Anda di halaman 1dari 21

REFRAT

EFUSI PLEURA

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Abulyatama Aceh

Pembimbing:
dr. Sylva Nazly, Sp.PD

Disusun Oleh:
Rizqina Ajra
19174046

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
MEURAXA BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, kasih sayang
dan karunia kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan refrat yang berjudul
“Efusi Pleura”. refrat ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan
klinik senior pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Abulyatama/ RSUD Meuraxa Banda Aceh.

Selama penyelesaian refrat ini penulis mendapatkan bantuan, bimbingan,


pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada dr. Sylva Nazly, Sp.PD yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan refrat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga,
sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dan doa dalam
menyelesaikan refrat ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
refrat ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari pembaca sekalian demi kesempurnaan refrat ini. Harapan penulis semoga refrat
ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan umumnya dan profesi
kedokteran khususnya. Semoga Allah selalu memberikan Rahmat dan Hikmah-Nya
kepada kita semua.

Banda Aceh, 16 Juli 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................2

2.1. DEFINISI........................................................................................................2

2.2. KLASIFIKASI................................................................................................4

2.3. ETIOLOGI......................................................................................................5

2.4. PATOFISIOLOGI...........................................................................................6

2.5. MANIFESTASI KLINIS................................................................................7

2.6. DIAGNOSIS...................................................................................................8

2.7. DIAGNOSIS BANDING..............................................................................12

2.8 . PENATALAKSANAAN..............................................................................12

2.9. KOMPLIKASI..............................................................................................16

2.10. PROGNOSIS................................................................................................16

BAB III KESIMPULAN............................................................................................17

BAB IV DAFTAR PUSTAKA..................................................................................18


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura
parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi
dengan cabang utama yaitu bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan
pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial,
jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening.1

Pleura seringkali mengalami patogenesis seperti terjadi efusi pleura, misalnya


hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi, hemotoraks bila rongga pleura
berisi darah, kilotoraks (cairan limfe), piotoraks atau empiema thoracis bila berisi
nanah, pneumotoraks bila berisi udara.1

Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi
atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan
suatu penyakit, akn tetapi merupakan tanda suatu penyakit. Akibat adanya cairan
yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan
disamping itu juga menyebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk
jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan
gangguan pada jantung dan sirkulasi darah.

Penyebab dari kelainan patologi pada rongga pleura bermacam-macam, terutama


karena infeksi tuberkulosis atau non tuberkulosis, keganasan, trauma dan lain-lain.1

Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi pleura ini,


yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan terhadap penyebabnya
sehingga hasilnya akan memuaskan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Pada keadaan
normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang
membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama
2
sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernapasan.
Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura
mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.

Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura antara
lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.

a. Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini
penyakitnya disebut hidrotorsk dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab- sebab lain
yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati denagn asites, serta
sebagai salah satu trias dari syndroma meig (fibroma ovarii, asites, dan hidrotorak).
b. Hemothoraks
Hemothoraks adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya terjadi
karena trauma toraks. Trauma ini bisa karena ledakan dahsyat di dekat penderita, atau
trauma tajam maupun trauma tumpul. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar
25% kdar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku
beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan
fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka
biasanya darah tersebut bersala dari trauma dinding dada. Penyebab lainnya
hemotoraks adalah :
 Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke
dalam rongga pleura.
 Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang
kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.
 Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga pleura tidak
membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melalui
sebuah jarum atau selang.
c. Empiema
Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura patologis ini
akan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks atau empiema. Pada
setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan terjadinya empiema sebagai salah
satu komplikasinya dari:
 Pneumonia
 Infeksi pada cedera di dada
 Pembedahan dada
d. Kilotoraks
Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah bening
pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks anatara lain :
 Kongenital, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus, tapi terdapat
fistula antara duktus torasikus rongga pleura.
 Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada, atau
pukulan pada dada (denagan /tanpa fratur). Yang berasal dari efek operasi
daerah torakolumbal, reaksi esophagus 1/3 tangah dan atas, operasi leher,
operasi kardiovaskular yang membutuhkan mobilisasi arkus aorta.
 Obstruksi karena limfoma malignum, metastasis karsinoma ke mediastinum
(tuberkulosis, histoplasmosis).
Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi terhadap
duktus torasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat juga penyakit
trombosis vena subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan duktus
torasikus yang menyebabakan kilotoraks.
Efusi pleura maligna merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan
pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker
payudara. Efusi pleura keganasan memiliki dua sifat yang khas, yaitu cairan pleura
lazim berwarna merah (hemoragik) dan pada umumnya cepat terbentuk kembali
setelah diaspirasi. Oleh karena itu, jumlah cairan pleura biasanya bnayak, sehingga
mengakibatkan pendorongan mediastinum ke arah sisi yang sehat dengan segala
akibatnya. 2

2.2. KLASIFIKASI
Efusi pleura umunya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan
cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu transudatdan eksudat. Transudat hasil dari
ketidakseimbangan antara tekanan onkotik denagn tekanan hidrostatik, sedangkan
eksudat adalah hasil dari perdangan pleura atau drainase limfatik yang menurun.
Dalam beberapa kasus mungin terjadi kombinasi antara karakteristik cairan transudat
dan eksudat.

1. Efusi transudatif

Karakteristik transudat adalah rendahnya konsentrasi protein dan molekul


besar lainnya. Terjadi akibat kerusakan/ perubahan faktor-faktor sistemik yang
berhubungan dengan pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Penyebab utama
biasanya gagal jantung ventrikel kiri dan sirosis. Penyebab utama lainnya diantaranya
sindrom nefrotik, hidronefrosis, dialisis peritoneal, efusi pleura maligna (atelektasis
pada obstruksi bronkial atau limfatik). 3
2. Efusi eksudatif

Karakteristik eksudat, kandungan protein lebih tinggi dibandingakan transudat.


Hal ini karena perubahan faktor lokal sehingga pembentukan dan penyerapan cairan
pleura tidak seimbang. Penyebab utama, yaitu pneumonia bakteri, keganasan (ca para,
limfoma, ovarium), infeksi virus, dan emboli paru. Selain itu, juga diseabkan oleh abses
intraabdomen, hernia diafragmatika, sfingter esofagus bawah, trauma, kilotoraks(trauma,
tumor mediastinum), uremia, radiasi paska CABG, hemotoraks (trauma tumor), efusi
pleura maligna, dan paramaligna.

2.3. ETIOLOGI
Ada berbagai keaganasan yang dapat menimbulkan efusi pleura, namun pada
umunmya disebabkan oleh metastasis tumor ganas dari bagian tubuh yang lain;
karena keganasan primer pleura sendiri, yaitu mesotelioma pleura sangat jarang
ditemukan. Keganasan yang paling sering mengakibatkan efusi pleura adalah
karsinoma paru, baik berupa karsinoma epidermoid, karsinoma sel kecil,
adenokarsinoma, maupun karsinoma sel besar. Jenis kanker paru yang paling banyak
menimbulkan efusi pleura adalah adenokarsinoma, karena keganasan ini biasanya
terletak di daerah perifer paru. Tumor lain yang dapat menimbulkan komplikasi efusi
pleura adalah keganasan payudara, serviks, pankreas, uterus, ovarium, lambung , hati,
prostat, dan testis.2

Tabel 1. Penyebab Efusi Pleura


Transudat Eksudat
Sering : Gagal jantung, sirosis hati, Sering : Keganasan, efusi para pneumonia
hipoalbuminemia, dialisis peritoneal
Jarang : Hipotiroidisme, sindrom nefrotik, Jarang : Infark pulmoner, artritis
stenosis mitral, emboli paru reumatoid, penyakit autoimun, pankreatitis
Sangat jarang : Perikarditis konstriktif, Sangat jarang : Obat, infeksi jamur
urinotoraks, sindrom vena kava superior
2.4. PATOFISOLOGI
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direasopsi oleh sauran
limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reasorpsi oleh saluran
limfe, sehingga terjadi keseimbangan anatara produksi dan reasorpsi. Kemamapuan
untuk reasorpsi dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan
reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun)
maka akan timbul efusi pleura.4
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain
itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. 1 Pergerakan cairan dari
pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanay perbedaan tekanan
hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem
limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal
yang memudahkan penyerapan cairan pleuravisceralis adalah terdapatnya banyak
mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.4
Proses penumpakan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemotoraks.1
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran
dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan
maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit
gangguan fisik yang nyata.1
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukn
primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis
peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva,
keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks.1
Efusi eksudat terjadi bila ada proses perdanagan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga
pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobaktterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit, (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus),
jamur, pneumonia atipik. (virus, kikoplasma, fever, legionella), keganasan paru,
proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang
sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.1
2.5. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan
menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umunya asimptomatis atau
memberikan gejala demam, ringan, dan berat badan yang menurun seperti pada efusi
yang lain. 1
Dari anamnesa ddidapatkan:
a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan
pleuritis disebabkan karena nyeri dada dan apabila jumlah cairan efusinya
meningkat, terutama kalau cairannya penuh.
b. Rasa berat pada dada
c. Batuk pada umunya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai
dengan proses tuberkulosis di parunya, batuk berdarah pada karsinoma
bronchus atau metastasis
d. Demam subfebris pada TB, demam menggigil pada
empiema Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang
sakit)
a. Dinding dada lebbih cembuh dan gerakan tertinggal
b. Vokal fremitus menurun
c. Perkusi dull sampai flat
d. Bunyi pernafasan menurun sampai menghilang
e. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada
trakea
 Nyeri dada pleuritis :
Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan
diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri
dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari nevus
intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi
bisa menjalar ke daerah lain :
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G.
Nervus intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus
menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

2.6. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik, pemeriksaan fisis


yang diteliti dan pemeriksaan penunjang.

 Anamnesis

Pada anamnesis lazim ditemukan keluhan nyeri dada dan sesak nafas. Rasa
nyeri membuat penderita membatasi pergerkan rongga dada dengan bernapas dangkal
atau tidur miring ke sisi yang sakit. Sesak napas dapat ringan atau berat, tergantung
pada proses pembentukan efusi, jumlah cairan efusi pleura, dan kelainan yang
mendasari timbulnya efusi. Selain itu, dapat dijumpai keluhan ynag berkaitan dengan
keganasan penyebab efusi pleura. Sekitar 25% penderita efusi pleura keganasan tidak
mengalami keluhan apapun pada saat diagnosis ditegakkan.2
 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, penderita dapat terlihat sesak napas dengan


pernapasan yang dangkal, hemitoraks yang sakit lebih cembung, ruang sela iga
melebar, mendatar dan tertinggal pada pernapasan. Fremitus suara melemah sampai
menghilang, dan pada perkusi terdengar suara redup sampai pekak di daerah efusi,
tergantung jumlah cairan; unttuk menimbulkan suara pekak paling ssedikit harus
terdapat cairan sekitar 500 ml. Selain itu, dapat ditemukan tanda-tanda pendorongan
jantung dan mediastinum ke arah sisi yang sehat. Pada auskultasi, suara pernapasan
melemah sampai mengghilang pada daerah efusi pleura.2

 Pemeriksaan Penunjang
1. Pencitraan Dada

Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan


diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam nenentukan faktor
penyebabnya. Pada foto toraks terlihat perselubungan homogen dan batas atas yang
cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus yang tumpul; cairan dengan jumlah yang
sedikit hanya akan memberikan gambaran berupa penumpulan sudut kostofrenikus.
Cairan berjumlah kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto toraks yang dibuat
dengan teknik biasa. Bayangan homogen baru dapat terlihat jelas apabila cairan efusi
lebih dari 300 ml. Apabila cairan tidak tampak pada foto postero-anterior (PA), maka
dapat dibuat foto pada posisi lateral dekubitus.2

2. Pungsi Pleura

Selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga dapat dikerjakan


dengan tujuan terapetik. Aspirasi cairan (torakosintesis) dapat dilakukan sebagai
berikut: penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan di atas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada
penderita dalam posisi tidur terlentang. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan
pada hasil foto toraks, atau di daerah sedikit medial dari ujung skapula, atau pada
linea aksilaris media di bawah batas suara sonor dan redup. Setelah dilakukan
anestesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum berukuran besar,
misalnya nomor 16. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena penusukan jaram
terlampau rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam sehingga
mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena
jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
makroskopik dan sitologik pada cairan yang diperoleh.2

3. Analisa Cairan Pleura

Cairan efusi pleura keganasan pada umunmya merupakan suatu eksudat serta
lazim bersifat hemoragik. Kadar protein pada umumnya lebih tinggi (lebih dari 3
g/dl), demikian juga kadar LDH (di atas 200 UI). Kaadr glukosa kurang dari 60
mg/dl, jumlah eosinofil meningkat, jumlah limfosit pada hitung jenis leukosit 50%
atau lebih, dan jumlah eritrosit lebih dari 100.000/ml.2

4. Sitologi Cairan Pleura

Pemeriksaan sitologik cairan pleura memilki arti yang amat penting dalam
menegakkan diagnosis efusi pleura keganasan. Pada setiap penderita yang dicurigai
mengidap efusi pleura.2

Keganasan, pemeriksaan sitologik cairan pleura merupakan pemeriksaan yang


harus dilakukan pertama kali,. Ketepatan diagnosis pemeriksaan ini mencapai 60%
dari semua penderita dan apabila dilakukan tiga kali, angka yang dicapai sekitar 80%-
90%. Namun demikian, diagnosis mesotelioma sukar ditegakkan dengan pemeriksaa
sitologik, meskipun merupakan keganasan pleura primer, karena tumor ini memilki
gambaran histologik yang berbeda-beda. Pada tumor ini, perlu dilakukan torakoskopi
untuk menegakkan diagnosis pasti pada hampir 65% penderita. Hasil pemeriksaan
laboratorioum yang dapat mendukung diagnosis mesotelioma adalh tingginya kadar
asam mukopolisakarida sebagai asam. Hialuronat di dalam cairan pleura.2
5. Biopsi Cairan Pleura

Biopsi pleura perlu dipikirkan setelah hasil pemeriksaan sitologik ternyata


negatif,. Diagnosis keganasan dapat ditegakkan dengan biopsi pleura tertutup pada
30-60% penderita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa biopsi yang dilkaukan
berulang (dua sampai empat kali) dapat meningkatkan diagnosis sebesar 2-4%.
Biopsi pleura dapat dilakukan dengan jarum Van Silverman atau jarum Abrams, Jika
pemeriksaan sitologik dan biopsi dilakuakn bersamaan pada satu penderita, angka
diagnosis yang dapat dicapai hampir 90%. Namun demikian, hasil pemeriksaan
sitologik dan biopsi yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adanya
keganasan. 2

Perlu diingat bahwa tidak semua cairan pleura pada efusi pleura keganasan
merupakan eksudat; metastasis sel-sel tumor ke sistem getah bening subpleura akan
menghambat pengaliran cairan dari rongga pleura, sehingga menimbulkan
penimbunan transudat di dalam rongga pleura.2

Gambar 1. Gambaran Radiologis pada Efusi Pleura Maligna


2.7. DIAGNOSIS BANDING
- Gagal jantung kongestif
- Edema paru
- Trauma diafragma
- Robekan/ruptur esofagus
- Hipotiroidisme
- Karsinoma paru
- Pankreatitis
- Artritis reumatoid2

2.8 . PENATALAKSANAAN
Terapi Efusi Pleura berdasarkan penyakit dasarnya
 Gagal Jantung
Pada pasien ini, terapi terbaik dengan diuretik. Jika setelah penberian efusi
menetap, diagnostik torakosintesis perlu dilakukan. Selain itu, torakosintesis
dilakukan pada efusi satu sisi, disertai demam, atau nyeri dada pleuritik. Jika nilai
NT- proBNP cairan pleura > 1500 pg/cc, mengaartikan bahwa efusi terjadi karena
gagal jantung.
 Empiema atau efusi parapneumonia
Terapi pasien ini dengan torakosintesis, pemberian antibiotik, dan drainase.
 Hidrotoraks hepatik
Terjadi pada 5% pasien sirosis dan asites karena perpindahan cairan dari
rongga peritoneum ke rongga pleura melalui lubang kecil di diafragma. Posisi efusi di
sebelah kanan.
 Pleuritis TB
Disertai gejala demam, penurunan BB, dispneu, dan nyeri dada pleuritis.
Penatalaksanaan dengan pemberian obat anti TB minimal 9 bulan dan kotikosteroid
dosis 0,75-1 mg/KgBB/hari selama 2-3 minggu yang mana dosis akan diturunkan
bertahap; torakosintesis jika teerdapat sesak atau efusi lebih tinggi dari sela iga III.
 Kilotoraks
Penyebabnya trauma. Hasil dari torakosintesis, akan terlihat cairan seperti
susu dan trigliserida ≥ 1,2 mmol/L (110 mg/dL). Penatalaksanaannya dengan
pemasangan chest tube, tidak boleh lama-lama karena bisa mengakibatkan malnutrisi
dan penurunan status imun.
 Hemotoraks
Penyebabnya trauma. Jika dalam cairan pleura terlihat darah, perlu dilakukan
pemeriksan hematokrit cairan pleura. Hasil hematokrit ≥ ½ dibandingkan dengan
hasil dari darah tepi, berarti mengarah ke hemotoraks. Tatalaksana hemotoraks, yaitu
dengan chest tube torakostomi. Bila perdarahan >200 ml/jam, torakotomi atau
torakoskopi menjadi pilihan pertama.3
 Efusi Pleura Maligna
- Terapi Non Farmakologi Efusi Pleura Maligna
Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi
melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya
multilokular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan
irigasi cairan garam fisiologi atau larutan antiseptik (betadine). Pengobatan secara
sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak berarti bila tidak diiringi
pengeluaran cairan yang adekuat.1
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi
pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura viseralis dan
pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai)
bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5 flourourasil.1
Efusi pleura keganasan pada umumya merupakan stadium lanjut dari suatu
keganasan dan pengobatan terhadap keganasan pada stadium ini biasanya tidak
memberikan hasil yang baik.2
Oleh karena itu, penanganan eusi pleura keganasan hampir selalu bersifat
paliatif dengan tujuan untuk mengurangi gejala-gejala dan mencegah pembentukan
cairan pleura. Pengobatan terhadap kankerprimer dapat diberikan apabila diketahui
lokasinya serta terdapat pengobatan untuk tumor tersebut. Penanganan paliatif pada
efusi pleura keganasan dapat berupa aspirasi cairan, pleurodesis, dan pembedahan.
Tujuan tindakan ini adalah mengurangi dan mencengah penimbunan kembali cairan
pleura, menghindari komplikasi akibat efusi pleura, dan mengembalikan fungsi
normal pleura-paru.2
Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi secara berulang atau
dengan pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal Drainage
(WSD). Aspirasi cairan (torakosintesis) berulang merupakan tindakan penanganan
yang tidak berbeda dengan torakosintesis untuk tujuan diagnostik. Cairan yang
dikeluarkan pada setiap kali pengambilan sebaiknya tidak lebih dari 1500 ml untuk
mencegah terjadinya edema prau akibat pengembangan paru secara mendadak. Selain
itu, pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara tiba-tiba bisa menimbulkan refleks
vagal, berupa batuk-batuk, bradikardi, aritmia yang berat, dan hipotensi. Jika jumlah
cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan dengan WSD,
sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat namun aman dan sempurna. WSD
perlu diawasi setiap hari dan jika sudah terlihat undulasi pada selang, maka cairan
mungkin sudah habis dan jaringan paru sudah mengembang. Untuk memastikan hal
tersebut, dapat dilakukan pembuatan foto toraks. Selang toraks dapat dicabut jika
produksi cairan harian kurang dari 100 ml dan jaringan paru telah mengembang, yang
ditandai oleh terdengarnya kembali suara napas dan terlihat pengembangan paru pada
foto toraks. Selang dicabut pada waktu ekspirasi maksimum.2
1. Pleurodesis
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseralis dengan pleura
parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam rongga
pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif. Pleurodesis merupakan
penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan kimia yang lazoim
digunakan adalah sitotastika, seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-
flourourasil, adriamisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan
sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misalnya, bleomisin 45 mg) diberikan dengan
selang waktu 7-21 hari; pemberian obat tidak perludisertai pemasangan WSD. Setelah
1-3 hari, jika berhasil akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga
pleura, sehingga mencengah penimbnan kembalicairan di dalam rongga tersebut.
Obat lain yang mudah dan murah diperoleh adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat
ini, WSD harus dipasang dan paru sudah dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin
500 mg dilarutkan ke dalam 30-50 ml larutan garam faal, kemudian dimasukkan ke
dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan garam faal 10-30
ml unttuk membilas selang serta 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri
yang ditimbulakn obat ini. Analgesik narkotik yang diberikan 1-1,5 jam sebelum
pembeerian tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa nteri tersebut. Selang toraks
diklem selama sekitar 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran
tetrasiklin merata di seluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24-48 jam
cairan tidak keluar lagi, selang toraks dapat dicabut. Zat lain juga digunakan untuk
pleurodesis adalah talk.2
2. Pembedahan
Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan, oleh karena efusi
pleura keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu keganasan dan
pembedahan menimbulkan resiko yang besar. Bentuk operasi yang lain adalah ligasi
duktus toraksikus dan pintas pleuroperitoneum. Kedua pembedahan ini terutama
dilakukan pada efusi pleura keganasan akibat limfoma atau keganasan lain pada
kelenjar limfe hilus dan mediastinum, dimana cairan pleura tetap terbentuk setelah
dilakukan pleurodesis.2
Gambar 2. Pungsi pleura

- Terapi Farmakologi Efusi Pleura Maligna


Terapi noninvasif berupa antimikroba dapat diberikan pada pasien dengan
efusi pleural maligna dengan komplikasi infeksi. Antikoagulan diberikan untuk
mencegah trombosis pada keganasan.2

2.9. KOMPLIKASI
- Efusi pleura berulang, terlokalisasi
- Empiema
- Gagal napas2

2.10. PROGNOSIS
Prognosis efusi pleura adalah baik, kecuali prognosis efusi pleura maligna
buruk karena umunya merupakan stadium lanjut dari keganasan yang dideritanya.2
BAB III
KESIMPULAN

Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat


transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Hal ini disebabkan
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan pleura. Pada keadaan normal,
rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk
lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin
gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernapasan

Normalnya, cairan dari kapiler pleura parietal masuk ke rongga pleura.


Kemudian, diserap oleh sistem limfe. Selain itu, cairan juga masuk melalui pleura
viseral dari rongga interstisial dan melalui lubang kecil di diafragma dari rongga
peritoneum. Sistem limfaik akan menyerap hingga 20 kali cairan yang berlebih
diproduksinya. Namun, ketika terjadi penurunan absorpsi cairan oleh sistem tersebut
ataupun produksinya yang sangat banyak maka terjadilah efusi pleura.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, eds. BUKU AJAR ILMU
PENYAKIT DALAM. V. Jakarta: Interna Publishing

2. Setyohadi B, Nasution SA, Arsana PM, eds. EIMED PAPDI


Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in Internal Medicine).
Jakarta; 2016.

3. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, eds. KAPITA SELEKTA


KEDOKTERAN. 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.

4. Price SA, Wilson LM. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th
ed. Jakarta: EGC; 2005.

Anda mungkin juga menyukai