Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap makhluk hidup memiliki alat untuk bernapas yang disesuaikan

dengan proses pernafasan makhluk hidup tersebut. Pada manusia, pernapasan

dijalankan oleh struktur-struktur yang membentuk sistem pernafasan. Sistem

ini membawa oksigen ke darah dan mengeluarkan karbondioksida serta uap

air dari tubuh (Saputra dan Dwisang, 2014).


Gangguan sistem pernapasan merupakan penyebab utama banyaknya

ukuran dan jumlah individu yang terkena penyakit di bagian organ pernapasan.

Salah satu penyakit gangguan sistem pernapasan pada manusia yaitu efusi

pleura. Setiap tahunnya di Amerika Serikat diperkirakan 1,5 juta orang

terdiagnosa efusi pleura (Rubins, 2013).

Menurut WHO (2008), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit

yang dapat mengancam jiwa. Secara geografis penyakit ini terdapat di seluruh

dunia, bahkan menjadi problema utama di negara – negara yang sedang

bekembang termasuk Indonesia. Di dunia dilaporkan sebanyak 320 kasus per

100.000 orang di negara industri, yang penyebaran etiologi berhubungan

dengan penyakitnya.

Menurut Depkes RI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari

penyakit infeksi saluran nafas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura

ini disebabkan oleh keterlambatan penderita untuk memeriksakan


2

kesehatannya sejak dini. Faktor resiko terjadinya efusi pleura diakibatkan

karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang kurang, lingkungan yang

padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta sarana prasarana

kesehatan yang kurang, dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang

kesehatan. Hasil penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan terdapat 136

penderita efusi pleura dengan prevalensi wanita 34,6% dan laki-laki 65,4%

(Tobing, 2013).

Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan

kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau

keduanya disebabkan oleh satu dari lima mekanisme yaitu peningkatan tekanan

pada kapiler sub pleura atau limfatik, peningkatan permeabilitas kapiler,

penurunan tekanan osmotik koloid darah peningkatan tekanan negative

intrapleura,kerusakan drainase limfatik ruang pleura. Penyebab efusi pleura

yang disebabkan infeksi yaitu tuberkulosis, pneumonitis, abses paru, perforasi

esophagus, abses subfrenik. Sedangkan untuk non infeksi disebabkan oleh

karsinoma paru, karsinoma pleura, karsinoma mediastinum, tumor ovarium,

bendungan jantung, gagal jantung, perikarditis konstriktiva, gagal hati, gagal

ginjal, hipotiroidisme, kilotoraks, emboli paru (Morton , 2012).

Kelebihan cairan dalam rongga pleura dapat secara langsung

menyebabkan gangguan pernafasan karena menghambat ekspansi paru pada

proses ventilasi. Gangguan pada proses ventilasi dapat mengakibatkan

gangguan pertukaran gas sehingga penderita akan mengalami sesak nafas.


3

Adanya timbunan cairan dapat mengakibatkan perasaan sakit karena

pergesekan (Nurarif, A. H, dan Kusuma, H, 2015).

Penanganan efusi pleura berfokus pada pemenuhan kebutuhan oksigen

yang maksimum. Oksigenasi yang maksimum difokuskan untuk mencapai

pertukaran gas yang adekuat, ventilasi yang adekuat, dan perfusi jaringan yang

adekuat (Dugdale, 2014). Evakuasi cairan dilakukan untuk menjamin ventilasi

dan pertukaran gas yang adekuat. Evakuasi cairan dilakukan melalui tindakan

medis seperti thoracentesis dan pemasangan chest tube ( Rubins, 2013).

Tindakan keperawatan juga berperan penting untuk menjamin ventilasi

dan perfusi yang adekuat. Beberapa tindakan keperawatan utama untuk

mengatasi masalah pernafasan pada pasien efusi pleura adalah pengkajian

berupa monitor status pernapasan meliputi frekuensi pernafasan, auskultasi

suara paru, monitor status mental, kesulitan bernafas, sianosis, dan saturasi

oksigen ( Wilkinson dan Ahren, 2005).

Berdasarkan fenomena diatas sehingga penulis tertarik mengambil judul

“Asuhan Keperawatan Pada Klien Efusi Pleura di RSU dr. Kanujoso

Djatiwibowo Balikpapan Kalimantan Timur”.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana asuhan

keperawatan pada klien dengan efusi pleura di RSU dr. Kanujoso Djatiwibowo

Balikpapan Tahun 2019?”


4

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan kasus keperawatan

medikal bedah dengan penyakit efusi pleura secara rinci dan mendalam

yang ditekankan pada aspek asuhan keperawatan pada klien dengan efusi

pleura di RSU dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Tahun 2019.


2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan proposal ini adalah:
a. Mengkaji pada klien dengan efusi pleura di RSU dr. Kanujoso

Djatiwibowo Balikpapan Tahun 2019 .


b. Menegakan diagnosis keperawatan pada klien dengan efusi pleura di

RSU dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Tahun 2019.


c. Menyusun perencanaan tindakan keperawatan pada klien dengan efusi

pleura di RSU dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Tahun 2019.


d. Melakukan Intervensi keperawatan pada klien dengan efusi pleura di

RSU dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Tahun 2019.


e. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan efusi pleura di

RSU dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penulisan proposal ini adalah:
1. Bagi Peneliti
Melalui kegiatan penelitian ini diharapkan peneliti memperoleh

pengalaman belajar di lapangan dan dapat meningkatkan pengetahuan

peneliti tentang asuhan keperawatan pada klien dengan efusi pleura yang

dilakukan di RSU dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Tahun 2019.

2. Bagi Tempat Penelitian


5

Hasil penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas asuhan

keperawatan pada pasien dengan efusi pleura di RSU dr. Kanujoso

Djatiwibowo Balikpapan Tahun 2019.

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam ilmu

keperawatan dan dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan

efusi pleura yang dirawat di rumah sakit, sehingga dapat mengurangi

bertambahnya angka kesakitan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi Efusi Pleura

Efusi pleura adalah cairan yang berlebih di dalam membrane berlapis

ganda yang mengelilingi paru-paru ( Irianto, 2015). Efusi pleura merupakan

suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, jika

kondisi ini dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitamya. Vena viseral

dan parietal, serta saluran getah bening. Jika terjadi penimbunan cairan

dalam rongga pleura maka keadaan ini disebut efusi pleura. Timbunan

cairan pada rongga pleura akan menyebabkan desakan (penekanan) pada

paru-paru. Pada kasus yang lebih berat akan menyebabkan atelectasis,

penekanan pada pembuluh vena besar, dan menurunya aliran pembuluh


6

darah balik jantung. Efusi pleura dapat mengakibatkan gangguan paru

terstriktif ( Arif Muttaqin, 2008).

2. Etiologi

Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan

kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau

keduanya, ini disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut: (Morton,

2012).

a. Peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik

b. Peningkatan permeabilitas kapiler

c. Penurunan tekanan osmotik koloid darah

d. Peningkatan tekanan negativ intrapleura

e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura

Penyebab efusi pleura :

1) Infeksi

a) Tuberkulosis

b) Pneumonitis

c) Abses paru

d) Perforasi esophagus

e) Abses sufrenik

2) Non infeksi

a) Karsinoma paru
7

b) Karsinoma pleura: primer, sekunder

c) Karsinoma mediastinum

d) Tumor ovarium

e) Bendungan jantung: gagal jantung, pericarditis konstriktiva

f) Gagal hati

g) Gagal ginjal

h) Hipotiroidisme

i) Kilotoraks

j) Emboli paru.

3. Klasifikasi
Klasifikasi efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu: (Morton, 2012).

a. Efusi pleura transudat

Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandkan bahwa membrane

pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh faktor

sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura seperti

(gagal jantung kongestif, atelektasis, sirosis, sindrom, nefrotik, dan

dialisis peritoneium.

b. Efusi pleura eksudat

Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang

rusak dan masuk ke dalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau

kedalam paru terdekat.


8

4. Manifestasi Klinik

a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena

pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila

cairan banyak, penderita akan sesak napas.

b. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan

nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril

(tuberkulosis), banyak keringat, batuk, banyak riak.

c. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi

penumpukan cairan pleura yang signifikan.

d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan

berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit

akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba

dan vokal), pada perkusi didapat daerah pekak, dalam keadaan

dudki permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis

Damoiseu).

e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup

timpani dibagian atas garis Ellis Damoiseu. Segitiga Grocco-

Rochfuzs, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong

mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati

vesikuler melemah dengan ronki.


9

f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura

(Sudoyo dkk, 2009) .

5. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada

keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam

keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambar sebagai filtrasi

melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan

tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial

kemudian melalui sel mesotelial masuk kerongga pleura. Selain itu

cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pada

umumnya, efusi karena penyakit pleura hamper mirip plasma (eksudat),

sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat

plasma (transudat). Klien dengan pleura normal dapat terjadi efusi

pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Saat jantung tidak

dapat memompakan darahnya secara maksimal keseluruh tubuh maka

akan terjadi bpeningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang

selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada

dalam pembuluh darah pada area tersebut menjadi bocor dan masuk

kedalam pleura ditambah adanya penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh

kelenjar limfe di pleura mengakibatkan pengumpulan cairan yang

abnormal/berlebihan. Luasefusi pleura yang mengancam volume paru,


10

sebagian akan bergantung pada kekuatan relative paru dan dinding dada.

Pada volume paru dalam bataspernafasan normal didinding dada

cenderung recoil keluar sementara paru-paru cenderung untuk recoil ke

dalam ( Somantri, 2012).

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura menurut (Nurarif dan Kusuma,

2015). adalah:
a. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena

peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga

dipsneu akan semakin meningkat pula.


b. Thorakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti

nyeri, dispneu dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu

dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika

jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya

baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.


c. Antibiotik
Pemberian antibiotic dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.

Antibiotik diberikan sesuaidengan hasil kultur kuman.


d. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat

(tetrasiklin, kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk

melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi

kembali.

7. Pemeriksaan Penunjang
11

a. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati

menghilangnya sudut kostrofenik. Bila cairan lebih 300ml, akan

tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat

pergeseran di mediatinum.
b. Ultrasonografi
c. Torakosintesis/fungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna,

biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea

aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga kedelapan. Didapati cairan

yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotorak), pus

(piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa

transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).


d. Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil

tahan asam untuk tuberkulosis, hitungsel darah merah dan putih,

pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase, protein),

analisis sitologiuntuk sel-sel malignan, dan PH.


e. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan (Nurarif dan Kusuma, 2015).

B. Konsep Masalah Keperawatan


1. Diagnosis Keperawatan
a. Definisi
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya

baik yang berlangsung aktual maupun potensial (Standar Diagnosis

Keperawatan Indonesia (SDKI), 2017).

b. Jenis
12

Jenis diagnosis keperawatan terdiri dari diagnosis keperawatan positif

dan negatif. Diagnosis kepeerawatan positif meliputi diagnosis

keperawatan promosi kesehatan, sedangkan diagnosis keperawatan

negative terdiri dari diagnosis keperawatan actual dan resiko (Standar

Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 2017).


1) Positif
Menunjukan bahwa klien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai

kondisi lebih sehat atau optimal.


a) Promosi Kesehatan
Menggambarkan adanyakeinginan dan motivasiklien untuk

meningkatkan kondisi kesehatannya ketingkat yang lebih baik atau

optimal.
2) Negatif
Menunjukan bahwa klien dalam kondisi sakit atau beresiko

mengalami kesakitan.
a) Aktual
Menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatan atau

proses kehidupannya yang menyebabkan klien mengalami masalah

kesehatan.
b) Resiko
Menggambarkan responklien terhadap kondisi kesehatan atau

proses kehidupannya yang menyebabkan klien beresiko

mengalami masalah kesehatan.

c. Komponen
Masing-masing komponen diagnosis diuraikan sebagai berikut: Standar

Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 2017).


1) Masalah (Problem)
13

Merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti

dari respon klien terhadap kondisi kesehatan atau proses

kehidupannya. Label diagnosis terdiri atas deskriptor atau penjelas

dan fokus diagnostik. Deskriptor merupakan pernyataan yang

menjelaskan bagaimana suatu fokus diagnosis terjadi.


2) Indikator Diagnostik
a) Penyebab (Etiologi) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi

perubahan status kesehatan.


b) Tanda (Sign) dan Gejala (Symptom). Tanda merupakan data

objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan prosedur diagnostik, sedangkan merupakan data

subyektif yang diperoleh dari hasil anamnesis yang dikelompokkan

menjadi :
Mayor : Tanda/gejala ditemukan sekitar 80% - 100% validasi

diagnosis
Minor : Tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan

dapat mendukung penegakan diagnosis.


c) Faktor risiko merupakan kondisi atau situasi yang dapat

meningkatkan kerentanan klien mengalami masalah kesehatan.

Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas

penyebab dan tanda/gejala. Pada diagnosis risiko tidak memiliki

penyebab dan tanda/gejala, hanya memiliki tanda/gejala yang

menunjukkan kesiapan klien untuk mencapai kondisi yang lebih

optimal.
14

2. Pathway

Peradangan pleura
- Gagal jantung kiri Permeabel membran Cairan protein dari
kapiler menigkat getah bening masuk
- Obstruksi vena - Penigkatan tekanan rongga pleura
Konsentrasi protein
cava superior kapiler cairan pleura
- Asites pada Sirosis sistemik/plumonal meningkat
hati - Penurunan tekanan Eksudat
Terdapat jaringan
-nekrotik
Dialisispada
peritonial koloid osmotik &
septa
pleura
- Obstruksi fraktus
urinarius - Penurunan tekanan
Kongesti pada
intra pleura
pembuluh limfe

Reabsorbsi cairan Gangguan tekanan


terganggu kapiler hidrostatik dan
koloid osmotik
intrapleura

Transudat

Penumpukan cairan
pada rongga pleura
Gangguan
Pertukaran Gas

Sesak Nafas
Ekspansi Paru Penekanan
Anoreksiapada Resiko tinggi terhadap
Drainase
abdomen tindakan drainase dada
15

Defisit Nutrisi Nyeri Akut

Pola Nafas Tidak Efektif


Insufiensi Oksigenasi

Gangguan
metabolisme O2 Suplai O2 menurun

Energi Berkurang Gangguan Rasa


Nyaman

Defisit Perawatan
Intoleransi Diri
Aktifitas

Bagan 2.1 Efusi Pleura

Sumber : Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC_NOC Edisi Revisi Jilid 1. Jogyakarta:

Medication. Dan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 2017.

3. Masalah keperawatan
16

Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi penderita Efusi Pleura

menurut Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015) dan Standar Diagnosis

Keperawatan Indonesia (SDKI), 2017 :

a. Pola Nafas Tidak Efektif.


1) Definisi Masalah
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
2) Batasan Karakteristik
a) Data Mayor
Subyektif
1. Dipsnea
Obyektif
1. Penggunaan otot bantu pernafasan.
2. Fase ekspirasi memanjang.
3. Pola nafas abnormal (misalnya takipnea, bradipnea,

hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes).


b) Data Minor
Subyektif
1. Ortopnea
Obyektif
1. Pernafasan pursed lip
2. Pernafasan cuping hidung
3. Diameter Thoraks anterior posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapitas vital menurun
6. Tekanan Ekspirasi menurun
7. Tekanan Inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
3) Kodisi Klinis Terkait
a) Depresi sistem saraf pusat
b) Cedera kepala
c) Trauma thoraks
d) Gullian barre syndrome
e) Sklerosis multiple
f) Myasthenia gravis
g) Stroke
h) Kuardriplegia
i) Intoksikasi alkohol
17

b. Gangguan Pertukaran Gas.

1) Definisi Masalah
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi

karbondioksida pada membran alveolus kapiler.


2) Batasan Karakteristik
a) Data Mayor
Subyektif
1. Dipsnea
Obyektif
1. PCO2 meningkat/ menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat / menurun
5. Bunyi nafas tambahan
b) Data Minor
Subyektif
1. Pusing
2. Penglihatan kabur
Obyektif
1. Sianosis
2. Diaoresis
3. Gelisah
4. Nafas cuping hidung
5. Pola nafas abnormal ( cepat/lambat, reguler atau ireguler, dalam/

dangkal )
6. Warna kulit abnormal (misalnya pucat, kebiruan )
7. Kesadaran menurun
3) Kondisi Klinis Terkait
a) Penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK )
b) Gagal jantung kongestif
c) Asma
d) Pneumonia
e) Tuberkulosis paru
f) Peyakit membran hialin
g) Asfiksia
h) Persistent pulmonary hypertension of newborn ( PPH )
i) Prematuritas
j) Infeksi saluran nafas
c. Nyeri Akut.
18

1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosioal yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat

dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3

bulan.
2) Batasan Karakteristik.
a) Data Mayor
Subyektif
1. Mengeluh nyeri
Obyektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
3. Gelisah
4. Sulit tidur
b) Data Minor
Subyektif
1. Tidak tersedia
Obyektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforeses
3) Kondisi Kinis Terkait
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) Infeksi
d) Sindrom coroner akut
e) Glaukoma

d. Defisit Nutrisi.

1) Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
2) Batasan Karakteristik
a) Data Mayor
Subyektif
19

1. Tidak ada
Obyektif

1. Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal


b) Data Minor
Subyektif
1. Cepat kenyang setelah makan
2. Keram atau nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun
Obyektif
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare
3) Kondisi Kinis Terkait
a. Strok
b. Parkinson
c. Mobius Sindrom
d. Cerebral palsi
e. Cleft lip
f. Celft palate
g. Amyotropic lateral sclerosis
h. Kerusakan Neuromusculer
i. Luka bakar
j. Kanker
k. Infeksi
l. AIDS
m. Penyakit crohn
n. Enterokolitis
o. Fibrosis Klistik

e. Gangguan Rasa Nyaman.


1) Definisi
Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik,

psiosporitual, lingkungan dan sosial.


20

2) Batasan Karakteristik
a) Data Mayor
Subyektif
1. Mengeluh tidak nyaman
Obyektif
1. Gelisah
b) Data Minor
Subyektif
1. Mengeluh sulit tidur
2. Tidak mampu rileks
3. Mengeluh kedinginan/ kepanasan
4. Merasa gatal
5. Mengeluh mual
6. Mengeluh lelah
Obyektif
1. Menunjukan gejala distres
2. Tampak merintih/meringis
3. Pola eliminasi berubah
4. Postur tubuh berubah
5. Iritabilitas
c) Kondisi Klinis Terkait
a) Penyakit Kronis
b) Keganasan
f. Intoleransi Aktivitas.
1) Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari.
2) Batasan Karakteristik
a) Data Mayor
Subyektif
1. Mengeluh lelah
Obyektif
1. Frekuensi jamtung meningkat lebih dari 20% dari kondisi

istirahat
b) Data Minor
Subyektif
1. Dyspenea/ setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Obyektif
1. Tekanan darah berubah lebih dari 20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/ setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukan iskemia
21

4. Sianosis
3) Kondisi Klinis Terkait
a) Anemia
b) Gagal jantung kongestif
c) Penyakit jantung koroner
d) Aritmia
e) Penyakit katup jantung
f) PPOK
g) Gangguan metabolik
h) Gangguan muskuloskeletal
g. Defisit Perawatan Diri.
1) Definisi
Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri.
2) Batasan Karakteristik
a) Data Mayor
Subyektif
1. Menolak melakukan perawatan diri
Obyektif
1. Tidak mampu mandi atau mengenakan pakaian/ makan ke toilet

berhias secara mandiri


2. Minat melakukan perawatan diri kurang
b) Data Minor
Subyektif
1. Tidak tersedia
Obyektif
1. Tidak tersedia
3) Kondisi Klinis Terkait
a) Stroke
b) Cedra medula spinalis
c) Depresi
d) Arthritis reumatoid
e) Retardasi mental
f) Delirium
g) Demensia gangguan amnestik
h) Skizofrenia dan gangguan psikotik
i) Demensia
f) Fungsi penilaian terganggu

C. Konsep Asuhan Keperawatan Efusi Pleura


1. Pengkajian
22

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan

mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui

berbagai permasalahan yang ada (Alimatul Aziz, 2009).

a. Data Subyektif

`` 1) Biodata

a) Nama

b) Umur: Pada efusi pleura dapat terjadi pada semua umur

c) Jenis Kelamin: Efusi pleura terjadi pada semua jenis kelamin, tetapi

lebih banyak terjadi pada laki-laki.


d)Status Ekonomi: Satitasi kesehatan yang kurang di tunjang

dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan

penderita TB Paru yang lain.

e) Kebiasaan (gaya hidup): Mempunyai kebiasaan hidup yang tidak

sehat seperti merokok, bersal dari keluarga perokok,dll.

f) Pekerjaan: Lingkungan pekerjaan penuh dengan kebiasaan

merokok, adanya asap rokok, polusi.

g) Agama
h) Pendidikan,
i) Alamat, No MR, dan diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Merupakan factor utama yang mendorong pasien untuk mencari

pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien efusi


23

pleura keluhan utama yang di rasakan adalah batuk, dan susah nafas

(sesak), rasa berat pada dada, nyeri pleurittik akibat iritasi pleura yang

bersiufat tajam dan terlokalisir terutama pada saat batuk dan bernafas

serta batuk non produktif. Biasanya gejala efusi pleura yang paling

sering dikeluhkan adalah dipsnea (Arif Muttaqin, 2008).

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya pada pasien dengan gangguan efusi pleura akan diawali

dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik,

rasa berat pada dada, berat badan menurun. Sesak yang karakternya

berubah membangkitkan kecurigaan terhadap efusi pleura. (Arif

Muttaqin, 2008).

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC

paru, pneumonia, gagal jantung, trauma, asites, dan sebagainya. Hal ini

diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya factor predisposisi

(Arif Muttaqin, 2008).


24

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita

penyakit-penyakit yang di sinyalir sebagai penyebab efusi pleura

seperti Ca Paru, asma, TB Paru, dan lain-lain (Arif Muttaqin, 2008).

6) Data Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, dan bagaimana cara

mengatasinya serta bagaimana prilaku pasien terhadap tindakan yang di

lakukan terhadapnya, dan pasien akan menghadapi banyak isu selama

perjalanan penyakit (Arif Muttaqin, 2008).

7) Data Spiritual

Kelemahan, dispneakarena aktivitas sehinggan klien mengalami

intensitas terhadap ibadah (Arif Muttaqin, 2008).

8) Pola-Pola Fungsi Kesehatan:

a) Pola aktivitas atau istirahat

Klien mengalami kelemahan, ketidakmampuan kebiasaan

rutin,dipsnea karena aktivitas. Untuk memenuhi kebutuhan ADL


25

sebagian kebutuhan pasien biasanya di bantu oleh perawat dan

keluarganya (Arif Muttaqin, 2008).

b) Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai

kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena biasanya

pada pasien efusi pleura keadaan umum pasien lemah, pasien akan

lebih banyak bedrest, sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain

akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan

peristaltik otot-otot tractus degestivus. Biasanya pada pasien efusi

pleura terjadi penurunan pemasukkan makanan, bahkan sampai

terjadi nafsu makan menurun (Arif Muttaqin, 2008).

c) Pola nutrisi dan metabolisme

Dalam pengkajian nutrisi dan metabolism kita perlu melakukan

pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status

nutrisi pasien. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum

sebelum dan sesudah MRS pasien dengan efusi pleura akan

mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan


26

penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metaboplisme akan

terjadi akibat (Arif Muttaqin, 2008).

d) Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi

dan akan cepat mengalami kelelahan pada aktifitas minimal. Di

samping itu pasien juga akan mengurangi aktifitasnya akibat adanya

nyeri dada (Arif Muttaqin, 2008).

e) Pola istirahat dan tidur

Karena adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh

akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan istirahat tidur

pada pasien dengan ganguan efusi pleura. (Arif Muttaqin, 2008).

f) Pola hubungan dan peran

Karena proses penyakitnya, pasien dengan gangguan efusi pleura

akan mengalami perubahan peran, baik peran dalam keluarga

maupun dalam lingkungannya. (Arif Muttaqin, 2008).


27

g) Pola persepsi dan konsep diri

Pada pasien dengan gangguan efusi pleura akan mengalami

perubahan persepsi pada dirinya, pasien yang tadinya sehat, tiba-

tiba mengalami sakit sesak nafas, nyeri dada, sebagai orang awam,

pasien mungkinakan beranggapan bahwa penyakitnya adalah

penyakit yang berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien

mungkin akan mengalami kehilangan gambaran positif terhadap

dirinya. (Arif Muttaqin, 2008).

g) Pola sensori dan kognitif

Akibat dari efusi pleura adalah penekana pada paru oleh cairan

sehingga menimbulkan rasa nyeri. Dan fungsi panca indra pasien

akan mengalami perubahan, demikian juga dengan proses

berfikirnya (Arif Muttaqin, 2008).

h) Pola reproduksi seksual

Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini akan terganggu untuk

sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi

fisik yang lemah (Arif Muttaqin, 2008).


28

i) Pola kopping

Dalam hal ini pasien akan mengalami stress karena belum

mengetahui proses penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak

bertanya pada perawat atau dokter yang merawatnya atau orang

yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakit yang sedang

dialaminya (Arif Muttaqin, 2008).

j) Pola tata nilai dan kepercayaan

Kehidupan beragam pasien dan kebiasaan pasien dalam beribadan

akan terganggu, karena proses penyakitnya (Arif Muttaqin, 2008).

b. Data Objektif

1) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum : pasien sesak, adanya pernapasan cupping hidung,

adanya retraksi intercostal.

b) Tingkat kesadaran : composmentis

c) TTV

RR : Lebih dari 24x/menit


29

N : Takikardia

S : Jika terdapat infeksi bias terjadi kenaikan suhu tubuh atau

hipertermia

TD : Bisa terjadi hipertensi

d) Mata

konjungtiva anemis

e) Hidung

sesak nafas dan adanya pernapasan cuping hidung (dipsnea)

f) Mulut dan bibir

Membrane mukosa sianosis (karena penurunan suplai oksigen ke

dalam paru)

g) Vena leher

Adanya distensi/bendungan.

h) Kulit

Sianosis secara umum (hipoksia)

i) Jari dan kuku

Clubbing finger (karena hipoksemia) (Arif Muttaqin, 2008).

2) Pemeriksaan dada (thorax)

a) Inspeksi

bentuk thorax Terlihat ekspansi dada simetris, terlihat sesak dan

penggunaan alat bantu nafas.

b) Palpasi
30

Terjadi penurunan fokal fremitus

c) Perkusi

Terdengar pekak, dan redup

d) Auskultasi

Egofoni, yaitu suara nafas yang serupa dengan suara ekspirasi tetapi

berada tinggi sekali, bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar

diatas bagian yang terkena (Arif Muttaqin, 2008).

3) Pemeriksaan abdomen

Ditemukan adanya nyeri tekan pada abdomen.

4) Pemeriksaan penunjang

a) X-Ray thorak

Pemeriksaan sinar X dada terdiri dari radiografi thorak, yang

memungkinkan perawat dan dokter mengobservasi lapang paru

untuk mendeteksi adnya cairan dalam paru.

b) Torasintesis

Mengambil cairan effusi dan untuk melihat cairannya serta dakah

bakteri dalam cairan tersebut.

c) Biopsi pleura

Jika penyebab effusi pleura adalah Ca untuk menunjukkan adanya

keganasan.

d) GDA
31

Variabel tergantung dari derajat fingsi paru yang dipengaruhi

gangguan mekanik pernafasan. Dan kemampuan mengkompensasi

PaCO2 kadang-kadang dalam meningkat PaO2 mungkin normal atau

menurun, saturasi O2 biasanya menurun.

e) Bronkoskopi

Pemeriksaan visual pada pohon trakeobronkeal melalui bronkoskopi

serat optik yang fleksibel, dan sempit untk memperoleh sample

biopsi dan cairan atau sample seputum dan untuk mengangkat plek

lendir atau benda asing yang menghambat jalan nafas (Arif

Muttaqin, 2008).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus-

kapiler.

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.

d. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme.

e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen.
32

g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan. (Standar Diagnosis

Keperawatan Indonesia (SDKI), 2017).

3. Intervensi Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan.

1) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama . . . x . . . jam

diharapkan pola nafas pasien efektif.


2) Kriteria hasil:
a) Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,irama nafas,

frekuensipernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal).


b) Tanda-tanda vital dalam rentang normal ( tekanan darah, nadi, pernafasan).
3) Intervensi:

a) Lakukan Bina hubungan saling percaya.

Rasional: Meningkatkan kerjasama dengan klien dan keluarga sehingga

memudahkan dalam pemberian asuhan keperawatan.

b) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan.


Rasional : Dengan mengkaji pernafasan,kita dapat tahu sejauh mana

perubahan kondisi pasien dan mengidentifikasi penyebab, kita dapat

menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan.


c) Monitor tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi suhu, dan respirasi. .
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan medikasi adanya

penurunan fungsi paru dan untuk mengetahui tanda-tanda vital klien dalam

batas normal atau tidak.


d) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi misalnya posisi semi

fowler.
33

Rasional : memudahkan pertukaran gas agar tidak mengalami kesusahan

pada pola nafas dan untuk membantu pengembangan rongga dada secara

maksimal.
e) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk,penekanan otot-otot

dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.


f) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan

mencegah terjadinya sianosis dan pemberian obat-obatan membantu

proses penyembuhan.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus-

kapiler.

1) Tujuan: Setelah dilaksakan tindakan asuhan keperawatan selama . . . x . . . jam

diharapkan pertukaran gas dalam alveoli adekuat.


2) Kriteria hasil:
a) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasidan oksigenasi yang adekuat.
b) Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda distres pernafasan.
c) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada

sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas

dengan mudah, tidak ada pursed lips.


d) Tanda-tandavital dalam rentang normal.
3) Intervensi:
a) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan.
Rasional : Dengan mengkaji pernafasan,kita dapat tahu sejauh mana

perubahan kondisi pasien dan mengidentifikasi penyebab, kita dapat

menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan.


b) Monitor respirasi dan status O2.
34

Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan medikasi adanya

penurunan fungsi paru .


c) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi misalnya posisi semi

fowler.
Rasional : memudahkan pertukaran gas agar tidak mengalami kesusahan

pada pola nafas dan untuk membantu pengembangan rongga dada secara

maksimal.
d) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk,penekanan otot-otot

dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.


e) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan

mencegah terjadinya sianosis dan pemberian obat-obatan membantu

proses penyembuhan.

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.

1) Tujuan: Setelah dilaksakan tindakan asuhan keperawatan selama . . . x . . . jam

diharapkan nyeri dada klien hilang.

2) Kriteria hasil:

a) Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).

b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri.
35

c) Mampu mengenali skala nyeri.

d) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

3) Intervensi:
a)Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.


Rasional : Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri dan mengetahui

seberapa nyeri yang dirasakan klien.

b) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Rasional : Membantu menentukan intervensi selanjutnya dan mengetahui

seberapa nyeri yang dirasakan pasien.


c) Lakukan penanganan nyeri dengan tehknik non farmakologi yaitu dengan

mengajarkan latihan nafas dalam.


Rasional : Untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri.
d) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian analgetik
Rasional : Untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri

d. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme.

1) Tujuan: Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan selama . . .x. . . jam

kebutuhan nutrisi terpenuhi.

2) Kriteria hasil:

a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

b) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan


36

c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

d) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

3) Intervensi:
a) Kaji adanya alergi makanan
Rasional: Untuk mengatur menu sesuai kebutuhan pasien
b) Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional: Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan

berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.


c) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Rasional: menambah pemahaman pasien terkait kebutuhan nutrisinya
d) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi

yang dibutuhkan klien.


Rasional: Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori dan nutrisi yang

sesuai dengan peningkatan berat bada pasien.

e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit.

1) Tujuan: Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan selama . . . x . . . jam

diharapkan klien dapat mempertahankan tingkat kenyamanan selama

perawatan.

2) Kriteria hasil:

a) Mampu mengontrol kecemasan

b) Status lingkungan yang nyaman

c) Mengontrol nyeri
37

d) Kontrol gejala

e) Status kenyamanan meningkat

3) Intervensi:
a) Gunakan pendekatan yang menyenangkan
Rasional: Sebagai dasar dalam menyusun rencana intervensi keperawatan.
b) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan klien selama prosedur
Rasional: Memberikan rasa nyaman pada klien dan menentukan intervensi

selanjutnya.
c) Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi latihan nafas dalam
Rasional: memberikan rasa rileks pada klien
d) Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi kecemasan
Rasional : Membantu proses penyembuhan dan mengurangi kecemasan

klien.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen.

1) Tujuan: Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan selama . . . x . . . jam

diharapkan diharapkan klien dapat melakukan aktivitas dengan baik.

2) Kriteria hasil:
a) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan

darah nadi dan respirasi.


b) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
c) Tanda-tanda vital normal.
d) Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat.
3) Intervensi:
a) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
Rasional : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan

pilihan intervensi.
38

b) Bantu pasien untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan

kemampuan fisik.
Rasional : Agar klien tidak terlalu lelah dalam melakukan aktifitas.
c) Bantu klien untuk mendapatkan alat bantu aktivitas seperti kursi roda, krek
Rasional : Memudahkan klien untuk melakukan aktivitas
4. Tingkatkan aktifitas klien secara bertahap.
Rasional : mengurangi imobilisasi dan meningkatkan tonus otot.

g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.

1) Tujuan: Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan selama . . . x. . .. jam

personal hygiene klien terjaga.

2) Kriteria hasil:

a) Mampu melakukan tugas fisik yang paling mendasar dan aktivitas pribadi

secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu.

b) Mampu mempertahankan kebersihan pribadi dan penampilan yang rapi

secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu.

3) Intervensi:
a) Pantau tingkat kekuatan dan toleransi aktivitas pasien dalam melakukan

personal hygine.
Rasional:Mengetahui kemampuan pasien melakukan personal hygine dan

menentukan intervensi selanjutnya oleh perawat.


b) Pantau peningkatan dan penurunan kemampuan pasien untuk melakukan

personal hygine.
39

Rasional: Mengetahui kegiatan personal hygine apa yang telah mampu

dilakukan klien.
c) Bantu pasien dalam melakukan perawatan diri
Rasional : Memenuhi kebutuhan personal hygine pasien
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015).

Anda mungkin juga menyukai