Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA PASIEN DENGAN KASUS ULKUS DIABETKUM


DI RUANG SHAPIRE RSUD PASIRIAN LUMAJANG

Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik keperawatan profesi ners

DISUSUN OLEH :
LULUK WAHYUNI
NIM. 14901.08.21027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2021 - 2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA PASIEN DENGAN KASUS ULKUS DIABETKUM
DI RUANG SHAPIRE RSUD PASIRIAN LUMAJANG

Lumajang, 24 Desember 2021


Mahasiswa

(Luluk Wahyuni)
NIM. 14901.08.21027

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

................................................. ...................................................

Kepala Ruangan

...............................................
LEMBAR KONSULTASI ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PRAKTIK PROFESI NERS
STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PADJARAKAN - PROBOLINGGO
TAHUN 2021/2022
NO HARI/ EVALUASI TTD TTD
TANGGAL KONSULTASI PEMBIMBING MAHASISWA
I. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan transparan.

Membran ini menutupi jaringan paru dan terdiri dari 2 lapis:


1. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, langsung menutupi permukaan paru.
2. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, berhubungan dengan dinding dada.
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang memproduksi
cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pembuluh darah dan limfe.
Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus merembes
keluar dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh
pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah.
Efusi terjadi jika pemnbentukan cairan oleh pleura parietalis melampau batas
pengambilan yang dilakukan pleura viseralis.
Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 10-20 m,
berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein 1,5 gr/dl dan
1.500 sel/ l. Sel cairan pleura didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit,
makrofag dan sel mesotel. Sel polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam
jumlah yang sangat kecil didalam cairan pleura.
Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang agar
nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan. Cairan pleura sebenarnya adalah cairan
interseluler pleura parietal. Oleh karena pleura parietal disuplai oleh sirkulasi sistemik
sedangkan tekanan didalam rongga pleura lebih rendah dibanding atmospir, gradien
tekanan bergerak dari interselular pleura ke arah rongga pleura.
Ada 6 mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya penumpukan cairan dalam
rongga pleura, yaitu:
1. Peningkatan tekanan hidrostatik sirkulasi mikrovaskular. Keadaan ini dijumpai pada
gagal jantung kongestif.
2. Turunnya tekanan onkotik sirkulasi mikrovaskular. Keadaan ini terjadi akibat
hipoalbuminemia seperti pada sindroma nefrotik.
3. Turunnya tekanan intra pleura, yang dapat disebabkan oleh atelektasis atau reseksi
paru.
4. Meningkatnya permiabelitas kapiler pleura. Keadaan ini diakibatkan oleh
peradangan pleura, misalnya pada efusi pleura akibat tuberculosis atau penyakit
keganasan.
5. Terhambatnya aliran getah bening akibat tumor atau fibrosis paru
6. Masuknya cairan dari rongga peritoneum akibat asites.

A. DEFINISI
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit prime jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleura mengandu sejumlah kecil caran (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi. Efusi pleura
adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Nurarif
Amin Huda, 2015)
Pleura adalah membran penting yang membungkus setiap paru. Pleura parietal
melapisi rongga thoraks (kerangka iga, diafragma, mediastinum). Pleura visceral
melapisi paru dan bersambung dengan pleura parietal di bagian bawah paru. Rongga
pleura (ruang interpertual) ruang potensial antara pleura parietal dan visceral yang
mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini diekskresikan oleh sel-sel
pleura sehingga par-paru dapat mengembang anpa melakukan friksi. Tekanan cairan
(tekanan intrapleural) agak negative dibandingkan tekanan atmosfer (Savitri Sri
Hariyani, 2018).
Efusi pleura merupakan suatu penumpukan cairan yang berlebih yang ada
didalam rongga pleura. Efusi pleura yang biasanya cairan jernih yang transudate, dan
berupa pus atau darah. (Nova, 2019)
B. ETIOLOGI
Effusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan
produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini
disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut, (Morton, 2012) :
1. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
2. Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4. Peningkatan tekanan negative intrapleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab effusi pleura :
a. Infeksi
1) Tuberculosis
2) Pneumonitis
3) Abses paru
4) Periorasi esophagus
5) Abses sufrenik
b. Non infeksi
1) Karsinoma paru
2) Karsinoma pleura;primer, sekunder
3) Karsinoma mediastinum
4) Tumor ovarium
5) Bendungan jantunng;gagal jantung, pericarditis konstriktiva
6) Gagal hati
7) Gagal ginjal
8) Hipotiroidisme
9) Kilotoraks
10) Emboli paru
C. MANIFESTASI KLINIS
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan
sesak nafas. Adapun penilaian drajat dari penimbunan cairan (edema):
1) Derajat I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik
2) Derajat II : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik
3) Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik
4) Derajat IV : kedalamannya 7 mm atau lebih dengan waktu kembali 7 detik
Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat
terjadi, jika terjadi penumpukkan cairan pleural yang signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocval), pada perkusi didapat daerah pekak,
dalam keadaan dudki permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis
damoiseu).
Didapati segitiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timphani
dibagian atas garis Ellis Damoiseu. Segitiga GroccoRochfuzs, yaitu daerah pekak
karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronchi.
1. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura. (Nova, 2019)
2. Manifestasi klinik yang sering muncul (Nova, 2019)
1) Dipsnea
2) Nyeri pleuritik
3) Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami effusi
4) Perkusi meredup di atas effusi pleyra
5) Egofoni
6) Penurunan vocal fremitus
7) Suara nafas menurun di daerah effuse
D. KLASIFIKASI
1. Efusi Pleura Transudat
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan
pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya transudat
karena peningkatan tekanan hidrostatik (CHF), penurunan onkotik
(hipoalbumin) dan tekanan negative intra pleura yang meningkat (atelektaksis
akut). Ciri-ciri cairan:
1) Serosa jernih
2) Berat jenis rendah (dibawah 1.012)
3) Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil
4) Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan hydrothorax,
penyebabnya:
1) Payah jantung.
2) Penyakiy ginjal (SN).
3) Penyakit hati (SH).
4) Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)
2. Efusi Pleura Eksudat
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang
berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler (missal pneumonia) atau
drainase limfatik yang berkurang (missal obstruksi aliran limfa karena
karsinoma). Ciri cairan eksudat:
1) Berat jenis > 1.015 %.
2) Kadar protein > 3% atau 30 g/dl.
3) Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6..
4) LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal.
5) Warna cairan keruh.
Penyebab dari efusi eksudat ini adalah :
1) Kanker: karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit metastatic ke
paru atau permukaan pleura.
2) Infark paru
3) Pneumonia
4) Pleuritis virus
E. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal tidak ada rongga rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan
anatara 1-20cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.
Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas diantara kedua pleura, sehingga pleura
tersebut mudah bergeser satu sama lain. Normalnya hanya terdapat 10-20ml cairan
dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan
hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cmH2O. akumulasi cairan pleura dapat terjadi
apabila tekanan osmotic koloid menurun (misalnya pada penderita hipoalbuminia
dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau
neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatik akibat kegagalan jantung) dan
tekanan negative intrapleura apabila terjadi atelectasis paru. (Nova, 2019)
Diketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya
diabsorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura
parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan di
absorbs oleh istem limfatik dan hanya sebagian kecil di absorbs oleh sistem kapiler
pilmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura visceralis
adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel-sel misofelial. Jumlah cairan
dalam rongga tetap, karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbs
keadaan ini bias terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9cmH2O dan
tekanan osmotic koloid sebesar 10cmH2O. Keseimbangan tersebut dapat terganggu
oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru (Nova, 2019).
Terjadi tuberkulosa paru, yang pertama basil mikobakterium tuberkulosa
masuk melalui saluran nafas menu alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi
primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limphadinitis
local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limpangitisc
local) peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permeabilitas
membran. Permeabilitas membrane akan meningkat yang akhirnya dapat
menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi
pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui
aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkerjaan arah saluran
getah bening yang menuju rongga pleura iga atau columna vitebralis (Nova, 2019)
Adapun bentuk cairan efusi pleura akibat tuberkulosa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut katrena
kegagalan cairan ini biasanya serausa kadangkadang juga bias hemorogic. Dalam
setiap ml cairtan pleura biasanya mengandung leukosit antara 500-2000. Mula-mula
yang dominan adalah sel-sel polimor fonuklear, tapi kemudian sel limfosit cairan
efusi pleura sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosa. Timbulnya cairan efusi
pleura bukanlah karena adanya bakteri tuberkolosis, tapi karena akibat adanya efusi
pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik anatara lain: irama pernapasan
tidak teratur, frekuensi, pernapasan meningkat, pergerakan dada asimetris, bentuk
dad yang lebih cembung, fremitus teraba melemah, perkusi redup. Selain hal-hal di
atas ada perubahan lain yang di timbulkan oleh peningkatan suhu, batuk dan berat
badan menurun.. Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura juga bisa
terjadi akibat beberapa proses yang meliputi
1) Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura
2) Gagal jantung yang menyebabkan tekana kapiler paru dan tekanan perifer
menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan ke dalam rongga pleura.
3) Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma juga memungkinkan
terjadinya transudasi cairan yang berlebuhan.
4) Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apa pun pada
permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya
membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan
cairan ke dalam rongga pleura terhadi secara cepat.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi (rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak
cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di
mediatinium
2. Ultrasonografi
3. Torakosetesis / fungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, stiologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris
anterior dan posterior, pada sela iga ke 8.
4. Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil
tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan
kimiawi, (glukosa, amylase, laktat dehydrogenase (LDH), protein, analisis
sitologi untuk sel-sel malignan, dan PH.
5. Biopsy pleura mungkin juga dilakukan.
(Nurarif Amin Huda, 2015)

G. PENATALAKSANAAN
1) Tirah Baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigenasi karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu
akan semakin meningkat pula.
2) Thorakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispneu, dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian
3) Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.
Antibotik diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman.
4) Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin,
kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan
pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali. (Nurarif Amin Huda, 2015)

H. KOMPLIKASI
1) Tuberculosis
2) Infeksi
3) Pneumonia
4) Sindrom meig
5) Kegagalan jantung
6) Empyema torasis
7) Piothoraks (Nova, 2019)

I. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non
produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat adanya tindakan medis danperawatan
di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi
kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan.
2) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
h. Pola nutrisi dan metabolisme
1) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,

2) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari
sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
3) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan
effusi pleura keadaan umumnyalemah.
i. Pola eliminasi
1) Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS.
2) Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
j. Pola aktivitas dan latihan
1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
2) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri
dada.
4) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.
k. Pola tidur dan istirahat
1) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat.
2) Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang
ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan
lain sebagainya.
l. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien
2) Sistem Respirasi
a) Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui
dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien
biasanya dyspneu.
b) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada
yang tertinggal pada dada yang sakit.
c) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di
bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
d) Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5
pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya
thrill yaitu getaran ictuscordis.
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri.
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung
serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi
darah.
4) Sistem Pencernaan
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu
di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35 kali per menit.
c) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi
pasien, apakah hepar teraba.
d) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
a) Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma
b) Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
c) Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
b) Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refiltime.
c) Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
a) Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2.
b) Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi seseorang.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO.
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan),
gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
2. Gangguan pola tidur b.d sering terbangun akibat sesak nafas dan nyeri dada saat
bernafas
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi b.d penurunan nafsu makan akibat sesak
nafas

C. INTERVENSI
SDKI SLKI SIKI
1.Pola napas tidak Setelah dilakukan Managemen jalan nafas
efektif peraawatan selama Observasi
DS : 2X24 jam,
- Monitor pola nafas
diharapkan
- Dispnea
mendapatkan hasil : - Monitor bunyi nafas
DO : - Tekananekspirasi Terapeutik
- Fase ekspirasi 4 (meningkat)
memanjang - Pertahankan kepatenan jalan
- Tekanan inspirasi
- Pola nafas 4 (meningkat) nafas dengan head-lit dan chin-titt
abnormal - Dyspnea 4 dan chin-titt
(menurun)
- Berikan O2 jika perlu
- Frekuensi nafas 4 Edukasi
(cukup membaik)
- Anjurkan minum 2000ml/hari
- Kedalaman nafas 4
jika tidak kontra indikasi
(cukup membaik)
- Ajarkan cara batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkidator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan Manajemen aktivitas / Istirahat
perawatan selama Observasi
2x24 jam,diharapkan
- Identifikasi kesiapan dan
mendapatkan hasil
- Keluhan sulit kemampuan menerima informasi
tidur 4 Terapeutik
(cukup
- Sediakan materi dan media
meningkat )
Keluhan tidak puas pengatur aktivitas dan istirahat
tidur 4( cukup - Jadwalkan pemberian pendidikan
meningkat )
- Keluhan pola kesehatan sesuai kesepakatan
tidur berubah - Berikan kesempatan pd pasien
4 ( cukup
dan keluarga untuk bertanya.
meningkat )
Edukasi
- Jelaskan pentingnya melakukan
aktivitas fisik
- Anjurkan menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat
- Ajarkan cara mengidentifikasi
kebutuhan istirahat
- Ajarkan cara mengidentifikasi
target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajeman nutrisi
DS : peraawatan selama Observasi
- 2X24 jam, - Identifikasi status nutrisi
DO : diharapkan - Identifikasi makan yang sukai
- Membrane mendapatkan hasil : - Monitor asupan makanan
mukosa pucat - Porsi makanan Terapeutik
yang dihabiskan 5 - Lakukan oral hygiene sebelum
- Serum
(cukup meningkat) makan, jika perlu
albumin
- Berat badan 4 - Berikan makan tinggi serat untuk
menurun
cukup membaik) mencegah konstipasi
- Index massa tubuh - Berikan makanan tinggi kalori
4(cukup membaik) dan tinggi protein
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
- Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
diet sesuai kebutuhan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Nova, N. R. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Efusi Pleura Dengan


Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Pola Nafas. STIKES Insan
Cedekia Medika, 5- 17.

Nurarif Amin Huda, H. K. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.
PPNI, POKJA SDKI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
PPNI, POKJA SIKI. (2018). Stabdar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
PPNI, POKJA SLKI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Savitri Sri Hariyani, H. T. (2018). Analisis Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Masalah. STIKES Muhammadiyah Gombong, 1-2.

Anda mungkin juga menyukai