Anda di halaman 1dari 24

DEPARTEMEN PULMONOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2023


UNIVERSITAS HASANUDDIN

EFUSI PLEURA

DISUSUN OLEH:

Frischa Mongan YC064222016


Tenri Ampa YC064222017
Nur Aisyah Kaming YC064222018
Riri Puspita Ramadani YC064222019

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Jusman

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Hasan Nyambe, M.Med.Ed, Sp.P

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN PULMONOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Frischa Mongan YC064222016


Tenri Ampa YC064222017
Nur Aisyah Kaming YC064222018
Riri Puspita Ramadani YC064222019

Adalah benar telah menyelesaikan refarat dengan judul “Efusi Pleura” dan telah
disetujui serta telah dibacakan di hadapan supervisor pembimbing dalam rangka
kepaniteraan klinik pada bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Periode 31 Juli - 13 Agustus 2023.

Makassar, 03 Agustus 2023

Supervisor Pembimbing, Residen Pembimbing,

dr. Hasan Nyambe, M.Med.Ed, Sp.P dr. Jusman

Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Mahasiswa Departemen Pulmonologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Dr.dr.Jamaluddin Madolangan, Sp.P(K), FAPSR

i
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ii

BAB I ............................................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

BAB II ........................................................................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 2

2.1 Anatomi Paru dan Pleura ............................................................................................. 2

2.2 Definisi ............................................................................................................................ 4

2.3 Etiologi ............................................................................................................................ 4

2.4 Patogenesis ..................................................................................................................... 5

2.5 Manifestasi Klinis 9 ........................................................................................................ 6

2.6 Pendekatan diagnosis1 ................................................................................................... 6

2.7 Penatalaksanaan .......................................................................................................... 12

BAB III ....................................................................................................................................... 19

KESIMPULAN ...................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu
penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.1Akibat adanya cairan yang cukup
banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga
menyebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini
mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung
dan sirkulasi darah2.
Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang sedang
berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Efusi pleura
keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan
dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan
manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura
primer atau metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat
disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami
efusi pleura.2
Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi pleura ini, yaitu
pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan terhadap penyebabnya sehingga hasilnya
akan memuaskan. 2
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis berkeinginan menyajikan informasi
mengenai efusi pleura agar dapat menjadi bahan masukan kepada diri penulis dan kita semua
dapat mendiagnosis serta memberikan terapi yang tepat pada penderita efusi pleura.

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru dan Pleura

2.1.1 Paru-Paru3

Paru-paru adalah organ utama dari sistem pernapasan yang berhubungan


erat dengan peredaran darah. Fungsi utama paru-paru adalah sebagai tempat
pertukaran oksigen dan karbon dioksida dengan udara dari atmosfer. Supaya
pertukaran gas terjadi secara maksimal, maka jumlah area yang dibutuhkan juga sangat
besar. Area tersebut meliputi permukaan epitel pada alveoli yang banyak sehingga
menghasilkan permukaan yang luas.

Paru-paru terletak pada mediastinum dan dikelilingi oleh kavitas pleuralis


kanan dan kiri. Normal paru kanan sedikit lebih besar dibandingkan paru kiri karena
mediastinum medium berisi jantung yang lebih menonjol ke kiri dibandingkan ke
kanan. Setiap paru terdiri dari unit lebih kecil yang disebut lobus, dimana lobus-lobus
tersebut dipisahkan oleh fisura. Paru kiri terdiri dari dua lobus, yaitu lobus superior
dan inferior. Sedangkan paru kanan terdiri daritiga lobus, yaitu lobus superior, tengah,
dan inferior. Setiap lobus menerima udara dari cabang bronkopulmonalnya sendiri dan
dipasok dengan darah oleh cabang arterinya sendiri.

Gambar 1. Anatomi Paru

1. Pleura3

2
Pleura merupakan membran serosa yang mengelilingi dan melindungi paru.
Pleura kanan dan kiri membungkus masing-masing sisi, yaitu paru-paru kanan dan
kiri. Pleura terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan parietalis dan lapisan viseralis.
Lapisan parietalis lapisan luar yang menghubungkan dinding thorax, permukaan
thorakal diafragma, dan mediastinum. Sedangkan pleura viseralis adalah lapisan yang
langsung superfisial ke paru-paru dan meluas ke dalam fisura interlobaris.

Kedua lapisan membentuk rongga yang berisikan cairan pleura. Cairan pleura
diekskresikan oleh sel mesothelial pada pleura dan memiliki fungsi sebagai pelumas
saat paru-paru kembang kempis. Pelumasan ini mengurangi gesekan antara kedua
lapisan pleura, serta menciptakan tegangan permukaan yang membantu
mempertahankan posisi paru-paru melawan dinding toraks.

Gambar 2. Anatomi Pleura

3
2.2 Definisi
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura yang
melebihi batas normal, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan
pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc cairan1.
Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa rongga pleura pada orang normal selalu
terdapat cairan yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dengan pleura
parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil) dapat
berjalan dengan mulus. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura
sekitar 10-20 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada
cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. 1,2

2.3 Etiologi
Efusi pleura memiliki diagnosis banding yang luas. Penyebab paling umum adalah
gagal jantung kongestif, kanker, pneumonia, dan emboli paru. Diagnosis etiologi yang
tertunda dapat dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang jauh lebih tinggi, misalnya,
jika pasien mengalami empiema paru berdasarkan efusi parapneumonik. Tingkat relevansi
prognostik dari efusi pleura berkisar dari tidak berbahaya (seperti ketika efusi pleura
merupakan temuan radiologis yang menyertai pada pasien dengan pneumonia virus) hingga
sangat serius (seperti pada emboli paru dengan pembentukan efusi sekunder, diagnosis yang
tidak jarang terlewatkan).
Infus pleura non-ganas tidak jarang menjadi indikator prognosis yang buruk pada
pasien dengan gagal jantung, ginjal, atau hati, dengan mortalitas satu tahun masing-masing
sebesar 57%, 46%, dan 25%. 4
Sejumlah penyakit yang lebih jarang dapat dikaitkan dengan efusi pleura, hampir
selalu tipe eksudatif. 30-50% pasien dengan lupus eritematosus sistemik mengalami efusi
pleura ("poliserositis"). Efusi pleura juga tidak jarang terlihat pada pasien yang menderita
granulomatosis dengan poliangiitis (penyakit Wegener), artritis reumatoid, dan
granulomatosis sel Langerhans.5
21% pasien yang menderita hipertensi pulmonal idiopatik dan familial (iPAH und
fPAH) mengalami efusi pleura, kebanyakan unilateral.6
Salah satu penyebab paling umum dari efusi pleura yang tidak dapat dijelaskan adalah
emboli paru. 20-55% pasien dengan emboli paru mengalami efusi pleura. Frekuensi efusi
pleura pada emboli paru berkorelasi dengan tingkat keparahan emboli dan terjadinya infark

4
paru. Secara klinis, pasien-pasien ini ditandai dengan perbedaan yang nyata antara volume
efusi, yang seringkali tidak terlalu besar, dan dispnea berat yang menyertainya.7
Upaya umumnya dilakukan untuk melacak efusi pleura yang tidak dapat dijelaskan ke
penyebab tunggal. Mengingat penuaan populasi dan prevalensi multimorbiditas yang
meningkat, studi observasi prospektif dilakukan untuk menyelidiki pertanyaan
monokausalitas efusi pleura. Bintcliffe dkk. menemukan bahwa 70% dari 126 pasien dengan
efusi pleura memang memiliki satu penyebab, tetapi 30% memiliki lebih dari satu
penyebab. Efusi pleura multifaktorial dapat menghadirkan tantangan diagnostik dan
terapeutik.8
Obat-obatan juga dapat menyebabkan efusi pleura. Beberapa yang telah diidentifikasi
sebagai penyebabnya antara lain nitrofurantoin, dantrolene, methysergide, amiodarone,
interleukin-2, procarbazine, methotrexate, clozapine, phenytoin, dan beta-blocker.
2.4 Patogenesis
Penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:
1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan
pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling. Keadaan ini dapat terjadi pada gagal
jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik
karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis.
3. Meningkatnya kadar proteindalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan
masuk ke dalam rongga pleura
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi
cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada
vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat
pengosongan cairan limfe, gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar
getah bening.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya.
Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan
penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar
mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.

5
2.5 Manifestasi Klinis 9
Pasien dengan efusi pleura dapat bersifat asimptomatik atau dengan gejala nyeri dada,
batuk atau nyeri dada pleuritik. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dapat
mendiagnosis efusi pleura. Anamnesis sebaiknya focus untuk membedakan etiologi pulmonal
dan kardiovaskular atau penyebab efusi lainnya. Anamnesis dan temuan pemeriksaan fisik
dapat dilihat pada gambar di bawah:

Gambar 1: Tanda dan gejala yang menunjukkan etiologi efusi pleura9

Gambar 2: Gejala klinis untuk diagnosis efusi pleura9

2.6 Pendekatan diagnosis1


Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh etiologi dan penyakit
yang mendasari. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan
menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau

6
memberikan gejala demam, ringan ,dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang
lain.10
2.6.1 Anamnesis
a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan
pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya
meningkat, terutama kalau cairannya penuh10,11
b. Rasa berat pada dada
c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai
dengan proses tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma
bronchus atau metastasis12
d. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empyema12

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
b. Vokal fremitus menurun
c. Perkusi dull sampal flat
d. Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang
e. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada
treakhea10,11

b.
c.
Gambar 1. Gejala pada Efusi Pleura

7
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa efusipleura antara
10,12
lain :
1. Rontgen Toraks
Rontgen toraks biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan
adanya cairan. Foto dada juga dapat menerangkan asal mula terjadinya
efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa
tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, dan adanya
densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.10

Gambar 2 Gambaran Toraks dengan Efusi Pleura

8
2. USG Toraks

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.


Jumlahnya sedikit dalam rongga pleusa. Pemeriksaan ini sangat membantu
sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan dalam rongga pleura.
Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.10,12

3. CT Sacan Toraks
CT scan toraks dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan
dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam
menentukan adanya efusipleura. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya saja pemeriksaan ini tidak
banyak dilakukan karena biayanya masihmahal.10,12

4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis.Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah
jarum yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah
pengaruhpembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diuagnostik
maupun terapeutik.
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan toraks, pada bagian bawah paru
di sela iga v garis aksilaris mediadengan memakai jarum Abbocath nomor
14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 –
1500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan aspirasi
berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru10,12.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat.
Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena
adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan
aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.10,12

9
5. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostic cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan
(serous-xantho-ctrorne). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi
pada trauma, infark paru, keganasan. adanya kebocoran aneurisma
aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya
empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena
amuba.12

b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat
yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Perbedaan Transudat Eksudat

- Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3. > 3.


- Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
- Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200
- Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam Serum < 0,6 > 0,6
- Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
- Rivalta Negatif Positif

Di samping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia


diperiksakan jugapada cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa : Biasanya merendah pada penyakit-
penyakit infeksi,artitis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase: Biasanya meningkat pada pankreatitis dan
metastasis adenokarsinoma.12

c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk

10
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis
atau dominasi sel-sel tertentu12.

- Sel neutrofil: Menunjukkan adanya infeksi akut.


- Sel limfosit : Menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis
tuberkulosaatau limfoma malignum
- Sel mesotel: Bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya
infark paru.
Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
- Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma
- Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid
- Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik.

d. Bakteriologi

Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung


mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan
empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob
ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura
adalah : Pneumokok, E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas, Entero-bacter. Pada
pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat
menunjukkan yang positif sampai 20%.12

e. Biopsi Pleura

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya maka


dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk dianalisa.
Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50 -75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan
tumor pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat
dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20% penderita, meskipun
telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap
tidak dapat ditentukan. Komplikasi biopsi antara lain pneumotoraks,
hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.

11
2.7 Penatalaksanaan
1. Pengobatan kausal
Terapi efusi pleura dapat ditentukan setelah mengetahui etiologinya, karena terapi
pada efusi pleura dapat diatasi dengan mengatasi penyebab yang mendasarinya.

• Pleuritis tuberculosis
Pengobatan pada penyakit tuberkulosis (pleuritis tuberkulosis) dengan
menggunakan OAT selama 9 bulan dapat menyebabkan cairan efusi diserap
kembali, namun untuk menghilangkan cairan eksudat dengan cepat dapat
dilakukan torakosintesis. Umumnya cairan dapat diresolusi dengan sempurna
dan dapat diberikan kortikosteroid secara sistemik menggunakan prednisolone
1 mg/kg BB selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan.
Sebelum kultur dan sensitivitas bakteri didapatkan, terapi yang diberikan
adalah ampisilin 4x1 gram dan metronidazole 3x500 mg. Terapi lain yang lebih
penting adalah mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi keluar dari rongga
pleura dengan efektif.

• Gagal jantung
Efusi pleura yang disebabkan oleh gagal jantung dapat diberikan terapi diuretik
dengan furosemide PO 2x40 mg. Namun jika efusi tidak berkurang, dapat
dilakukan Thorakosentesis.

• Empiema
Penatalaksanaan empiema terdiri dari pemberian antibiotik yang tepat,
pemasangan chest tube dan water shield drainage (WSD) untuk drainase nanah
dan pemulihan ekspansi paru.

• Efusi Parapneumonia
Pilihan tatalaksana efusi parapneumonia terdiri dari observasi, terapi
torakosintesis, WSD, fibrinolitik intrapleural dan torakoskopi dengan tujuan
adhesi atau dekortikasi dan pilihan terakhir adalah operasi drainase terbuka.
Tindakan torakosintesis dilakukan untuk menegakkan diagnosis agar dapat

12
mengidentifikasi bakteri, jenis cairan pleura yang didapat, menentukan risiko
keluaran pada pasien dan menentukan perlu atau tidak dilakukan tindakan
drainase. 13

13
• Hematotoraks/Kilotoraks
Tatalaksana efusi pleura yang disebabkan oleh hematotoraks/kilotoraks
adalah dengan pemasangan chest tube dan WSD. Apabila paru tidak
mengembang, dapat dilakukan pleurodesis.

• Keganasan
Tatalaksana efusi pleura yang disebabkan oleh keganasan dapat dilakukan
torakosentesis untuk mengurangi gejala dan mengobati sesuai keganasan.
Namun, jika pasien dengan efusi pleura ganas tidak menunjukkan gejala,
drainase tidak selalu diindikasikan kecuali ada dugaan infeksi yang
mendasarinya. Untuk efusi pleura ganas yang membutuhkan drainase yang
sering, pilihan untuk manajemen adalah pleurodesis.14

2. Thorakosentesis
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,
aspirasi juga dapat dilakukan dengan tujuan therapeutik. Berikut tata cara
melakukan torakosentesis.
a. Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan di atas bantal bila memungkinkan atau setengah duduk,
menghadap sandaran kursi dengan lengan berada di atas sandaran kursi.
b. Tentukan tempat aspirasi dengan pemeriksaan fisik dan dengan bantuan
foto toraks atau dengan marking USG.
c. Beri tanda pada daerah yang akan dipungsi di linea aksilaris posterior,
pada penurunan fremitus, bunyi redup saat perkusi di ruang intercostal,
tepi atas iga.

14
d. Desinfeksi dengan kasa steril yang diberi betadine dan diulangi dengan
alkohol 70%. Pasang duk steril dengan lubang pada tempat yang akan
dipungsi.
e. Lakukan anestesi epidermis menggunakan lidokain 1-2% 2-4 cc di tepi
superior kosta. Lakukan injeksi anestesi dan menarik plunger spuit
secara bergantian setiap memperdalam injeksi 2-3 mm untuk
menghhindari penusukan intravascular sekaligus memastikan jarum
sudah menembus pleura.
f. Jika jarum sudah menembus pleura, lalu lakukan aspirasi di dalam
kavum pleura sampai spuit terisi penuh. Pengeluaran cairan pleura
sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspires untuk
mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara
mendadak. Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara
mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi
yang berat, dan hipotensi.
g. Cabut spuit dan segera tutup luka bekas tusukan dengan kasa betadine.
h. Selanjutnya tusukkan kateter vena nomor 16 di tempat tusukan jarum
anastesi lokal dan apabila telah menembus pleura, maindrain (piston)
jarum dapat dicabut.
i. Sambungkan bagian pangkal jarum dengan threeway stopcock dan spuit
50cc untuk aspirasi. Hubungkan ujung threeway yang lain dengan
blood set untuk pembuangan.
j. Lakukan penutupan kran aliran threeway stopcock ke rongga pleura.
Cairan dalam spuit dibuang melalui aliran blood set.
k. Keran threeway stopcock kembali diputar kearah rongga pleura dan
dilakukan aspirasi kembali 50 cc.

15
l. Setelah selesai, evaluasi kateter vena dicabut dan luka bekas tusukan
ditutup dengan kasa steril yang diberi betadine.15

3. Water shield drainage (WSD)


Penatalaksanaan dengan menggunakan WSD sering pada empiema dan
efusi maligna. Indikasi WSD pada empiema adalah:
a. Nanah sangat kental dan sulit diaspirasi
b. Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
c. Terjadi pneumothoraks
Pemasangan WSD dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
1. Pasien dalam posisi duduk. Bila tidak memungkinkan, pasien dalam
keadaan tidur miringkan ke sisi yang sehat dengan ekstensi lengan
ipsilateral ke atas kepala dan fleksi siku.
2. Lokasi insersi WSD ditandai dengan intercostal 5 di antara anterior
aksila dan midaksilaris.
3. Daerah insersi dibersihkan dengan cairan antiseptik dan ditutup duk
steril.
4. Anastesi lokal blok dan infiltrasi diinjeksi pada kulit, jaringan
subkutan, periosteum iga dan pleura.
5. Kedalaman selang dada diukur dengan menaruh ujung selang pada
klavikula dan dilengkungkan ke lokasi insisi sehingga membentuk
kurva. Kedalaman ditandai dengan benang steril.
6. Insisi 2-3 cm sejajar dengan iga, tepat diatas iga agar tidak mencederai
intercostal bundle. Lubang diperbesar melalui diseksi tumpul jaringan
subkutan dengan klem arteri lurus.
7. Di atas iga, tusuk menembus pleura parietal dengan klem sambal
menahan klem di dekat ujung agar instumen tidak masuk terlalu

16
dalam. Setelah menembus, klem dimasukkan lebih dalam dan bukaan
diperlebar.
8. Eksplorasi dengan jari dilakukan untuk memastikan lokasi selang
benar di intertoraks, mengevaluasi ada tidaknya adhesi pleura dan
melepas pembekuan darah
9. Selang dada didorong lebih jauh ke rongga pleura dengan klem arteri
sampai kedalaman yang ditentukan sebelumnya. Selang dimasukkan
ke arah kranial dan posterior.
10. Evaluasi adanya suara udara atau aliran cairan. Adanya pengemburan
pada selang dada saat pasien ekspirasi merupakan indikasi terpasang
selang dalam rongga pleura.
11. Selang dada disambungkan ke botol. Selang difiksasi dengan jahit
matras horizontal atau interuptus pada lokasi insisi menggunakan
benang non absorbable. Benang yang tersisa dililitkan ke selang
untuk memfiksasi selang ke kulit.
12. Daerah insisi dibersihkan. Oleskan salep ke daerah insisi dan ditutup
dengan dressing steril.
13. Antibiotik profilaksis berupa sefalosporin generasi pertama dosis
tunggal dapat diberikan.16

4. Pleurodesis

Pleurodesis dapat digunakan untuk mencegah efusi pleura berulang,


pneumotoraks, atau untuk mengobati pneumotoraks persisten dan pada
efusi pleura ganas berulang, misalnya, pada kanker payudara atau ovarium
metastatik dan kanker paru-paru. Pleurodesis biasanya dilakukan dengan
mengalirkan cairan pleura atau udara intrapleura diikuti dengan prosedur

17
mekanis atau memasukkan bahan iritan kimia ke dalam ruang pleura, yang
menyebabkan peradangan hebat dan fibrosis yang selanjutnya
menyebabkan perlengketan antara dua membran pleura. Tujuan terapi
adalah untuk meminimalkan dispnea, ketidaknyamanan pasien, lama
tinggal di rumah sakit, dan biaya perawatan secara keseluruhan. Ada dua
jenis pleurodesis yaitu Pleurodesis kimiawi yang dilakukan dengan
memasukkan agen sklerosis ke dalam rongga pleura melalui selang dada
dan Pleurodesis mekanis/bedah yang dilakukan melalui torakoskopi medis,
torakoskopi berbantuan video (VATS), atau torakotomi terbuka.17

18
BAB III
KESIMPULAN
Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan
merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit. Akibat
adanya carian yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas paru akan
berkurang dan di samping itu juga menyebabkan pendorongan organ-organ
mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan
juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi darah.
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi
akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya
asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan ,dan berat badan yang
menurun seperti pada efusi yang lain. Efusi pleura harus segera mendapatkan
tindakan pengobatan karena cairan pleura akan menekan organ-organ vital dalam
rongga dada.

DAFTAR PUSTAKA

19
1. Longo et al. 2012. Harrison's: Principles Of Internal Medicine. United States
of America: McGraw-Hill Companies
2. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
3. Drake, Richard L., Vogl, A. Wayne, Mitchell, Adam W. M. Gray’s Anatomy
For Students, Fourth Edition. Canada: Elsevier Inc, 2020.
4. Walker SP, Morley AJ, Stadon L, dkk. Efusi pleura
nonmalignan. Dada. 2017; 151 :1099–1105.
5. Anevlavis S, Tzouvelekis A, Bouros D. Mekanisme keterlibatan pleura pada
penyakit anak yatim. Pernafasan. 2012; 83 :5–12.
6. Tang K, Robbins IM, Light RW. Insiden efusi pleura pada pasien hipertensi
arteri pulmonal idiopatik dan familial. Dada. 2009; 136 :688–693.
7. Choi SH, Cha SI, Shin KM, dkk. Relevansi klinis efusi pleura pada pasien
dengan emboli paru. Pernafasan. 2017; 93 :271–278.
8. Bintcliffe OJ, Hooper CE, Rider IJ, dkk. Efusi pleura unilateral dengan lebih
dari satu etiologi yang jelas Sebuah studi observasional prospektif. Ann Am
Thorac Soc. 2016; 13 :1050–1056.
9. Saguil, et al. 2014. Diagnostic Approach to Pleural Effusion. American
Family Physician, Vol 90: 2
10. Karkhanis, I.S., dan Joshi, J.M. 2012. Pleural Effusion: Diagnosis, Treatment,
and Management. Open Access Emerg Medicine. 4. 31-52.
(http://emedicine.medscape. com/ diakses 16 Desember 2018)
11. Garrido VV, Sancho JF, Blasco H, Gafas AP, Rodríguez EP, Panadero FR,et
al. 2006. Diagnosis and treatment of pleural effusion. Arch Bronconeumol.
42(7):349-72. (http://emedicine.medscape. com/ diakses 16 Desember 2018)
12. Effrey Rubins J, Mosenifar Z. Pleural effusion: epidemiology. [online]. 2012.
(http://emedicine.medscape. com/ diakses 16 Desember 2018)

20
13. Tenrua V, Tahitu R. Diagnosis dan Tatalaksana Efusi Parrapneumonia. Okt
2022; 4 (2).
14. Krishna R, Antoine MH, Rudrappa M. Plueral Effusion. StatPearls
Publishing. 18 maret 2023.
15. Wiederhold BD; Amr O; Modi P; O'Rourke MC. Thoracentesis. 16 Jan 2023.
16. Porcel JM. Chest Tube Drainage of the Pleural Space: A Concise Review for
Pulmonologists. Apr 2018; 81(2): 106 – 115.
17. Ali M, Surani S. Pleurodesis. StatPearls Publishing. 25 jul 2022.

21

Anda mungkin juga menyukai