Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.W DENGAN


PLEURA EFUSI : GANGGUAN POLA NAFAS DI RUANGAN
ICU RUMAH SAKIT YARSI SUMBAR PAYAKUMBUH
TAHUN 2022

OLEH :

WAHYU DWI PUTRA Z

1920144010113

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
YARSI SUMBAR BUKITTINGGI
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gangguan saluran pernapasan mempunyai berbagai penyebab secara umum
berdasarkan patofisiologi dan gambaran klinis, ada empat masalah gangguan pada
saluran pernapasan yaitu: adanya sumbatan (obstruksi) aliran udara pada saluran napas,
terjadi gangguan atau disfungsi pada alveolus, adanya keterbatasan kapasitas dan
pengembangan paru serta terjadinya kegagalan pernapasan. Keterbatasan aliran udara
merupakan tanda khas dan sering kali menyebabkan timbulnya gejala-gejala seperti
batuk dengan dahak, dyspnea, breath sound (napas bunyi), hiperinflasi dan nyeri dada.
(Taqiyah & Mohamad, 2013).
Efusi pleura merupakan penimbunan cairan dalam rongga pleura (rongga yang
terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada) timbunan cairan
dalam rongga pleura akan menyebabkan desakan (penakanan) paru-paru, atelektasis,
penekanan pembuluh vena besar, dan menurunnya aliran darah balik jantung, dan dapat
terjadi akibat beberapa penyakit atau suatu trauma. (Taqiyyah & Mohammad 2013).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2011 memperkirakan jumlah kasus efusi pluera di
seluruh dunia cukup tinggi menduduki urutan ke tiga setelah kanker paru sekitar 10-15
juta dengan 100-250 ribu kematian tiap tahunnya. Efusi pleura suatu disease entity dan
merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita.
Tingkat kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan
pembentukan cairan dan tingkat penekanan paru. (Pratama, 2012). Secara geografis
penyakit ini terdapat diseluruh dunia bahkan menjadi problema utama dinegara-negara
yang sedang berkembang termasuk indonesia.
Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000
orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi pleura
terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri. Sementara di
Negara berkembang seperti indonesia diakibatkan, oleh infeksi tubercolusis. (Verawati,
2015). Prevalensi efusi pleura di Indonesia mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran
napas lainnya (Depkes RI, 2006). Insiden efusi pleura yang tinggi terdapat pada beberapa
data di rumah sakit Indonesia. Penelitian yang di lakukan di RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tahun 2008-2009 mendapatkan penderita efusi pleura sebanyak 193 orang
(Putri, 2010). Hasil penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011 terdapat
136 penderita efusi pleura dengan tuberkulosis paru sebagai penyebab terbanyak (44.1
%) (Tobing, 2013), sedangkan penelitian lain di RS Persahabatan Jakarta pada tahun
2012 ditemukan 119 penderita dengan keganasan merupakan penyebab utama diikuti
oleh tuberkulosis serta penyakit ekstrapulmonal lainnya (Khairani, 2012).
Berdasarkan data yang ada penyakit efusi pleura dengan masalah ketidakefektifan
pola nafas memerlukan tindakan keperawatan managemen jalan nafas, monitor
pernafasan, memberikan posisi kepala lebih tinggi dari kepala/semi fowler untuk
mempermudah fungsi pernapasan dengan adanya gravitasi, peningkatan pemberian
oksigenasi. Dan menurut hasil penelitian pada bulan januari 2018 di provinsi riau. Hasil
penelitian disimpulkan bahwa tindakan posisi low fowler, posisi semi fowler dan posisi
standar fowler berpengaruh terhadap ketidakefektifan pola nafas. (Kushariyadi, 2010).
Peran perawat masih sangat diperlukan dalam membantu klien untuk fase pemulihan,
karena peran perawat yaitu sebagai pelaksana pelayanan keperawatan, dalam fase ini
perawat harus terdapat pelayanan sesuai kriteria dalam standar praktik mengikuti kode
etik dan perawat harus profesional dalam melayani kebutuhan dasar seseorang yang
mengalami efusi pleura dapat terpenuhi dalam standar praktik, mengikuti kode etik dan
perawat harus profesional dalam melayani kebutuhan dasar seseorang yang mengalami
efusi pleura dapat terpenuhi. (Ferderika, 2009).
Penatalaksanaan untuk pengobatan efusi pleura pemasangan water-seal drainage,
pemberian obat pleurodesis, thorakosentesis, obat antibiotik, obat nyeri, pemberian obat
lainnya sesuai dengan diagnosa yang didapat memposisikan semi fowler, Tirah baring,
nafas dalam dan batuk efektif. ( Ketut. & Brigita, 2019). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Heidari (2012) yang menyatakan bahwa 78,4% dari pasien yang
mengalami efusi pleura mengalami batuk, 71,4% nyeri dada, dan 65,3% dypsnoe.
Menurut khairani 2012 pasien dengan efusi pleura datang dengan keluhan sesak nafas,
nyeri dada, demam dan batuk.
Berdasarkan fenomena diatas penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang
penyakit gangguan sistem pernafasan khususnya efusi pleura dalam sebuah Karya Tulis
Ilmiah (KTI) yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.W Dengan Efusi Pleura :
Pola Nafas Di Ruang ICU Rumah Sakit Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2022”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah peneliti ini adalah
“Asuhan Keperawatan Pada Tn.W Dengan Pleura Efusi : Gangguan Pola Nafas Di
Ruangan ICU Rumah Sakit Yarsi Payakumbuh Tahun 2022”
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan asuhan kep erawatan secara
langsung dan komprehensif pada Tn.W Dengan Pleura Efusi : Gangguan Pola Nafas Di
Ruangan ICU Rumah Sakit Yarsi Payakumbuh Tahun 2022
b. Tujuan Khusus
1. Melaksanakan pengkajian pada Tn.W Dengan Pleura Efusi : Gangguan Pola
Nafas Di Ruangan ICU Rumah Sakit Yarsi Payakumbuh Tahun 2022
2. Menyusun analisa data dan menetapkan diagnosa keperawatan menurut SDKI
pada Tn.W Dengan Pleura Efusi : Gangguan Pola Nafas Di Ruangan ICU Rumah
Sakit Yarsi Payakumbuh Tahun 2022
3. Menyusun rencana tindakan keperawatan dan luaran keperawatan menurut SLKI
SIKI pada Tn.W Dengan Pleura Efusi : Gangguan Pola Nafas Di Ruangan ICU
Rumah Sakit Yarsi Payakumbuh Tahun 2022
4. Mengaplikasikan Implementasi keperawatan pada Tn.W Dengan Pleura Efusi :
Gangguan Pola Nafas Di Ruangan ICU Rumah Sakit Yarsi Payakumbuh Tahun
2022
5. Melakukan evaluasi pada Tn.W Dengan Pleura Efusi : Gangguan Pola Nafas Di
Ruangan ICU Rumah Sakit Yarsi Payakumbuh Tahun 2022
6. Melakukan dokumentasi pada Tn.W Dengan Pleura Efusi : Gangguan Pola Nafas
Di Ruangan ICU Rumah Sakit Yarsi Payakumbuh Tahun 2022
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat dijadikan sebagai penambah wawasan dan pengetahuan
peneliti saat melakukan penelitian khususnya penelitian di bidang keperawatan.
2. Bagi institusi
Diharapkan dapat digunakan sebagai masukan tindakan keperawatan untuk
meningkatkan pelayanan keperawatan diruangan perawatan.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai wawasan dan masukan bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat khususnya tim program kunjungan rumah
(homecare) atau pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat (Puskesmas).
4. Untuk Pihat Yang Terkait
Baik lintas program maupun lintas sektoral diharapkan laporan hasil kegiatan
ini dapat dijadikan bahan maupun data untuk menyusun kebijakan dan program
kerja dibidang kesehatan dimasa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. KONSEP EFUSI PLEURA
1. Pengertian

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan berlebih didalam rongga pleura,


rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru
dan rongga dada. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul didalam rongga pleura
adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan mengandung kolestrol tinggi,
hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada.
Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi
permukaan pleura. (Irianto, 2015).

Hal ini merupakan adanya penumpukan cairan di ruang pleura. Penyakit ini
sering terjadi karena proses sekunder dari adanya penyakit lain, efusi dapat berupa
cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah
atau pus. (Ketut & Brigitta, 2019). Penyakit ini merupakan adanya cairan berlebih di
dalam rongga pleura, cairannya dapat berupa darah, cairan jernih dan pus, yang
terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada. Hal ini sering
terjadi karena proses sekunder dari adanya penyakit lain dan cedera di dada, dan
penyakit ini bisa membuat terganggunya proses pernafasan.

Menurut World Health Organization (WHO), kanker paru-paru merupakan


penyebab utama kematian didalam kelompok kanker baik pada pria ataupun wanita.
Sebagian besar kanker diparu-paru berasal dari sel-sel yang di dalam paru-paru, atau
bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lain yang menyebar ke paru-paru(Suryo,
2010). Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis atau lesi
primer. Kebanyakan tumor ganas primer dari sistem pernapasan bawah bersifat
epithelial dan berasal dari mukosa percabangan bronkhus (Muttaqin, 2008). Kanker
paru atau karsinoma bronkogenik yangmerupakan tumor ganas primer system mukosa
pernapasan bagian bawah yang bersifat epithelial dan berasal dari mukosa
percabangan bronkus (Nanda.2015 ).
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Paru

Gambar anatomi paru 2.1


Paru-Paru merupakan alat pernapasan utama.Paru-paru mengisi rongga dada.
Terletak disebelah kanan dan kiri dan tengah dipisahkan oleh jantung beserta
pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam
mediastinum .Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks
(puncak) diatas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam dasar
leher.Pangkal paru-paru duduk di atas landai rongga toraks, diatas diafragma.
Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan
dalam yang memuat tampak paru-paru, sisi belakang yang menyentuh tulang
belakang, dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung.
Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa
dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli.Terdapat juga suatu
sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk
dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin.
1) Pleura
Setiap paru-paru dilapisi membran serosa rangkap dua yaitu ; Pleura viseralis
erat melapisi paru-paru, masuk ke dalam fisura, dan dengan demikian
memisahkan lobus satu dari yang lain, membran ini kemudian dilipat kembali di
sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura parietalis, dan melapisi bagian
dalam dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura kostalis, bagian
yang menutupi diafragma ialah pleura diafragmatika, dan bagian yang terletak di
leher ialah pleura servikalis. Pleura diperkuat oleh membran yang kuat bernama
membran suprapleuralis dan di atas membran ini terletak arteri subklavia.
Diantara kedua lapisan pleura itu terdapat eksudat untuk meminyaki
permukaannya dan menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada
yang sewaktu bernapas bergerak. Dalam keadaan sehat kedua lapisan satu dengan
yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu hanyalah ruang yang
tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan memisahkan
kedua pleura itu dan ruang di antaranya menjadi jelas. (Evelyn, 2010).
2) Anatomi sistem pernafasan antara Lain :
1) Saluran pernafasan bagian atas:
a) Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung.Lendir disekresi secara
terus menerus oleh sel – sel goblet yang melapisi permukaan mukosa
hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.Hidung
berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan
udara yang dihirup ke dalam paru – paru.
b) Faring
Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga
mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring,
dan laringofaring. Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada
traktus respiratoriun dan digestif.
c) Laring
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan
trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya
lokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda
asing dan memudahkan batuk.
2. Saluran pernafasan bagian bawah:
a) Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda
yang panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang
menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina
memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk
yang kuat jika dirangsang.
b) Bronkus
Terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri.Broncus kanan lebih
pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir
vertikal.Bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan
kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam.Cabang utama
bronchus kanan dan kiri bercabang menjadi bronchus lobaris kemudian
bronchus segmentaliis.Bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh sel – sel yang
permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut silia, yang
berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru
menuju laring.
c) Bronkiolus
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang
tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian
menjadi bronkiolus respiratori yang menjadi saluran transisional antara
jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
d) Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli.Terdapat tiga jenis sel – sel
alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding
alveolar.Sel alveolar tipe II sel – sel yang aktif secara metabolik,
mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan
mencegah alveolar agar tidak kolaps.Sel alveolar tipe III adalah makrofag
yang merupakan sel – sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing
dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting.
e) Alveoulus
Struktur anatomi yang memiliki bentuk yang berongga.Terdapat pada
parenkim paru-paru, yangmerupakan ujung dari pernapasan, dimana kedua
sisi merupakan tempat pertukaran darah. f) Paru-paru Merupakan alat tubuh
yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelombung hawa, alveoli).
3) Fisiologi Sistem Pernafasan antara lain :
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernafasan melalui par-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronchial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris (Pearce. C. E, 2009). Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen
dipindahkan dari udara ke dalam jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke
udara ekspirasi dapat dibagi menjadi 3 stadium.
Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam
dan keluar paru-paru. Stadium kedua adalah transportasi, yang terdiri dari
beberapa aspek :
1) Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan
antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.
2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar.
3) Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah.
Stadium terakhir adalah respirasi sel atau respirasi interna, yaitu pada saat
metabolik dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai
sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru. Jumlah udara
yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali bernapas disebut volume tidal
yaitu sekitar 500 ml. Kapasitas vital paru-paru, yaitu jumlah udara maksimal
yang dapat diekspirasi sesudah inspirasi maksimal sekitar 4500 ml. Volume
residu, yaitu jumlah udara yang tertinggal dalam paru-paru sesudah ekspirasi
maksimal sekitar 1500 ml (Price & Wilson, 2005). Di dalam paru-paru, karbon
dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler-
kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea,
dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau


pernapasan eksterna :
1) Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
2) Arus darah melalui paru – paru.
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat
dapat mencapai semua bagian tubuh.
4) Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler
CO2 lebih mudah berdifusi dari pada oksigen. Semua proses ini diatur
sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat
CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru
membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2. Jumlah CO2 itu tidak
dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini
merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan
dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan
memungut lebih banyak O2. Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah
yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin)
mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak
sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk
memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya,
yaitu karbon dioksida. Perubahan-perubahan berikut terjadi pada komposisi udara
dalam alveoli, yang disebabkan pernapasan eksterna dan pernapasan interna atau
pernapasan jarigan. Udara (atmosfer) yang di hirup:
Nitrogen ..................................................................... 79 %
Oksigen ...................................................................... 20 %
Karbon dioksida ....................................................... 0-0,4 %
Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer Udara
yang diembuskan:
Nitrogen....................................................................... 79 %
Oksigen....................................................................... 16 %
Karbon dioksida ........................................................ 4-0,4 %
Daya muat udara oleh paru-paru. Besar daya muat udara oleh paru-paru ialah
4.500 ml sampai 5000 ml atau 41/2 sampai 5 liter udara. Hanya sebagian kecil
dari udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut (tidal air),
yaitu yang di hirup masuk dan dihembuskan keluar pada pernapasan biasa dengan
tenang. Kapasitas vital, volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-
paru pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas vital paru-paru.
Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seoranng laki-laki, normal 4-5 liter dan
pada seorang perempuan, 3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-
paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru) dan kelemahan
otot pernapasan (Pearce. C. E, 2009).
3. Etiologi
Efusi pleura di sebabkan oleh :
a. Hambatan rearbsorpsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti
pada dekompresi kordis, penyakit ginjal, tumor medastinum, sindroma meig
(tumor ovarium) dan sindrima kava superior.
b. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkolosis, pneumonia,
virus). Bronkiektasisi, abses amuba yang menembus ke rongga pleura, karena
tumor yang menyebabkan masuknya cairan berdarah dan trauma. Di Indonesia 80
% diakibatkan oleh tuberkolosis.

Efusi pleura Menurut (Marton, 2012) adalah akumulasi cairan pleura akibat
peningkatan kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan
atau keduanya, ini disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut :
1. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
2. Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4. Peningkatan tekanan negative intrapleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura Penyebab efusi pleura : Infeksi :
tuberculosis,pneumonitis,abses paru perforasi esophagus dan abses subfrenik. Noninfeksi
: karsinoma paru,karsinoma pleura : primer dan sekunder,karsinoma mediastinum,tumor
ovarium,bendungan jantung : gagal jantung,perikarditis konstriktiva,gagal hati,gagal
ginjal,hipotiroidisme,kilotoraks dan emboli paru.
4. Klasifikasi
a. Efusi transudatif
Karakteristik transudat adalah rendahnya konsentrasi protein dan molekul
besar lainnya, terjadi akibat kerusakan/perubahan faktorfaktor sistemik yang
berhubungan dengan pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Penyebab
utama biasanya gagal jantung ventrikel kiri dan sirosis hati, penyebab lainnya
diantaranya sindrom nefrotik, hidronefrosis, dialisis peritoneal, efusi pleura
maligna ( atelektasis pada obstruksi bronkial atau limfatik).
b. Efusi eksudatif
Karakteristik eksudat kandungan protein lebih tinggi dibandingkan transudat.
Hal ini karena perubahan faktor lokal sehingga pembentukan dan penyerapan
cairan pleura tidak seimbang. Penyebab utama, yaitu pneumonia bakteri,
keganasan ( ca paru, mamae,limfoma, ovarium), infeksi virus dan emboli paru.
Selain itu juga disebabkan oleh abses intraabdomen, hernia diafragmatika,
sfingter esofagus bawah, trauma, kilotoraks (trauma,tumor mediastinum), uremia,
radiasi, hemotoraks (trauma), tumor, efusi pleura maligna dan paramaligna.
(Aesculapius, 2014).
5. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura.Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lmbat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial
submesotelial,kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.Selain
itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Proses penumpukan
cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan.Bila proses radang
oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,sehingga terjadi
empiema/piotorak.Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotorak.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat,terjadinya karena penyakit lain bukan
primer paru seperti gagal jantung kongestif,sirosis hati,sindroma nefrotik,dialisis
peritoneum, ,perikarditis kontriktiva,keganasan,atelektasis paru dan pneumotorak.
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas
kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi
bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura.Penyebab
pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis
dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.sebab lain seperti
parapneumonia parasit (amoeba, paragonimiosis, ekinokkokus), jamur, pneumonia
atipik, keganasan paru, proses immunogolik seperti pleura lupus, pleuritis rematoid,
sarkoidosis, radang sebab lain seperti : pankreatitis, absestosis, pleuritis uremia, dan
akibat dehidrasi.
6. WOC

Peradangan pleura

Penumpukan cairan pada


rongga pleura

Penekanan pada Drainase


abdomen
Gangguan pertukaran gas

anoreksia Resiko tinggi terhadap


tindakan drainase dada

Ekspansi paru

Ketidakseimbangan Nyeri resiko infeksi


nutrisi kurang dari
Sesak nafas kebutuhan tubuh

Ketidakefektifan pola Insufisiensi oksigenasi


nafas

Gangguan metabolisme Suplai O2 menurun


O2

Gangguan rasa nyaman


Energi berkurang

Intoleransi aktifitas Defisit perawatan diri Gangguan pola tidur

Bagan 2.1. Patofisiologi Efusi Pleura, ( Nanda,2015).


7. Manifestasi Klinis
Efusi pleura beberapa gejalanya disebabkan oleh penyakit dasar pneumonia akan
menyebabkan demam, mengigil, dan nyeri dada pleuritik.Efusi maligna dapat mengakibatkan
dispneu dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala.
a. Efusi luas : sesak napas, bunyi pekak atau datar pada saat perkusi

di atas area yang terisi cairan, bunyi napas minimal atau tak

terdengar dan pergeseran trakea menjauhi tempat yang sakit.

b. Efusi ringan sampai sedang : dispneu bisa tidak terjadi. (Ketut &

Brigitta, 2019).

Sedangkan menurut (Nanda, 2015) ciri-ciri efusi pleura sebagai berikut :


a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak nafas.
b. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam,menggigil,dan nyeri dada
pleuritis(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosis), banyak
keringat,batuk,banyak riak.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernafasan,fremitus melemah (raba dan vocal),pada perkusi didapati daerah pekak,dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu.Segitiga GroccoRochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronkhi.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
8. Komplikasi
a. Fibrothoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis akibat efusi
pleura tidak ditangani dengan drainase yang baik. Jika fibrothoraks meluas dapat
menimbulkan hambatan yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya.
Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran
pleura tersebut.
b. Atelektasis
Pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat
efusi pleura disebut juga atelektasis.
c. Fibrosis
Pada fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
lanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura,
atelektasis yang berkepanjangan dapat mengakibatkan penggantian jaringan baru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
9. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologik ( Rontgen Dada )
b) Ultrasonografi
c) Pungsi pleura
(torakosentesis) dan analisis cairan pleura - Makroskopik: transudat (jernih,agak
kuning), eksudat ( warna lebih gelap,keruh), emplema (opak,kental), efusi kaya
kolestrol (berkilau),chylous (susu). - Mikroskopik: leukosit
10. Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan radiologik (rontgen dada). Pada foto toraks postero anterior posis
tegak maka akan di jumpai gambaran sudut kostofenikus yang tumpul baik dilihat
dari depan maupun dari samping. Dengan jumlah yang besar, cairan yang
mengalir bebas akan menampakkan gambaran mniscuss sign dari foto toraks
postero anterior (Roberts Jr et all, 2014).
b) Ultrasonorgafi dada. USG toraks dapat mengintifikasi efusi yang terlokalisir,
membedakan cairan dari pelebaran pleura dan dapat membedakan lesi paru antara
yang padat dan yang cair (Roberts Jr et all, 2014).
c) Torakosentesisi/ pungsi pleura. Efusi pleura di katakan ganas jika pada
pemeriksaan sitologi cairan pleura di temukan sel-sel keganasan (Liu Y H et all,
2010).
d) Biopsi pleura. Biopsi jarum Abram hanya bermakna jika di lakukan didaerah
dengan tingkat kejadian tuberkolosis yang tinggi. Walaupun torakoskopi dan
biopsi jarum dengan tuntunan CT scan dapat di laukan untuk hasil diagnostik
yang lebih akurat (Havelock T et al, 2010).
11. Penatalaksanaan Medis
(Wuryanto, 2016)
a. WSD
WSD (water seal drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti
nyeri, dispneau dan lina-lain, maka cairan efusi sebanyak 1- 1,2 liter perlu di
keluarkan sesegra mungkin untuk mencegah terjadinya edema paru, jika jumlah
cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya dilakukan 1 jam
kemudian.
b. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu
akan semakin meningkat pula.
c. Thorakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti
nyeri,dispneu,dan lain-lain.Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru.Jika jumlah cairan efusi lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian.
d. Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya
infeksi.Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman.
e. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain,diberikan obat
(tetrasiklin,kalk dan biomisin)melalui selang interkostalis untuk melekatkan
kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali.
B. KONSEP KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS
1. Pengertian
Ketidakefektifan pola nafas adalah ketidakmampuan proses sistem pernafasan;
inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat. (Wilkinson, & Ahern,
2013).
2. Etiologi Gangguan Pola Nafas Pada Efusi Pleura
a. Hambatan drainase limfatik dari rongga pleura
b. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan perifer dan tekanan kapiler paru
menjadi sangat tinggi, sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebih ke
dalam rongga pleura.
c. Tekanan osmotic koloid plasma yang sangat menurun sehingga memungkinkan
transudasi cairan berlebih.
d. Infeksi atau setiap penyebab peradangan lainnya pada permukaan rongga pleura
yang mampu merusak membrane kapiler dan memungkinkan kebocoran protein
plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat
3. Patofisiologi
Di dalam rogga pleura terdapat kurang lebih 5 ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini
dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan
kolid dan daya tarik elastis. Sebagian diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura
viseralis sedangkan sebagiam kecil lainnya mengalir ke dalam pembuluh limfe
sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter per harinya. (Wijayaningsih, 2013)
Akumulasi cairan rongga pleura biasanya terjadi akibat peningkatan pembentukan
cairan pleura atau penurunan penyerapan cairan pleura maupun gabungan dari dua
kondisi tersebut, adapun kondisi yang dapat menyebabkan akumulasi cairan pada
rongga pleura yaitu:
a. peningkatan tekanan hidrostatik
b. penurunan tekanan osmotic koloid
c. peningkatan permeabilitas kapiler
d. penekanan cairan oleh dinding diafragma pengurangan tekanan ruang pleura
f. obstruksi limfatik atau peningkatan tekanan vena sistemik.
(Puspasari, 2019) Adanya akumulasi cairan pada rongga pleura akan
menggantikan jaringan paru – paru dan dapat mendorong paru-paru ke pertengahan
(mediastinum) dada, kemudian kelebihan cairan akan menghalangi paru-paru untuk
berkembang secara penuh (DiGiulio et al., 2014). Paru-paru yang terhalang untuk
berkembang secara penuh akan mengganggu proses inspirasi maupun ekspirasi
sehingga proses metabolisme dalam tubuh akan terganggu.
4. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pola napas tidak
efektif menurut Bararah & Jauhar, (2013), adalah sebagai berikut :
a. Hipoksemia Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen
dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) di bawah normal (normal
PaO 85-100 mmHg, SaO2 95%). Pada neonatus, PaO2 < 50 mmHg atau SaO2 < 88%.
Pada dewasa, anak, dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%. Keadaan ini
disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt), atau berada pada
tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipoksemia, tubuh akan melakukan
kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan stroke volume,
vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkatan nadi. Tanda dan gejala hipoksemia di
antaranya sesak napas, frekuensi napas dapat mencapai 35 kali per menit, nadi cepat
dan dangkal serta sianosis. b. Hipoksia Merupakan keadaan kekurangan oksigen di
jaringan atau tidak adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi
oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler.
Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan.
Penyebab lain hipoksia antara lain:
1) Menurunya haemoglobin
2) Berkurangnya konsentrasi oksigen.
3) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen.
4) Menurunya perfusi jaringan seperti pada syok
5) Kerusakan atau gangguan ventilasi Tanda-tanda hipoksia di antaranya kelelahan,
kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi. nadi meningkat, pernapasan cepat
dan dalam, sianosis, sesak napas, serta jari tabuh (clubbing fugu).
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ketidakefektifan pola nafas yaitu Perubahan kedalaman
pernafasan, perubahan ekskursi dada, mengambil posisi tiga titik, bradipnea,
penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan inspirasi, penurunan ventilasi
semenit, penurunan kapasitas vital, dispnea, peningkatan diameter anterior-posterior,
pernafasan cuping hidung, ortopnea, takipnea, pernafasan bibir, fase ekspirasi
memanjang, penggunann otot aksesorius untuk bernafas. (Wilkinson & Ahern,2013).

C. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. Pengkajian
Proses pengakajian keluarga dapat berasal dari berbagai sumber seperti
wawancara, observasi rumah keluarga dan fasilitasnya, pengalaman yang dilaporkan
anggota keluarga.
a. Data umum yang perlu dikaji pada data umum antara lain nama kepala keluarga
dan anggota keluarga, alamat, jenis kelamin, umur, pekerjaan dan pendidikan.
Pada pengkajian pendidikan diketahui bahwa pendidikan berpengaruh pada
kemampuan dalam mengatur pola makan dan kemampuan pasien dalam
pengelolaan serta perawatan diabetes mellitus. Umur juga dikaji karena faktor usia
berpengaruh terhadap terjadinya diabates mellitus dan usia dewasa tua ( >40 tahun
) adalah resiko tinggi diabetes mellitus (Harmoko, 2012).
b. Genogram
Dengan adanya genogram dapat diketahui adanya faktor genetik atau faktor
keturunan untuk timbulnya diabetes mellitus pada pasien.
c. Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai tipe / jenis keluarga beserta kendala atau masalah-masalah
yang terjadi pada keluarga tersebut. Biasanya dapar terjadi pada bentuk keluarga
apapun.
d. Suku
Mengakaji asal usul suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi budaya suku
bangsa dan kebiasaan adat penderita tersebut terkait dengan penyakit diabetes
melitus.
e. Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat
mempengaruhi terjadinya diabetes melitus.
f. Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala
keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu sosial ekonomi keluarga
ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta
barang-barang yang dimiliki oleh keluarga. Pada pengkajian status sosial ekonomi
diketahui bahwa tingkat status sosial ekonomi berpengaruh pada tingkat kesehatan
seseorang. Diabetes Melitus sering terjadi pada keluarga yang mempunyai status
ekonomi menengah keatas. Karena faktor lingkungan dan gaya hidup yang sehat,
seperti makan berlebihan, berlemak, kurang aktivitas fisik, dan strees berperan
penting sebagai pemicu diabetes (Friedmann, 2010).
g. Aktifitas Rekreasi Keluarga
Rekreasi keluarga dapat dilihat dari kapan saja keluarga pergi bersama-sama
untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, kegiatan menonton televisi serta
mendengarkan radio.
h. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari
keluarga ini. Biasanya diabetes mellitus sering terjadi pada laki- laki atau
perempuan yang berusia > 40 tahun. Tahap perkembangan keluarga yang
beresiko mengalami masalah Diabetes Melitus adalah tahap perkembangan
keluarga dengan usia pertengahan dan lansia. Karena pada tahap ini terjadi
proses degenerative yaitu suatu kemunduran fungsi system organ tubuh,
termasuk penurunan fungsi dari sel beta pankreas.

2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi


Menjelaskan perkembangan keluarga yang belum terpenuhi,
menjelaskan mengenai tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
oleh keluarga serta kendala-kendala mengapa tugas perkembangan tersebut
belum terpenuhi. Biasanya keluarga dengan diabetes mellitus kurang peduli
terhadap pengontrolan kadar gula darah jika belum menimbulkan
komplikasi lain.

3) Riwayat keluarga inti


Menjelaskan mengenai riwayat keluarga inti meliputi riwayat penyakit
keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian
keluarga terhadap pencegaha penyakit termasuk status imunisasi, sumber
pelayanan kesehatan yang bias digunakan keluarga dan pengalaman
terhadap pelayanan kesehatan. Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga
karena diabetes mellitus juga merupakan salah satu dari penyakit keturunan,
disamping itu juga perlu dikaji tentang perhatian keluarga terhadap
pencegahan penyakit, sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan
keluarga serta pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.

4) Riwayat keluarga sebelumnya


Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan keluarga dari pihak suami
dan istri untuk mengetahui kemungkinan jika diabetes nelitus yang terjadi
pada pasien merupakan faktor keturunan.
i. Lingkungan
1) Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe
rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, peletakan
perabotan rumah tangga, jenis septic tank, jarak septic tank dengan sumber
air minum yang digunakan serta denah rumah (Friedman, 2010). Penataan
lingkungan yang kurang pas dapat menimbulkan suatu cidera, karena pada
penderita diabetes melitus bila mengalami suatu cidera atau luka biasanya
sulit sembuh.

2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW


Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas
setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan / kesepakatan
penduduk setempat, budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan
penderita diabetes melitus.

3) Mobilitas geografis keluraga


Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan melihat kebiasaan
keluarga berpindah tempat tinggal.

4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dalam masyarakat


Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh manainteraksi
keluarga dengan masyarakat. Misalnya perkumpulan keluarga inti saat
malam hari, karena saat malam hari orang tua sudah pulang bekerja dan
anak-anak sudah pulang sekolah atau perkumpulan keluarga besar saat
ada perayaan seperti hari raya. Interaksi dengan masyarakat bisa
dilakukan dengan dilakukan kegiatan-kegiatan di lingkungan tempat tinggal
seperti gotongroyong dan arisan RT/RW.

5) Sistem Pendukung Keluarga


Jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasiltas yang dimilki
keluarga untuk menunjang kesehatan mencakup fasilitas fisik, fasilitas
psikologis atau pendukung dari anggota keluarga dan fasilitas social atau
dukungan dari masyarakat setempat terhadap pasien dengan diabetes
melitus. Pengelolaan pasien yang menderita Diabetes Melitus dikeluarga
sangat membutuhkan peran aktif seluruh anggota keluarga, petugas dari
pelayanan kesehatan yang ada dimasyarakat. Semuanya berperan dalam
pemberian edukasi, motivasi dan monitor atau mengontrol perkembangan
kesehatananggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus.

6) Struktur Keluarga
Menjelaskan mengenai pola komunikasi antar keluarga, struktur
kekuatan keluarga yang berisi kemampuan keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk merubah prilaku, struktur peran yang
menjelaskan peran formal dan informal dari masing-masing anggota.

j. Fungsi Keluarga

1) Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki
dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya dan
seberapa jauh keluarga saling asuh dan saling mendukung, hubungan baik
dengan orang lain, menunjukkan rasa empati, perhatian terhadap perasaan
(Friedman, 2010). Semakin tinggi dukungan keluarga terhadap anggota
keluarga yang sakit, semakin mempercepat kesembuhan dari penyakitnya.
Fungsi ini merupakan basis sentral bagi pembentukan kelangsungan unit
keluarga. Fungsi ini berkaitan dengan persepsi keluarga terhadap kebutuhan
emosional para anggota keluarga. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi
akan mengakibatkan ketidakseimbangan keluarga dalam mengenal tanda -
tanda gangguan kesehatan selanjutnya. Bagaimana keluarga, merasakan hal-
hal yang dibutuhkan oleh individu lain dalam keluarga tersebut. Keluarga
yang kurang memparhatikan keluarga yang menderita DM akan
menimbulkan komplikasi lebih lanjut.

2) Fungsi Sosialisasi
Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh
mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, penghargaan,
hukuman dan perilaku serta memberi dan menerima cinta (Friedman, 2010).
Keluarga yang memberikan kebebasan kepada anggota keluarga yang
menderita DM untuk berinteraksi dengan lingkungan akan mengurangi
tingkat stress keluarga. Biasanya penderita DM akan kehilangan semangat
oleh karena merasa jenuh dengan pengobatan yang berlaku seumur hidup.
Pada kasus penderita diabetes mellitus yang sudah komplikasi, dapat
mengalami gangguan fungsi sosial baik didalam keluarga maupun didalam
komunitas sekitar keluarga.

3) Perawatan Keluarga
Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlindungan serta merawat anggota keluarga yg sakit. Sejauh mana
pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit. Kesanggupan keluarga didalam
melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga
melaksanakan 5 tugas pokok keluarga, yaitu :

a) Mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan,


sejauh mana keluarga mengetahui pengertian, faktor penyebab,
tanda dan gejala serta yang mempengaruhi keluarga terhadap
masalah. Pada kasus diabetes mellitus ini dikaji bagaimana
pemahaman keluarga mengenai pengertian diabetes mellitus,
penyebab diabetes mellitus, tanda dan gejala diabetes mellitus serta
bagaimana pananganan dan perawatan terhadap keluarga yang
menderita diabetes mellitus.

b) Mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai


tindakan kesehatan yang tepat. Tugas ini merupakan upaya
keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang sesuai dan
tepat untuk keluarga dengan pertimbangan siapa diantara keluarga
yang mempunyai kemampuan memutuskan dan menentukan
tindakan dalam keluarga. Yang perlu dikaji adalah bagaimana
mengambil keputusan apabila anggota keluarga menderita diabetes
mellitus dan kemampuan keluargamengambil keputusan yang tepat
akan mendukung kesembuhan anggota keluarga yang menderita
diabetes mellitus. Mengetahui sejauh mana keluarga mampu
merawat anggota keluarga yang menderita diabetes mellitus,
bagaimana keadaan penyakitnya dan cara merawat anggota
keluarga yang sakitdiabetes mellitus.
c) Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah yang sehat. Bagaiman keluarga mengetahui
keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan kemampuan
keluarga untuk memodifikasi lingkungan akan dapat mencegahan
timbulnya komplikasi dari diabetes mellitus. Pemeliharaan
lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan keluarga dan
membantu penyembuhan. Ketidakmampuan keluarga dalam
memodifikasi lingkungan biasanya disebabkan karena terbatasnya
sumber – sumber keluarga diantaranya keuangan, kondisi fisik
rumahyang tidak memenuhi syarat.

d) Mengatuhi sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan


fasilitas kesehatan yang mana akan mendukung terhadap kesehatan
seseorang. Keluarga mengetahui ke fasilitas kesehatan mana
anggota keluarga yang menderita diabetes mellitus dibawa untuk
melakukan pengontrolan rutin kadar gula darah untuk mencegah
terjadinya komplikasi. Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan akan membantu anggotakeluarga
yang sakit memperoleh pertolongan dan mendapat perawatan agar
masalah teratasi.

e) Fungsi reproduksi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah
berapa jumlah anak, apa rencana keluarga berkaitan dengan jumlah
anggota keluarga, metode yang digunakan keluarga dalam upaya
mengendalikan jumlah anggota keluarga. Biasanya pada penderita
diabetes yang laki-laki akan mengalami beberapa masalah seksual
seperti disfungsi ereksi atau bahkan kehilangan gairah seksual,
sedangkan pada wanita biasanya akan mengalami radang vagina
yang disebabkan infeksi jamur.

k. Fungsi ekonomi
Menjelaskan sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan
papan serta sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada dimasyarakat
dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga. Pada keluarga dengan tingkat
ekonomi yang mencukupi akan memperhatikan kebutuhan perawatan penderita
diabetes, misalnya dengan menggunakan susu diabetasol.

l. Stress dan koping keluarga


1) Stressor jangka pendek
Stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam
waktu kurang dari enam bulan.

2) Stressor jangka panjang


Stressor yang di alami keluarga yang memerlukan penyelesaian
dalam waktu lebih dari enam bulan.

3) Kemampuan keluarga berespon terhadap masalah


Stressor dikaji sejauhmana keluarga berespon terhadap stressor.

4) Strategi koping yang digunakan


Dikaji strategi koping yang digunakan keluarga bila menhadapi
permasalahan / stress.

5) Strategi adaptasi disfungsional


Menjelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang
digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan / stress.

m. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode


yang di gunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan
fisik klinik head to toe, untuk pemeriksaan fisik untuk diabetes mellitus adalah
sebagai berikut :
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda - tanda vital. Biasanya pada penderita diabetes
didapatkan berat badan yang diatas normal / obesitas.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, apakah ada pembesaran pada
leher, kondisi mata, hidung, mulut dan apakah ada kelainan pada
pendengaran. Biasanya pada penderita diabetes mellitus ditemui
penglihatan yang kabur / ganda serta diplopia dan lensa mata yang keruh,
telinga kadang-kadang berdenging, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi
lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah.

3) Sistem Integumen
Biasanya pada penderita diabetes mellitus akan ditemui turgor kulit
menurun, kulit menjadi kering dan gatal. Jika ada luka atau maka warna
sekitar luka akan memerah dan menjadi warna kehitaman jika sudah kering.
Pada luka yang susah kering biasanya akanmenjadi ganggren.

4) Sistem Pernafasan
Dikaji adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Biasanya pada
penderita diabetes mellitus mudah terjadi infeksi pada sistem pernafasan.

5) Sistem Kardiovaskuler
Pada penderita diabetes mellitus biasanya akan ditemui perfusi
jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi / bradikardi,
hipertensi / hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

6) Sistem Gastrointestinal
Pada penderita diabetes mellitus akan terjadi polifagi, polidipsi, mual,
muntah, diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan
lingkar abdomen dan obesitas.

7) Sistem Perkemihan
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya poliuri,
retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.

8) Sistem Muskuluskletal
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya
penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

9) Sistem Neurologis
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya
penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi dan rasa kesemutan pada tangan atau k

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk


membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir
kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan
pemberi pelayanan kesehatan yang lain. ( Taqiyyah & Mohamad, 2013 ).

a. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan penurunan ekspansi paru


sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi mukus
yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakhea/faringeal.
c. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kemampuan
ekspansi paru,kerusakan membran alveolar-kapiler.
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan
akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen.
e. Gangguan ADL (Activity Daily Living) yang berhubungan dengan kelemahan
fisik umum dan keletihan sekunder akibat adanya sesak.
f. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (
ketidakmampuan untuk bernapas).
g. Gangguan pola tidur dan istrahat yang berhubungan dengan batuk yang menetap
dan sesak napas serta perubahan suasana lingkungan.
h. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat
mengenai proses penyakit pengobatan.

3. Intervensi
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat
mencapai tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan,
tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis
pengkajian agar masalah kesehatan klien dapat diatasi. ( Taqiyyah & Mohamad,
2013).
Diagnos Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawa Kriteria Hasil
an
1. Identifikasi faktor 1. Dengan mengidentifikasi
Ketidakefektif Tujuan : penyebab penyebab, kita dapat
an pola nafas 2. Kaji kualitas, menentukan jenis efusi
yang Dalam waktu 3 frekuensi, dan pleura sehingga dapat
berhubungan x 24 jam setelah kedalaman mengambil tindakan yang
dengan diberikan pernapasan, serta tepat
penurunan intervensi klien Melaporkan setiap 2. Dengan mengkaji kualitas,
ekspansi paru mampu perubahan yang frekuensi, kedalaman
sekunder mempertahanka terjadi pernapasan, kita dapat
terhadap n fungsi paru mengetahui sejauh mana
penumpukan 3. Baringkan klien perubahan kondisi klien
secara normal
cairan dalam dengan dalam posisi yang
3. Penurunan diafragma
rongga pleura. nyaman, dalam
dapat memperluas daerah
posisi duduk, dada sehingga ekspansi
Kriteria evaluasi
dengan kepala
: paru bisa
tempat tidur
1. Klien maksimal,miring kearah
ditinggikan 60-90o sisi yang sakt dapat
mampu
atau miringkan ke
melakukan menghindari efek
arah sisi yang sakit. penekanan gravitasi
batuk efektif
4. Observasi tanda-
2. Irama,frekue cairansehingga ekspansi
tanda vital (nadi dan
nsi dapat
dankedalaman pernapasan berada maksimal
dalam batas normal, pada pemeriksaan ro
pernapasan)
4. Peningkatan frekuensi
5. Lakukan asukultasi napas dan takikardi
suara napas tiap2-4 merupakan indikasi
jam adanya penurunan fungsi
paru
6. Bantu dan ajarkan 5. Auskultasi dapat
klien untuk batuk menentukan kelainan
dan napas dalam suara
yang efektif Napas pada bagian paru
6. Menekan daerah yang
7. Kolaborasi dengan
nyeri ketika batuk atau
tim medis lain
napas dalam. Penekanan
untuk pemberian
otot-otot dada serta
O2 dan obat-
abdomen
obatan serta foto
membuat batuk
thoraks.
8. Kolaborasi untuk
tindakan
thorakosentesis
Ketidakefekt 1. Kaji fungsi 1. Penurunan bunyi napas
ifan Tujuan : pernapasan ( menunjukkan akumulasi
bersihan Dalam waktu ... bunyi napas, sekret dan
jalan nafas x 24 jam setalah kecepatan, ketidakefektifan
yang diberikan irama, pengeluaran sekresi
berhubungan intervensi, kedalaman, dan yang selanjutnya dapat
dengan bersihan jalan pengguanaan menimbulkan
sekresimukus napas kembali otot bantu napas) penggunnaan otot bantu
yang kental, efekti dengan 2. Kaji kemampuan napas dan peningkatan
kelemahan, mengeluarkan kerja pernapasan
upaya batuk sekresi, catat 2. Pengeluaran akan sulit
buruk, dan Kriteria evaluasi karakter dan bila sekret sangat kental
edema : volume sputum. (efek infeksi dan hidrasi
trakhea/farin 1. Klien 3. melakukan
mampu Berikan batuk
posisiefektif yang tidak adekuat)
geal. 2. Pernapasan semi Posisi fowler
klien noram fowler/fowler memkasimalka ekspansi
(16-20 tinggi dan bantu paru dan menurunkan
x/menit) klien latihan upara bernapas.
tanpa ada napas dalam dan 3. Ventilasi maksimal
penggunaan batuk efektif membuka area
otot bantu atelektasis dan
napas. 4. Pertahankan meningkatkan gerakan
Bunyi napas intake cairan sekret
normal. Rh sedikitnya kedalam jalan napas
-/- dan 2500mo/hari tind
besar untuk dikeluarkan
pergerakan 5. Bersihkan sekret 4. Hidrasi yang adekuat
pernapasan dari mulut dan membantu mengencerkan
normal trakhea, bila sekret dan
perlu lakukan mengefektifkan pengisapan (suction
6. Kolaborasi pembersihan jalan napas
pemberian obat
sesuai indikasi : 5. Mencegah obstruksi
7. Agen mukolitik danaspirasi.
Pengisapan diperlukan
8. Bronkodilator : bila
jenis aminofilin Klien tidakmampu
via intavena mengeluarkan sekret.
9. Kortikosteroid 6. Eliminasi lendir dengan
suction sebaiknya
dilakukan dalamjangka
waktukurang dari 10
menit,dengan
pengawasan efek
samping suction
7. Pengobatan antibiotik
yang
Ideal adalah
Dengan adanya dasar dari
tes uji resistensi kuman
terhadap jenisantibiotik
sehingga lebih mudah
mengobati
8. Agen mukolitik
menurunkan kekentalan
danperlengketan sekret
paru untukmemudahkan
pembersihan
9. Bronkodilator
meningkatkan diameter
lumen
10. percabangan
trakheobronkial
Gangguan Tujuan : 1. Kaji keefektifan 1. Bronkhospasmedideks
pertukaran Dalam ... x 24 jalan napas i ketika terdengar
gas yang jam setelah 2. Kolaborasi untuk suara mengi saat
berhubungan diberikan pemberian diauskultasi dengan
dengan intervensi bronkodilator stetoskop.
penurunan pertukaran secara aerosol. 2. Peningkatan
kemampuan gas membaik pembentukan mukus
ekspansi dengan sejalan dengan
paru,kerusaka Kriteria evaluas : penurunan aksi
n membran 1. Frekuen mukosiliaris
alveolar- si napas menunjang penurunan
kapiler. 16- lebih lanjut diameter
20x/men bronkho dan
it mengakibatkan
2. Frekueni penurunan aliran udara
nadi 70- serta penurunan lebih
90 lanjut diameter
x/menit, bronkhi dan
dan mengakibatkan
3. warna kulit penurunan aliran udara
normal, tidak serta penurunan
ada dispnea pertukaran gas, yang
dan diperburuk oleh
4. GDA dalam kehilangan daya
batas normal. elastisitas paru.
3. Terapi aerosol
membantu
mengencerkan sekresi
sehingga dapat
dibuang.
Bronkodilator yang
dihirup sering
ditambahkan ke dalam
nebulizer untuk
memberikan aksi
bronkodilator
Gangguan Tujuan : 1. Pantau 1. Mengidentifikasi
pemenuhan Dalam waktu presentase kemajuan atau
kebutuhan ... x 24 jam jumlah makanan penyimpangan dari
nutrisi kuran setelah yang sasaran yang
darikebutuh diberikan dikonsumsi diharapkan
an tubuh intervensi setiap kali 2. Bau yang tidak
yang makan, timbang menyenangkan dapat
berhubungan Kriteria evaluasi : BB tiap hari, memengaruhi nafsu
dengan 1. Klien hasil makan
peningkatan medemontra pemeriksaan 3. Ahli diet ialah
metabolisme sikan intake protein total, spesialis dalam ilmu
tubuh,penuru makanan albumin dan gizi yang dapat
nan nafsu yang osmolalitas membantu klien
makan akibat adekuat 2. Berikan memilihmkanan yang
sesak nafas untuk perawatan mulut memenuhi kebutuhan
sekunder memenuhi tiap 4 jam jika kalori dan kebutuhan
terhadap kebutuhan sputum berbau gizi sesuaidengan
penekanan dalam busuk. keadaan sakitnya, usia,
struktur metabolisme Pertahankan tinggi dan berat
abdomen. tubuh kesegaran badannya.
2. Intake ruangan 4. Peningkatan suhu
makanan 3. Rujuk kepada tubuh meningkatkan
meningkat,ti ahli diet untuk metabolisme, intake
dak ada membantu protein, vitamin,
penuruanan memilih mineral, dan kalori
BB lebih makanan yang yang adekuat
lanjut, dapat memenuhi penting untuk
menyatakan kebutuhan gizi aktivitas anabolik dan
perasaan selama sakit sintesis antibodi
sejahtera panas 5. Makanan porsi sedikit
4. Dukung klien tapi sering
untuk memerlukan lebih
mengonsumsi sedikit energi
makanan tinggi
kalori tinggi
protein
5. Berikan
makanan dengan
porsi sedikit tapi
sering dan
mudah
dikunyah jika
ada sesak napas
berat
Gangguan Tujuan : 1. Ciptakan 1. Lingkungan
pola tidur dan Dalam waktu lingkungan yang yang nyaman dapat
istrahat yang ... x 24 jam nyaman dan membantu meningkatkan
berhubungan setelah tenang tidur/istirahat
dengan batuk diberikan 2. Kaji tentang 2. Mengetahui perubahan
yang menetap intervensi kebiasaan tidur dari hal-hal yang
dan sesak Gangguan pola pasien dirumah merupakan kebiasaan
napas tidur klien 3. Kaji adanya pasien ketika tidur akan
akan teratasi faktor penyebab mempengaruhi pola tidur
serta dengan gangguan pola pasien
perubahan Kriteria tidur yang lain 3. Mengetahui faktor
suasana Evaluasi : seperti penyebab gangguan pola
lingkungan. 1. Jumlah jam cemas,efek tidur yang lain dialami
tidur dalm obat- obatan dan dandirasakan pasien.
batas normal suasana ramai 4. Pengantar tidur akan
6- 8 jam/hari 4. Anjurkan pasien memudahkan pasien jatuh
2. Pola tidur, untuk dalam tidur, teknik
kualitas menggunakan relaksasi akan mengurangi
dalam batas pegantar tidur
normal dan teknik
3. Perasaan relaksasi
segar
sesudah
tidur atau
istrahat
4. Mampu
mengidentifi
kasi hal-hal
yang
meningkatka
n tidur
Kurangnya 1. Kaji kemampua 1. Keberhasilan proses
pengetahuan Tujuan : klien untuk pembelajaran
yang dengan mengikuti dipengaruhi oleh
informasiyang Dalam waktu ...x pembelajaran ( kesiapan fisik,
tidak adekuat 24 jam setelah tingkat emosional, dan
mengenai diberikan kecemasan, lingkungan yang
prosespenyakit intervensi klien kelelahan umum, kondusif
pengobatan. mampu pengetahuan klien 2. Meningkatkan
melaksanakan apa sebelumnya, dan partisipasi klien dalam
yang di suasan yang tepat) program pengobatan dan
informasikan 2. Jelaskan tentang mencegah putus obat
dengan dosis obat, karena membaiknya
frekuensi kondisi fisik klien
Kriteria evaluasi : pemberian, kerja sebelum jadwal
1. Klien yang diharapkan terapi selesai
terlihat dan alasan 3. Dapat menunjukkan
mengalami mengapa pengaktifan ulang proses
penurunan pengobatan
potensmenularkan Efusi yang ditunjukkan
penyakit penyakitdan oleh efek
kegagalan kontak klien
pleura obat yang memerlukan
berlangsung evaluasi lanjut
dalam waktu yang 4. Diet TKTP dan cairan
lama yang adekuat memenuhi
peningkatan kebutuhan
3. Ajarkan dan nilai metabolik tubuh.
kemampuan klien untukPendidikan
mengidentifikaasi gejala/tanda
kesehatan
tentang hal itu akan
meningkatkan
4. Tekankanpenting kemandirian klien dalam
nya
perawatan penyakitknya
mempertahankan intakenutrisi yang mengandungprotein dan kalori yangt
Cemas yang Tujuan : 1. Bantu dalam 1. Pemanfaatan sumber
berhubungan Dalam waktu 3 x mengidentifikasi koping yang ada secara
dengan 24 jam klien sumber koping konstruktif sangat
adanya mampu yang ada bermanfaat dalam
ancaman memahami dan 2. Ajarkan teknik mengatasi stres
kematian menerima relaksasi 2. Mengurangi saling
yang keadaannya 3. Pertahankan percayamembantu
dibayangkan sehingga tidak hubungan saling memperlancar proses
(ketidakmam terjadi percaya antara terapeutik
puan untuk kecemasan perawat dan 3. Tindakan yang tepat
bernapas). dengan klien diperlukan dalam
4. Kaji faktor mengatasi masalah yang
Kriteria evaluasi yang dihadapi kliendan
: menyebabkan membangun kepercayaan
1.Klien terlihat timbulnya rasa dalam mengurangi
mampu bernapas cemas kecemasan
normaldan 5. Bantu klien 4. Rasa cemas merupakan
beradaptasi dengan mengenali dan efek emosi sehingga
keadaannya. mengakui rasa apabila sudah
Respons nonverbal cemasnya teridentifikasi dengan
klien tampak lebih baik,
rileks dan santai Maka perasaan yang
menganggu dapat
diketahui
4. Implementasi

Merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien.


Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi keperawatan adalah
intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan
ketrampilan interpersonal, intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan
didokumentasikan keperawatannya berupa pencatatan dan laporan. (Taqiyyah &
Mohamad, 2013).

5. Evaluasi

Tahapan evaluasi menentukan kemajuan klien terhadap hasil yang diinginkan


dan respons klien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan kemudian
mengganti rencana perawatan jika diperlukan, tahap akhir dari proses keperawatan
perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil. (Taqiyyah &
Mohamad, 2013).

Anda mungkin juga menyukai