Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT EFUSI PLEURA

DI RUANG HAYAM WURUK RSUD WAHIDIN SUDIRO HUSODO


MOJOKERTO

Disusun oleh:

SITI SULAMDARI
NIM: (213210097)

SEMESTER 5 KELAS B
FAKULTAS KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN


INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
JL. Kemuning No. 57 A, Candimulyo,
Kec. Jombang, Kab. Jombang, Jawa Timur, Kode Pos: 61419
2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan ini telah disetujui untuk diajukan sebagai tinjauan teoritis
kasus kelolaan individu Stase Keperawatan pada KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
(KMB) dengan diagnosa EFUSI PLEURA di Ruang HAYAM WURUK RSUD WAHIDIN
SUDIRO HUSODO MOJOKERTO untuk memenuhi tugas individu Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan Semester V Institut Teknologi Sains dan Kesehatan Insan Cendekia Medika
Jombang.

Disetujui Pada :
Hari / Tanggal :

Mojokerto , 2023
Mahasiswa

(…………………)

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(…………………..) (…………………..)

Kepala Ruang

(…………………)
BAB I

PENDAHULUAN

1. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15 ml) berfungsi sebagai
pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi
(Smeltzer dan Suzanne, 2018). Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi
penimbunan cairan dalam rongga pleura (Nurarif, 2019).
Menurut (Black & Hawks, 2021), efusi pleura merupakan penumpukan cairan
pada rongga pleura. Cairan pleura merembes secara terus menerus ke dalam rongga
dada dari kapiler-kapiler yang membatasi pleura parictalis dan diserap Kembali oleh
kapiler dan sistem limfatik pleura visceralis, Penumpukan cairan Pada rongga pleura
dapat terjadi karena proses sekunder dari penyakit lain. Efusi pada pleura dapat
berupa cairan jernih, transudate, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus .
Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan di dalam rongga pleura.
Hal ini mencerminkan kegagalan mekanisme pengendalian cairan pleura, di mana
peningkatan laju filtrasi melebihi drainase cairan (Firmansyah, 2021).

Efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu : (Morton, 2019)


1. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa
membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan
oleh factor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbs cairan
pleura seperti (gagal jantung kongestif, atelektasis, sirosis, sindrom
nefrotik, dan dialysis peritoneum).

2. Efusi pleura eksudat


Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler
yang rusak dan masuk kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau
kedalam paru terdekat. Kriteria efusi pleura eksudat :
a. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5.
b. Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase laktat (LDH) lebih dari 0,6.
c. LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum.
Penyebab efusi pleura eksudat seperti pneumonia, empiema, penyakit
metastasis (mis, kanker paru, payudara, lambung, atau ovarium), hemotorak, infark
paru, keganasan, rupture aneurisma aorta.

2. Klasifikasi
1. Efusi pleura transudat
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran
cairan dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya transudat karena
peningkatan tekanan hidrostatik (CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin) dan
tekanan negative intra pleura yang meningkat (atelektaksis akut).
Ciri-ciri cairan:
a. Serosa jernih
b. Berat jenis rendah (dibawah 1.012)
c. Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil
d. Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan hydrothorax,
penyebabnya:
1) Payah jantung.
2) Penyakiy ginjal (SN).
3) Penyakit hati (SH).
4) Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)
2. Efusi pleura eksudat
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang
berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler (missal pneumonia) atau
drainase limfatik yang berkurang (missal obstruksi aliran limfa karena karsinoma).
Ciri cairan eksudat:
1) Berat jenis > 1.015 %.
2) Kadar protein > 3% atau 30 g/dl.
3) Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6..
4) LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal.
5) Warna cairan keruh.
Penyebab dari efusi eksudat ini adalah:
1) Kanker : karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit metastatic
ke paru atau permukaan pleura.
2) Infark paru
3) Pneumonia
4) Pleuritis virus.

3. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan
produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan
oleh satu dari lima mekanisme berikut : (Morton, 2021)
3. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik.
4. Peningkatan permeabilitas kapiler.
5. Penurunan tekanan osmotic koloid darah.
6. Peningkatan tekanan negative intrapleura.
7. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura.
Penyebab efusi pleura:
Infeksi
1. Tuberculosis
2. Pneumonitis
3. Absas paru
4. Penorasi esophagus
5. Abses subfrenik
Non infeksi
1. Karsinoma paru
2. Karsinoma pleura : Primer, sekunder
3. Karsinoma mediastinum
4. Tumor ovariu
5. Bendungan jantung : gagal jantung, perikarditis konstriktiva
6. Gagal hati
7. Gagal ginjal
8. Hipotiroidisme
9. Kilotoraks
10. Emboli paru
4. Patofisiologis

Efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam
rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai
filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan
osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial, kemudian melalui sel
mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui
pembuluh limfe sekitar pleura.Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat
disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk
pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks.
Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotoraks.Alveoli pecah dekat pleura parietalis(karena trauma)
udara akan masuk ke dalam rongga pleura Pneumothoraks daerah tersebut yang
kurang elastis lagi seperti pada emfisema paru. Efusi cairan dapat berbentuk
transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru ( gagal jantung
kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialysis peritoneum, hipoalbuminemia oleh
berbagai keadaan percarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan
pneumothoraks)
Efusi eksudat terjadi bila proses peradangan yang menyebabkan
permeabelitas kapiler pembuluh darah kapiler pembuluh darah pleura meningkat
sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kubolial dan terjadi pengeluaran
cairan ke dalam rongga pleura.
5. Pathway
6. Manifestasi Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dipsnea dan batuk. Ukuran efusi
akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan menyebabkan sesak
nafas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas minimal atau
tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak saat diperkusi. Egofoni akan
terdengar di atas area efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi
jika penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terjadi efusi pleural kecil
sampai sedang, dipsnea mungkin saja tidak terdapat. Berikut tanda dan gejala:
a) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita
akan sesak napas.
b) Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),
banyak keringat, batuk, banyak riak.
c) Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu).
e) Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
f) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound, pemeriksaan fisik,


dan torakosentesis. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan Gram, basil
tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa, mnyams`, laktat dehidrogenase, protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan,
dan pH. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan.
Tanda dan Gejala Umumnya:
1. Batuk
2. Dispnea bervariasi
3. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami
efusi.
6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7. Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.
8. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
9. Fremitus fokal dan raba berkurang.
10. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma
bronkogenik, bronkiektasis, abses dan TB paru.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen Toraks
Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat
permukaan yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc.
Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
b. CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta
cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum
mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan
jaringan toraks lainnya.
c. Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering
digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada
torakosentesis
Pemeriksaan diagnostik :
a. Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis.
b. Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam
c. Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48 —
72 jam setelah injeksi.
d. Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru,
deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang
menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung.
e. Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis
f. Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis) Pemeriksaan
histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukan 50-75%
diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Bila hasil biopsi
pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopsi ulangan.Komplikasi biopsi
adalah pneumotoraks, hemotoraks dan penyebaran infeksi atau tumor pada dinding
dada
g. Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh
retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis
h. ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru.
i. Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatanrasio
residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis
kronik tahap lanjut
8 Penatalaksanaan

Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa
intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila
empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat
dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan
secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak
diiringi pengeluaran cairan yang adequate. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi
pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura
viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin,
Corynecbaterium parvum dll.

a) Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
b) Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
c) Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
d) Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dyspnea Pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang di
masukkan di antara sel iga tepatnya di dalang rongga pleura, misalnya push
pada emfhisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam
rongga pleura .
e) Water seal drainage (WSD) : Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi
menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak
1— 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema
paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya
baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
f) Antibiotika jika terdapat empiema.

9 Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parientalis
dan viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang disebabkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps paru
d. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara
perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang
menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan
dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan
jaringan fibrosis. (Mansjoer, 2001)

A. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Pengkajian dapat berasal dari langsung dari pasien, orangtua, keluarga, atau
sekunder petugas kesehatan atau data rekam medis. Data yang diperoleh berupa
data obyektif (yang dapat dilihat atau diperiksa) maupun subyektif (dari
keterangan pasien maupun orangtua).
a. Identitas klien.
b. Keluhan utama: batuk, pilek, demam, nafas cepat.
c. Riwayat penyakit sekarang sejak kapan menderita keluhan hingga dirawat di
fasilitas kesehatan sekarang.
d. Riwayat penyakit dahulu : adakah penyakit serupa sebelumnya.
e. Riwayat penyakit dalam keluarga apakah ada yang menderita penyakit paru-
paru.
f. Riwayat kehamilan dan persalinan: anak lahir tidak langsung menangis,
ketuban pecah sebelum waktunya, ibu mengalami infeksi selama hamil.
g. Riwayat tumbuh kembang
h. Status nutrisi: BB. TB. LILA. Termasuk gizi baik, kurang atau buruk
i. Status imunisasi: lengkap atau tidak lengkap.
j. Status psikososial: pengetahuan keluarga, keadaan sosial ekonomi keluarga
k. Skrining: Nyeri, Resiko jatuh, Resiko dekubitus
l. Pemeriksaan fisik: TTV Tekanan Darah umumnya meningkat, Nadi
meningkat, Frekuensi pernapasan meningkat karena sesak, Suhu tubuh
meningkat, Saturasi oksigen menurun.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif ( D.0149 )
2) Pola nafas tidak efektif ( D.0005 )
3) Intoleransi aktivitas ( D.0056 )

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Bersihan jalan nafas Luaran: Manejemen jalan nafas
tidak efektif Bersihan jalan nafas (I.01011)
( D.0149 ) (L.01001) Definisi
Mengidentifikasi dan pengelolaan
Setelah diberikan asuhan kepatenan jalan nafas .
keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan : Tindakan:
1) Batuk efektif meningkat, 5
2) Produksi spuntum menurun ,5 Observasi
3) Wheezing menurun,5 1)Memonitor pola
4) Meconium menurun ,5 nafas
2)Mmonitor bunyi
nafas tambahan
3)Memonitor spuntum
Terapeutik
1) Posisikan semi
flowler atau flowler
2) Berikan minuman
hangat
3) Lakukan fisioterapi
dada
4) Berikan oksigen
5) Pertahankan
kapatenan jalan
nafas dengan head
tilt dan chin tilt
Edukasi

1) Anjurkan asupan
cairan 2000ml/hari
2) Ajarkan Teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
bronkodilator ,ekspekt
oran ,mukolitik
2 Pola nafas tidak Luaran : Manajemen jalan nafas
efektif Pola nafas (I.01011)
( D.0005 ) (L.01004)
Definisi :
Setelah diberikan asuhan Mengidentifikasi dan pengelolaan
keperawatan selama 3x24 jam kepatenan jalan nafas .
diharapkan :
1) Tekanan ekspirasi Tindakan
meningkat ,5
2) Tekanan inspirasi Observasi
meningkat ,5 1) Memonitor pola nafas
3) Kapasitas vital meningkat, 2) Mmonitor bunyi nafas
5 tambahan
4) Dispnea menurun, 5 3) Memonitor spuntum

Terapeutik
4) Posisikan semi flowler
atau flowler
5) Berikan minuman hangat
6) Lakukan fisioterapi dada
7) Berikan oksigen
8) Pertahankan kapatenan
jalan nafas dengan head
tilt dan chin tilt

Edukasi

1) Anjurkan asupan cairan


2000ml/hari
2) Ajarkan Teknik batuk
efektif

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
bronkodilator ,ekspekt
oran ,mukolitik
3 Intoleransi aktivitas Luaran : Manajemen energi
( D.0056 ) Toleransi aktivitas (L.05178)
(L.05047)
Definisi :
Setelah dibeikan asuhan Mengidentifikasi dan mengelola
keperawatan selama 3x24 jam penggunaan energi untuk mengatasi
Diharapkan : atau mencegah kelelahan dan
1) frekuensi nadi meningkat ,5 mengoptimalkan proses pemulihan
2) keluhan Lelah menurun ,5
3) dispnea saat aktivitas Tindakan
menurun,5
4) dispnea saat setelah aktivitas Observasi :
menurun ,5 1) identifikasi gangguan fungsi
tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2) memonitor kelelahan fisik
3) memonitor pola dan jam
tidur
4) memonitor lokasi dan
ketidak nyamanan selama
melakuakn aktivitas

Terapeutik

1) sediakan lingkungan yang


nyaman dan rendah
stimulus
2) lakukan Latihan rentang
gerak
3) berikan aktivitas
distraksin yang
menenangkan
4) fasilitasi duduk disisi
tempat tidur

Edukasi

1) Ajurkan tirah baring


2) Ajurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3) Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi

1) Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang cara meningkatkan
asupan makanan

3. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk


mencapai tujuan rencana tindakan yang telah disusun. Setiap tindakan keperawatan
yang dilakukan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar tindakan keperawatan
terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam melakukan tindakan keperawatan yaitu cara
pendekatan pada klien efektif, teknik komunikasi teraupetik serta penjelasan untuk
setiap tindakan yang diberikan kepada klien.

4. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini
dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan
dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan. Evaluasi ini akan
mengarahkan asuhan keperawatan, apakah asuhan keperawatan yang dilakukan
ke pasien berhasil mengatasi masalah pasien ataukan asuhan yang sudah dibuat
akan terus berkesinambungan terus mengikuti siklus proses keperawatan sampai
benar-benar masalah pasien teratasi (Ernawati, 2019).
Untuk lebih mudah melakukan pemantauan dalam kegiatan evaluasi
keperawatan maka kita menggunakan komponen SOAP yaitu :
a. S : data subyektis.

b. O : data objektif.

c. A : analisis, interpretasi dari data subyektif dan data objektif. Analsisis


merupakan suatu masalah atau diagnosis yang masih terjadi, atau masalah
atau diagnosis yang baru akibat adanya perubahan status kesehatan klien.
d. P : planning, yaitu perencanaan yang akan dilakukan, apakah dilanjutkan,
ditambah atau dimodifikasi. (Ernawati, 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah H (2021). Keperawatan Kegawatdaruratan dan

Kebencanaan. Bandung: CV Media Sains Indonesia

Nurarif A. H. dan Kusuma H (2018). Asuhan Keperawatan Praktis, Edisi Revisi

Jilid2. Yogyakarta: Mediaction

PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi

dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Umara.,et.,all (2021). Keperawatan Medikal Bedah Sistem

Respirasi. Yogyakarta: Yayasan Kita Menulis


21
22

Anda mungkin juga menyukai