PENDAHULUAN
100.000 populasi, yang terdiri dari 537 Penyakit Paru Obstruksi Kronis dan 188
Asma (WHO, 2009). Pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah
menunjukkan bahwa nampak tingkat kematian tertinggi pada pasien rawat inap di
rumah sakit adalah pneumonia sebesar 7,6%. Pada pasien rawat jalan, gambaran
Pernapasan bagian atas akut lainnya memiliki jumlah kasus terbanyak sebesar
Saat ini penyakit efusi pleura masih menunjukan prevalensi yang tinggi.
Di Indonesia mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya (Depkes
RI, 2006). Sedangkan prevalensi efusi pleura di dunia diperkirakan sebanyak 320
tergantung dari etiologi penyakit yang mendasarinya. Hasil penelitian di salah satu
rumah sakit di India pada tahun 2013-2014 didapatkan prevalensi efusi pleura
2015).
(Surjanto, 2012).
Struktur paru sendiri dibungkus oleh membran tipis yang disebut pleura.
Lapisan terluar paru membran paru yang melekat dinding thoraks. Lapisan dalam
pleura menempel ke paru. Pada saat ekspansi rongga thoraks terjadi selama
dalam, yang akan mengembangkan paru diantara pleura lapisan dalam dan luar
terdapat ruang / rongga pleura. Ruang paru ini terisi milliliter cairan yang
mengelilingi dan membasahi paru. Cairan pleura memiliki tekanan negatif dan
membawa gaya kolaps (rekoil) elastis paru. Mekanisme paru tetap dapat
terletak diantara permukaan visceral dan parental, adalah proses penyakit primer
penyakit lain, secara normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5-
bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer, 2009). Efusi pleura merupakan keadaan di
pleura. Reaksi inflamasi dan keganasan yang ada pada pasien efusi pleura dapat
terapi yang dapat diberikan diantaranya latihan pernapasan dalam atau deep
breathing exercise untuk memperbaiki fungsi kerja paru dan bermanfaat untuk
mengatur pernapasan saat terjadi keluhan sesak nafas. Pada saat inspirasi dalam,
efusi pleura, maka dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis mengambil
Yogyakarta
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Mengacu pada rumusan masalah diatas tujuan penulisan karya tulis ini
D. Manfaat Penulisan
dapat dijadikan sebagai literatur untuk penderita efusi pleura dan dapat menjadi
mencegah efusi pleura dan mengontrol terjadinya efusi pleura, 3) Bagi Sejawat
Fisioterapi, agar dapat menjadi bahan tambahan dan masukan bagi rekan sejawat
khususnya, 4) Bagi instansi atau pendidikan diharapkan karya tulis ini bisa
menjadi tambahan sumber ilmu dan bahan bacaan di kepustakaan bagi mahasiswa
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Kasus
diantara dua lapisan pleura. Pleura merupakan membrane yang memisahkan paru-
eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang berkaitan
(Djojodibroto,2015).
3. Etiologi
Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang
pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat
atau eksudat.
Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi
(LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi
paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi pleura
transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :1) Proteincairan pleura /
proteinserum(> 0,5), 2)LDH cairan pleura / cairanserum (> 0,6), 3) LDH cairan
pleura melebihidua per tigadari batas atas nilai LDH yang normal di
dalamserum(Djojodibroto,2015).
jenisnya yaitu ada efusi pleuratransudat yang disebabkan karena gagal jantung,
eksudat ada bakteri pneumonia, karsinoma, pleuritis dan infark paru. Secara
abdomen (pankreatitis, asites, abses), infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus,
Tanda dan gejala yang muncul pada efusi pleura yakni ada tiga gejala yang
paling umum dijumpai pada efusi pleura yaitu nyeri dada saat mengambil dan
menghembuskan napas, batuk, dan sesak napas. Nyeri dada yang disebabkan efusi
pleura oleh karena penumpukan cairan di dalam rongga pleura. Nyeri dada yang
iritasi lokal dari pleura parietal, yang banyak terdapat serabut saraf. Karena
menghasilkan nyeri dada dengan nyeri bahu ipsilateral. Nyeri juga bisa menjalar
2014).
kardiopulmoner yang banyak mendasari. Nyeri dada pleuritik dan batuk kering
dapat terjadi, cairan pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya
eksudat. Gejala fisik tidak dirasakan bila cairan kurang dari 200-300 ml.
Tandatanda yang sesuai dengan efusi pleura yang lebih besar adalah penurunan
premitus, redup pada perkusi dan berkurangnya suara nafas. Pada efusi luas yang
menekan paru, aksentuasi suara napas dan egofoni ditemukan tepat diatas batas
efusi. Adanya friction rub pleural menandai pleuritis. Efusi pleura masif dengan
Efusi pleura merupakan penyakit yang sangat jarang berdiri sendiri dan
biasanya merupakan akibat dari penyakit, sehingga gejala – gejala yang muncul
juga antara lain yakni pada efusi pleura akibat gagal jantung adalah pembentukan
oedem ekstremitas, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspneu. Sementara pada
efusi pleura akibat infeksi dapat memunculkan gejala demam, sputum purulen,
5. Patofisiologi
Pleura parietalis dan viseralis letaknya berhadapan satu sama lain dan
hanya dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa lapisan tipis dari selaput ini
pleura dan reabsorpsi oleh vena visceral dan parietal dan saluran getah bening.
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura, efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat.Transudat terjadi pada
dan ginjal atau penekanan tumor pada vena kava. Penimbunan transudat dalam
tertimbun pada dasar paru-paru akibat gaya gravitasi. Penimbunan eksudat timbul
jika ada peradangan atau keganasan pleura dan akibat peningkatan permeabilitas
kapiler atau ganguan absorpsi getah bening. Eksudat dibedakan dengan transudat
dari kadar protein yang dikandungnya dan dari berat jenisnya. Transudat
Untuk cairan eksudat berat jenis dan kadar proteinnya lebih tinggi (Somantri,
2009).
Cairan pleura normalnya hanya cukup untuk berfungsi sebagai pelumas
viseral dan parietal, sekitar 10-20 ml dalam rongga pleura. Jumlah cairan dalam
rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9
cmH2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid 10
apabila terjadi atelektasis paru. Efusi pleura seringkali dibagi dalam kategori
Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas dalam
kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga
TBC dapat menimbulkan peradangan saluran getah bening menuju hilus dan juga
diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus. Peradangan pada saluran
6. Anatomi
udara mengalir yaitu rongga hidung, pharynx, larynx, trachea, dan bagian paru-
paru yang berfungsi melakukan pertukaran gas-gas antara udara dan darah.
Saluran pernapasan bagian atas, terdiri dari :1) Nares anterior yaitu
sinus udara paranalis yang masuk kedalam rongga-rongga hidung dan juga
lubang-lubang naso lakrimal yang menyalurkan air mata ke dalam bagian bawah
rongga nasalis ke dalam hidung, 3) Pharynx (tekak) adalah pipa berotot yang
ketinggian tulang rawan krikid maka letaknya di belakang hidung (naso farynx),
vertebra torakalis ke lima dan ditempat ini bercabang menjadi dua bronkus
yang dilapisi oleh jenis sel yang sama. Cabang utama bronkus kanan dan kiri tidak
simetris. Bronkus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan trakea
dengan sudut lancip. Keanehan anatomis ini mempunyai makna klinis yang
udara paten yang mudah masuk kedalam cabang bronkus kanan. Kalau udara
salah jalan, maka tidak dapat masuk dalam paru-paru kiri sehingga paru-paru akan
kolaps (atelektasis). Tetapi arah bronkus kanan yang hampir vertikal maka lebih
benda asing yang terhirup lebih mudah tersangkut dalam percabangan bronchus
kanan karena arahnya vertikal. Cabang utama bronkus kanan dan kiri
Percabangan ini terus menerus sampai cabang terkecil yang dinamakan bronkioles
terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang tidak mengandung
tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos
terminalis disebut saluran pengantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai
pengantar udara ketempat pertukaran gas paru-paru. Di luar bronkiolus terminalis
terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran gas.
kantung udara kecil atau alveoli yang berasal dari dinding mereka. Duktus
alveolaris, yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis
Keterangan :
3. Laring 8. Diafragma
di dalam kantong yang dibentuk oleh pleura pariestalis dan pleura viseralis.
radiks pulmonalis yang satu sama lainnya dipisahkan oleh jantung, pembuluh
rongga toraks atau dada. Dan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama
darah, pada aveolus inilah terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon
Dinding dada terdiri daripada iga dan otot-otot antara iga. Di bawah paru-paru,
terletaknya diafragma, yaitu lapisan otot tipis yang memisahkan rongga dada dari
mempunyai apeks (bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan
bronkial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian
hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih besar daripada paru kiri, paru
kanan dibagi menjadi tiga lobus dan paru kiri dibagi menjadi dua lobus.
segmen bronkusnya. Paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru kiri
dibagi menjadi 10 segmen. Paru kanan mempunyai 3 buah segmen pada lobus
inferior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 5 buah segmen pada lobus
superior. Paru kiri mempunyai 5 buah segmen pada lobus inferior dan 5 buah
segmen pada lobus superior. Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi
bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus
2011).
Paru sendiri memiliki kemampuan recoil, yakni kemampuan untuk
dihasilkan oleh sel alveolar tipe 2. Namun selain itu mengembang dan
mengempisnya paru juga sangat dibantu oleh otot – otot dinding thoraks dan otot
pernafasan lainnya, serta tekanan negatif yang teradapat di dalam cavum pleura
(Sherwood, 2011).
Keterangan gambar :
2. Posterior
3. Anterior
4. Lateral (lobus tengah paru kanan) , superior lingular (lobus atas paru
kiri) 5.Medial (lobus tengah paru kanan), superior lingular (lobus atas paru
kiri)
7. Medial basal
8. Anterior basal
9. Lateral basal
c. Cavum thorak
Karena paru memiliki fungsi yang sangat vital dan penting, maka cavum
thoraks ini memiliki dinding yang kuat untuk melindungi paru, terutama dari
trauma fisik. Cavum thoraks memiliki dinding yang kuat yang tersusun atas 12
dan otot – otot rongga dada. Otot – otot yang menempel di luar cavum thoraks
berfungsi untuk membantu respirasi dan alat gerak untuk extremitas superior
(Sherwood, 2011).
d. Pleura
yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru. Pleura parietal yaitu selaput
yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga
(cavum) yang disebut cavum pleura. Pada keadaan normal, cavum pleura ini
vakum (hampa udara) sehingga paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat
bernafas. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir,
peradangan, atau udara atau cairan masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan
paru tertekan
atau kolaps
(Pearce,
201
Keterangan :
1. Hilus
pars diafragmatik
3. Pleura viseral
4. Diafragma
5. Mediastinum
7. Fisiologi
a. Fisiologi pernapasan
Menurut Pearce (2011) fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan
oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas, oksigen masuk
melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan
darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan membran, yaitu membran
membran ini dan dipungut oleh haemoglobin sel darah merah dan di bawa ke
Darah
meninggalkan paru- paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini
hemoglobin 95% jenuh oksigen. Didalam paru-paru CO2, salah satu hasil
darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar
Keterangan :
Inspirasi
1. Udara masuk
2. Tulang rusuk
3. Tulang dada
4. Paru-paru
5. Diafragma
Ekspirasi
1. Udara keluar
2. Tulang rusuk
3. Tulang dada
4. Paru-paru
5. Diafragma
ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan
pengembangan paru dalam proses respirasi. Pengembangan paru terjadi bila kerja
otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi rekoil elastik (elastic recoil)
paru dan dinding dada sehingga terjadi proses respirasi. Jumlah cairan rongga
pleura diatur keseimbangan starling yang ditimbulkan oleh tekanan pleura dan
Keterangan :
1. Tulang rusuk
2. Efusi pleura
3. Rongga pleura
B. Problematika Fisioterapi
1. Impairment
2. Functional Limitation
3. Participation Restriction
terjadi adalah pasien mampu berinteraksi dengan baik di lingkungan rumah sakit
mengeluarkan udara yang belum ikut keluar melalui ritme pernafasan pasien.
memobilisasi sangkar thorax, meningkatkan kekuatan dan daya tahan serta efisiensi
g) Gerakan aktif + Hold Relax, untuk mengurangi nyeri pada sekitar incisi.
h) Segmental Deep Breathing , untuk menambah volume paru yang tidak normal.
1. Anamnesis
yang dibutuhkan dalam menentukan diagnosa dan terapi latihan yang akan
Pada kasus ini anamnesis yang dilakukan secara autoanamnesis. (Hudaya, 2012).
a. Anamnesis umum
1) N a m a : Tn. P (1967759)
2) U m u r : 56 Tahun
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) A g a m a : Islam
5) Pekerjaan : Supir
6) Alamat : Sambeng 1 RT 03 Poncosari, Srandakan,
Bantul, DIY
b. Anamnesis khusus
pasien, keluhan utama merupakan satu atau lebih dari gejala dominan yang
mendorong pasien untuk pergi mencari pertolongan. Keluhan utama pasien adalah
nyeri pada bagian yang terpasang selang WSD terutama ketika bersin maupun batuk,
tersebut timbul dan kejadian apa yang berhubungan dengan penyakit yang diderita
pasien saat ini. Dari pemeriksaan ini didapatkan data yaitu Pada tanggal 09
dipasang selang SWD dan telah mengeluarkan cairan sekitar 1,5 liter setelah
terpasang selang WSD pasien mengeluhkan nyeri pada sekitar yang terpasang WSD
Menanyakan kepada pasien tentang penyakit apa yang dahulu pernah diderita oleh
pasien. Dari pemeriksaan ini didapatkan data yaitu tanggal 27 Oktober 2019 pasien
demam tinggi dan dibawa ke klinik dan dinyatakan tensi tinggi. Tanggal 21
November 2019 pasien dibawa ke RS PKU dan dinyatakan gula darah tinggi, dan
terdapat banyak cairan diparu, kemudian pasien menjalani pengobatan diRS PKU
selam 6 hari tanpa dipasang WSD. Setelah 2 minggu pulang pasien masih merasakan
sesak nafas dan keudian dibawa ke RS Respira Bantul.
f. Riwayat pribadi
sehari – hari, hobi, keluarga, pekerjaan dan lain – lain. Dari pemeriksaan ini
diperoleh data bahwa pasien adalah perokok aktif namun sejak 13 tahun terakhir
atau dua batng per hari. Pasien sering terpapar angin malam ketika pulang kerja dan
psien sering tidur tanpa baju dan kipasan. Pasien bekerja sebagai supir selama 30
tahun.
g. Riwayat keluarga
pemeriksaan ini diperoleh data bahwa tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti
h. Anamnesis sistem
terjadi, misalnya:
b) Kardiovaskuler :
d) Gastrointestinalis :
e) Urogenitalis :
f) Muskuloskeletal :
g) Nervorum :
2. Pemeriksaan Fisik
c) Pernapasan : 22x/menit
d) Temperatur : 36oC
Data lain:
b. Inspeksi
1) Inspeksi statis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat dan mengamati pasien dalam
keadaan diam. Dari pemeriksaan ini didapatkan hasil WSD pada thorax bagian
kanan di ICS 5 dan terlihat mengeluarkan cairan kehijaun, terpasang infus pada
bagian kiri, terasang alat bantu oksigen (O 2 nasal), wajah pasien terlihat pucat, ujug-
ujung jari pasien pucat, clubbing finger (-), bentuk dada normal, bahu protraksi, bahu
kanan lebih tinggi, head forward.
2) Inspeksi dinamis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat dan mengamati pasien dalam
keadaan bergerak. Dari pemeriksaan ini didapatkan hasil ritme nafas cepat dan
pendek, pola pernafasan menggunakan pernafasan dada.
c. Palpasi
pasien, dengan meraba, menekan, dan memegang bagian tubuh pasien untuk
mengetahui nyeri tekan dan suhu. Diketahui hasil pergerakan sangkar thorax
asimetris, kanan tertinggal, vocal fremitus paru kanan sisi depan bagan tengah
dan bawah menurun, seluruh paru kanan sisi belakang menurun., posisi trakea
d. Perkusi
bagian organ tubuh. Dalam pemeriksaan ini didapatkan hasil terdengar suara
redu pada paru kanan sisi depan baian tengah danbawah, terdengar suara redup
e. Auskultasi
vesikuler pada paru kanan menurun. Terdengar suara ronchi pada seluruh paru
anan sisi belakang. Vesikuler pada paru dextra lobusapikal segmen anterior
a) Gerak Aktif :
Fleksi √ Fleksi √
dx/si
Ekstensi √ Ekstensi √
dx/si
Rotasi √ Abduksi √
dextra dx/si
Rotasi √ Adduksi √
sinistra dx/si
Side fleksi √
dextra
Side fleksi √
sinistra
b) Gerak Pasif
Fleksi √ √ Fleksi √
dx/si
Ekstens √ √ Ekstensi √
i dx/si
Side √ √ Abduks √
Fleksi i dx/si
dx/si
Rotasi √ √ Adduks √
dx/si i dx/si
dengan lingkungan dan bekerja sama dengan terapis. Dalam pemeriksaan yang
sembuh.
berhubungan dengan orang lain baik sebagai individu, keluarga dan masyarakat
keterangan bahwa pasien dapat berkomunikasi dengan baik terhadap terapis serta
a. Fungsional dasar
b. Fungsional aktivitas
defekasi dan berkemih atau toileting serta aktivitas yang dilakukan pasien
sehari – hari. Data yang dapat diambil dari pemeriksaan ini adalah pasien
mampu melakukan transver ambulasi tanpa disertai sesak napas, pasien mampu
menggeh-menggeh.
c. Lingkungan aktivitas
maupun di luar rumah. Data yang dapat diambil dari pemeriksaan ini adalah
memungkinkan pasien terpapar debu abses, selain itu pasien juga merupakan
5. Pemeriksaan Spesifik
Nyeri Diam 0 cm
6. Diagnosa Fisioterapi
ditemukan.
1) Impairment
Keterbatasan ekspansi sangkar thoraks (S43010), spasme otot-otot bantu
pernapasan (B4452), gangguan ventilasi.
2) Functional Limitation
Penurunan endurance
3) Participation Restriction
Pasien mampu berinteraksi dengan baik di lingkungan rumah sakit namun
terdapat keterbatasan aktivitas sosial di masyarakat karena pasien masih rawat inap
di RS Paru Respira Yogyakarta.
B. Pelaksanaan Fisioterapi
1. Tujuan Pelaksanaan Fisioterapi
diberikan meliputi:
2. Pelaksanaan Terapi
3. Edukasi
BAB IV
A. Kesimpulan
(SMI), Gerakan aktif + Hold Relax, Segmental Deep Breathing diperoleh hasil diperoleh
B. Saran
Pasien dengan kondisi efusi pleura masih perlu diberikan terapi yang tepat
Chris tanto, et al., (2014), Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media
Aeskulapius
Dhand, R.m Dolovich, M., Eng., P., Chipps, B., & Myers, T,R. 2014.The Role of
Nebulized Therapy in the Management of COPD: Evidence and The Role of
Nebulozed Therapy in the Management of COPD : Evidence and
Recommendations.
Fatma V, Michael R. 2012; Radiasi inframerah jauh (FIR): efek biologis dan
aplikasi medis. The Journal of Pho-tonik Laser Medicine (4): 255–266.
Irwin, Scott and Tecklin, Jan Stephen, 1990; Cardiopulmonary Physical Therapy,
second edition; CV Mosby Company, Missouri.
Jamaluddin, Kumar Rakesh, Medi MD, and Alam F, 2015, Study etiological and
clinical profile of pleural effusion in adilts; British Thoracic Society pleural
diseases guideline 2010, Thorax, 65 (suppl 2); ii4-ii17.
Light RW ed. Pleural Diseases, 5th ed. Ch. 1, Anatomy of the pleura. Tennessee:
Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 2–7.
Light RW ed. Pleural Diseases, 5th ed., Ch., 2, Physiology of the pleural space.,
Tennessee: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011, E-Jurnal FK USU, Vol. 1. No. 2.
Pearce C.Evelin. 20. Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis. Jakarta: PT
Gramedia.
Roggeri, A., Micheletto, C., & Roggeri, D. P. 2016. Inhalation Errors Due To
Device Switch In Patients With Chronic Obstructive Pulmonary Disease And
Asthma: Critical Health and Economic Issues. International Journal of COPD, 11,
597-602.
Saguil Aaron, Wyrick Kristen, and Hallgren John, 2014, Diagnostic approach to
pleural effusion, American Family Physician, Vol. 90, No. 2;99-104.
Sherwood, LZ., 2011. Anatomi Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Edisi 8
Jakarta:EGC, 595-677.58
Shohrati et al, 2012, Effect of Nebulized Morphine on Dyspnea of Mustard Gas
Exposed Patient : A Double-Blind Randomized Clinical Trial Study. Volume 202.
Article ID 610921. Hindawi Publishing Corporation Pulmonary Medicine.
Smeltzer, Bere. 2009, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2 Edisi 8,
EGC, Jakarta.
Surjanto E, Sutanto YS, Aphridasari J, dan Leonardo, 2014, Penyebab efus pleura
pada pasien rawat inap di rumah sakit, Jurnal Respirologi Indonesia, 34;102-108.
Rab, Tabrani, 2010, Ilmu Penyakit Paru, Jakarta; Trans Info Media.
Roberts, J.R Antonini, J.M., Clarke R.W., Yang, H.M., Barger, M.W., Ma, J.Y,
2014. Efect of age on respiratory defense mechanisms: pulmonary bacterial
clearance in Fischer 344 rats afer intratracheal instillation of Listeria
monocytogenes. Chest. 120:240–249.