Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA

DI RUANG PARU RSUD ULIN BANJARMASIN

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal


Bedah Program Studi Profesi Ners

Disusun Oleh: Yahayu


NIM: 11194692110127

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : Efusi Pleura


NAMA MAHASISWA : Yahayu
NIM : 11194692110127

Banjarmasin, September 2021

Menyetujui,

RSUD Ulin Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik (PK) Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia
Preseptor Akademik (PA)

(…………………………..) (……………………………….)
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : Efusi Pleura


NAMA MAHASISWA : Yahayu
NIM : 11194692110127

Banjarmasin, September 2021

Menyetujui,

RSUD Ulin Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

(…………………………..) (……………………………….)

Mengetahui,
Ketua Jurusan Program Studi Profesi Ners

Mohammad Basit, S.kep., Ns., MM


NIK. 1166102012053
A. Anatomi

Gambar Anatomi Fisiologi Pleura (Sugeng Bambang, 2011).

Pleura adalah suatu membrane serosa yang melapisi permukaan dalam


dinding thoraks di bagian kanan dan kiri, melapisi permukaan superior diafragma
kanan dan kiri, melapisi mediastinum kanan dan kiri (semuanya disebut pleura
parietalis), kemudian pada pangkal paru, membrane serosa ini berbalik melapisi paru
(pleura viseralis) pleura viseralis dapat berinvaginasi mengikuti fisura yang terbagi
pada setiap lobus paru (Darmanto, 2016).
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru. Di mana antara pleura yang
membungkus pulmo dekstra dan sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum.
Pleura dari interna ke eksterna terbagi atas 2 bagian :
1. Pleura viseralis
adalah pleura yang berada pada permukaan paru, terdiri dari satu lapis sel
mesothelial yang tipis < 30µm yang terletak di permukaan bagian luarnya.
Terdapat sel-sel limfosit yang berada diantara celah-celahnya. Endopleura yang
berisikan fibrosit dan histiosit berada di bawah sel-sel mesothelial, dan di
bawahnya merupakan lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat
elastis. Sedangkan pada lapisan paling bawah terdapat jaringan interstitial
subpleura, didalamnya banyak mengandung pembuluh darah kapiler.
2. Pleura Parietalis yaitu bagian pleura yang berbatasan dengan dinding thoraks.
Pleura parietalis yaitu pleura yang letaknya berbatasan dengan dinding
thorax, memiliki jaringan yang lebih tebal yang tersusun dari sel-sel mesothelial
dan juga tersusun dari jaringan ikat seperti kolagen dan elastis. Sedangakan jika
pada jaringan ikat tersebut banyak tersusun kapiler dari intercostalis dan
mamaria interna, pada pembuluh limfe banyak terdapat reseptor saraf sensoris
yang sangat peka terhadap rangsangan rasa sakit dan juga perbedaan
temperature. Yang keseluruhannya tersusun dari intercostalis pada dinding dada
dan alirannya pun akan sesuai dengan dermatom dada. Sehingga dapat
mempermudah dinding dada yang berada di atasnya menempel dan melepas.
Sehingga berfungsi untuk memproduksi cairan pleura.
Kedua lapisan pleura tersebut saling berkaitan dengan hilus pulmonalis yang
berfungsi sebagai penghubung pleura (ligament pulmonalis). Pada lapisan pleura
ini terdapat rongga yang dinamakan cavum pleura. Cavum pleura memiliki sedikit
kandungan cairan pleura yang berfungsi untuk menghindari adanya gesekan
antar pleura saat sedang melakukan proses pernapasan (Saferi & Mariza, 2013).
B. Fisiologi
Pleura memiliki fungsi mekanik yaitu melanjutkan tekanan negative thorax ke
daerah paru-paru, sehingga paru dapat mengembang karena elastis. Dalam waktu
istirahat (resting pressure) tekanan H2O dalam pleura adalah sekitar -2 sampai -5
cm, sedikit bertambah negative di apex saat dalam posisi berdiri. Saat inspirasi
tekanan negative dalam pleura meningkat menjadi -25 sampai -35 H2O. Selain
fungsi mekanik, rongga pleura steril karena mesothelial mampu bekerja melakukan
fagositesis benda asing dan cairan dalam rongga pleura yang diproduksi bertindak
sebagai lubrikans.
Cairan dalam rongga pleura sangatlah sedikit, sekitar 0,3 ml/kg, bersifat
hiponkotik dengan konsentrasi protein dalam cairan sekitar 1 gr/dl. Produksi dan
reabsorbsi cairan di rongga pleura kemungkinan besar juga dipengaruhi oleh
gerakan pernafasan dan gravitasi paru. Lokasi reabsorbsi terjadi pada pembuluh
limfe pleura parietalis dengan kecepatan 0,1 sampai 0,5 ml/kg/jam. Bila terjadi
gangguan produksi dan reabsorbsi maka akan mengakibatkan terjadinya efusi pleura
(Saferi & Mariza, 2013).
C. Pengertian
Efusi pleura merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya
penumpukan cairan pada rongga pleura yang berada di permukaan pleura visceral
dan pleura pariental. Efusi pleura adalah penyakit primer yang termasuk jarang terjadi
akan tetapi terhadap penyakit lain efusi pleura merupakan penyakit sekunder. Selain
berisi cairan, dalam efusi pleura juga terdapat penumpikan pus dan darah. Efusi
pleura merupakan salah satu penyakit yang dapat mengancam jiwa (Saferi & Mariza,
2013)
Seorang pasien dapat di diagnosa efusi pleura apabila jumlah cairan didalam
rongga pleura berakumulasi melebihi absorbsi cairan pleura. Normalnya, cairan
masuk mulai dari kapiler hingga parietalis. Selain itu cairan juga dapat memasuki
rongga pleura mulai dari ruang intrestisium paru hingga ke pleura viseralis atau dari
kavum paritonium melelui lubang kecil yang ada di daerah diapraghma. Saluran limfe
memiliki kemampuan penyerapan cairan sebesar 20 kali lebih besar dari keadaan
cairan yang dihasilkan dalam jumlah normal (Tamsuri, 2013). Akumulasi jumlah
cairan dirongga pleura dapat terjadi apabila adanya peningkatan tekanan hidrostatik
kapiler dalam darah seperti pada penyakit gagal jantung, atau jika terjadi tekanan
osmotic cairan pada darah seperti pada hipoalbuminemia. Efusi pleura juga dapat
terjadi jika tekanan dalam rongga pleura negative (turun) seperti pada atelectasis,
semua kelainan ini menimbulkan efusi pleura transudatif. Hal yang diperlukan di klinik
jika mencurigai adanya efusi pleura yaitu dengan kemampuan melakukan tindakan
torakosentesis dan kemampuan membedakan antara eksudat dan transudate
(Darmanto, 2016).
D. Etiologi/Penyebab
Kelebihan cairan pada rongga pleura disebabkan oleh satu dari 4 mekanisme dasar :
1. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
2. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
3. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
4. Peningkatan tekanan negativ intrapleural
Penyebab effusi pleura:
1. Virus dan mikoplasma
Insidennya agak jarang bila terjadi jumlahnya tidak banyak.Contoh : Echo virus,
riketsia, mikoplasma, Chlamydia.
2. Bakteri piogenik
Bakteri berasala dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen.
Contoh aerob : strepkokus pneumonia, S.mileri,S.aureus, hemopillus,klabssiella.
Anaerob: bakteroides seperti peptostreptococcus, fusobacterium.
3. TB
Terjadi karena komplikasi TB paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui
aliran limfe, atau karena robeknya perkijuan kearah saluran limfe yang menuju
pleura.
4. Fungi
Sangat jarang terjadi, biasanya karena perjalanan infeksi fungi dari jaringan paru.
Contoh: aktinomiksis, koksidiomikosis. Asergilus, Kriptokokus, Histoplasma.
5. Parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke pleura hanya amoeba.Amoeba masuk dalam
bentuk tropozoid setelah melewati perenkim hati menembus diafragma terus ke
rongga pleura. Effusi terjadi karena amoeba menimbulkan peradangan .
6. Kelainan intra abdominal
Contoh : pancreatitis, pseudokista pancreas atau eksaserbasi akut, pancreatitis
kronis, abses ginjal.
7. Penyakit kalogen
Contoh : lupus eritematosus sistemik (SLE), arthritis rematoid(RA), sclerpderma.
8. Gangguan Sirkulasi
Contoh : gangguan CV (payah jantung), emboli pulmonal, hypoalbuminemia.
9. Neoplasma
Gejala paling khas adalah jumlah cairan effusi sangat banyak dan selalu
berakumulasi kembali dengan cepat.
10. Sebab-sebab lain. Seperti: trauma (trauma tumpul, laserasi, luka tusuk), uremia,
miksedoma, limfedema, reaksi dipersensitif terhadap obat, effusi pleura (Saferi
Andra, 2013) .
E. Klasifikasi
Menurut Darmanto (2016), ada beberapa factor yang menjadi penyebab dari efusi
pleura adalah sebagai berikut:
1. Effusi pleura transudat
Efusi pleura transudatif merupakan efusi pleura yang berjenis efusi
transudate. Efusi pleura transudatif dapat disebakan berbagai faktor antara lain
disebabkan oleh gagal jantung kongestif, emboli pada paru, sirosis hati atau yang
merupakan penyakit pada intraabdominal, dialisis peritoneal, hipoalbuminemia,
sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut, retensi garam maupun setelah
pembedahan jantung.
2. Efusi Pleura Eksudatif
Efusi pleura eksudatif merupakan jenis cairan eksudat yang terjadi akibat
adanya peradangan atau proses infiltrasi pada pleura maupun jaringan yang
berdekatan dengan pleura. Selain itu adanya kerusakan pada dinding kapiler juga
dapat mengakibatkan terbentuknya cairan yang mengandung banyak protein
keluar dari pembuluh darah dan berkumpul pada rongga pleura. Penyebab efusi
pleura eksudatif juga bisa di sebabkan oleh adanya bendungan pada pembuluh
limfe. Penyebab lainnya dari efusi pleura eksudatif yaitu adanya neoplasma,
infeksi, penyakit jaringan ikat, penyakit intraabdominal dan imunologik.

F. Manesfestasi Klinik/Tanda dan Gejala


Menurut Saferi & Mariza (2013) gambarakn klinis efusi pleura tergantung pada
penyakit dasarnya :
1. Sesak napas
2. Rasa berat atau nyeri pada dada
3. Bising jantung (pada payah jantung)
4. Batuk yang kadang-kadang berdarah pada perokok (ca bronkus)
5. Lemas yang progresif
6. Bb menurun (pada neoplasma)
7. Demam subfebril (pada tb)
8. Demam menggigil (pada empiema)
9. Asitesis (pada sirosi hati)
10. Asites dengan tumor pelvis (pada sindrom meig)

G. Patofisiologi ( pathway)
Penyebab efusi pleura ada gangguan jantung kogngestif yang menyebabkan
terjadinya tekanan pulmonalis meningkat sehingga tekanan hidrostatik dan onkotik
tidak seimbang, maka dapat terjadi transudasi cairan dan kapiler ke pleura ke rongga
Pleura.
Penyakit hati dan ginjal juga dapat menyebabkan terjadinya hipoproteinemia
atau kekurangan protein sehingga transportasi zat membrane terganggu dan terjadi
peningkatan premeabilitas caliper pleura ke shif cairan dari intravascular kerongga
pleura. Dari kedua penyebab diatas dapat menyebabkan hidrothoraks atau terjadinya
epusi pleura. Efusi pleura adalah terjadinya penumpukan cairan dalam rongga pleura
menyebabkan ekspansi paru terbatas terjadinya gangguan fungsi paru dan ventilasi.
meningkat Maka terjadi hiperventilasi dan produksi asam lambung meningkat,
peristaltik menurun terjadi keluhan mual dan nyeri (masalah keperawatan defisit
nutrisi).
Peradangan Pada Pleura dapat meningkatkan preamibilitas kapiler dan
gangguan absorbi getah bening ekstravasesi cairan ke rongga pleura terjadi eksudat
didalam rongga pleura mengganggu organisasi jaringan pleura perletakan vibrosa
pleura parietal-viseral atau pleura bagian luar dan pleura bagian dalam terjadi
fibrotoraks dan terjadi hambatan mekanisme terjadi gesekan pada pleura saat
bernafas dan nyeri pleuritis (MK: nyeri akut).
Efusi pleura menyebabkan respon inflamasi sehingga pelepasan mediator
kimia menyebabkan histamine dan substansi pirogenik maka suhu tubuh meningkat
dan terjadinya demam (masalah keperawatan hipertermia). Inflamasi juga
menyebabkan peningkatan preabilitas kapiler terjadi eksudat purulen pada bronkus.
Dapat menyebabkan sesak napas (MK: pola napas tidak efektif) eksudat juga
menimbulkan terjadi produksi sekret dan kemampuan batuk efektif menurun (masalah
keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif). Dan juga dapat menyebabkan
gangguan ventilasi, difusi, distribusi dan transfortasi oksigen maka terjadi pao2
menurun dan pco2 meningkat (MK: Gangguan Pertukaran Gas)
H. Pathway

Gagal jantung kongestif Penyakit hati dan ginjal Peradangan pada pleura/pleuritis

Tekanan pulmonalis meningkat Hipoproteinemia Peningkatan preamibilitas kapiler

Gangguan absorbs getah bening


Transport zat membrane terganggu
Ketidakseimbangan tekanan hidrostatik Ekstravasesi cairan ke rongga pleura
dan onkotik
Peningkatan premeabilitas kapiler pleura Eksudat kedalam rongga pleura

Transudasi cairan dan kapiler pleura ke


rongga pleura
Shif cairan dari intravaskular ke rongga pleura Organisasi jaringan pleura

Perlekatan vibrosa pleura


parietal-viseral

hidrothoraks Fibrotoraks

Hambatan mekanisme

Efusi Pleura
Gesekan pada pleura saat
bernafas
Pengumpulan cairan dalam rongga pleura
Respon inflamasi
Nyeri pleuritis
Ekspansi paru terbatas
Pelepasan mediator kimia
Gangguan fungsi paru MK: Nyeri akut

Ventilasi terganggu
Histamine dan subtansi
Peningkatan preaibilitas
pirogenik
kapiler

Suhu tubuh meningkat Efek hiperventilasi


Eksudat purulen pada bronkus Sesak napas
Terjadi demam Produksi asam lambung
meningkat, peristaltik menurun
Peningkatan produksi sekret Gangguan ventilasi, difusi,
distribusi dan transportasi O2 MK: Pola
MK: Hipertermia napas tidak Mual, nyeri lambung
Penurunan kemampuan batuk efektif
efektif Pa O2 PCO2
MK: Defisit nutrisi

MK: bersihan jalan MK:Gangguan


napas tidak efektif pertukaran gas (Somantri, 2012)
I. Komplikasi
1. Fibrothoraks
Efusi pleura eksudat yang sudah tidak dapat ditangani oleh tindakan drainase
dengan baik maka akan menimbulkan pelekatan pada fibrosa antara pleura
viseralis dan pleura parietalis
2. Atelectatis
Merupakan pengembangan paru-paru yang tidak sempurna di sebabkan karena
adanya penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis
Merupakan suatu keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam
jumlah yang berlebihan.

J. Penatalaksanaan
Penataleksanaan efusi pleura menurut Saferi & Mariza (2013)
1. Torakosintesis
a. Untuk membuang cairan pleura
b. Mendapatkan specimen untuk analisis
c. Menghilangkan dispnea
2. Pemasangan selang dada atau drainage
Hal ini dilakukan jika torakosintesis menimbulkan nyeri, penipisan protein dan
elektrolit.
3. Obat-obatan
Antibiotik, jika agen penyebab adalah kuman atau bakteri
4. Penatalaksanaan cairan
Pemberian nitrogen mustard atau tetrasiklin melalui selang dada
K. Penataleksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Umur, alamat, pekerjaan
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Nyeri dada, sesak nafas, takipneu, hipoksemia
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada,
berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma,
TB paru dan lain sebagainya
3. Pola fungsional Gordon yang terkait
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum
dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan
nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien
dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah nutrisi dan metabolik
b. Pola persepsi sensori dan kognitif
Akibat dari efusi pleura adalah penekanan pada paru oleh cairan
sehingga menimbulkan rasa nyeri
c. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga
akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk
memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh
perawat dan keluarganya.
d. Istirahat dan tidur
Karena adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh
akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahatnya

4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Pasien tampak sesak nafas
b. Tingkat kesadaran : Composmentis
c. TTV
RR : Takhipnea
N : Takhikardia
S : Jika ada infeksi bisa hipertermia
TD : Bisa hipotensia
d. Kepala : Mesochepal
e. Mata : Conjungtiva anemis
f. Hidung : Sesak nafas, cuping hidung
g. Dada : Gerakan pernafasan berkurang
h. Pulmo (paru-paru )
Inspeksi : Terlihat ekspansi dada simetris, tampak sesak nafas
tampak penggunaan otot bantu nafas
Palpasi : Vokal Fremitus menurun
Perkusi : Pekak (skonidulnes), redup
Auskultasi : Bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas
bagian yang terkena
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan torak sinar
Terlihat :
- sudut kostofrenik tumpul
- obstruksi diafragma sebagian “putih” komplet (opaqul densitas)
pada area yang sakit
b. Torasintesis
Mengambil cairan efusi dan untuk melihat jenis cairannya serta adakah bakteri
dalam cairan.
c. Biopsi pleura
Jika penyebab efusi adalah Ca untuk menunjukan adanya keganasan.
d. GDA
variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi gangguan
mekanis pernafasan, dan kemampuan mengkompensasi PaCO2 kadang-
kadang meningkat PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi O2 biasanya
menurun.

6. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neuroplasma)
2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan)
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
4. Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan mencerna makanan
5. Hipertermia b.d Proses penyakit infeksi
7. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI


1 Nyeri akut b.d agen cidera Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
fisiologis (mis. Inflamasi, (L.08066) (I.08238)
iskemia, neuroplasma) Setelah dilakukan Observasi:
(D. 0078) asuhan keperawatan  Identifikasi lokasi,
Definisi : selama 1x8 jam karakteristik, durasi,
Pengalaman sensorik atau diharapkan Tingkat frekuensi, kualitas,
emosional yang berkaitan nyeri Menurun dengan intensitas nyeri
dengan kerusakan jaringan kriteria hasil:  Identifikasi skala nyeri
aktual atau fungsional, dengan 1. Keluhan nyeri  Identifikasi respons
onset mendadak atau lambat menurun nyeri non verbal
dan berintensitas ringan hingga 2. Ekspresi meringis  Identifikasi faktor yang
berat yang berlangsung kurang berkurang memperberat dan
dari 3 bulan. 3. Rasa gelisah memperingan nyeri
Batasan karakteristik: berkurang  Identifikasi
Gejala dan tanda mayor 4. TTV dalam pengetahuan dan
Subjektif rentang normal keyakinan tentang
1. Mengeluh nyeri nyeri
Objektif  Identifikasi pengaruh
1. Tampak meringis nyeri pada kualitas
2. Bersikap protektif (mis. hidup
Waspada,posisi menghindari
 Monitor efek samping
nyeri)
penggunaan analgetik
3. Gelisah
 Terapeutik:
4. Frekuensi nadi meningkat
 Berikan teknik
5. Sulit tidur
nonfarmakologi untuk
Gejala dan tanda minor
mengurangi rasa nyeri
Subjektif
 Kontrol lingkungan
(tidak tersedia)
yang memperberat
Objektif
rasa nyeri
1. Tekanan darah meningkat
 Fasilitasi istirahat dan
2. Pola napas berubah
tidur
3. Nafsu makan berubah
 Pertimbangkan jenis
4. Proses berpikir terganggu
dan sumber nyeri
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri dalam pemilihan
7. Diaforesis strategi meredakan
nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Pola nafas tidak efektif bd Pola Nafas(L.01004) Pemantauan Respirasi
Hambatan upaya nafas Diharapkan setelah (I.01014)
(D.0005) dilakukan tindakan Observasi
Definisi: keperawatan selama  Monitor frekuensi,
Inspirasi dan/ekspirasi yang 1x8 jam, pola nafas irama dan upaya
tidak memberikan ventilasi membaik dengan napas
adekuat kriteria hasil :  Monitor pola napas
Batasan karakteristik: 1. Tidak ada (dispnea, apnea,
Gejala dan tanda mayor dyspnea bradipnea, takipnea)
Subjektif: 2. Tidak ada  Monitor adanya
1. Dispnea penggunaan otot produksi sputum
Objektif bantu nafas  Monitor adanya
1. Penggunaan otot bantu 3. Frekuensi nafas sumbatan jalan napas
napas dalam batas  Palpasi kesimetrisan
2. Fase ekspirasi memanjang normal ekspansi paru
3. Pola napas abnormal (mis. 4. Tidak ada  Auskultasi bunyi
Takipnea, bradipnea, pernafasan napaS
hiperventilasi, kussmaul, cuping hidung
 Monitor saturasi
cheyne-stokes
oksigen
Gejala dan tanda minor
 Monitor nilai AGD
Subjektif
 Monitor x-ray thoraks
1. Ortopnea Terapeutik
Objektif  Atur interval
1. Pernapasan pursed-lip pemantauan respirasi
2. Pernapasan cuping hidung sesuai kondisi pasien
3. Diameter thoraks anterior-  Dokumentasikan hasil
posterior meningkat pemantauan
4. Ventilasi semenit menurun Edukasi
5. Kapasitas vitas menurun  Jelaskan tujuan dan
6. Tekanan ekspirasi menurun prosedur pemantauan
7. Tekanan inspirasi menurun (pada keluarga)
8. Ekskursi dada berubah  Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
(pada keluarga)
3 Bersihan Jalan nafas tidak Bersihan Jalan Manajemen Jalan
efektif b.d sekresi yang Napas (D.0001) Napas (D.01011)
tertahan (D.0001) Diharapkan setelah Observasi
Definisi: dilakukan tindakan  Monitor pola nafas
Ketidakmampuan membersihkan keperawatan selama (frekuensi,
sekret atau obstruksi jalan nafas 1x8 jam, bersihan kedalaman, usaha
untuk mempertahankan jalan jalan nafas meningkat napas)
napas paten. dengan kriteria hasil :  Monitor bunyi napas
Batasan karakteristik: 1. Produksi sputum tambahan
Gejala dan tanda mayor menurun  Monitor sputum
Subjektif 2. Tidak ada (jumlah, warna,
Objektif dispnea aroma)
1. Batuk tidak efektif 3. Tidak ada Terapeutik
2. Tidak mampu batuk sianosis  Pertahankan
3. Sputum berlebih 4. Tidak tampak kepatenan jalan nafas
4. Mengi, wheezing dan ronkhi gelisah dengan head-tilt dan
kering 5. Frekuensi nafas chin-lift (jaw-thrust jika
5. Meconium di jalan napas dalam batas curiga trauma
(pada neonatus) normal servikal)
Gejala dan tanda minor  Posisikan semi-fowler
Subjektif atau fowler
1. Dipsnea  Berikan minuman
2. Sulit bicara hangat
3. Ortopnea  Lakukan fisioterapi
Objektif dada, jika perlu
1. Gelisah  Lakukan penghisapan
2. Sianosis lender kurang dari 15
3. Bunyi napas menurun detik
4. Frekuensi napas berubah  Berikan oksigenasi,
5. Pola napas berubah jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan
cairan/asi sesuai
kebutuhan klien, jika
tidak kontraindikasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
4. Defisit Nutrisi b.d Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Ketidakmampuan mencerna (L. 03030) (L. 03119)
makanan (D.0019) Setelah dilakukan Observasi:
Definisi: asuhan keperawatan  Identifikasi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk selama 1x8 jam status nutrisi
memenuhi kebutuhan diharapakan Status  Identifikasi alergi
metabolism. Nutrisi Meningkat, dan intoleransi
Batasan karakteristik: dengan kriteria hasil: makanan
Gejala dan tanda mayor 1. Porsi makan yang  Identifikasi
Subjektif dihabiskan perlunya penggunaan
(tidak tersedia) meningkat. selang nasogastric
Objektif 2. Berat badan  Monitor asupan
1. Berat badan menurun minimal membaik makanan
10% dibawah rentang ideal 3. IMT membaik  Monitor berat
Gejala dan tanda minor badan
Subjektif
1. Cepat kenyang setelah Terapeutik:
makan  Lakukan oral
2. Kram/nyeri abdomen hygiene sebelum
3. Napsu makan menurun makan, Jika perlu
Objektif:  Sajikan
1. Bising usus hiperaktif makanan secara
2. Otot mengunyah lemah menarik dan suhu
3. Otot menelan lemah yang sesuai
4. Membrane mukosa pucat  Hentikan
5. Sariawan pemberian makanan
6. Serum albumin turun melalui selang
7. Rambut rontok berlebihan nasogastric jika
8. diare asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
 Kolabora
si dengan ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan

Promosi Berat Badan


(I.03136)
Observasi
 Identifikasi
kemungkinan
penyebab BB kurang
 Monitor adanya
mual dan muntah

Terapeutik
 Sediakan
makanan yang tepat
sesuai kondisi pasien
 Berikan pujian
kepada pasien untuk
peningkatan yang
dicapai

Edukasi
 Jelaskan jenis
makanan yg bergizi
tinggi, terjangkau

5. Hipertermi b.d Proses Termoregulasi Manajemen


penyakit infeksi (L. 14134) Hipertermia (I.15506)
Definisi: Setelah dilakukan Observasi
Suhu tubuh meningkat di atas asuhan keperawatan
rentang normal tubuh selama 1x8 jam  Identifkasi penyebab
Gejala dan Tanda Mayor diharapakan Status hipertermi (mis.
Subjektif termogulasi membaik, dehidrasi terpapar
(tidak tersedia) dengan kriteria hasil: lingkungan panas
1. Meng penggunaan
Objektif gigil meningkat incubator)
menjadi menurun  Monitor suhu tubuh
1. Suhu tubuh
2. Suhu  Monitor kadar
diatas nilai normal
tubuh memburuk elektrolit
Gejala dan Tanda Minor
menjadi membaik  Monitor haluaran
Subjektif
3. Suhu urine
(tidak tersedia)
kulit memburuk
Objektif Terapeutik
menjadi membaik

1. Kulit merah  Sediakan lingkungan


2. Kejang yang dingin
3. Takikardi  Longgarkan atau
4. Takipnea lepaskan pakaian
5. Kulit terasa hangat
 Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
 Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen,aksila)
 Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
 Batasi oksigen, jika
perlu

Edukasi

 Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

 Kolaborasi cairan dan


elektrolit intravena,
jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Andina dan Yuni, 2017. Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesipnal, Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
R. Darmanto, Djojodibroto. 2016. Buku Ajar Medikal Bedah Respyrologi,
Jakarta:EGC
Saferi W, Andra., Mariza P, Yessie. 2013. KMB 2 :Keperawatan Medikal
Bedah (Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep). Yogyakarta :
Nuha Medika
Somantri, I. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika.
Sugeng, Bambang. 2011. Diklat Anatomi Situs Pneumothoraks. Semarang :
UNISSULA Fakultas Ilmu Kedokteran.
Tamsuri, Anas. (2013) Klien Gangguan Pernapasan: Seri Asuhan Keperawatan
Jakarta : EGC
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai