SEPTEMBER, 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
EFUSI PLEURA
Oleh :
Pembimbing :
dr. Zakaria Mustari Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN
i
KATA PENGANTAR
Wassalammulaikum Wr.Wb.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura
yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc cairan.1 Efusi
pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau merupakan suatu keadaan
terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura,
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran
cairan pleura. Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga
pleura ini juga selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya
pleura viseralis dengan pleura parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru
(mengembang dan mengecil) dapat berjalan dengan mulus. Dalam keadaan normal,
jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura komposisinya
sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein
lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.1,2
Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura antara
lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.
Adapun jenis-jenis cairan yang terdapat pada rongga pleura antara lain :
1. Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini
penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab-sebab
lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati dengan asites,
serta sebgai salah satu tias dari syndroma meig (fibroma ovarii, asites dan
hidrotorak).3
2. Hemotoraks
Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya terjadi
karena trauma toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat penderita,
atau trauma tajam maupu trauma tumpul. Kadar Hb pada hemothoraks selalu
lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi
tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah
terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi
4
segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding
dada. Penyebab lainnya hemotoraks adalah:3
Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya
ke dalam rongga pleura.
Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang
kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.
Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga pleura
tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan
melelui sebuah jarum atau selang.
3. Empiema
Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura patologis
iniakan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks atau empiema.
Pada setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan terjadinya empiema
sebagai salah satu komplikasinya. Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
Pneumonia
Infeksi pada cedera di dada
Pembedahan dada
4. Chylotoraks
Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah
bening pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks antara
lain: 4
Kongenital, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus, tapi
terdapat fistula antara duktus torasikus rongga pleura.
Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada, atau
pukulan pada dada (dengan/tanpa fratur). Yang berasal dari efek operasi
daerah torakolumbal, reseksi esophagus 1/3 tengah dan atas, operasi
leher, operasi kardiovaskular yang membutuhkan mobilisasi arkus aorta.
Obstruksi Karena limfoma malignum, metastasis karsinima ke
mediastinum, granuloma mediastinum (tuberkulosis, histoplasmosis).
Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi
5
terhadap duktus torasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat juga
penyakit trombosis vena subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan
duktus torasikus dan menyebabkan kilotoraks.1,2
B. Epidemiologi
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-
negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang
mendasarinya. Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis
kelamin. Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua
pertiga dari efusi pleura ganas terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara
signifikan berhubungan dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi pleura
yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria.2
1. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan
kapiler hidrostatik dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu
6
sisi pleura melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi
pada:6
Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
Gagal jantung kiri (terbanyak)
Sindrom nefrotik
Obstruksi vena cava superior
Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau
masuk melalui saluran getah bening).
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan
protein transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler
pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi
bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura.
Penyebab pleuritis eksudatif yang paling sering adalah karena mikobakterium
tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudatif tuberkulosa. Protein yang
terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening.
Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis
tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan pleura,
sehingga menimbulkan eksudat.6
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
Tumor pada pleura
Iinfark paru,
Karsinoma bronkogenik
Radiasi,
7
Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).
D. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan
dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk
secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi
karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial
kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan
pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pergerakan cairan dari pleura
parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan
hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem
limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal.
Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya
banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial. Bila penumpukan cairan dalam
rongga pleura disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman
piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila
proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemotoraks. 1,2,6
E. Manifestasi Klinis
Pasien dengan penderira efusi pleura biasanya mengalami sesak napas, batuk,
dan sesekali nyeri dada dengan sensasi tajam tanpa menjalar yang disebut nyeri
pleuritik. Riwayat dengan penyakit jantung, ginjal, dan kerusakan hati bisa
menyebabkan efusi transudat. Pasien dengan riwayat kanker dapat menyebabkan
efusi pleura maligna. pembengkakan kaki atau trombosis vena dalam dapat
menyebabkan efusi yang berhubungan dengan emboli paru.7
8
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi (Rontgen thorak)
9
Gambar 4. Efusi pleura bilateral
b. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan
jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak
melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi.6
10
c. Analisa cairan pleura
Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan. Bila agak
kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan.
adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak
purulen, ini menunjukkan adanya empiema.6
Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 6
G. Penatalaksanaan
Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi
melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulut keluar atau bila
empiemanya multilokular maka perlu tindakan operatif. Bisa juga sebelumnya
dibantu dengan cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (betadine).
Pengobatan secara sistemik hendak segera diberikan tetapi ini tidak berarti bila
tidak diiringi pengeluaran cairan dengan adekuat. 6
Untuk mencegah kembali terjadinya efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi
pleura maligna) dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura parietalis
dan pleura viseralis. Zat-zat yang dapat dipakai berupa tetrasiklin, bleomisin,
korinebakterium parvum, Tio-tepa, dan flourourasil.6
H. Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari
kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobantan lebih dini
akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak
memedapatkan pengobatan dini.4
Efusi ganas memiliki prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup
rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun. Efusi dari
kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker
payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan
hidup, dibandingkan dengan mereka dari kanker paru-paru atau mesothelioma.
Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di
sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang
tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis
konstriktif. 4,5
12
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A. IdentitasPasien
Umur : 70 tahun
JenisKelamin : Laki-laki
Alamat : Panangga
B. Anamnesis ( Autoanamnesis)
Keluhan utama: Nyeri dada sebelah kanan
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien masuk ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada sebelah kanan yang
disertai sesak dan batu yang dirasakan kurang lebih 1 minggu sebelum masuk
ke rumah sakit. Batuk disertai lendir berwarna hijau. Pasien juga mengalami
demam. Nyeri dada yang dirasakan pasien semakin bertambah jika pasien
duduk. Riwayat merokok pada pasien ada. Nafsu makan dan nafsu minum pada
pasien baik.
Riwayat penyakit dahul disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien dengan riwayat keganasan dan tidak ada keluarga
dengan gejala yang sama.
Riwayat pekerjaan, kebiasaan, dans sosial ekonomi
Ekonomi menengah dan riwayat merokok
13
C. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tanda – tanda Vital :
- Tensi :130/60 mmHg
- Nadi : 76 x/menit
- Nafas : 26x /menit
- Suhu : 37,3 °C
D. Pemeriksaan fisis
1. Mata :
konjunctiva anemis (-/-)
Sclera tidak ikterik
Pupil isokor, 2 mm/2mm
Reflex cahaya (+/+)
2. Leher :pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
3. Thorax :
Paru :
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, kanan kiri dan gerak pernafasan
simetris, kanan=kiri.
- Palpasi : Focal fremitus melemah pada lapangan paru kanan
- Perkusi : Lapangan paru kanan redup. Lapangan paru kiri sonor
- Auskultasi : Lapangan paru kanan vesikuler melemah.
Lapangan paru kiri vesikuler. Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal.
- Auskultasi: Bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-).
Abdomen :
- inspeksi : Perut datar, venektasi (-), inflamasi (-), scar (-)
14
- Auskultasi : Bising usus (+) normal.
- Perkusi : Timpani.
- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-).
Ekstremitas : Akral hangat. Udem ekstremitas (-)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Pemeriksaan rontgen thorax tanggal 22 Agustus 2019
Pemeriksaan laboratorium
- WBC : 21.7 x 103 /µL
- RBC : 4,09 x 106/ µL
- HGB : 12,1 gr/dl
- PLT : 212 x 103/ µL
15
F. RESUME
G. Diagnosis kerja :
Efusi Pleura dextra
H. RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
- Bed rest
- Diet tinggi kalori tinggi protein
Farmakologi
- Infus futrolit : aminofluid
- Cefoperazone / 12 jam /IV
- Dexamethasone amp/ 8 jam/ IV
- Fiopraz / 12 jam/ IV
- Ifalmin 3 x 1
- Codein 20mg 3x1
- Acetylsistein 2 x 1
- Pemasangan O2
16
PEMBAHASAN
17
memberikan gejala demam ringan ,dan berat badan yang menurun seperti pada efusi
yang lain.
18
DAFTAR PUSTAKA
4. Thabrani Rab, Prof. Dr. H. “Penyakit Pleura”. Edisi Pertama. Trans Info
Media : Jakarta. 2010
6. Halim, Hadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. VI. Jakarta:
Interna Publishing. 2014.
19