Anda di halaman 1dari 90

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN

KEPERAWATAN

PADA TN. M DENGAN TUBERCULOSIS DAN EFUSI


PLEURA ON WSD DI RUANG PERAWATAN DEWASA
RS MITRA HUSADA TAHUN 2022

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB


Dosen Pembimbing:
Ns. Sugiyono.,M.Kep.Sp.Kep.MB

DI SUSUN OLEH :

EVA SITI NURULFALAH


202207061

PROGRAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU

KESEHATAN ICHSAN MEDICAL CENTER BINTARO

TAHUN 20222
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi penyebab utama

kematian di kalangan penyakit menular, termasuk penyumbang

meningkatnya angka kematian ibu (Nizar, 2018). Tubekulosis disebabkan

bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menumbulkan infeksi pada

paru-paru (TB paru), masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh

tubuh sehingga menimbulkan TB tulang, sendi, selaput otak, kelenjar

bening dan lainnya (TB extrapulmoner) (Carolus, 2019). Pengobatan TB

memerlukan waktu yang lama dan akan mengakibatkan angka putus obat

sehingga menyebabkan terjadinya penularan yang meluas menjadi

komplikasi seperti efusi pleura TB dan berdampak negatif seperti kuman

menjadi resisten. Efusi pleura TB adalah istilah yang digunakan untuk

menyatakan penumpukan cairan dalam rongga pleura karena infeksi

Mycobacterium tuberculosis (Nofriandi, 2020). Efusi pleura adalah

terbentuknya akumulasi cairan yang abnormal di dalam cavum pleura

yang terjadi karena adanya peningkatan produksi cairan ataupun karena

adanya penurunan absorbsi cairan. Manifestasi efusi pleura ialah nyeri

dada pleuritik bertambah saat menarik nafas dan batuk, disertai sesak

nafas akibat yang akumulasi cairan yang berlebih (Mattison et al., 2020).

Efusi pleura TB yang merupakan komplikasi dari pasien yang telah


terdiagnosis positif TB akan memperparah kondisi pasien serta dapat

mempengaruhi kualitas hidup dari penderitanya akibat sesak nafas yang

dialami (Adipratiwi et al., 2019).

Data WHO menunjukkan secara global pada tahun 2019

terdapat 10,4 juta kasus insiden TB yang setara dengan 120 kasus per

100.000 penduduk yang dimana insiden terbesar TB terjadi di kawasan

Asia Tengara (45%) (Kemenkes, 2018). Data tersebut juga menunjukkan

bahwa negara Indonesia adalah penyumbang kasus TB terbesar kedua di

dunia setelah India (Kemenkes, 2018). Estimasi prevalensi TB semua

kasus adalah sebesar 660,000 dan estimasi insidensi berjumlah 430,000

kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000

kematian per tahunnya (Kemenkes, 2018). Pada Global Tuberculosis

Report WHO (2018) angka insiden TB indonesia 391 per 100.000

penduduk dan angka kematian 42 per 100.000 penduduk, yang dimana

TB tetap menjadi 10 penyebab kematian tertinggi di dunia dan kematian

tuberkulosis secara global diperkirakan 1,3 juta pasien (Kemenkes, 2018).

Persentase pasien efusi pleura TB sangat bervariasi dari beberapa negara.

Di Burundi lebih dari 25% pasien dengan TB memiliki efusi pleura TB,

sementara di Afrika Selatan 20% dari pasien TB memiliki efusi pleura

TB. Sebaliknya hanya 3-5% dari pasien di Amerika Serikat dilaporkan

memiliki efusi pleura TB. Persentase rendah di Amerika Serikat karena

kurangnya pelaporan penyakit ini, dan juga kultur cairan pleura yang

sering negatif. Persentase pasien dengan TB paru yang memiliki efusi


pleura lebih tinggi pada pasien HIV-positif dibandingkan pasien HIV

negative pada laporan dari Afrika Selatan (38% vs 20%), Uganda (23%

vs 11%), dan Zimbabwe (27% vs 13%)(Rubins J, 2020). Penelitian di

Bali tahun 2013, TB paru (10.3%) adalah penyebab ketiga terbanyak

terjadinya efusi pleura setelah malignansi (34.6%), dan pneumonia

(15%). Tuberkolosis merupakan penyebab efusi pleura paling sering.

angka kejadian Efusi Pleura adalah 31% dari seluruh penderita TB Paru

(Pahlewi, 2020). Hasil studi Sitorus (2019) menjelaskan penderita rawat

inap TB paru di Rumah Sakit Umum Daerah Rantau, komplikasi tertinggi

adalah efusi pleura yaitu sebesar 57,9%, diikuti pneumotoraks sebesar

24,3%, dan hematitits sebesar 17,8%. Masalah yang sama juga dijumpai

di Rumah Sakit Mitra Husada Tangerang yakni sejak tahun 2020 sampai

sekarang penyakit tuberkulosis selalu masuk ke dalam kategori 10 besar

penyakit.

Efusi Pleura tuberkulosis telah menarik perhatian para peneliti

(Djojodibroto, 2021, Pandhika et al., 2019, Rokhmah, 2020, Wiryansyah,

2019). Penelitian yang dilakukan Wulandari et al. (2019) pada

pemeriksaan 53 pasien efusi pleura dengan ultrasonografi dan foto toraks

supin di RSUP DR Kariadi Semarang menghasilkan temuan sebesar

45,3% berada pada kelompok efusi pleura moderate dengan volume 600-

1000 ml. Hasil lain menunjukkan gambaran radiologi bermakna pada foto
toraks posisi supine (AP), yaitu hilangnya sillhousette hemadiafragma

dan apical capping yang akan ditemukan pada volume efusi pleura > 600

ml (Wulandari, et al, 2019). Penelitian ini berbeda dalam hal kriteria

inklusi dimana tidak terbatas hanya menggunakan X Foto Toraks AP

(supine), juga menggunakan dengan X Foto Toraks AP dan PA serta

tidak terbatas pada posisi supine. Studi dengan retrospektif gambaran foto

toraks pada bagian Radiologi Unsrat RSUP Kandou Manado oleh Lantu

et al. (2016), ditemukan 77 pasien didiagnosis raiologik efusi pleura.

Hasil selanjutnya menjelaskan lokasi efusi pleura dekstra terbanyak

ditermuak yakni sebanyak 40, diikuti efusi pleura sinistra sebesar 33%,

dan 27% pasien dengan lokasi efusi pleura bilateral. Penelitian ini

berbeda dalam hal tidak hanya terbatas efusi pleura, tetapi juga

menggunakan factor penyebab yaitu TB.

Insidensi kasus TB yang terjadi komplikasi efusi pleura TB di

Indonesia mengingat cukup banyak, maka dipandang perlu diteliti tentang

hubungan antara tuberkulosis (TB) paru dengan efusi pleura. Baik

penelitian menggunakan kadar Interferon Gamma (IFN-γ) dan Teknik

PCR sebagai biomarker dalam deteksi efusi pleura TB telah dilakukan,

namun dalam penggunaan X Foto Thorax dalam deteksi Efusi pleura TB

terutama di Rumah Sakit paru dr Ario Wirawan Salatiga belum adanya

penelitian lebih lanjut,. Peneliti maka bermaksud untuk meneliti

bagaimana gambaran X foto Thorax TB non efusi pleura dengan Efusi

pleura TB, sebagai salah satu upaya menurunkan angka efusi pleura TB
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka bagaimana pemberian
asuhan keperawatan pada klien Tn. M dengan tuberkulosis paru Di Ruang
Keperawatan Dewasa di RS Mitra Husada.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Tujuan Umum
Mahasiswa mampu untuk memberikan dan asuhan keperawatan
pada KDM pada Tn. M Dengan Diagnosa Medis Tuberkulosis
Paru Di Ruang Keperawatan Dewasa di RS Mitra Husada

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar penyakit pada
Tn. M dengan diagnose tuberkulosis paru di ruang Keperawatan
Dewasa di RS Mitra Husada .
2. Mahasiswa mampu menjelaskan menejemen asuhan
keperawatan pada pasien Tn. M dengan diagosa tuberkulosis
paru di ruang Keperawatan Dewasa di RS Mitra Husada

3. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn.M dengan


diagnosa tuberkulosis paru di ruang Keperawatan Dewasa di RS
Mitra Husada .

4. Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi pada


Tn.M dengan diagnosa tuberkulosis paru di
ruang Keperawatan Dewasa di RS Mitra Husada
5. Mahasiswa mampu melaksanakan
implementasi pada Tn. M dengan diagnosa
tuberkulosis paru di ruang Keperawatan
Dewasa di RS Mitra Husada
6. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi.
7. Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a.1 Anatomi Fisiologi (Sistem Pernapasan)

Pengertian secara umum dari pernapasan adalah peristiwa menghirup atau


pergerakan udara dari luar yang mengandung oksigen (O2) ke dalam tubuh
atau paru-paru serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi ke luar dari tubuh
(Syaifudin, 2015).

1.1.1Anatomi saluran pernapasan terdiri dari :

a. Hidung Merupakan tempat masuknya udara, memiliki 2 (dua) lubang


(kavum nasi) dan dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Rongga
hidung mempunyai permukaan yang dilapisi jaringan epithelium.
Epithelium mengandung banyak kapiler darah dan sel yang
mensekresikan lender. Udara yang masuk melalui hidung mengalami
beberapa perlakuan, seperti diatur kelembapan dan suhunya dan akan
mengalami penyaringan oleh rambut atau bulu-bulu getar (Syaifudin,
2019).

b. Faring (Tekak) Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan


antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Faring atau tekak terdapat
dibawa dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut setelah
depan ruas tulang leher(Syaifudin, 2019).

c. Nasofaring adalah bagian faring yang terletak di belakang hidung di


atas palatum yang lembut. Pada dinding posterior terdapat lintasan
jaringan limfoid yang disebut tonsil faringeal, yang biasanya disebut
sebagai adenoid. Jaringan ini kadang-kadang membesar dan menutup
faring. Tubulus auditorium terbuka dari dinding lateral nasofaring dan
melalui tabung tersebut udara dibawa kebagian tengah telinga.
Nasofaring dilapisi membran
mukosa bersilia yang merupakan lanjutan membran yang dilapisi bagian
hidung. Orofaring terletak di belakang mulut di bawah palatum lunak, dimana
dinding lateralnya saling berhubungan.Diantara lipatan dinding ini, ada yang
disebut arkus palato-glosum yang merupakan kumpulan jaringan limfoid
yang disebut tonsil palatum(Watson, 2020).

d. Laring (Pangkal Tenggorokan) Laring merupakan saluran udara dan


bertindak sebagai pembentukan suara yang terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk kedalam trakea dibawahnya.
Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang
disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada
waktu kita menelan makanan manutupi laring(Syaifudin, 2019).

e. Trachea (Batang Tenggorokan) Dindingnya terdiri atas epitel, cincin tulang


rawan yang berotot polos dan jaringan pengikat. Pada tenggorokan ini
terdapat bulu getar halus yang berfungsi sebagai penolak benda asing selain
gas. Trakea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis
kelima dan ditempati ini bercabang dua bronkus. Trakea tersusun atas enam
belas sampai dua puluh lingkaran tangan lengkap berupa cincin tulang rawan
yang diikat bersama oleh jaring fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di
sebelah belakang trakea, selain itu juga memuat beberapa jaringan
otot(Pearce, 2020).

f. Bronkhus (Pembuluh Napas) Bronchus merupakan cabang batang


tenggorokan. Cabang pembuluh napas sudah tidak terdapat cicin tulang
rawan. Gelembung paru-paru, berdinding sangat elastis, banyak kapiler darah
serta merupakan tempat terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida
(Pearce, 2018).

g. Alveolus Alveolus merupakan saluran akhir dari alat pernapasan yang berupa
gelembung-gelembung udara. Dindingnya tipis, lembap, dan berlekatan erat
dengan kapiler-kapiler darah.Alveolus terdiri atas satu lapis sel epitelium
pipih dan di sinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara.
Adanya alveolus memungkinkan terjadinya perluasan daerah
permukaan yang berperan penting dalam pertukaran gas O2 dari udara bebas
ke sel-sel darah dan CO2 dari sel-sel darah ke udara ( Purnomo. Dkk, 2020).
2.1.1 Fisiologi Pernapasan Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan
karbondioksida yang terjadi pada paru.Fungsi paru adalah tempat pertukaran
gas oksigen dan karbondioksida pada pernapasan melalui paru/pernapasan
eksterna.Oksigen dipungut melalui hidung dan mulut.Saat bernapas, oksigen
masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli, dan dapat erat
berhubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonalis (Syaifudin,
2015).Pernapasan dapat berarti pengangkutan oksigen ke sel dan
pengangkutan CO2 dari sel kembali ke atmosfer. Proses ini dapat dibagi
menjadi 4 tahap yaitu:
a. Pertukaran udara paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara ke
dan dari alveoli. Alveoli yang sudah mengembang tidak dapat
mengempis penuh karena masih adanya udara yang tersisa didalam
alveoli yang tidak dapat dikeluarkan walaupun dengan ekspirasi
kuat. Volume udara yang tersisa ini disebut volume residu. Volume
ini penting karena menyediakan O2 dalam alveoli untuk
menghasilkan darah.
b. Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah.
c. Pengangkutan O2 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh menuju
ke dan dari sel-sel.
d. Regulasi pertukaran udara dan aspek-aspek lain pernapasan.

a.2 Tuberculosis Paru


a.2.1 Definisi
Tuberkolosis Paru (TB) merupakan salah satu penyakit mikobakterial
paling terserang selama sejarah manusia, selain lepra. Centers of disease
control and prevention melaporkan sekitar 2 miliar orang, atau sepertiga
populasi dunia, terinfeksi bakteri yang menyebabkan tuberkolosis,
sebelum adanya obat anti-TB pada akhir 1940 an, TB adalah penyebab
utama kematian diamerika serikat. Terapi obat, bersama dengan
perbaikan kesehatan masyarakat dan standar hidup umum, menghasilkan
penurunan yang signifikan pada insiden TB selama 3 dekade
berikutnya.Jumlah kasus TB meningkat 20 %.Peningkatan ini dianggap
karena munculnya epidemic human immunodeficiency virus (HIV),
penyalahgunaan obat, datangnya imigran dari Negara berkembang, dan
penurunan infrastruktur pelayanan kesehatan Negara.
a.2.2 Etiologi
Black (2014) juga menjelaskan TB merupakan penyakit menular yang di
sebabkan ole Mycobacterium tuberkolosis, suatu bakteri aerob yang
tahan asam (acid fast baccilus, AFB). TB merupakan infeksi melalui
udara dan umumnya didapatkan dengan inhalasi partikel kecil (diameter
1 hingga 5 mm) yang mencapai alveolus.Droplet tersebut keluar saat
berbicara, batuk, tertawa, bersin, atau menyanyi.Droplet nuklei
terinfeksi kemudian dapat terhirup oleh orang yang rentan
(inang).Sebelum terjadi infeksi paru, organisme yang terhirup harus
melewati mekanisme pertahanan paru dan menembus jaringan paru.
Paparan singkat dengan TB biasanya tidak menyebabkan infeksi.Orang
yang paling umum terserang infeksi adalah orang yang sering
melakukan kontak dekat berulang dengan orang yang terinfeksi yang
penyakitnya masih belum terdiagnosis.Orang tersebut mungkin orang
yang memiliki kontak berulang dengan klien yang kurang tertangani
secara medis, populasi pendapatan rendah, orang yang dilahirkan di luar
negeri, atau penghuni fasilitas perawatan jangka panjang atau suatu
asrama.Populasi risiko tinggi lainnya adalah pengguna obat-obatan
intravena, tuna wisma, dan orang yang karena pekerjaanya sering
terpapar TB aktif (pekerja kesehatan).
Kuman yang menyebabkan penyakit Tuberculosis tidak hanya
mengancam paru-paru tetapi juga dapat menginfeksi beragam organ
lainya yang terdapat dalam tubuh seseorang antara lain tulang, otak dan
berbagai kelenjar. Kuman yang menyebabkan penyakit Tuberculosis
adalah Mycobacterium Tuberulosis yang berbentuk batang dan dapat
memiliki fase dorman jika terinfeksi kedalam jaringan tubuh.Fase
dorman adalah periode “tidur” atau tidak aktifnya kuman sehingga
menyebabkan penyakit Tuberculosis tetapi juga dapat dihilangkan
dengan obat (Munarsih,2010).
Ciri-ciri Mycobacterium tuberculosis adalah:
1. Berbentuk batang tipis agak bengkok bersifat aerob
2. Berukuran 0,5-4 mikron x0,3-06 mikron
3. Mempunyai granular atau tidak bergranular
4. Tunggal berpasangan atau berkelompok
5. Mudah mati pada air mendidih ( 5 menit pada suhu 800C, 20
menit pada suhu 600C, mudah mati dengan sinar matahari
langsung, tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar lembab)
6. Tidak berspora
7. Tidak mempunyai selubung tapi mempunyai lapisan luar tebal
yang terdiri dari lipoid
8. Dapat bertahan terhadap penghilangan warn dengan asam dan
alcohol Basil Tahan Asam (BTA).

a.2.3 Manifestasi klinis


Keluhan yang dirasakan pasien Tuberculosis paru dapat bermacam-
macam atau banyak pasien yang ditemukan, Tuberculosis paru tanpa
keluhan sama sekali gejalanya berupa gejala umum dan gejala
respiratorik. Gejala umum berupa demam dan malaise, demam ini mirip
dengan demam yang disebabkan influenza namun kadang-kadang dapat
mencapai 40-41oC, gejala demam ini bersifat hilang timbul.Malaise yang
terjadi dalam jangka waktu panjang berupa pegal-pegal, rasa lelah,
anoreksia, nafsu makan berkurang serta penurunan berat badan.Gejala
respiratorik baru berupa batuk kering atau pun batuk produktif
merupakan gejala yang paling sering terjadi dan merupakan indikator
yang sensitive untuk penyakit Tuberculosis paru aktif. Nyeri dada
biasanya bersifat nyeri
pleuritik karena terlibatnya pleura dalam proses penyakit
(Darmanto,2020).
Tanda penderita Tuberculosis akan mengalami bebagai gangguan
kesehatan seperti batuk berdahak kronis, demam subrefis, berkeringat
tanpa sebab di malam hari sesak nafas, nyeri dada dan penurunan nafsu
makan. Umumnya pasien juga merasakan adanya darah pada dahaknya,
keluhan batuk biasanya tidak terlalu diperhatikan dan biasanya frekuensi
batuk semakin sering, baik disertai dahak maupun tanpa dahak. Seperti
disebutkan selain menyerang paru-paru Tuberculosis juga dapat
menyerang organ lain, organ pencernaan termasuk liver dan usus
merupakan organ yang juga dapat terkena kuman Tuberculosis paru.
Penyakit Tuberculosis ternyata sanggat erat kaitanya dengan keadaan gizi
seseorang, daya tahan tubuh penderita sangat menentukan keadaan
penderita sesudah serangan pertama. Biasanya pasien yang memiliki
kecukupan gizi yang baik akan mempunyai daya tahan tubuh yang lebih
kuat oleh karena itu baisanya pasien yang memiliki kecukupan gizi yang
baik akan dapat sembuh dengan sendirinya walaupun tidak diobati,
sebaliknya jika pasien kekurangan gizi maka kuman Tuberculosis akan
menyebar sangat cepat ke beberapa bagian tubuh lainya seperti ginjal,hati
dan tulang (Munarsi, 2019).
1.2.4 CaraPenularan

Sumber penularan adalah pasien Tuberculosis Basil Tahan Asam (BTA)


positif.Pada waktu batuk atau bersin pasien menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk percikan dahak (droplet infection).Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.Umumnya penularan terjadi
dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama.ventilasi dapat menguragi jumah percikan sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat betahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab (Kemenkes RI
2020).
Saat mycobacterium tuberculosis berhasil menginfeksi paru-paru dengan
segara akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat).
Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis, bakteri Tuberculosis
akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling
bakteri oleh sel paru-paru, cara kerja suatu organisasi pembentukan
dinding itu membuat jaringan disekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri Tuberculosis akan menjadi dorman (istirahat). Bentuk-bentuk
dorman itulah yang sebenarnya terlihat sebagai bonggol kecil pada
pemeriksaan foto rontogen. Pada sebagaian orang dengan sistem imun
yang baik, bentuk itu akan tetap dorman sepanjang hidupnya, sementara
itu pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurag baik
bakteri tersebut akan mengalami perkembangan sehingga tubercle
bertambah banyak. Tubercle yang banyak itu membentuk sebuah ruangan
didalam paru-paru, ruangan itu lah yang nantinya menjadi sumber
produksi sputum (dahak), seseorang yang telah memproduksi sputum
dapat diperkirakan sendang mengalami pertumbuhan tubercule berlebih
dan positif terinfeksi Tuberculosis. Tuberculosis juga dapat ditularkan
melalui susu sapi yang tidak steril (biasanya hanya dipanaskan sampai
60oC), jika susu tersebut kemudian dikonsumsi oleh orang yang sehat
maka dia dapat tertular Tuberculosis, kuman Tuberculosis dalam susu itu
berasal dari sapi yang menderita Tuberculosis, kuman Tuberculosis juga
bisa masuk melalui kulit terbuka. Kuman TB paru yang masuk akan
menjadi sel penginfeksi dan pada tahap selanjutnya kuman akan tidur, fase
itulah yang sangat berbahaya karena saat tubuh lemah, kuman akan
menginfeksi kekebalan tubuh manusia (Munarsih,2010).
1.2.5 Klasifikasi Tuberculosis

Klasifikasi Tuberculosis menurut pedoman nasional Penanggulangan


Tuberculosis (2019).
Pasien Tuberculosis juga diklasifikasikan menurut : Lokasi dari penyakit,
riwayat pengobatan sebelumnya, hasil pemeriksaan dahak mikroskopik.
1.2.5.1. Klasifikasi Berdasarkan Penyakit
Tuberculosis paru adalah Tuberculosis yang terjadi pada parenkrim
(jaringan) paru Milier Tuberculosis di anggap sebagai Tuberculosis paru
karena adanya lesi pada jaringan paru.Limfadinetis Tuberculosis di
rongga dada atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
mendukung Tuberculosis pada paru, dinyatakan sebagai Tuberculosis
ekstra paru.Pasien yang menderita Tuberculosis paru dan sekaligus juga
menderita Tuberculosis ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien
Tuberculosis paru.
a. Klasifikasi Berdasarkan Pengobatan Sebelumnya
Pasien baru Tuberculosis adalah pasien yang belum pernah mendapat
pertolongan Tuberculosis sebelumnya atau sudah pernah menelan Obat Anti
Tuberculosis (OAT) namun kurang dari 1 bulan.
b. Pasien yang pernah diobati Tuberculosis adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan Obat Anti Tuberculosis (OAT) atau lebih.
c. Pasien kambuh adalah pasien Tuberculosis yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini di diagnosis Tuberculosis berdasarkan hasil
pemeriksaan bekteriologi atau klinis ( Baik karna benar-benera kambuh atau
karena riinfeksi).
d. Pasien yang diobati kembali setelah gagal adalah pasien Tuberculosis yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
e. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat adalah pasien yang pernah
diobati dan dinyatakan putus berobat.
1.2.5.2 Kalasifikasi pasien Tuberulosis Berdasarkan Hasil Pemeriksaaan Dahak
mikroskopi
a. Tuberculosis Batang Tahan Asam (BTA) positif Sekurang-
kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS)
hasilnya Batang Tahan Asam (BTA) positif.
 Spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) hasilnya Batang
Tahan Asam (BTA) positif dan foto thorak dada menunjukan
Tuberculosis.
 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) hasilnya Batang
Tahan Asam (BTA) positif dan biakan kuman Tuberculosis.
1 dahak atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) yang pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya Batang Tahan Asam (BTA)
negativ dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotic
non Obat Anti Tuberculosi (OAT).
b. Tuberculosis Batang Tahan Asam (BTA) Negativ Kasus yang tidak
memenuhi definisi pada Tuberculosis paru BTA Positif. Kriteria
diagnostik Tuberculosis paru BTA Negativ harus meliputi:
1. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negativ.
2. Foto thorak abnormal menunjukan gambaran tuberculosis.
3. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotic non OAT.
4. Ditentukan oleh dokter untuk diberikan pengobatan.
1.2.5 Tuberculosis Primer

Daerah konsolidasi meradang di alveoli yang terinfeksi oleh


Mycobacterium Tuberculosisakan membentuk sarang tuberculosis
pneumini kecil yang disebut fokus Ghon atau sarang primer. Sarang
primer disebut juga afek primer, afek primer akan membentuk kompleks
primer bersama-sama dengan limfangitis regional. Semuah proses ini
membutuhkan waktu 3-8 minggu. Nasib kompleks primer nantinya
sebagai berikut:

 Sembuh tanpa meninggalkan bekas sama sekali.

 Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas dan bakteri bersifat


dormant.
 Akan menyebar dengan cara:

1. Perkontinuitatum, yaitu menyebar kedaerah sekitarnya


Contohnya adalah epituberkulosis adalah kejadian penekanan
bronkus biasanya yang mengalami penekanan adalah bronkus
lobus medius oleh karena kelenjar hilus yang membesar akibat
infeksi Mycobacterium Tuberculosis sehingga menimbulkan
obstruksi pada saluran napas yang berhubungan.Hal ini dapat
menyebabkan atelektasis.Kuman tuberculosis aakn menjalar
sepanjang bronkus yang mengalami atelektasis dan terjadilah
peradangan di lobus tersebut.

2. Broken, yaitu melalui saluran pernafasan baik di paru


bersangkutan ataupun ke paru sebelahnya.

3. Hematogen dan limfogen yaitu melalui pembuluh darah dan


pembuluh limfe.
4. Hematogen dan limfogen yaitu melalui pembuluh darah dan
pembuluh limfe.
Penyebaran ini tergantung dengan daya tahan tubuh, jumlah dan
virulensi darikuman tersebut. Sarang infeksi yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan apabila sistem imun adekuat, penyebaran melalui
hematogen dan limfogen dapat menimbulkan penyakit yang lebih parah
lagi seperti tuberculosis milier,meningitis tuberculosis, typhobacillosis
Landouzy, dan juga tuberculosis pada organ lain seperti tulang, ginjal,
genitalia dan lain sebagainya. Komplikasi dari penyebaran ini dapat
berakhir dengan:
1. Sembuh dengan meninggalkan sekule (gagal tumbuh pada anak
setelah terkena ensefalomeningitis).
2. Meninggal

1.2.6 Tuberculosis Post Primer


Tuberculosis post primer akan timbul bertahun-tahun setelah
tuberculosis primer, biasanya terjadi oada usia 15-40 tahun
.banyaknya istilah yang digunakan selain tuberculosis post primer
seperti: progressive tuberculosis, adult type tuberculosis, localized
tuberculosis, tuberculosis menahun, dan sebagainya. Tuberculosis
post primer terjadi setelah tubuh mengalami respon imun, spesifik
1.2.7 Tuberculosis Post Primer
Tuberculosis post primer akan timbul bertahun-tahun setelah
tuberculosis primer, biasanya terjadi oada usia 15-40 tahun
.banyaknya istilah yang digunakan selain tuberculosis post primer
seperti: progressive tuberculosis, adult type tuberculosis, localized
tuberculosis, tuberculosis menahun, dan sebagainya. Tuberculosis
post primer terjadi setelah tubuh mengalami respon imun, spesifik
yang dipicu oleh dua cara yaitu melalui inhalasi kuman baru atau
reaktivitasi basil tuberculosis yang sebelumnya dalam keadaan
dorman karena penurunan daya tahan tubuh. Penurunan daya tahan
tubuh ini dapat disebabkan oleh karena proses menua, alkoolisme,
malnutrisi, sakit berat, diabetes miletus dan HIV/AIDS.
Gambaran klasik tuberculosis paru post primer ditandai dimulai
dengan sarang kecil dini, umumnya terletak di segmen apikal lobus
superior ataupun lobus inferior. Hal ini disebabkan oleh tekanan
oksigen didaerah apeks paru lebih tinggi sehingga basil
tuberculosis dapat berkembang lebih baik karena basil tuberculosis
bersifat aerob.Sarang kecil ini awalnya membentuk suatu sarang
pneumoni kecil. Saran pneumoni akan mengalami salah satu jalan
seperti:
1.2.7.2 Sarang tersebut akan diresopsi kembali dan sembuh
dengan tidak ada cacat yang tertinggal.
1.2.7.3 Sarang tersebut akan meluas dan akan terjadi proses
penyembuhan dengan pembentukan jaringan fibrosis.
Jaringan fibrosis ini nantinya akan mengalami pengapuran
dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran, sarang yang
sudah mengalami perkapuran ini nantinya dapat
teraktivasi kembali dengan membentuk jaringan keju
( jaringan kaseosa).
1.2.7.4 Sarang pneumoni akan meluas dan membentuk jaringan
keju (jaringan kaseosa) dan berakhir dengan
pembentukan rongga atau kavitas. Kavitas awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan mengalami
penebalan sehingga disebut kaverne (kavitas sklerotik)
kavitas tersebut akan menjadi:
1. Bertambah luas dan menyebabkan timbulnya sarang
peneumoni yang baru. Sarang pneumoni yang baru
terbentuk ini akan mengkuti alur perjalanan.
2. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) dan di
sebut sebagai tuberkuloma. Tuberuloma bisa
mengapur dan menyembuh tetap juga aktif kembali
dengan mencair dan berubah menjadi kavitas lagi.
3. Sembuh dan bersih disebut juga open healed cavity
atau kavitas yang menyembuh dan membungkus diri
lalu setelahnya menciut sehingga kelihatan seperti
bintang ( stellate shaped ).
Kavarne dapat menyebabkan peradangan pada ateri yang
terdapat di dinding kaverne. Peradangan arteri itu akan
menimbulkan aneurism yang disebut aneurisma dari
Rasmussen pada arteri berasal dari cabang arteri pulmonalis.
Bila aneurisma ini pecah, maka timbulah gejala batuk
berdarah.
1.2.8 Tuberculosis Sekunder
Tuberculosis sekunder adalah penyakit TB yang baru timbul
setelah lewat 5 tahun sejak terjadi infeksi primer.Bila
systempertahanan tubuh melemah M.tuberculosis yang sedang
tidur dapat aktif kembali disebut reinfeksi endogen.Dapat pula
terjadi super infeksi M. Tuberculosisdari luar disebut reinfeksi
eksogen.TB pada orang dewasa adalah TB sekunder karena
reinfeksi endogen contoh dari Tuberculosis Sekunder adalah:
Tuberculosis Tulang, Tuberculosis Meningitis, Tuberculosis Milier,
Tuberculosis Tulang, Tuberculosis Usus (Danusantoso, 2012).
1.2.9 Patofisiologi
Menurut Somantri (2011) infeksi efusi pleura diawali karena
seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri
menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak
dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru
(lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran
darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan
area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh
memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi.Neutrofil
dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal.Infeksi awal biasanya timbul
dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara
Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada
masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang
disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup
dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan
fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi
nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk
seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi
dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri
menjadi nonaktif.

1.2.10 Pathway
(Terlampir)

1.2.11 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Somantri (2011), pemeriksaan penunjang pada pasien
tuberkulosis adalah:
a. Sputum Culture.
b. Ziehl neelsen: Positif untuk BTA.
c. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch).
d. Chest X-ray.
e. Histologi atau kultur jaringan: positif untuk Mycobacterium
tuberculosis.
f. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya
selsel besar yang mengindikasikan nekrosis.
g. Elektrolit h. Bronkografi
h. Test fungsi paru-paru dan pemeriksaan darah.
1.2.12 Komplikasi
Menurut Somantri (2019) pada pasien tuberkulosis dapat terjadi
beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa
pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.Beberapa
komplikasi yang mungikin timbul adalah :
a. Batuk darah
b. Pneumotoraks
c. Luluh paru
d. Gagal napas
e. Gagal jantung
f. Efusi pleura

1.3 Anatomi Fisiologi Pleura


1.3.5 Anatomi
Pleura adalah membrane serosa yang licin, mengkilat, tipis, dan
transparan yang membungkus paru (pulmo). Membran ini terdiri dari
2 lapis:
a. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, langsung menutupi
permukaan paru.
b. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, berhubungan dengan dinding
dada.
Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas :
 Cupula Pleura (Pleura Cervicalis)
Merupakan pleura parietalis yg terletak di atas costa I namun
tdk melebihi dr collum costae nya. Cupula pleura terletak
setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3 medial os. Clavicula.
 Pleura Parietalis pars Costalis
Pleura yg menghadap ke permukaan dalam costae, cartilage
costae, SIC/ ICS, pinggir corpus vertebrae, dan permukaan
belakang os. Sternum.
 Pleura Parietalis pars Diaphragmatica
Pleura yg menghadap ke diaphragm permukaan thoracal yg
dipisakan oleh fascia endothoracica.

 Pleura Parietalis pars Mediastinalis (Medialis)


Pleura yg menghadap ke mediastinum / terletak di bagian
medial dan membentuk bagian lateral dr mediastinum.
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang
memproduksi cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen,
pembuluh darah dan limfe. Membran pleura bersifat semipermiabel.
Sejumlah cairan terus menerus merembes keluar dari pembuluh darah
yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh pembuluh darah
pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah.
Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat sebuah rongga yg disebut
dg cavum pleura. Dimana di dalam cavum pleura ini terdapat sedikit
cairan pleura yg berfungsi agar tdk terjadi gesekan antar pleura ketika
proses pernapasan. Rongga pleura mempunyai ukuran tebal 10-20
mm, berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna,
mengandung protein < 1,5 gr/dl dan ± 1.500 sel/ml. Sel cairan pleura
didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan sel
mesotel. Sel polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam
jumlah yang sangat kecil didalam cairan pleura. Keluar dan masuknya
cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang agar nilai normal
cairan pleura dapat dipertahankan.
1.3.6 Fisiologi Efusi Pleura
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks
kedalam paru-paru, sehingga paru-paru yang elastis dapat
mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat (resting pressure)
dalam posisi tiduran pada adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit
bertambah negatif di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi
tekanan negatif meningkat menjadi -25 sampai -35 cm H2O.
Selain fungsi mekanis, rongga pleura steril karena mesothelial
bekerja melakukan fagositosis benda asing dan cairan yang
diproduksinya bertindak sebagai lubrikans. Cairan rongga pleura
sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik dengan
konsentrasi protein 1 g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi
kemungkinan besar ikut mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan
rongga pleura. Resorbsi terjadi terutama pada pembuluh limfe pleura
parietalis, dengan kecepatan 0.1 sampai 0.15 ml/kg/jam. Bila terjadi
gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan terjadinya
pleural effusion.
1.3.7 Definisi
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung
sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi
(Nursalam,2016).
1.3.8 Etiologi

Berdasarkan jenis cairan yang terbetuk, cairan pleura dibagi


menjadi transudat dan eksudat.
a. Transudat
Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang
mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura
mengalami perubahan. Transudat ini disebabkan oleh kegagalan
jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites
(oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor,
sindroma meig, hipoalbumenia, dialysis peritoneal, Hidrothoraks
hepatik
b. Eksudat
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya,
tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.

1.3.9 Patofisiologi

Pada umumnya, efusi pleura terjadi karena pleura hamper mirip


plasma (eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal
merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi dalam
hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas pleura parientalis sekunder (efek samping dari)
peradangan atau keterlibatan neoplasma. Contoh bagi efusi pleura
dengan pleura normal adalah payah jantung kongesif. Pasien
dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami efusi
pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongesif. Ketika jantung
tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh
tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidrostastik pada kapiler
yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan
yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya
menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan
pembentukan cairan dari pleura parientalis karena hipertensi
kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan
pengumpulan abnormal cairan pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan pembentukan cairan pleura dan
berkurangnya reabsorbsi, hal tersebut berdasarkan adanya
penurunan pada tekanan onkontik intravaskuler (tekanan
osmotic yang dilakukan oleh protein). Luas efusi pleura yang
mengancam volume paru-paru, sebagian akan tergantung atas
kekakuan relative paru-paru dan dinding dada. Dalam batas
pernafasan normal, dinding dada cenderung untuk recoil ke
dalam (paru-paru tidak dapat berkembang secara maksimal
melainkan cenderung untuk mengempis)
1.4 Water Seal Drainage (WSD)
1.4.5 Definisi
Arif (2012) menjelaskan bahwa Water Seal Drainage (WSD)
merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,
cairan berupa darah atau pus dari ringga pleura, rongga thorax, dan
mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut Dalam keadaan
normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi
sedikit cairan pleura.
1.4.6 Tujuan Pemasangan
Tujuan pemasangan Water Seal Drainage adalah sebagai berikut :
a. Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan
rongga thorax.
b. Mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura.
c. Mengembangkan kembali paru yang kolaps.
d. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura (refluks
drainage) yang dapat menyebabkan pneumothoraks.
e. Mengalirkan udara atau cairan dari ringga pleura untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut.

1.4.7 Indikasi Pemasangan


a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah suatu penumpukan dada diantara pleura
viseralis dan parietalis yang menyebabkan rongga pleura
sebenarnya, bukan rongga pleura potensial (Ward, dkk. 2012).
Ciri-ciri pneumothoraks antara lain :
1. Spontan >20% oleh karena rupture bleb.
2. Luka tusuk tembus.
3. Klem dada yang terlalu lama.
4. Kerusakan selang dada pada sistem drainase.
b. Hemothoraks
Hemothoraks adalah akumulasi darah dan cairan di rongga
pleura, biasanya akibat trauma atau pembedahan (Kozier, 2013).
Keadaan hemothoraks biasa terjadi pada kondisi Efusi Pleura

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya


penumpukan cairan dalam rongga pleura (Soemantri, 2016).
b. Emfiema
Emfiema adalah keadaan terkumpulnya pus di dalam rongga
pleura. Pus dapat mengisi satu lokasi pleura atau mengisi
seluruh rongga pleura (Muttaqin, 2012).
1. Penyakit paru serius.
2. Kondisi inflamasi.
1.4.8 Kontraindikasi Pemasangan WSD
a. Infeksi pada tempat pemasangan.
b. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.

1.4.9 Komplikasi Pemasangan WSD


a. Komplikasi primer
 Perdarahan
 Edema paru
 Tension pneumothoraks
 Atrial aritmia
b. Komplikasi sekunder
 Infeksi
 Emfiema
c. Komplikasi lainnya
 Laserasi yang mencederai organ
 Perdarahan
 Emfisema subkutis
 Tube terlepas
 Tube tersumbat

1.4.10 .Prinsip Water Seal Drainage


Menurut Aziz (2019) prinsip yang digunakan pada water seal
drainage adalah sebagai berikut :
A. Gravitasi
Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang lebih tinggi ke
tekanan yang lebih rendah.

B. Tekanan negatif Udara atau cairan dalam rongga dada


menghasilkan tekanan positif (763 mmHg atau lebih) dalam rongga
pleura. Udara dan cairan pada water seal pada selang dada
menghasilkan tekanan positif yang kecil (761 mmHg). Sebab
udara dan cairan bergerak dari tekanan yang lebih rendah, maka
udara dan cairan akan berpindah dari tekanan positif yang lebih
tinggi pada rongga pleura ke tekanan positif yang lebih rendah
yang dihasilkan oleh water seal.

C. Suction

Yaitu suatu kekuatan tarikan yang lebih kecil daripada tekanan


atmosfir (760 mmHg). Suction dengan kekuatan negatif 20 cmH2O
menghasilkan tekanan subatmosfer 746 mmHg sehingga udara atau
cairan berpindah dari tekanan lebih tinggi ke tekanan yang lebih
rendah.
D. Water seal
Tujuan utama dari water seal adalah membiarkan udara keluar dari
rongga pleura dan mencegah udara dari atmosfer masuk ke rongga
pleura. Botol water seal diisi dengan cairan steril yang didalamnya
terdapat selang yang ujungnya terendam 2cm. Cairan ini
memberikan batasan antara tekanan atmosfer dengan tekanan
subatmosfer (normal 754 mmHg – 758 mmHg). Selang yang
terendam 2cm itu menghasilkan tekanan positif sebesar 1,5 mmHg
semakin dalam selang water seal terendam air semakin besar
tekanan positif yang dihasilkan. Pada saat ekspirasi, tekanan pleura
lebih positif sehingga udara dan air dari rongga pleura bergerak
masuk ke botol. Pada saat inspirasi tekanan pleura lebih negatif
sehingga water seal mencegah udara atmosfer masuk ke rongga
pleura.
1.4.11 Cara Pemasangan WSD
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V,
di linea aksillaris anterior dan media.

2. Lakukan analgesia/anastesia pada tempat yang telah ditentukan.

3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam
sampai musulus interkostalis.

4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian


dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk
memastikan sudah sampai rongga pleura/menyentuh paru.

5. Masukkan selang (chest tube) melalui lubang yang telah dibuat


dengan menggunakan Kelly forceps.

6. Selang (chest tube) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan


ke dinding dada.

7. Selang (chest tube) disambung ke WSD yang telah disiapkan.


8. Foto X-rays dada untuk menilai posisi selang yang telah
dimasukkan.
1.4.12 Macam-macam WSD
1. WSD dengan satu botol
 Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana.
 Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol
penampung.
 Drainase bebagai adanya grafitasi. Umumnya digunakan pada
pneumotoraks.
2. WSD dengan dua botol
 Botol pertama sebagai penampung/drainase.
 Botol kedua sebagai water seal tetap pada satu level.
 Dapat dihubungkan dengan suction control.

3. WSD dengan tiga botol


 Botol pertama sebagai penampung/drainase.
 Botol kedua sebagai water seal.
 Botol ketiga sebagai suction control, tekanan dikontrol dengan manometer.
1.5 Posisi semi fowler untuk mengurangi sesak nafas
Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien TB paru akan
menimbulkan masalah keperawatan dan mengganggu kebutuhan dasar
manusia salah satu diantaranya adalah kebutuhan istirahat, seperti adanya
nyeri dada saat aktivitas, dyspnea saat istirahatatau aktivitas, letargi dan
gangguan tidur. Metode yang paling sederhana dan efektif untuk
mengurangi resiko penurunan pengembangan dinding dada yaitu dengan
pengaturan posisi saat istirahat(Heather, 2018).
Pemberian posisi semi fowler pada pasien TB paru telah dilakukan
sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Posisi
yang tepat bagi pasien dengan penyakit kardiopulmonari adalah diberikan
posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 30 - 45°.Tujuan dari tindakan
ini untuk menurunkan konsumsi O² dan menormalkan ekspansi paru yang
maksimal, serta mempertahankan kenyamanan dan kestabilan pola napas
pada pasien TB paru.
BAB III LAPORAN

STUDI KASUS

3.1 Pengkajian

3.1 Pengkajian identitas


a. Data Pasien

Nama : Tn. M

No. MR : 00209021

Umur : 53 th

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Kampung Kali Jaya RT8/4 Tangerang

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Buruh

Status : Duda

Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia

Agama : Islam

Diagnosa Medis : Tuberculosis dd efusi pleura

Masuk RS : 01-12-2022 jam 05.00 WIB

Tanggal Pengkajian : 01-12-2022 jam 13.45 WIB

Sumber Informasi : Pasien dan keluarga, medical record


Ruangan : IGD
b.Data penanggung Jawab
Nama : NY. A
Umur : 35 th
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Kampung Kali Jaya RT8/4 Tangerang
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
3.2 Pengkajian Awal IGD
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis

Tanda-tanda Vital : TD: 121/85 mmHg


HR: 80x/menit
RR 27 x/menit
Suhu 36 celcius
Saturasi 95 %
Keluhan Nyeri: Tidak /Ya, skala 8/10(0-10 VAS)
Sskrining Jatuh : Skor 45 (Tinggi/sedang/ rendah)

Status Psikologis : Tenang/takut/tegang/marah/lain-lain terlihat cemas

Status Fungsional : Total skor 50 (dibantu total/sebagian/mandiri

Skrining Gizi : Total sko 0 (baik) (MST/strong kids)

BB 47 KG ,TB 152 Cm: IMT (BB/TM2) 20

(lebih/normal/kurang)

Riwayat Alergi : ya/tidak : makanan, debu, obat, udara dingin,

3.3 Pengkajian Anamnesa

3.3.1 Keluhan Utama

Klien mengalami sesak nafas yang disertai batuk yang dialami 3 bulan serta badan

terasa lemas.

3.3.2 Keluhan Penyakit Sekarang

Klien sudah terpasang selang WSD di ICS 4 dekstra pada tanggal 1-12-
2022, jam 11.30 WIB dengan jumlah cairan yang keluar sebanyak 300cc
berwarna kehijauan (pus). Jam 11.30 klien mengatakan sesak nafas, batuk
tetapi tidak berdahak. Klien mengeluh nyeri pada dada kanan disekitar
tempat terpasangnya WSD dan nyeri semakin bertambah saat dilakukan
perawatan WSD dan saat ingin bertukar posisi sehingga klien tampak takut
untuk mengubah posisi. Klien juga tampak terbaring lemas yang dirasakan
diseluruh badan. Frekuensi pernafasan 30x/mnt, klien tampak terpasang O2
2L dengan nasal kanul, paru sinistra lebih bergetar daripada paru desktra.
Suara paru desktra klien terdengar
ronchi dan paru kiri vesikuler. Pada kulit klien sebelah kanan terdapat 4
jahitan paska pemasangan selang WSD, teraba nyeri, tidak tampak
kemerahan, tidak ada pembengkakan, teraba sedikit hangat. Klien tampak
terpasang torasik tube berukuran 28 fr dan selang NGT berukuran 20fr.

3.3.3Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengatakan pernah mengalami batuk tetapi tidak berdahak selama 3


bulan.

3.3.4 Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien mengatakan didalam keluraganya tidak ada yang mengalami sakit paru-
paru atau meninggal mendadak, pasien mengatakan orang tua pasien meninggal
karena sudah lanjut usia, riwayat hipertensi (-), penyakit jantung (-).
3.3.5 POLA KESEHATAN FUNGSIONAL
a. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi: Selama dirumah klien selalu
makan 3x/hari dengan makan jam 08.30, 11.00. 18.00 dengan jumlah 1
porsi dengan menu nasi putih, ikan-ikanan, daging, sayur sop, sayur
bayem, minum air putih 2L/hari. Selama di rawat di Rs klien
menghabiskan setengah porsi dari yang diberikan diruang perawatan
dengan menu sarapan bubur, makan siang tahu, ikan, sayur sop,
konsumsi air mineral 1,5L/hari dan cairan infus RL 500/12Jam. Klien
tidak memiliki pantangan makanan, tidak ada kesulitan makan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

b. Pola Eliminasi : Selama dirumah klien BAB 1x/hari saat dipagi hari
dengan konsistensi padat dan warna tinja kuning dan BAK 8x/hari
dengan warna urine bening dan bau khas. Selama dirawat klien BAB 1x
dengan konsistensi cair dan berwarna kuning dan BAK 8x/hari dengan
warna urine bening melalui diapers.
Klien tidak mengalami masalah eliminasi
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah pada eliminasi klien.
c. Pola Istirahat/Tidur : Selama dirumah klien mempunyai riwayat
gangguan tidur karena batuk yang dialaminya sehingga upaya yang
dilakukan ialah minum obat batuk dan hal yang memudahkan klien
untuk tidur menonton tv dan yang memudahkan klien untuk bangun
ialah batuk yang sering dialaminya saat malam hari. Frekuensi tidur
malam klien + 5 jam. Selama dirawat klien juga mengalami gangguan
tidur karena sulit mendapatkan posisi nyaman karena klien terpasang
selang WSD yang menimbulkan nyeri dan juga dipengaruhi oleh suhu
ruangan yang panas.
Masalah Keperawatan : Gangguan pola tidur.
d. Pola KebersihanDiri / Personal Hygiene : Selama dirumah klien
merupakan orang yang rajin menjaga kebersihan diri mulai dari
mencuci rambut 2hari 1x, mandi dan sikat gigi setiap pagi dan sore,
kuku selalu pendek dan bersih. Saat dirawat klien tetap melakukan
kebersihan diri dengan mencuci rambut, melap badan dibantu oleh
anaknya, sikat gigi 1x sehari. Kuku tampak bersih tetapi panjang karena
klien masih menganut budaya bahwa “orang sakit tidak boleh potong
kuku karena pamali”.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah pada personal hygiene.
e. Aktivitas Lain : Masa muda klien bertani dan melakukan pekerjaan dan
sekarang menikmati masa tua dengan bermain bersama 6 orang
anaknya dan 3 cucunya dan saat dirawat klien bedrest.
f. Riwayat Sosial Ekonomi
1. Latar belakang social, budaya dan spiritual klien
Kegiatan kemasyarakatan yang sering dilakukan oleh klien berupa
mengikuti kegiatan pengajian disekitar lingkungan
rumahnya.Konflik social yang dialami klien tidak pernah
mempunyai masalah sama orang disekitar rumah. Ketaatan klien
dalam menjalankan agamanya ialah taat akan sholat. Teman dekat
yang senantiasa siap membantu anaknya
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
2. Ekonomi
Yang membiayai perawatan klien selama dirawat di Rs adalah
asuransi BPJS kelas 1 dan klien tidak mengalami masalah pada
keuangannya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

3.3.6 PEMERIKSAAN FISIK


A. PEMERIKSAAN
TTV : TD 110/70mmHg, N 81x/m, R 30x/m, S 37oC, BB 47kg, TB
152cm. Setelah dihitung berdasar rumus Borbowith, klien termasuk
kategori ideal.

Rumus IMT = = 20,3


B. KEADAAN UMUM
Keadaan umum klien sedang, kesadaran komposmentis, klien tampak
posisi semifowler ditempat tidur, tampak terpasang nasal canul
dengan O2 L, terpasang selang WSD pada ICS 4 Desktra, terpasang
infus RL 500cc/12 jam, dan ADL klien tampak dibantu oleh anak
perempuannya.
C. PEMERIKSAAN INTEGUMENT, RAMBUT DAN KUKU
1. Integument : Kulit klien terdapat tidak terpadat lesi dan jaringan
parut, warna kulit sawo matang. Kulit klien tidak terdapat luka
bakar. Hasil pemeriksaan palpasi tekstur kulit teraba halus, turgor
kulit tampak baik, struktur kulit mulai keriput karena faktor usia,
lemak subcutan teraba tebal, terdapat nyeri tekanpada dada kanan
klien karena ada luka akibat terpasang selang WSD.
Identifikasi luka / lesi pada kulit :

 Tipe Primer : tidak terdapat makula, papula, nodule, vesikula.


 Tipe Sekunder : tidak terdapat pustula,ulkus, crusta, exsoriasi,
sear, lichenifikasi.
 Kelainan-kelainan pada kulit : tidak terdapat naevus
pigmentosus, hiperpigmentasi, hipopigmentasi, tatto,
haemangioma,angioma, spider naevi, strie.

2. Pemeriksaan Rambut : Penyebaran rambut klien tampak merata,


rambut klien tidak bau , tidak rontok, warna rambut klien hitam dan
terdapat sedikit uban, tidak ada alopesia dan hirsutisme.
3. Pemeriksaan Kuku : Hasil pemeriksaan inspeksi dan palpasi kuku
tampak bening, bentuk normal dan bulat serta kuku tampak bersih.

4. Keluhan yang dirasakan oleh klien yang berhubungan


dengan Px. Kulit : tidak ada keluhan lain

Masalah Keperawatan : Nyeri Akut, Kerusakan Integritas Kulit.

D. PEMERIKSAAN KEPALA, WAJAH DAN LEHER


1. Pemeriksaan Kepala : Bentuk kepala tampak bulat dan simetris,
tidak ada hidrocepalus, luka, perdarahan, trepanasi. Tidak ada nyeri
tekan dan fontanella.
a. Pemeriksaan Mata :Mata klien tampak simetris, tidak ada
ekssoftalmus dan endofthalmus. Pada bagian palpebra tidak ada
oedem, peradangan, luka, benjolan. Bulu mata tidak rontok.
Konjunctiva dan sclera tidak mengalami perubahan warna.
Warna iris coklat. Reaksi pupil terhadap cahaya isokor. Kornea
berwarna bening dan tidak ada nigtasmus dan strabismus.
b. Pemeriksaan Visus
Dengan Snelen Card : Pada kedua mata klien penglihatan
mulai samar-samar dengan + 2m dari klien. Tanpa Snelen Card
ketajaman penglihatan kurang. Pemeriksaan lapang pandang
normal. Pemerikasaan tekanan bolamata dengan tonometri
tidak terkaji dan palpasi bola mata tidak ada kelainan, tidak ada
nyeri tekan.
c. Pemerikasaan telinga
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil bentuk telinga klien
simetris dan ukuran telinga,warna sawo matang. Tidak ada lesi,
nyeri tekan, peradangan, penumpukan serumen. Dengan
otoskop periksa membran tympany amati, warna sawo matang,
tidak ada perdarahan dan tidak ada perforasi. Uji kemampuan
kepekaan telinga tes bisik dengan jarak 4-6M, dengan arloji
30cm, uji weber seimbang, uji rinne hantaran tulang lebih keras
dibanding dengan hantaran udara, Uji swabach memendek.

E. PEMERIKSAAN HIDUNG
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil hidung klien simetris, bentuk
tulang hidung dan posis septum nasi tidak ada pembengkakan. Hidung
klien tidak ada perdarahan, tidak ada kotoran, tidak ada polip.
F. PEMERIKSAAN MULUT DAN FARING
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil mulut klien tidak ada kelainan,
warna bibir pink dan aga pucat, tidak ada lesi dan bibir tidak pecah-
pecah. Gigi klien terdapat 2 yang sudah berlubang, tidak ada kotoran,
tidak menggunakan gigi palsu dan tidak ada gingivitis. Warna lidah
pink, tidak ada perdarahan dan abses. Klien tidak memiliki bau mulut
dan uvula simetris. Tidak ada benda asing pada mulut dan faring
klien. Tidak ada pembesaran tonsil sehingga suara klien tidak
berubah.
G. PEMERIKSAAN WAJAH
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil ekspresi wajah klien tampak
rileks, Warna wajah klien normal dan tidak ada hiperpigmentasi,
kondisi wajah normal dan struktur wajah klien bulat dan tidak ada
kelumpuhan otot-otot fasialis pada klien.
H. PEMERIKSAAN LEHER

Hasil pemeriksaan didapatkan hasil bentuk leher simetris, tidak ada


peradangan, tidak ada jaringan parut, massa, perubahan warna. Hasil
palpasi klien tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, vena jugularis,
pembesaran kelenjar limfe, dan posisi trakea tampak simetris.
Keluhan yang dirasakan klien terkait dengan Px. Kepala: Tidak ada.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

I. PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN KETIAK


Hasil pemeriksaan didapatkan hasil ukuran payudara kecil dan bentuk
payudara simetris dan tidak ada pembengkakan. Warna kulit payudara
coklat, tidak ada lesi, aerola berwarna coklat kehitaman. Tidak ada
cairan yang keluar dari puting, tidak ada ulkus dan tidak ada
pembengkakan. Tidak ada nyeri tekan, payudara teraba kenyal dan
tidak benjolan massa.
Keluhan lain yang terkait dengan Px. Payudara dan Ketiak : Tidak ada
keluhan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

J. PEMERIKSAAN TORAK DAN PARU


Hasil pemeriksaan didapatkan hasil bentuk thorak normal chest, tidak
ada kelainan pada tulang belakang klien, bentuk dada tampak simetris
dan keadaan kulit tampak kurang baik karena terdapat luka jahitan
karena klien terpasang selang WSD pada ICS 4 desktra. Terdapat
retrasksi otot bantu pernafasan pada retraksi intercostal, retraksi
suprasternal, sternomastoid,pernafasan cuping hidung. Pola nafas
takipneu. Tidak ada sianosis dan batuk klien tampak kering. Paru kiri
klien lebih teraba getarannya daripada paru kanan, paru kanan klien
terdengar tidak mengembang. Paru klien menghasilkan suara
hipersonon. Suara nafas pada area vesikuler bersih, area bronchial
bersih, area bronco vesikuler bersih. Pada suara ucapan tidak
terdengar bronkophoni, egophoni, pectoriloqy. Terdengar suara nafas
tambahan yaitu Ronchi.
K. PEMERIKSAAN LABORATORIUM, Tgl 1-12-2022

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin 9,8 g/dl 11,7 – 15,5 g/dl

Leukosit *12,19x /ul 3,50 – 11,00 x /ul

Hematokrit 30 % 15 – 47 %

Trombosit 6,36 x /ul 140-440 x /ul

HITUNG JENIS

Basofil 0% 0-1 %

Eosnofil 0% 2-4 %

Batang 0% 3-5 %

Segmen 78 % 50-70 %

Limfosit 27% 25-40 %

Monosit 8% 2-8 %

LED (Laju Endap Darah) 127 mm/jam 0-20 mm/jam

KIMIA

Glukosa Darah Sewaktu 100 mg/dl <180 mg/dl

FUNGSI HATI

SGOT 59 U/L 0-35 U/L

SGPT 55 U/L 0-35 U/L

FUNGSI GINJAL

Ureum 63 mg/dl 0-50 mg/dl

Kreatinin 12 mg/dl 0,0-1,1 mg/dl


Keluhan lain yang dirasakan terkait Px. Torak dan Paru : Klien
mengeluh sesak nafas, nyeri ditempat terpasangnya WSD di dada
kanan.

L. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Ada jelaskan gambaran hasil foto Rongent, USG, EEG, EKG,CT- Scan, MRI,
Endoscopy dll.
Rontgen Thorak tgl 1 Desember 2022.
Hasil : Hidropneumothoraks dekstra dengan WSD dengan saran di ICS 7
kanan.

M. TERAPI YANG TELAH DIBERIKAN : (indikasi, kontra indikasi,efek


samping, sinonim)
1. Fixed Dose Combination Dosis Pemberian : 3 Tablet, Frekuensi
1x3, Cara Pemberian : Oral
Indikasi : RIFASTAR 4 FDC adalah obat yang digunakan untuk
mengobati tuberculosis (TBC) dan infeksi
bakteri Mycobacterium tertentu. RIFASTAR 4 FDC hanya untuk
membantu mengobati infeksi bakteri. RIFASTAR 4 FDC tidak
akan bekerja untuk infeksi virus (seperti pilek dan flu).
Penggunaan yang tidak perlu atau penyalahgunaan RIFASTAR 4
FDC dapat menyebabkan efektivitasnya menurun.
Kontraindikasi : Jangan digunakan untuk penderita yang
mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap salah satu komponen
obat ini. Tidak boleh diberikan kepada pasien yang menderita
neuritis optik, kecuali ada penilaian klinis yang menyatakan obat
ini bisa diberikan. Sebaiknya obat ini tidak diberikan kepada
penderita gangguan hati yang diinduksi oleh isoniazid (INH).
Jangan digunakan untuk penderita hepatitis, menderita gangguan
hati yang parah, gangguan ginjal, epilepsi dan pecandu alkohol
kronis.
Efek Samping : Efek samping yang sering dilaporkan akibat
pemakaian obat yang mengandung ethambutol adalah terjadinya
gangguan penglihatan (neuritis retrobulbar) yang disertai
penurunan visus, skotoma sentral, buta warna hijau-merah, serta
penyempitan pandangan. Efek samping ini lebih rentan dialami
jika obat digunakan dengan dosis berlebihan atau penderita
gangguan ginjal. Rifampicin dapat menyebabkan gangguan
saluran pencernaan, gangguan fungsi hati, leukopenia, dan
eosinophilia.

2.Vitamin B6 Dosis 10mg, Frekuensi 1x1, Cara Pemberian : Oral


Indikasi :Selain untuk mencegah dan mengobati defisiensi
vitamin B6, juga diberikan bersama vitamin lain atau sebagai
multivitamin untuk pencegahan dan pengobatan vitamin B
kompleks lainnya. Gangguan metabolik, drug-induced
neurotoxicity dan intoksikasi akut, mushroom toxicity,
sideroblastic anemia .
Kontraindikasi : Pasien dengan sejarah sensitivitas pada vitamin,
hipersensitivitas terhadap vitamin B6 atau komponen lain dalam
formulasi.
Efek Samping : Sistem saraf pusat : sakit kepala, kejang
(mengikuti pemberian dosis IV yang sangat besar), sensory
neuropathy, Endokrin & metabolik : penurunan sekresi serum
asam folat Gastrointestinal.
3. Ambroxol Dosis 30mg, Frekuensi 3x30mg, Cara Pemberian :
Oral Indikasi : Penyakit-penyakit pada saluran pernafasan dimana
terjadi banyak lendir atau dahak, seperti : emfisema, radang
paru kronis, bronkiektasis, eksaserbasi bronkitis kronis dan
akut, bronkitis asmatik, asma bronkial yang disertai kesukaran
pengeluaran dahak, serta penyakit radang rinofaringeal. Obat ini
juga digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada tenggorokan.
Berguna juga sebagai anti inflamasi, dengan cara
mengurangi kemerahan saat sakit tenggorokan.
Kontraindikasi : memiliki riwayat alergi / hipersensitivitas, pasien
yang menderita ulkus pada lambung penggunaan obat ini harus
dilakukan secara hati-hati.
Efek Samping : mual, muntah, dan nyeri pada ulu hati. Efek
samping yang lebih serius tetapi kejadiannya jarang misalnya
reaksi alergi seperti kulit kemerahan, bengkak pada wajah, dispnea,
sesak nafas dan kadang-kadang demam.

1. Cairan Infus Ringer Laktat Dosis 500 ml, Frekuensi 12 jam, Cara
Pemberian : Intravena
Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan
dehidrasi dan syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang
disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan asidosis
metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat
yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel
hati, asidosis laktat.
Efek Samping : Panas, infeksi pada tempat
penyuntikan, trombosis vena atau flebitis yang meluas dari tempat
penyuntikan, ekstravasasi.
2. Inhalasi Ventolin Dosis 1 ampul, Frekuensi 3x sehari, Cara
Pemberian : Inhalasi : Salbutamol adalah obat yang digunakan
untuk menghilangkan bronkospasme seperti asma dan penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK). Salbutamol adalah obat sistem
saluran nafas yang termasuk golongan agonis adrenoreseptor beta-2
selektif kerja pendek (short acting beta-adrenergic receptor
agonist). Obat ini bekerja dengan cara merangsang secara selektif
reseptor beta-2 adrenergik terutama pada otot bronkus. hal ini
menyebabkan terjadinya bronkodilatasi karena otot bronkus
mengalami relaksasi.
Kontraindikasi : Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang
memiliki riwayat hipersensitif pada salbutamol atau obat agonis
adrenoreseptor beta-2 lainnya.
Efek Samping : Efek samping yang umum adalah palpitasi, nyeri
dada, denyut jantung cepat, tremor terutama pada tangan, kram
otot, sakit kepala dan gugup, takikardi, aritmia, ganguan tidur dan
gangguan tingkah laku.

N. DATA FOKUS

NO DATA FOKUS Problem Berdasarkan SDKI

1 Ds : Kategori Fisiologis

- Pasien mengatakan sesak nafas, nyeri Subkategori Respirasi


disekitar dada, mengeluh batuk tetapi tidak
D. 0005 Pola Nafas Tidak
ada dahak, memiliki riwayat batuk kering
Efektif
dan keringat dingin setiap malam selama 3
bulan.
Do:

- Klien tampak terpasang selang WSD pada


ICS 4 desktra, tampak terpasang O2
melalui nasal kanul 2L, frekuensi
pernafasan 30x/m, klien tampak takipnea,
suara nafas pada paru kiri terdengar
vesicular dan paru kanan terdengar ronkhi.
Paru kiri terdengar lebih bergetar daripada
paru kanan.
- Bentuk dada tampak simetris dan keadaan
kulit tampak kurang baik karena terdapat
luka jahitan karena klien terpasang selang
WSD pada ICS 4 desktra
- Hasil pemerikasan foto thorax pa
( asimetris) :cor: ukuran dan bentuk normal
pulmo: tak tampak infiltrat pada lapang
paru yang terfisualisasi, tampak penebalan
fissure minor trachea di tengah tampak
perselubungan di hemithorax kanan bawah
hingga atas yang menutupi sinus
pherenicocostalis dan hemidiafragma kanan
hemidiafragma kiri baik sinus
phrenicocostalis kiri tajam tulang, tulang
dan soft tissue tak tampak kelainan
Kesimpulan: efusi pleura kana
2 Ds: Kategori Psikologis
- Klien mengeluh nyeri disekitar area
terpasangnya WSD di ICS 4 destra dada Subkategori Nyeri dan

sebelah kanan, nyeri dirasakan seperti Kenyamanan


tertusuk benda tajam dan tertekan, nyeri
D. 0077 Nyeri Akut
semakin terasa saat ingin bergerak dan
saat dilakukan perawatan WSD.
Do:

- Hasil pemeriksaan skala nyeri


menggunakan skala numerik didapatkan
hasil 6, klien tampak meringis kesakitan,
tampak berkeringat dingin dan gelisah.
TD : 110/70 mmHg,N : 85x/m,R: 27
x/menit,S : 360C.
P: di tekan
Q: perih
R: satu tempat
T:menerus
3 Ds : Kategori Lingkungan

- Klien mengeluh nyeri disekitar dada Subkategori Keamanan dan


kanan tempat terpasangnya WSD di ICS Proteksi
4 destra, nyeri dirasakan seperti tertusuk, D. 0129 Gangguan Integritas
tertekan, terasa sedikit hangat. Kulit/Jaringan

Do :

- Klien tampak terpasang WSD dengan


teknik 1 botol pada dada kanan di ICS
IV, cairan yang keluar dari paru klien
saat pemasangan WSD sebanyak 300cc,
akral klien teraba dingin.
- Klien tampak pucat, berkeringat dingin
dan terbaring lemas
- Ukuran luka klien tampak kecil, panjang
luka 3 cm, luka tampak tertutup rapi
bersamaan dengan torasik tube yang
kedalaman 15 cm dengan 4 jahitan.
- Kulit klien teraba hangat, saat disentuh
klien tampak kesakitan, tidak ada
kemerahan, tidak ada pembengkakan.
J. DIAGNOSIS PRIORITAS KEPERAWATAN (SDKI)
1. Pola Nafas Tidak Efektif
2. Nyeri Akut
3. Gangguan Integritas Kulit/Jaringa
FORMAT
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn M
Ruang 307
No. M.R 00209021
Diagnosa Medis: TB Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD

Diagnosis Keperawatan Intervensi Berdasarkan


No Kriteria Hasil Menurut NOC
SDKI SIKI

1 Kategori : Fisiologis Domain 2 Kesehatan Fisiologi I. 01011 Manajemen Jalan


Nafas
Subkategori : Respirasi Kelas E Jantung Paru
O : Monitor pola nafas,
D.00005 Pola Nafas 0410 Status Pernafasan : monitor bunyi nafas
Tidak Efektif Kepatenan Jalan Nafas tambahan.
Setelah dilakukan tindakan
T : Posisikan klien
keperawatan manajemen jalan
semifowler, berikan minum
nafas dan perawatan selang
air hangat, lakukan
dada dengan kriteria hasil yang
fisioterapi dada setidaknya
diharapkan :
2 jam setelah makan.
041004 Frekuensi pernafasan
E : Anjurkan asupan cairan
(4-5)
2000ml/24 jam dan teknik
041012 Kemampuan untuk batuk efektif.
mengeluarkan sekret (4-5) K : Kolaborasi pemberian
obat bronkodilator.
041013 Pernafasan cuping
hidung (4-5)

041020 Akumulasi sputum (4- I. 01022 Perawatan Selang


5) Dada
O : Monitor produksi
gelembung dan undulasi
pada tabung penampung
cairan, monitor warna,
volume konsistensi
drainase dari paru klien,
monitor tanda infeksi.

T : Lakukan kebersihan
tangan sebelum dan
sesudah melakukan
perawatan, fasilitasi batuk,
nafas dalam dan ubah
posisi setiap 2 jam sekali,
lakukan perawatan diarea
pemasangan selang sesuai
kebutuhan dan lakukan
penggantian tabung secara
berkala.

E : Ajarkan mengenali tanda


timbulnya infeksi.

K : Kolaborasi pemberian
farmakologi “jika
diperlukan”.
2 Kategori : Psikologis Domain 5 Kondisi kesehatan I. 08238 Manajemen Nyeri
yang dirasakan O : Identifikasi intensitas
Subkategori : Nyeri dan
nyeri, identifikasi faktor
kenyamanan Kelas V Status gejala
yang memperberat dan
D.0077 Nyeri Akut 2102 Tingkat nyeri memperingan nyeri,

Setelah dilakukan tindakan


T : Berikan teknik non-
keperawatan manajemen nyeri
farmakologi untuk
dengan kriteria hasil yang
mengurangi nyeri (teknik
diharapkan :
relaksasi genggam jari),
210201 Nyeri disekitar tempat fasilitasi klien untuk tidur
terpasangnya selang WSD dan dan istirahat.
saat ingin bergeser (4-5)
E : Ajarkan teknik
210206 Ekspresi nyeri dari nonfarmakologi untuk
wajah (4-5) mengurangi rasa nyeri.

210210 Frekuensi nafas (4-5) K : Kolaborasi pemberian


analgetik ‘jika perlu’.

3 Kategori : Lingkungan Domain II Kesehatan Fisiologi I. 14564 Perawatan Luka

Subkategori : Keamanan Kelas L Integritas Jaringan O: Monitor karakteristik luka


dan Proteksi (drainase, warna, ukuran,
1101 Integritas Jaringan : Kulit
bau), monitor tanda-tanda
D.0129 Gangguan & Membran Mukosa
infeksi.
Integritas Kulit
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan luka dengan T: Bersihkan dengan cairan

kriteria hasil yang diharapkan : NaCl, pertahankan teknik


steril saat melakukan
110101 suhu kulit (4-5)
perawatan luka, jadwalkan
110111 perfusi jaringan (4-5) posisi perubahan setiap 2
jam.
110113 integritas kulit (4-5)
E: Jelaskan tanda dan gejala
infeksi.

K : Kolaborasi pemberian
antibiotik.

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Tn. M


Diagnoasa medis : TB Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD
Ruang rawat 307
1 Desember 2022, Sift Pagi, Implementasi Hari - I

Tanggal Diagnosa Evaluasi


Implementasi Paraf
/Jam Kep (SOAP)

Kamis, D.1, 2, 3  Memonitori TTV : Evaluasi dilakukan pada


1-12- 1-12-2022, 14.30 WIB
Hasil : TD : 110/90mmHg,
2022
RR 29x/m, N 86x/m, S : Klien mengatakan masih
09.00
Sift Pagi S 36,6oC, suara paru kanan sesak nafas, dada sebelah

klien terdengar ronchi dan kanan masih terasa nyeri

paru kiri vesikuler. saat dilakukan perawatan


WSD dan saat ingin
berpindah posisi ke
pinggir bed.
 Memonitori pola nafas,
karakteristik luka dan
D.1,2,3
intensitas nyeri
10.00 O : Suara paru kanan klien
Hasil : Pola nafas klien tidak masih terdengar ronchi,
efektif, klien tampak
terpasang oksigen 2L, luka klien tampak posisi
masih tampak tertutup semifowler, klien masih
rapih, bersih dan tidak bau, tampak nyeri dan
nyeri masih timbul meringis kesakitan, kulit
terutama saat klien ingin teraba panas, tidak ada
bertukar posisi dan perawat kemerahan, skala nyeri
melakukan teknik relaksasi 6, tampak terpasang
genggam jari. oksigen nasal kanul 2L,
Rr 29x/m, S 36,6 oC ,
asupan intake cairan oral
 Melakukan pemberian obat 1200cc air putih hangat
analgetik dan cairan IV dan 50cc susu dan intake
cairan IV RL 500cc.
Hasil : Klien mendapat obat
oral OAT (Obat Anti
Tuberculosis) 3 Tablet,
Ambroxol 1x30mg.

D1,3 A : Masalah keperawatan

11.20 pola nafas tidak efektif,


 Melakukan pemberian nyeri akut, gangguan
posisi semifowler, berikan integritas kulit/jaringan
minum air hangat sebagian teratasi.
2000ml/24jam,
P : Lanjutkan Intervensi
instruksikan klien untuk
tidur.  Memonitor TTV

Hasil: Klien sudah diberikan  Monitor pola nafas,


posisi semifowler, klien bunyi nafas
sudah diberi minum air tambahan.
hangat dari pagi hingga
 Berikan obat oral
D.1,2 menjelang tidur malam dan cairan IV.
sebanyak 1200cc air putih
11.30  Lakukan kolaborasi
dan 50 cc susu hangat dari
pemberian obat
ruangan oleh keluarga.
bronkodilator.
Klien sudah tampak
melakukan persiapan  Lakukan pemberian
untuk tidur yaitu dipijat posisi semifowler,
kakinya oleh anaknya.
 Lakukan fisioterapi
dada 2 jam setelah
makan.
 Melakukan tindakan
perawatan WSD, perawatan Anjurkan teknik batuk
luka dan memberikan efektif kepada klien.
teknik nonfarmakologi

Hasil : Perawat mencuci


tangan sebelum melakukan
tindakan, menggunakan
teknik steril saat melakukan
perawatan. Luka disekitar
dada klien tempat
terpasangnya WSD teraba
nyeri, kulit teraba hangat,
tidak ada pembengkakan,
tidak ada kemerahan, tidak
ada perubahan fungsi, kulit
juga klien tampak bersih.
Panjang luka klien 3cm.
Pada tabung klien cairan
D1,2,3 keluar sebanyak 400cc
berwarna hijau, terdapat
12.00 undulasi dan cairan tampak
tidak terlalu kental seperti
jus alpukat. Melakukan
teknik genggam jari saat
klien dilakukan perawatan
luka. Mencuci tangan
sebelum dan setelah
melakukan tindakan.

 Melakukan kolaborasi
pemberian obat
bronkodilator, tarik nafas
dalam, fisioterapi dada,
anjurkan klien untuk
merubah posisi 2 jam
sekali.

Hasil : Klien mendapat


tindakan inhalasi dengan obat
ventolin 2,5 mg dan
pengencer Nacl 0,9% 3cc dan
mengintruksikan klien untuk
tarik nafas agar uap yang
dihirup dapat melebarkan
bronkus agar sputum dapat
keluar. Setelah dilakukan
fisioterapi dada dahak klien
tampak keluar sebanyak 1 cc
dan dahak berwarna bening.
Mengintruksikan klien untuk
bertukar posisi setiap 2 jam
sekali untuk menghindari
timbulnya dekubitus diarea
bokong.
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien :.Tn M


Diagnoasa medis : TB Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD
Ruang rawat 307

Jumat , 2 12-2022, Shift Pagi, Implementasi Hari 2

Tanggal Evaluasi
Diagnosa Kep Implementasi Paraf
/Jam (SOAP)

Jumat,  Memonitor TTV Evaluasi dilakukan pada


2-12- 2-12-2022, 14.00 WIB
D1,2,3 Hasil : TD : 120/90 mmHg,
2022
RR 28x/m, N 90x/m, S : - Klien mengatakan
07.30 WIB
S 36oC. masih sesak nafas
dan masih nyeri di
Shift
bagian dada kanan
Pagi
 Memonitor pola nafas, tempat terpasangnya

bunyi nafas tambahan, WSD.

dan intensitas nyeri O : - R 28x/mnt, klien


tampak sesak, suara
D1,2,3 Hasil : Pola nafas klien
nafas klien ronkhi,
tampak tidak efektif,
08.00 WIB tampak terpasang
bunyi nafas klien ronkhi,
nasal canul dengan
klien tampak terpasang
oksigen 2 L, pola
nasal canul dengan
nafas tampak tidak
oksigen 2L, luka masih
efektif, mengeluh
tampak tertutup rapih,
sakit saat bertukar
bersih dan tidak bau, nyeri
posisi dan saat
masih timbul terutama
dilakukan perawatan
saat klien ingin bertukar
luka saat subuh tadi,
posisi, skala nyeri 5,
tampak mengontrol nyeri S 36 oC.
lewat ekspresi muka dan
- Luka klien tampak
mengeluh sakit dibagian
bersih dan rapih,
dada kanan seperti
Skala nyeri 5 dan
tertekan.
klien dapat
mengontrol nyeri
lewat ekspresimuka.

A : Masalah keperawatan
pola nafas tidak efektif,
 Berkolaborasi pemberian nyeri akut, gangguan
obat oral dan cairan IV. integritas kulit/jaringan
sebagian teratasi.
Hasil : Memberikan obat
oral Ambroxol 10mg dan P : Lanjutkan Intervensi
cairan RL 500cc.  Memonitor TTV.

 Monitor pola nafas,

 Melakukan pemberian bunyi nafas

obat bronkodilator, tambahan dan

memposisikan klien intensitas nyeri.

semifowler.
D1,2,3  Lakukan kolaborasi
Hasil : Klien diberikan pemberian obat
08.10
ventolin 2,5mg dan Nacl bronkodilator.

0,9% 3cc untuk


 Berikan obat oral
melonggarkan saluran
dan cairan IV.
pernafasan dan
memposisikan  Lakukan pemberian

semifowler. posisi semifowler,

 Lakukan fisioterapi
D1  Melakukan fisioterapi dada 2 jam setelah
dada 2 jam setelah makan.
11.00
makan.
 Anjurkan teknik
Hasil : Melakukan batuk efektif kepada
fisioterapi dada dengan klien.
cara menepuk dengan
tangan di punggung
selama 5 menit untuk
mengurangi sesak.

 Menganjurkan teknik
batuk efektif.

D1 Hasil : mengajarkan
teknik batuk efektif
13.00 wib
setelah fisioterapi dada
dan klien tampak
mengikuti arahan dengan
baik.

D1

13.10 wib
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Tn. M


Diagnoasa medis : TB Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD
Ruang rawat 307

Jumat, 2 12-2022 Shift Siang, Implementasi Hari 2

Tanggal Evaluasi
Diagnosa Kep Implementasi Paraf
/Jam (SOAP)

Jumat,  Memonitor TTV. Evaluasi dilakukan pada


2-12- 5 Januari, 21.00 WIB
D 1, 2, 3 Hasil : TD 120/80 mmHg,
2022
RR 27x/m, N 89x/m, S : Klien mengatakan masih
14.30 wib
S 36,5oC merasakan sesak nafas
dan masih nyeri di
Shift
D 1,2, 3 bagian dada kanan
Siang
 Memberikan obat oral yang terpasang WSD.
15.00 wib
untuk klien. O : - R 27x/mnt, klien

Hasil : Ambroxol 1x10mg tampak masih sesak

dan Vitamin B6 1x10mg. nafas, suara nafas klien


ronkhi, tampak
terpasang nasal canul

 Memonitor pola nafas, 2L, skala nyeri 5 dan

bunyi nafas tambahan dapat mengontrol nyeri


D1,2
dan intensitas nyeri. lewat ekspresi muka.

15.30 - Klien tampak


Hasil : Pola nafas klien
tampak efektif , suara mengeluh sakit

nafas klien ronkhi, klien disekitar dada saat

tampak terpasang nasal bertukar posisi.


canul 2 L, luka masih - Luka klien tampak
tampak tertutup rapih, bersih, tidak bau dan
bersih dan tidak bau, rapih.
nyeri masih timbul
A : Masalah keperawatan
terutama saat klien ingin
pola nafas tidak efektif,
bertukar posisi, skala
nyeri akut dan gangguan
nyeri 5, tampak
integritas kulit/jaringan
mengontrol nyeri lewat
sebagian teratasi.
ekspresi muka dan
mengeluh sakit dibagian P : Lanjutkan Intervensi
dada kanan.  Memonitor TTV

 Monitor pola nafas,


D1
 Melakukan kolaborasi karakteristik luka,
15.30 WIB pemberian obat bunyi nafas

bronkodilator dan tambahan dan

Melakukan pemberian intensitas nyeri.

posisi semifowler
 Lakukan pemberian

Hasil : Klien diberikan obat analgetik

ventolin 2,5mg dan Nacl


 Lakukan posisi
0,9% 3cc untuk
semifowler, berikan
melonggarkan saluran
minum air hangat
pernafasan dan 2000ml/24jam,
memposisikan instruksikan klien
semifowler untuk tidur.
D1

17.30 WIB  Lakukan tindakan

 Lakukan fisioterapi dada perawatan WSD,

2 jam setelah makan. perawatan luka dan


memberikan teknik
Hasil : Melakukan
fisioterapi dada dengan nonfarmakologi
cara menepuk dengan
 Lakukan kolaborasi
tangan di punggung
pemberian obat
selama 5 menit untuk
bronkodilator, tarik
D1 mengurangi sesak setelah
nafas dalam,
bronkodilator
18.35 WIB fisioterapi dada,
 Menganjurkan teknik anjurkan klien untuk
batuk efektif kepada merubah posisi 2
klien. jam sekali.

Hasil : Klien mampu untuk


melakukan batuk efektif
yang didampingi oleh
perawat.

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Tn. M


Diagnoasa medis : TB Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD
Ruang rawat 307

5 Januari 2019, Shift Malam, Implementasi Hari 2.

Tanggal Evaluasi
Diagnosa Kep Implementasi Paraf
/Jam (SOAP)

Jumat, D.1, 2, 3  Memonitori TTV : Evaluasi dilakukan pada 02-


2-12- 12-2022, 07.00 WIB
Hasil : TD : 110/90mmHg,
2022
RR 26x/m, N 85x/m, S : Klien mengatakansesak
21.20
S 368oC, suara paru kanan nafas berkurang,dada
klien terdengar ronchi dan sebelah kanan masih
Sift kiri vesikuler. terasa nyeri saat
Malam dilakukan perawatan
WSD dan saat ingin
 Memonitori pola nafas, berpindah posisi ke tepi
karakteristik luka dan bed.
intensitas nyeri.
O : Suara paru kanan klien
Hasil : Pola nafas klien masih terdengar ronchi,
tampak tidak efektif, klien klien tampak posisi
tampak menggunakan semifowler, klien masih
D.1,2,3
oksigen 2L, luka masih tampak nyeri dan dapat
21.25 tampak tertutup rapih, mengontrol nyeri lewat
bersih dan tidak bau, nyeri ekspresi muka, kulit
masih timbul terutama teraba hangat, tidak ada
saat klien ingin bertukar kemerahan, skala nyeri
posisi, skala nyeri 5, klien 5, tampak terpasang
dapat tampak mengrontrol oksigen, Rr 26x/m,
nyeri lewat ekspresi muka. asupan intake cairan oral
1600cc air putih dan
50cc susu dan intake IV
 Melakukan pemberian RL 500cc.
obat oral dan cairan RL.
A : Masalah keperawatan
Hasil : Klien mendapat pola nafas tidak efektif,
obat OAT 3 tablet, nyeri akut, gangguan
Ambroxol 1x30mg dan integritas
cairan RL 500cc. kulitsebagianteratasi.

D3 P : Lanjutkan Intervensi

21.50  Memonitor TTV

 Melakukan posisi  Monitor pola nafas,


semifowler, berikan bunyi nafas tambahan.
minum air hangat
 Lakukan kolaborasi
2000ml/24jam,
pemberian obat
instruksikan klien untuk
bronkodilator.
tidur.
 Lakukan pemberian
Hasil: Klien sudah diberikan
posisi semifowler,
posisi semifowler, klien
D.1,2 sudah diberi minum air  Lakukan fisioterapi dada
hangat dari pagi hingga 2 jam setelah makan.
22.10
menjelang tidur sebanyak
Anjurkan teknik batuk
1600cc air putih dan
efektif kepada klien.
50cc susu oleh keluarga.
Klien sudah tampak
melakukan persiapan
untuk tidur yaitu dipijat
kakinya oleh anaknya.

 Melakukan tindakan
perawatan WSD,
perawatan luka dan
memberikan teknik
nonfarmakologi

Hasil : Perawat
menggunakan teknik steril
saat melakukan
perawatan. Luka disekitar
dada klien tempat
terpasangnya WSD teraba
nyeri, teraba hangat, tidak
ada pembengkakan, tidak
ada kemerahan, tidak ada
perubahan fungsi, kulit
juga klien tampak bersih.
Panjang luka klien 3cm.
Pada tabung klien cairan
D1,2,3 keluar sebanyak 400cc
berwarna hijau, terdapat
04.40
undulasi dan cairan
tampak tidak terlalu
kental. Melakukan teknik
genggam jari saat klien
dilakukan perawatan luka.
Mencuci tangan sebelum
dan setelah melakukan
tindakan.

 Melakukan kolaborasi
pemberian obat
bronkodilator, tarik nafas
dalam, fisioterapi dada,
anjurkan klien untuk
merubah posisi 2 jam
sekali.

Hasil : Klien mendapat


tindakan inhalasi dengan
obat ventolin 2,5 mg dan
pengencer Nacl 0,9% 3cc
dan mengintruksikan
klien untuk tarik nafas
agar uap yang dihirup
dapat melebarkan
bronkus agar sputum
dapat keluar. Setelah
dilakukan fisioterapi
dada dahak klien tampak
keluar sebanyak 2 cc dan
berwarna bening.
Mengintruksikan klien
untuk bertukar posisi
setiap 2 jam sekali untuk
menghindari timbulnya
dekubitus diarea bokong.
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Tn. M


Diagnoasa medis : TB Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD
Ruang rawat 307
Shift pagi, 03-12-2022, Implementasi hari ke-3

Tanggal Evaluasi
Diagnosa Kep Implementasi Paraf
/Jam (SOAP)

Sabtu, D1,2,3  Memonitor TTV Evaluasi dilakukan pada 03-


03-12- 12-2022, pukul 14.00
07.15 WIB Hasil : TD : 120/80 mmHg,
2022
RR 22x/m, N 87x/m, S : - Klien mengatakan
S 36,0oC. sudah tidak sesak nafas
kembali, nyeri
Shift
berkurang di bagian
Pagi
 Memonitor pola nafas, dada kanan yang
bunyi nafas tambahan, terpasang WSD

D1,2,3 dan intensitas nyeri O : - R 22x/mnt, klien

Hasil : Pola nafas klien tampak tidak sesak,


08.00
efektif, klien tidak tampak tidak terpasangan

menggunakan oksigen, oksigen dan suara nafas

luka masih tampak klien ronkhi dan

tertutup rapih, bersih dan tampak dapat

tidak bau, nyeri masih mengontrol nyeri lewat

timbul terutama saat klien ekspresi muka dan

ingin bertukar posisi, mengeluh sedikit

skala nyeri 4, klien dapat sakita, Luka klien

tampak mengrontrol nyeri tampak bersih dan rapi.

lewat ekspresi muka. Klien tampak diberikan


minum air hangat
700cc dan cairan IV
500cc.
 Memberikan obat oral
dan cairan IV. A : Masalah keperawatan
D 1, 2,3
pola nafas tidak efektif
Hasil : Klien diberikan
08.40 teratasi, nyeri akut,
obat oral Ambroxol
gangguan integritas
1x30mg dan RL 500cc.
kulit/jaringan sebagian
teratasi.

D1,2,3  Melakukan pemberian P : Lanjutkan Intervensi

10.00 obat bronkodilator,  Memonitor TTV


memposisikan klien
semifowler.  Monitor pola nafas,
bunyi nafas tambahan.
Hasil : Klien diberikan
ventolin 2,5mg dan Nacl  Lakukan kolaborasi

0,9% 3cc untuk pemberian obat

melonggarkan saluran bronkodilator.

pernafasan dan
 Lakukan pemberian
memposisikan
posisi semifowler,
semifowler.
 Lakukan fisioterapi dada
2 jam setelah makan.

 Melakukan fisioterapi
 Anjurkan teknik batuk
dada 2 jam setelah efektif kepada klien.
makan.

Hasil : Melakukan
D1,2,3
fisioterapi dada dengan
12.00 cara menepuk dengan
tangan di punggung
selama 5 menit untuk
mengurangi sesak.

 Menganjurkan teknik
batuk efektif.

D1,2,3 Hasil : Klien melakukan


teknik batuk efektif
12.10
setelah fisioterapi dada
secara mandiri.

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Tn M
Diagnoasa medis : TB Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD
Ruang rawat 307

03 12-2022, Shift Siang, Implementasi Hari 3

Tanggal Evaluasi
Diagnosa Kep Implementasi Paraf
/Jam (SOAP)

Sabtu, D1,2,3  Memonitor TTV Evaluasi dilakukan pada 03-


03-12- 12-2022, pukul 21.00
14.30 Hasil : TD : 120/90 mmHg,
2022
RR 22x/m, N 88x/m, S : - Klien mengatakan
S 36,3oC. sudah tidak sesak nafas
dan nyeri berkurang di
Shift
bagian dada kanan
Siang
 Memonitor pola nafas, tempat terpasang WSD.
bunyi nafas tambahan, O : - R 24x/mnt, klien
dan intensitas nyeri tampak tidak sesak,
tidak terpasangan
D1,2,3 Hasil : Pola nafas klien
oksigen dan suara nafas
efektif, klien tidak tampak
14.45 klien ronkhi
menggunakan oksigen,
luka masih tampak - Klien tampak dapat
tertutup rapih, bersih dan mengontrol nyeri
tidak bau, nyeri masih lewat ekspresi muka
timbul terutama saat klien
- Luka klien tampak
ingin bertukar posisi,
bersih dan rapih.
skala nyeri 4, klien dapat
tampak mengrontrol nyeri A : Masalah keperawatan
lewat ekspresi muka. pola nafas tidak efektif
teratasi, nyeri akut,
gangguan integritas
 Memberikan obat oral kulit/jaringan sebagian
teratasi.
Hasil : klien diberikan obat
Ambroxol 1x30mg. P : Lanjutkan intervensi

- Memonitor TTV
D 1,2,3
- Monitor pola nafas,
 Melakukan pemberian
15.00 karakteristik luka
obat bronkodilator,
dan bunyi nafas
memposisikan klien
tambahan.
semifowler
- Lakukan pemberian
Hasil : Klien diberikan
obat analgetik
ventolin 2,5mg dan Nacl
D1,2,3 0,9% 3cc untuk - Lakukan posisi
melonggarkan saluran semifowler, berikan
15.20
pernafasan dan minum air hangat
memposisikan 2000ml/24jam,
semifowler instruksikan klien
untuk tidur.

- Lakukan tindakan
 Melakukan fisioterapi
perawatan WSD,
dada 2 jam setelah
perawatan luka dan
makan.
memberikan teknik
Hasil : Melakukan nonfarmakologi
fisioterapi dada dengan
- Lakukan kolaborasi
cara menepuk dengan
pemberian obat
tangan di punggung
bronkodilator, tarik
selama 5 menit untuk
nafas dalam,
mengurangi sesak
fisioterapi dada,
anjurkan klien untuk
D1,2,3
merubah posisi 2
 Menganjurkan teknik
17.00 jam sekali.
batuk efektif.

Hasil : Klien melakukan


teknik batuk efektif setelah
fisioterapi dada
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Tn M
Diagnoasa medis : TB Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD
Ruang rawat 307

03-12-2022, Shift Malam, Implementasi Hari ke-3

Tanggal Evaluasi
Diagnosa Kep Implementasi Paraf
/Jam (SOAP)

Sabtu, D.1,2,3  Memonitor TTV Evaluasi dilakukan pada 03-


03-12- 12-2022 pukul 06.00
21.30 Hasil : TD : 110/80
2022
mmHg, RR 20x/m, N S : Klien mengatakan sudah
85x/m, S 36,8oC. tidak sesak nafas, nyeri
berkurang saat dilakukan
Shift
perawatan WSD dan saat
malam
 Memonitor pola nafas, ingin berpindah posisi ke
bunyi nafas tambahan pinggir bed.

D1,2,3 dan intensitas nyeri.

21.40 Hasil : Pola nafas klien


O : Suara paru kanan klien
efektif, klien tidak tampak
masih terdengar ronchi,
menggunakan oksigen,
klien tampak posisi
luka masih tampak
semifowler, klien
tertutup rapih, bersih dan
tampak tidak nyeri dan
tidak bau, nyeri berkurang
dapat mengontrol nyeri
hanya timbul terutama
lewat ekspresi muka,
saat klien ingin bertukar
kulit teraba hangat, tidak
posisi, skala nyeri 4, klien
ada kemerahan, skala
dapat tampak mengontrol
nyeri 4, tidak terpasang
nyeri lewat ekspresi muka. oksigen, Rr 24x/m,
asupan intake cairan oral
1600cc air putih dan
D1,2,3  Melakukan pemberian 50cc susu dan intake IV
21.50 obat oral dan cairan IV RL 500cc.

Hasil : Klien mendapat obat A : Masalah keperawatan


oral Ambroxol 1x30mg, pola nafas tidak efektif,
OAT 3 tablet dan cairan nyeri akut, gangguan
RL 500cc integritas kulit sebagian
teratasi.

D1,2,3 P : Lanjutkan Intervensi


 Melakukan posisi
22.00 semifowler, berikan  Memonitor TTV
minum air hangat
 Monitor pola nafas,
2000ml/24jam,
bunyi nafas tambahan.
instruksikan klien untuk
tidur.  Lakukan kolaborasi
pemberian obat
Hasil: Klien sudah diberikan
bronkodilator.
posisi semifowler, klien
sudah diberi minum air  Lakukan pemberian
hangat dari pagi hingga posisi semifowler,
menjelang tidur sebanyak
 Lakukan fisioterapi dada
1600cc air putih dan
2 jam setelah makan.
50cc susu oleh keluarga.
Klien sudah tampak  Anjurkan teknik batuk
melakukan persiapan efektif kepada klien.
untuk tidur yaitu dipijat
kakinya oleh anaknya.
D1,2,3  Melakukan tindakan
perawatan WSD,
04.30
perawatan luka dan
memberikan teknik
nonfarmakologi

Hasil : Perawat
menggunakan teknik steril
saat melakukan
perawatan. Luka disekitar
dada klien tempat
terpasangnya WSD teraba
nyeri, teraba hangat, tidak
ada pembengkakan, tidak
ada kemerahan, tidak ada
perubahan fungsi, kulit
juga klien tampak bersih.
Panjang luka klien 3cm.
Pada tabung klien cairan
keluar sebanyak 400cc
berwarna hijau, terdapat
undulasi dan cairan
tampak tidak terlalu
kental. Melakukan teknik
genggam jari saat klien
dilakukan perawatan luka.
Mencuci tangan sebelum
D1,2,3 dan setelah melakukan

06.30 tindakan.
 Melakukan kolaborasi
pemberian obat
bronkodilator, tarik nafas
dalam, fisioterapi dada,
anjurkan klien untuk
merubah posisi 2 jam
sekali.

Hasil : Klien mendapat


tindakan inhalasi dengan
obat ventolin 2,5 mg dan
pengencer Nacl 0,9% 3cc
dan mengintruksikan
klien untuk tarik nafas
agar uap yang dihirup
dapat melebarkan
bronkus agar sputum
dapat keluar. Setelah
dilakukan fisioterapi
dada dahak klien tampak
keluar sebanyak 2 cc dan
berwarna bening.
Mengintruksikan klien
untuk bertukar posisi
setiap 2 jam sekali untuk
menghindari timbulnya
dekubitus diarea bokong.
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Tn M
Diagnoasa medis : TB Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD
Ruang rawat 307

04 12-2022, Shift Pagi, Implementasi hari ke 4

Tanggal Evaluasi
Diagnosa Kep Implementasi Paraf
/Jam (SOAP)

Minggu, D1,2,3  Memonitor TTV Evaluasi dilakukan pada 04-


04-12- 12-2022, pukul 20.00
07.10 Hasil : TD : 120/80 mmHg,
2022
RR 24x/m, N 86x/m, S : - Klien mengatakan
S 36,0oC. sudah tidak sesak nafas
kembali

-Klien mengatakan tidak


Shift  Memonitor pola nafas, nyeri di bagian dada
Pagi D1,2,3 bunyi nafas tambahan, kanan yang terpasang
07.20 dan intensitas nyeri WSD

Hasil : Pola nafas klien O : - R 24x/mnt, klien


efektif, klien tidak tampak tampak tidak sesak, tidak
menggunakan oksigen, terpasangan oksigen dan
luka masih tampak suara nafas klien ronkhi
tertutup rapih, bersih dan
- Klien tampak
tidak bau, nyeri berkurang
meringis dan dapat
hanya timbul terutama
mengontrol nyeri
saat klien ingin bertukar
posisi, skala nyeri 4, klien
dapat tampak mengrontrol - Luka klien tampak
nyeri lewat ekspresi muka. bersih dan rapih

- Cairan RL
500cc/12jam, air
D1,2,3  Memberikan obat oral
hangat 600cc, dan susu
dan cairan IV.
08.00 50cc.
Hasil : Klien diberikan obat
A : Masalah keperawatan
oral Ambroxol 1x30mg
pola nafas tidak efektif,
dan RL 500cc.
nyeri akut, gangguan
integritas kulit/jaringan
sebagian teratasi.
 Melakukan pemberian
obat bronkodilator, P : Lanjutkan Intervensi
memposisikan klien
D1,2,3  Memonitor TTV
semifowler
9.00  Monitor pola nafas,
Hasil : Klien diberikan
bunyi nafas tambahan.
ventolin 2,5mg dan Nacl
0,9% 3cc untuk  Lakukan kolaborasi
melonggarkan saluran pemberian obat
pernafasan dan bronkodilator.
memposisikan
 Lakukan pemberian
semifowler
posisi semifowler,

D1,2,3  Lakukan fisioterapi dada

10.05  Melakukan fisioterapi 2 jam setelah makan.


dada 2 jam setelah
 Anjurkan teknik batuk
makan.
efektif kepada klien.
Hasil : Melakukan
fisioterapi dada dengan
cara menepuk dengan
tangan di punggung
selama 5 menit untuk
mengurangi sesak

 Menganjurkan teknik
batuk efektif.

Hasil : Klien melakukan


teknik batuk efektif setelah
fisioterapi dada

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Tn. M


Diagnoasa medis : TB Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD
Ruang rawat 307

04 12-2022, Shift Siang, Implementasi hari ke 4

Tanggal Evaluasi
Diagnosa Kep Implementasi Paraf
/Jam (SOAP)

Minggu D1,2,3  Memonitor TTV Evaluasi dilakukan pada 04-


12-2022 jam 21.00
14.10 Hasil : TD : 120/80 mmHg,
RR 24x/m, N 80x/m, S : - Klien mengatakan
S 36,6oC. sudah tidak sesak nafas
Shift kembali dan tidak nyeri
Siang D1,2,3 di bagian dada kanan
yang terpasang WSD
14.25  Memonitor pola nafas,
bunyi nafas tambahan, O : - R 24x/mnt, klien
dan intensitas nyeri tampak tidak sesak, tidak
terpasangan oksigen dan
Hasil : Pola nafas klien
suara nafas klien ronkhi ,
efektif, klien tidak tampak
tampak mengontrol nyeri
menggunakan oksigen,
lewat ekspresi muka,
luka masih tampak
Luka klien tampak
tertutup rapih, bersih dan
bersih dan rapih
tidak bau, nyeri berkurang
hanya timbul terutama A : Masalah keperawatan
saat klien ingin bertukar pola nafas tidak efektif

posisi, skala nyeri 4, klien teratasi, nyeri akut dan

dapat tampak mengrontrol gangguan integritas

nyeri lewat ekspresi muka. kulit/jaringan sebagian


teratasi.
D1,2,3
P : Lanjutkan intervensi
14.45  Memberikan obat oral
- Memonitor TTV
Hasil : klien diberikan obat
- Monitor pola nafas,
Ambroxol 1x30mg.
karakteristik luka
dan bunyi nafas
tambahan.
D 1,2,3  Melakukan pemberian
obat bronkodilator, - Lakukan pemberian
15.50
memposisikan klien obat analgetik
semifowler
- Lakukan posisi
Hasil : Klien diberikan semifowler, berikan
ventolin 2,5mg dan Nacl minum air hangat
0,9% 3cc untuk 2000ml/24jam,
melonggarkan saluran instruksikan klien
pernafasan dan untuk tidur.
D1,2,3
memposisikan
- Lakukan tindakan
16.30 semifowler
perawatan WSD,
perawatan luka dan
memberikan teknik
 Melakukan fisioterapi
nonfarmakologi.
dada 2 jam setelah
makan. - Lakukan kolaborasi
pemberian obat
Hasil : Melakukan
bronkodilator, tarik
fisioterapi dada dengan
D1,2,3 nafas dalam,
cara menepuk dengan
fisioterapi dada,
16.40 tangan di punggung
anjurkan klien untuk
selama 5 menit untuk
merubah posisi 2
mengurangi sesak
jam sekali.

 Menganjurkan teknik
batuk efektif.

Hasil : Klien melakukan


teknik batuk efektif setelah
fisioterapi dada
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Tn M
Diagnoasa medis : TB Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD
Ruang rawat 307
04 12-2022, Shift Malam, Implementasi Hari Ke 4

Tanggal Evaluasi
Diagnosa Kep Implementasi Paraf
/Jam (SOAP)

Minggu, D1,2,3 - Memonitor TTV Evaluasi dilakukan pada 04-


04-12- 12-2022 pukul 06.00
21.30 Hasil : TD : 120/90
2022
mmHg, RR 24x/m, N S : Klien mengatakan sudah
85x/m, S 36,0oC. tidak sesak nafas, tidak
nyeri saat dilakukan
perawatan WSD hanya
Shift - Memonitor pola nafas, timbul saat ingin
Malam bunyi nafas tambahan dan berpindah posisi ke
intensitas nyeri. pinggir bed.
D1,2,3
Hasil : Pola nafas klien O : Suara paru kanan klien
21.35
efektif, klien tidak tampak masih terdengar ronchi,
menggunakan oksigen, klien tampak posisi
luka masih tampak semifowler, klien
tertutup rapih, bersih dan tampak tidak nyeri dan
tidak bau, nyeri berkurang dapat mengontrol nyeri
hanya timbul terutama lewat ekspresi muka,
saat klien ingin bertukar kulit teraba hangat, tidak
posisi, skala nyeri 3, klien ada kemerahan, skala
dapat tampak mengontrol nyeri 3, tidak terpasang
nyeri lewat ekspresi muka. oksigen, Rr 24x/m,
asupan intake cairan oral
1700cc air putih dan
50cc susu dan intake IV
 Melakukan pemberian
RL 500cc.
obat oral dan cairan IV
A : Masalah keperawatan
Hasil : Klien mendapat obat
pola nafas tidak efektif
oral OAT 3 tablet,
teratasi, nyeri akut dan
Ambroxol 1x30mg, dan
gangguan integritas kulit
cairan RL 500cc.
sebagian teratasi.

P : Lanjutkan Intervensi
 Melakukan posisi
D1,2,3 (Dilanjutkan oleh perawat
semifowler, berikan
pavilium flamboyan).
21.45 minum air hangat
- Monitor TTV
2000ml/24jam,
instruksikan klien untuk - Monitor pola nafas,
tidur. karakteristik luka
dan bunyi nafas
Hasil: Klien sudah diberikan
tambahan.
posisi semifowler, klien
sudah diberi minum air - Lakukan pemberian
D1,2,3 hangat dari pagi hingga obat analgetik
menjelang tidur sebanyak
22.00
- Lakukan posisi
1700cc air putih dan 50
semifowler, berikan
cc susu oleh keluarga.
minum air hangat
Klien sudah tampak
2000ml/24jam,
melakukan persiapan
instruksikan klien
untuk tidur yaitu dipijat
untuk tidur.
kakinya oleh anaknya.
- Lakukan tindakan
perawatan WSD,
 Melakukan tindakan perawatan luka dan
perawatan WSD, memberikan teknik
perawatan luka dan nonfarmakologi.
memberikan teknik
- Lakukan kolaborasi
nonfarmakologi
pemberian obat
Hasil : Perawat bronkodilator, tarik
menggunakan teknik steril nafas dalam,
saat melakukan fisioterapi dada,
perawatan. Luka disekitar anjurkan klien untuk
dada klien tempat merubah posisi 2
terpasangnya WSD teraba jam sekali.
nyeri, teraba hangat, tidak
ada pembengkakan, tidak
ada kemerahan, tidak ada
perubahan fungsi, kulit
juga klien tampak bersih.
Panjang luka klien 3cm.
Pada tabung klien cairan
keluar sebanyak 300cc
berwarna hijau, terdapat
D1,2,3 undulasi dan cairan
tampak tidak terlalu
04.50
kental. Melakukan teknik
genggam jari saat klien
dilakukan perawatan luka.
Mencuci tangan sebelum
dan setelah melakukan
tindakan.

 Melakukan kolaborasi
pemberian obat
bronkodilator, tarik nafas
dalam, fisioterapi dada,
anjurkan klien untuk
merubah posisi 2 jam
sekali.

Hasil : Klien mendapat


tindakan inhalasi dengan
obat ventolin 2,5 mg dan
pengencer Nacl 0,9%
3cc dan mengintruksikan
klien untuk tarik nafas
agar uap yang dihirup
dapat melebarkan
bronkus.
Mengintruksikan klien
untuk bertukar posisi
setiap 2jam sekali untuk
menghindari timbulnya
dekubitus diarea bokong.
BAB IV
PEMBAHASAN
1.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan sebelum langkah
diagnosa,perencanaan,implementasi, dan evaluasi dilakukan ( american nurse
association,2010)

Penulis mengidentifikasi makna data pengkajian melalui penggunaan penilaian


klinik, penulis secara kontinu menggunakan penilaian klinik untuk menyesuaikan
data pengkajian sebagai dasar dalam memberikan intervensi keperawatan demi
mencapai hasil kesehatan yang positif (herdman, T.H Nanda internasional diagnosa
keperawatan definisi dan klasifikasi,2012)

Saat melakukan pengkajian keperawatan, penulis tidak mengalami kesulitan yang


berarti, hal ini dikarenakan pasien kooperatif dengan penjelasan dan asuhan
keperawatan yang diberikan.penulis melakukan pengkajian dengan mengguanakan
metode per sistem tubuh (review of system) yaitu : pengkajian yang dilakukan
mencakup seluruh sistem tubuh, yaitu : keadaan umum, tanda vital, sistem
pernapasan,.pada pengkajian digunakan juga beberapa format penilaian untuk
menentukan skala nyeri pasien, skala resiko jatuh, skala tingkat gizi dan skala
kemampuan fungsional klien.semua dapat terpenuhi, karena pasien selama 1x24 jam
berada di ruang perawatan umum (307)

1.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah dari data pengkajian yang
digunakan untuk mengarahkan perencanaan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan (Nanda Internasional, 2012) dari diagnose yang penulis angkat
sebagian besar sama dengan teori yang disesuaikan dengan kondisi pasien.
Adapun diagnosa keperwatan yang diambil penulis pada kasus ini antara lain :

1. Pola Nafas Tidak Efektif penulis mengangkat diagnosa ini dengan data
klien menunjakan pasien tampak sesak nafas, posisi tidur semi flowe dan
mengunakan nasl kanul 2 liter/menit. Hasil pemerikasan foto thorax pa
( asimetris) :cor: ukuran dan bentuk normal pulmo: tak tampak infiltrat
pada lapang paru yang terfisualisasi, tampak penebalan fissure minor
trachea di tengah tampak perselubungan di hemithorax kanan bawah
hingga atas yang menutupi sinus pherenicocostalis dan hemidiafragma
kanan.

2. Nyeri Akut penulis mengangkat diagnosa ini dengan data Klien mengeluh
nyeri disekitar area terpasangnya WSD di ICS 4 destra dada sebelah kanan,
nyeri dirasakan seperti tertusuk benda tajam dan tertekan, nyeri semakin
terasa saat ingin bergerak dan saat dilakukan perawatan WSD.Hasil
pemeriksaan skala nyeri menggunakan skala numerik didapatkan hasil 6,
klien tampak meringis kesakitan, tampak berkeringat dingin dan gelisah.
TD : 110/70 mmHg,N : 85x/m,R: 27 x/menit,S : 360C.P: di tekan Q: perih
R: satu tempat

T:menerus

3. Ganguan Integritas Kulit penulis mengangkat diagnose ini dengan data


klien mengeluh nyeri disekitar dada kanan tempat terpasangnya WSD di
ICS 4 destra, nyeri dirasakan seperti tertusuk, tertekan, terasa sedikit
hangatKlien tampak terpasang WSD dengan teknik 1 botol pada dada
kanan di ICS IV, cairan yang keluar dari paru klien saat pemasangan
WSD sebanyak 300cc, akral klien teraba dingin.Klien tampak pucat,
berkeringat dingin dan terbaring lemas.Ukuran luka klien tampak kecil,
panjang luka 3 cm, luka tampak tertutup rapi bersamaan dengan torasik
tube yang kedalaman 15 cm dengan 4 jahitan.Kulit klien teraba hangat,
saat disentuh klien tampak kesakitan, tidak ada kemerahan, tidak ada
pembengkakan.

a.3 Intervensi dan Evaluasi Keperawatan


Intervensi keperawatan dipilih sebagai pilihan diagnosis keperawatan dan di kemas
sebagai rangkain asuhan. Rangkaian asuhan ini memebantu penulis dalam
memutuskan rencana asuhan keperawatan dengan tingkat efisiensinya (Nanda,
2012). Hal ini memastikan bahwa penulis harus menyesuaikan rencana tersebut dan
juga mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tujuan akhir, yang memungkinkan
perawata merevisi rencana sesuai kebutuhan.Dalam memberikan asuhan
keperawatan, penulis hanya melakukan selama 1x 8jam (dalam 1 hari shift pagi)
pada tanggal 1-3 Desember 2022 Oleh karena itu penulis tidak melakukan secara
menyeluruh, namun penulis tetap memantau perkembangan dan asuhan
keperawatan yang diberikan secara berkelnajutan dan menyeluruh dari catataan
perkembanagn asuhan keperawatan yang diberikan di ruangan tempat klien di
rawat.

Intervensi yang dibuat penulis meliputi tindakan mandiri keperawatan dan


kolaborasi. Untuk diagnosa pola nas tidak efektif di perlukan pemantaun oksigen
pasien dan pernafasan pasien, pada diagnose nyeri akut di perlukan pengkajian
skala nyeri berkala dan untuk diagnose integritas kulit di perlukan pemantauan
untuk melihat luka post wds dan untuk keseluruhan diagnose di perlukan
pemantauan observasi ttv yang ketat.

a.4 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan yang
berguna sebagai pengukur keberhasilan pencapaian tujuan akhir rencana
keperawatan yang dibuat dan perkembangan pasien. Dengan evaluasi keperawatan,
penulis dapat merevisi rencana sesuai kebutuhan pasien.

Setelah memberikan asuhan keperawatan selama 3 hari , penulis menyadari tidak


semua diagnosa keperawatan tidak dapat diatasi seluruhnya. Hal ini dikarenakan
belum optimalnya asuhan keperawatan yang diberikan berhubungan dengan waktu
pemberian asuhan keperawatan. Oleh karena itu, penulis menyadari perlunya
intervensi lanjutan secara berkesinambungan demi tercapainya derajat kesehatan
yang optimal bagi klien. Adapun evaluasi keperawatan dilakukan setiap hari agar
penulis mengetahui perkembangan klien.

A. Pola Nafas Tidak Efektif


Posisi tidur sudah bisa posisi semi fowler ,TD 123/86 mmhg HR 90x/menit ,
RR 21X/ menit,saturasi 99 % dengan nasal 3 liter/menit,suhu 36.5 ºC.
B. Nyeri Akut
Nyeri sudah berkurang, pasien bisa melakukan aktifitas walapun belum
terlalu banyak
C. Integritas Kulit
Luka post op sudah mulai mengerinng. Dan luka jahitan bagus

Selama satu shift penulis melakukan implementasi asuhan keperawatan, penulis


berusaha menciptakan hubungan saling percaya terhadap pasien dan melibatkan
keluarga dalam perawatan, berusaha memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
pasien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2018. http://www.infeksi.com/penyakit/penyakit_tuberculosis.html.


Accessed on 26 Juni 2018.

Anonymous. 2020. Informasi Penyakit Tentang Efusi Pleura.


http://www.medicastore.com/med/detail.pyk.phd. Accessed on 15 Desember
2020.

Bambang Kisworo. 2019. Efusi Pleura Keganasan.


http://www.kalbefarma.com/files /cdk/files/15EfusiPleura99.pdf. Accessed on
15 Desember 2019.

Brooks G. F., Butel J. S., Ornston L. N. 2021. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20.
EGC. Jakarta. hal 302 – 306.

Crofton J, Horne N, Miller F. 2021. Tuberkulosis Klinis. Edisi 2. Widya Medika.


Jakarta. hal 93 – 95.

Gandasoebrata. 2001. Penuntun Laboratorium Klinik. Penerbit Dian Rakyat.


Jakarta. hal 149 – 150.

Ganong W. F. 2019. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. EGC. Jakarta. hal
629 – 632, 637 – 645.

Hanifa U, Soemohardjo S, Achmad H, Widodo MA. 2001. Perbandingan


Pemeriksaan PCR, Kultur M.tuberculosis dan BTA Cairan Pleura Serta
Pemeriksaan Radiologi Paru untuk Menegakkan Diagnose Efusi Pleura
Tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Mataram. http://digilib.brawijaya.ac.id. 20
Mei 2018.

Hood Alsagaff, Abdul Mukty. 2022. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Penerbit
Airlangga University. Surabaya. hal 143 – 154.

Moore K. L & Agur A. M. L. 2021. Anatomi Klinis Dasar. Penerbit Hipokrates.


Jakarta. hal 45 – 54.

Ni Nyoman Priantini, Eddy S, Suradi, Setiawan Usman. 2019. Pleural Effusion


Followed By Miliary Tuberculosis. Proceeding Book. Dalam : Simposium
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Kongres Nasional X PDPI dengan tema
Peran Ilmu Kedokteran Respirasi Dalam Mewujudkan Indonesia Sehat 2019.
hal 44 – 48.
Snell. R.S. 2021. Anatomi Klinik. Edisi 3. Bagian 1. EGC. Jakarta. hal 90 – 93.

Anda mungkin juga menyukai