adekuat. Pada
beberapa kasus, koping yang tidak adekuat dapat menimbulkan
masalah kesehatan jiwa.
2. Ketidakpastian
Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu
memahami kejadian yang terjadi. Hal ini akan mempengaruhi
kemampuan individu mengkaji situasi dan memperkirakan upaya
yang akan dilakukan. Ketidakpastian menjadi berbahaya jika
disertai rasa pesimis dan putus asa.
3. Putus Asa
Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan
harapan hampa. Kondisi ini dapat membawa klien dalam upaya
bunuh diri (Rassidin, 2018)
E. Tanda dan Gejala ketidakberdayaan berdasarkan SDKI:
1. Mayor
a. Subjektif : menyatakan frustasi atau tidak mampu melaksanakan
aktivitas sebelumnya.
b. Objektif: bergantung pada orang lain
2. Minor
a. Subjektif : merasa diasingkan, menyatakan keraguan tentang kinerja
peran, menyatakan kurang kontrol, menyatakan rasa malu dan
merasa tertekan (depresi)
b. Objektif : tidak berpartisipasi dalam perawatan dan pengasingan.
F. Patomekanisme Ketidakberdayaan

Pada patofisologi dengan masalah ketidakberdayaan saat ini dapat


diketahui secara pasti, namun jika dilakukan analisis dari proses terjadinya
ketidakberdayaan berasal dari seseorang individu yang tidak mampu
mengatasi suatu masalah sehingga menyebabkan stress yang hal tersebut
diawali dalam perubahan dalam respon otak yang menafsirkan perubahan
didalam otak. Stress tersebut akan menyebabkan korteks serebri yang akan
mengirimkan sinyal menuju hipotalamus, yang kemudian seharusnya
ditangkap system limbic yang dimana salah satu bagian pentingnya
merupakan amigdala itu akan bertanggung jawab didalam status emosional
individu akibat dari keaktifan system hipotalamus pituitary adrenal (HPA)
dan kemudian menyebabkan rusaknya pada hipotlamus menjadikan
seseorang kehilangan mood dan juga motivasi dan akhirnya menybabkan
seseorang untuk malas melakukan sesuatu, hambatan emosional dengan
klien yang mengalami ketidakberdayaan, terkadang dapat berubah menjadi
murung dan sedih sehingga menyebabkan seseorang itu merasa tidak
berguna lagi dan merasa hidupnya telah gagal. Dampak dari hormon
glucocorticoid yang terdapat pada lapisan luar adrenal yang berpengaruh
dalam metabolisme glukosa, selain gangguan struktur otak terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter pada otak. Neurotransmitter adalah zat
kimia yang berada pada otak kemudian ditransmisikan oleh salah satu
neuron menuju lain dengan menggunakan rangsangan tersebut
(Stuart&Laraia, 2005).

G. Penatalaksanaan Medis
1. Psikofarmako
Terapi dengan obat-obatan sehingga dapat meminimalkan gangguan
keputusasaan
2. Psikoterapi
Terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan
terapi psikofarmako dan telah mencapai tahapan dimana kemampuan
menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik.
Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya anatara lain psikoterapi
suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan
motivasi agar penderita tidak merasa ptus asa dan semangat juangnya.
3. Terapi psikososial
Dengan terap ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak
menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapu psikososial
ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofrmako.
4. Terapi psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa.
Dari penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama
berhubungan dengan manfaatnya dibidang klinik. Terapi keagamaan ini
berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa,
memanjatkan puji-puji kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab
suci.
5. Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagai persiapan penempatan
kembali kekeluargaan dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan
di lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya disuatu rumah sakit jiwa.
Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain:
terapi kelompok, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan
kesenian, terapi fisik berupa olah raga, keterampilan, berbagai macam
kursus, bercocok tanam, rekreasi. Pada umumnya program rehabilitasi
ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi
paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti
program rehabilitasi dan evaluasi pada saat penderita akan
dikembalikan ke keluarga dan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai