Anda di halaman 1dari 61

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KASUS

TUBERCULOSIS PARU DI RUANGAN MAWAR


RSUD MOKOPIDO TOLI-TOLI

Proposal Penelitian

Oleh
Nama : Indriyani
Nim : 18017

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III
KEPERAWATAN TOLITOLI
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

oleh mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan juga dapat

menyerang organ selain paru seperti kelenjar getah bening, usus, tulang,

otak dan selaputnya, laring dan ginjal. Bakteri ini dapat masuk melalui

saluran pernafasan dan pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi

paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang

terinfeksi bakteri tersebut. (Price 2015)

Penyebaran dan penularan penyakit tuberculosis paru yaitu melalui

udara dari percikan dahak (Droplet Nuclei) atau lendir dari penderita

tuberculosis paru, sehingga penularan melalui udara sangat mudah

menularkan kepada orang lain. (Chomaerah,2020).

Masalah yang timbul pada penyakit Tuberculosis paru jika tidak

ditangani dengan baik akan mengakibatkan Komplikasi dini dan lanjut,

komplikasi dini terdiri dari pluritis, efusi pleura, empima, laringitis dan

komplikasi lanjut terdiri dari hemoptisis berat, atau perdarahan dari

saluran nafas bagian bawah, dan dapat berakibat kematian. (Zulkoni

2010).

1
2

Dampak yang terjadi pada penderita Tuberculosis Paru yaitu :

Aspek Fisik; batuk yang terus menerus, sesak napas, kehilangan nafsu

makan, penurunan berat badan, keringat pada malam hari dan kadang-

kadang panas yang tinggi. Aspek ekonomi; kehilangan pekerjaan, tidak

menghasilkan uang karena sakit-sakitan, Aspek Psikologis: Kecemasan,

mudah tersinggung, putus asa oleh karena batuk yang terus menerus

sehingga keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan, adanya

perasaan rendah diri oleh karena malu dengan keadaan penyakitnya

sehingga penderita selalu mengisolasi dirinya. Dampak yang terjadi pada

keluarga yaitu terjadinya penularan terhadap anggota keluarga yang lain,

beban ekonomi, untuk biaya hidup sehari-hari dan terutama untuk biaya

pengobatan, adanya penurunan dukungan keluarga terhadap penderita,

keluarga merasa tertekan terhadap penyakit kronis yang dialami penderita

sehingga keluarga putus asa merawat anggota keluarga yang sakit.

Dampak yang terjadi dimasyarakat yaitu keterbatasan melakukan aktivitas

social malu terhadap masyarakat sekitar dan dapat menjadi sumber

penularan. (Zainita. AP,2019)

Pada tahun 2017 WHO melaporkan Tuberculosis paru

menyebabkan 1,3 juta kematian. Lima negara insiden kasus tertinggi yaitu

India (27%), China (9%), Indonesia (8%), Philipina (6%), Pakistan (5%).

Indonesia menjadi negara ketiga penyumbang kasus tuberculosis setelah

india dan china. WHO memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2

juta orang setiap tahunnya. Angka insiden tuberculosis di indonesia


3

sebesar 391/100.000 penduduk dan angka kematian 42/100.000 penduduk,

sedangkan berdasarkan data hasil Survey Prevalensi Tuberculosis paru

tahun 2013-2014 angka Prevalensi pada tahun 2017 sebesar 619/100.000

penduduk, sedangkan pada tahun 2016 sebesar 628/100.000 penduduk. Di

indonesia pada tahun 2017 ditemukan jumlah kasus Tuberculosis paru

sebanyak 425.089 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus TB

paru yang ditemukan pada tahun 2016 sebesar 360.565 kasus. (World

Health Organization, 2018) (Maelani & Cahyati 2019)

Menurut Data Dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia Tahun

2017 tercatat bahwa di Sulawesi Tengah terdapat 2.211 kasus tuberculosis

keseluruhannya yang terdiri dari 1.341 pada kasus laki-laki dengan

persentase (60-65%) dan 870 pada kasus perempuan dengan persentase

(39,35%). (Kementrian Kesehatan RI 2018)

Menurut Data Dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli pada Tahun

2019 tercatat penderita tuberculosis paru dengan total 497 kasus, dan total

yang meninggal adalah 8 orang. Sedangkan pada tahun 2020 penderita

tuberculosis paru mengalami lagi penurunan dengan total sebanyak 252

kasus dan total yang meninggal sebanyak 3 orang (Dinas Kesehatan 2019-

2020).

Jumlah kasus tuberculosis paru khususnya di Rumah Sakit Umum

Daerah Mokopido Tolitoli pada tahun 2020 terdapat 39 kasus tb paru yg

terdiri dari laki-laki berjumlah 26 kasus dan perempuan berjumlah 13

kasus (Medical Record RSUD Mokopido Tolitoli 2020).


4

Pemberantasan TB yang efektif di mulai sejak tahun 1950, dengan

strategi pengobatan 6-9 bulan. Strategi ini dikenal dengan DOTS (Directly

Observed Treatnent Short-course). Proses pengobatan yang lama adalah

untuk membunuh bakteri dan memastikan tidak ada sisa-sisa bakteri

dalam tubuh yang dapat hidup kembali. (Fawzi, N & Hamisah 2020)

Untuk memperkuat gerakan TOSS (Temukan TB Obati Sampai

Sembuh) tuberculosis paru, pemerintah bersama masyarakat telah

memulai pula “Gerakan Masyarakat Hidup Sehat ( Germas)” dengan

kegiatan utama anatara lain: (1) peningkatan aktivitas fisik, (2)

peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, (3) penyediaan pangan sehat

dan percepatan perbaikan gizi, (4) peningkatan pencegahan dan deteksi

dini penyakit, (5) peningkatan kualitas lingkungan, (6) peningkatan

edukasi hidup sehat. Germas ini didukung penerapannya melalui

pendekatan masyarakat (Istiawan, 2015)

Asuhan keperawatan serta peran dan fungsi perawat dalam

melakukan asuhan keperawatan dengan benar yang meliputi upaya

promotif misalnya menerikan penjelasan dan informasi tentang penyakit

tuberculosis paru kepada pasien, keluarga dan masyarakat agar persepsi

yang salah mengenai pasien dan penyakit tuberculosis paru dapat

diluruskan. Preventif misalnya menganjurkan pasien yang terkena

tuberculosis paru untuk selalu menggunakan masker saat berbicara dengan

keluarga atau orang lain. Kuratif misalnya melakukan pengobatan rutin

selama enam bulan menyembuhkan penderita tuberculosis paru dengan


5

menggunakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse)

dan rehabilitatif misalnya melakukan re-evaluasi kembali kondisi klien ke

rumah sakit atau tenaga kesehatan dengan menggunakan pendekatan

proses keperawatan agar bisa membantu menentukan angka kejadian

kasus Tuberculosis paru di Daerah Kabupaten Tolitoli khususnya di

RSUD Mokopido Tolitoli.

Angka keparahan kasus tuberculosis masih tinggi dan sangat

menular sehingga dapat menyebabkan kematian, dan masih banyak

masyarakat yang belum memahami tentang penyakit menular dan secara

otomatis tidak memahami bagaimana cara mencegah penularannya. Maka

dari itu pentingnya peneliti dapat menambah pengetahuan agar masyarakat

dapat memahami cara pencegahan penularan dan perawatan pada

penderita penyakit tuberculosis paru

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan –

penelitian dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kasus

Tuberkolusis Paru Diruangan Mawar RSUD Mokopidi Tolitoli”.

B. Rumusan Masalah

Dari paparan di atas dapat dirumuskan masalah yaitu

“Bagaimana Penerapan Asuhan keperawatan pada pasien dengan

kasus Tuberkolusis paru di Ruangan Mawar RSUD Mokopido

Tolitoli ?”
6

C. Tujuan Penelitian

a) Tujuan Umum

Agar penulis dapat menerapkan Asuhan Keperawatan secara

langsung dengan kasus Tuberkolusis Paru diruangan Mawar RSUD

Mokopido Tolitoli.

b) Tujuan Khusus

a) Dapat Melakukan Pengkajian Keperawatan dengan kasus

Tuberkolusis Paru diruangan Mawar RSUD Mokopido Tolitoli

b) Dapat Merumuskan Diagnosa Keperawatan dengan kasus

Tuberkolusis Paru diruangan Mawar RSUD Mokopido Tolitoli

c) Dapat Menyusun Intervensi Keperawatan dengan kasus

Tuberkolusis Paru diruangan Mawar RSUD Mokopido Tolitoli

d) Dapat Melakukan Implementasi Keperawatan dengan kasus

Tuberkolusis Paru diruangan Mawar RSUD Mokopido Tolitoli

e) Dapat Membuat Evaluasi Keperawatan dengan kasus Tuberkolusis

Paru diruangan Mawar RSUD Mokopido Tolitoli

f) Dapat Membuat Catatan Perkembangan Keperawatan dengan

kasus Tuberkolusis Paru diruangan Mawar RSUD Mokopido

Tolitoli
7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Dapat menjadi literatur bagi peneliti selanjutnya dan diharapkan

dapat memnerikan manfaat bagi peneliti dalam menerapkan asuhan

keperawatan pada klien dengan kasus tuberculosis paru

2. Manfaat praktis

a) Bagi Institusi Pendidikan Poltekkes Kemenkes Palu

Dapat di jadikan sebagai bahan unruk proses pembelajaran

bagi mahasiswa Poltekkes Kemenkes Palu Prodi DIII

Keperawatan Tolitoli di harapkan dapat berguna sebagai literatur

dan dapat memberikan informasi serta dapat di jadikan

perbandingan bila ingin melakukan penelitian tentang

Tuberkolusis Paru.

b) Bagi Instansi RSUD Mokopido Tolitoli

Dapat menjadi bahan masukan informasi dalam memberikan

pelayanan pada pasien dengan kasus Tuberkolusis Paru di RSUD

Mokopido Tolitoli dandapat dijadikan sebagai sumber referensi

keperawatan perawat dapat menjadi masukan dalam melakukan

asuhan keperawatan.

c) Bagi Klien Dan Keluarga

Diharapkan dapat menambah pengetahuan pasien dan

masyarakat tentang penanganan dan perawatan pasien yang

menderita Tuberkolusis Paru


8

d) Bagi Peneliti Dan Peneliti Selanjutnya

Dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peniliti

dalam bidang Asuhan Keperawatan, serta menambah wawasan

penulisan mengenai penyakit tuberculosis paru itu sendiri. Dan

untuk peneliti selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber

informasi dan data awal dalam memilih Asuhan Keperawatan

pada pasien dengan kasus tuberculosis paru di Ruangan Mawar

RSUD Mokopido Tolitoli.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori Tuberculosis Paru

1. Definisi

Tuberculosis paru merupakan salah satu penyakit menular yang

disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis.penyebaran dan

penularan penyakit tuberculosis paru yaitu melalui udara dari percikan

dahak (Droplet Nuclei) atau lendir dari penderita tuberculosis paru,

sehingga penularan melalui udara sangat mudah menularkan kepada orang

lain. Penderita tuberculosis paru akan terinfeksi kuman di saluran

pernapasan yaitu organ paru-paru. Selain itu, kuman tuberculosis paru

tidak hanya menyerang pada sistem pernafasan tetapi dapat menginfeksi

pada bagian tubuh yang lain melalui sistem peredaran darah, sistem

saluran limfe, saluran nafas, atau bagian tubuh lainnya.

(Chomaerah,2020).

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

Mycobocterium tuberculosis yang menyerang paru paru dan hampir

seluruh organ tubuh lainya.Bakteri ini dapat masuk melalui saluran

pernapasan dan saluran pencernaan. Dan luka terbuka pada kulit. Tetapi

paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang

terinfeksi bakteri tersebut. (Price 2015)

9
10

Tuberculosis paru adalah suatu penyakit yang menyerang paru-

paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan

menimbulkan nekrosi jaringan. Prnyakit ini bersifat menahun dan dapat

menular dari penderita kepada orang lain.(Manurung, 2013).

2. Etiologi

Menurut Kunoli (2012) penyebab tuberculosis paru adalah

mycobacterium tuberulosis sejenis kuman berbentuk batang tipis, lurus

atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi

mempunyai lapisan luar tebal dan terdiri dari lipoid (terutama asam

mikolat) dengan ukuran panjang 0,5-4 mikron, dan tebal 0,3-0,6 mikron.

Kuman terdiri dari asam lemak, sehingga kuman lebih tahan asam dan

tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.

3. Manifestasi Klinis

Menurut Manurung (2013) Pada stadium awal penyakit

tuberculosis paru tidak menunjukkan tanda dan gejala yang spesifik.

Namun seiring dengan penrjalanan penyakit akan menambah jaringan

parunya mengakami kerusakan, sehingga dapat meningkatkan produksi

sputum yang ditunjukkan dengan seringnya klien batuk sebagai bentuk

kompensasi pengeluaran dahak.

Selain itu, klien dapat merasa letih, lemah, berkeringat pada

malam hari, dan mengalami penurunan berat badan yang berarti

Secara rinci tanda dan gejala tuberculosis paru ini dapat dibagi atas

2 (dua) golongan yaitu gejala sistemik dan gejala repiratorik.


11

a. Gejala sistemik

1) Demam

Demam merupakan gejala pertama dari tuberculosis paru,

biasanya demam timbul pada sore hari disertai dengan keringat

malam hari dengan inflenza yang segera mereda. Parah tidaknya

demam tergantung dari daya tahan tubuh dan verulensi kuman,

serangan demam berikutnya dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9

bulan. Demam ini hilang timbul dan semakin lama masa serangan

makin panjang dan masa bebas serangan semakin pendek, demam

dapat mencapai suhu 40℃-41℃.

2) Malaise

Karena tuberculosis bersifat radang menahun maka dapat

terjadi rasa tidak enak badan. Pegal-pegal, nafsu makan berkurang,

badan makin kurus, sakit kepala mudah lelah dan pada wanita dapat

terjadi gangguan siklus haid.

b. Gejala respiratorik

1) Batuk

Batuk timbul apabila proses penyakit telah melibatkan

bronchus. Batuk berlendir lebih dari 2 minggu, mula-mula terjadi

oleh karena iritasi bronchus selanjutnya akibat batuk akan menjadi

produktif. Dahak yang dihasilkan dapat bersifat mukoid dan

purulen.
12

2) Batuk berdarah

Batuk berdarah terjadi akibatnya pecahnya pembuluh

darah. Berat dan ringannya batuk darah yang timbul tergantung

dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak

selalu terjadi akibat pecahnya pembuluh darah tetapi juga dapat

disebabkan karena ulserasi pada mukosa bronchus.

3) Sesak nafas

Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan

kerusakan paru yang cukup luas, pada awal penyakit gejala ini

tidak dapat pernah ditemukan.

4) Nyeri dada

Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat

di pleura terkena, gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik.

4. Patofisiologi

Menurut (Manurung 2013) Kuman tuberculosis masuk ke dalam

tubuh melalui udara pernafasan. Bakteri yang terhirup akan dipindahkan

melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan

mulai untuk memperbanyak diri. Selain itu bakteri juga dapat dipindahkan

melalui sistem limfe dan cairan darah ke bagian tubuh yang lainnya.

Sistem inum tubuh berspon dengan melakukan reaksi inflamasi.

Fagosit menekan banyak bakteri, limposit spesifik tuberculosis

menghancurkan bakteri dan jaringan normal.


13

Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam

alveoli yang dapat menyebabkan broncho-pneumonia. Infeksi awal

biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajaman.

Massa jaringan baru yang disebut dengan granuloma merupakan

gumpalan basil yang masih hidup dan sudah mati dikelilingi oleh

makrofag menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju.

Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami

penyakit aktif karena penyakit tidak adekuatnyasistem imun tubuh.

Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri.

Tuberkel memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronchi.

Tuberkel yang pecah menyebar dan membentuk jaringan parut paru yang

terinfeksi menjadi lebih membengkak dan mengakibatkan terjadinya

bronkhopneumonia lebih lanjut.

5. Klasifikasi Tuberculosis Paru

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) Dari sistem lama diketahui

beberapa klasifikasi seperti :

a. Pembagian secara patologis

1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)

2) Tuberculosis post primer

b. Pembagian secara aktivitas radiologis

Tuberculosis paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif, dan bentuk aktif

yang mulai menyembuh (quiescent)


14

c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)

1) Terdapat sebagian kecil infiltrate non kavitas pada satu

paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu

lobus paru

2) Moderately advanced Tuberculosis

Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah

infiltrate bayangan halus tidak lebih dari satu bayangan paru. Bila

bayangan kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.

3) Far advanced tuberculosis

Terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan pada

moderately advanced tuberculosis

Pada tahun 1970 american thoracic society memberikan

klasifikasi baru yang di ambil berdasarkan askep kesehatan

masyarakat yaitu :

a) Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat

kontak negatif, tes tuberculin negatif

b) Kategori I : terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti dan

infeksi, riwayat kontak positif, tes tuberculin negatif

c) Kategori II : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes

tuberculin positif, radiologis dan sputum negatif

d) Kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit.


15

6. Cara Penularan

Penularan utama tuberculosis paru adalah melalui cara dimana

kuman tuberculosis (mycobacterium tuberculosis) terbesar melalui udara

melalui percik renik dahak saat pasien tuberculosis paru atau tuberculosis

laring batuk, berbicara, menyanyi maupun bersin. Percik renik tersebut

berukuran antara 1-5 mikron sehingga aliran udara memungkinkan percik

renik tetap melayang diudara untuk waktu yang cukup lama dan menyebar

keseluruh ruangan. Kuman tuberculosis pada umumnya hanya ditularkan

melalu udara, bukan melalui kontak permukaan (Wahyudi, 2018).

7. Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita TB paru

terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi dini dan komplikasi lanjut

(Wahyuningsi,E,2014).

a. Komplikasi dini

1) Pleuritis

2) Efusi pleura

3) Empisema

4) Laryngitis

b. Komplikasi lanjut:

1) Hemoptisis massif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang

dapat mengakibatkan kematian karna sumbatan jalan nafas atau

syok hipovolemik.

2) Kolpas lobus akibat sumbatan duktus


16

3) Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat)

4) Pneumotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karna bula/blep yang

pecah

5) Penyebaran infeksi keorgan lain seperti: otak,tulang,sendi,ginjal,

dan sebagainya.

8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Manurung (2013) untuk menegakkan diagnosa

tuberculosis paru, maka test diagnosis yang sering dilakukan pada klien

adalah:

a) Pemeriksaan Radiologis

Tuberculosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam

pada foto rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa gambaran yang

karakteristik untuk tuberculosis paru yaitu:

1) Apabila lesi terdapat terutama dilapangan diatas paru

2) Bayangan berwarna atau bercak

3) Terdapat kavitas tunggal atau multipel

4) Terdapat klasifikasi

5) Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru

6) Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto

ulang beberapa minggu kemudian.


17

b) Pemeriksaan Laboratorium

1) Darah

Pada tuberculosis paru aktif biasanya ditemukan peningkatan

leukosit dan laju endap darah (LED).

2) Sputum BTA

Pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk menemukan kuman

tuberculosis. Diagnosa pasti ditegakan bila pada biakan ditemukan

kuman tuberculosis. Pemeriksaan penting untuk diagnosa

definitive dan menilai kemajuan klien. Dilakukan tiga kali

berturut-turut dan biakan/kultur BTA selama 4-8 minggu.

3) Pemeriksaan dahak mikroskopis adalah pemeriksaan dahak yang

berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan

pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak

untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3

spesimen contoh dahak yang dikumpulkan dalam 2 (dua) hari

kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS)

S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberculosis

datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek

membawa sebuah pot dahak untuk mrngumpulkan dahakpagi

pada hari kedua

P (Pagi) : dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari

kedua,segera setelah bangun tidur. Pot dibawah dan diserahkan

sendiri kepada petugas disarana pelayanan kesehatan


18

S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan disarana pelayanan kesehatan

pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

a) Kriteria TB paru BTA positif

1) 1 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS

hasilnya BTA positif

2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto

thoraks dada menunjukkan gambaran tuberculosis

3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan

kuman TB positif

4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3

spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya

hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

b) Kriteria TB paru BTA negatif

1) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

2) Foto thoraks abnormal menunjukkan gambaran

tuberculosis

3) Tidak ada perbiakan setelah pemberian antibiotika non

OAT

4) Ditentukan (dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi

pengobatan)
19

c) Test Tuberculin (Mantoux Test).

Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk menegakkan diagnosa

terutama pada anak-anak. Biasanya diberikan suntikan PPD (Protein

Perified Derivation) secara intra cutan 0,1 cc. Lokasi penyuntikan

umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah sebelah kiri bagian depan.

Penilaian test tuberculosis dilakukan setelah 48-72 jam penyuntikan

dengan mengukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi

pada lokasi suntikan. Indurasi berupa kemerahan dengan hasil:

1) Indurasi 0-5 mm: negatif

2) Indurasi 6-9 mm: meragukan

3) Indurasi >10 mm: positif.

9. Penatalaksanaan

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015). Pengobatan Tuberculosis

terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif 2-3 bulan dan fase lanjutan 4

atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat

utama dan tambahan.

a. Obat anti Tuberculosis paru (OAT)

1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :

1) Rifampisin

Dosis 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3x/minggu atau

BB>60 kg:600 mg, BB 40-60 kg : 450 mg, BB< 40 kg :

300mg, Dosis intermiten 600 mg/kali.


20

2) INH

Dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300 MG, 10 mg/kg BB 3 kali

seminggu, 15 mg/kg BB 2 kali seminggu atau 300 mg/hari.

Untuk dewasa.Intermiten :600 mg/kali

3) Pirazemid

Dosis pase intensif 25 mg/kg BB 3kali seminggu, 50 mg/kg BB

2 kali seminggu atau BB > 60 kg:1500 mg, BB 40-60 kg :1000

mg, BB<40 kg: 750 mg.

4) Streptomisin

Dosis 15mg/kg BB atau BB >60 kg :1000 mg, BB 40-60 kg :

750 mg, BB< 40kg sesui BB

5) Etambutol

Dosis fase intensif 20 mg/kg, BB, fase lanjut 15kg/kg BB, 30

mg/ kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2X seminggu atau BB

>60kg : 1500 mg, BB 40-60 kg :1000 mg, BB<40 kg : 750 mg,

Dosis intermiten 40 mg/ kg BB/kali.

2) Kombinasi dosis tepat (fixed dose combination), kombinasi dosis

tepat ini terdiri dari :

a) Empat obat anti Tuberculosis paru (OAT) dalam satu tablet,

yaitu rifampisin 150 mg, isonoazid 75 mg, pirazemid 400 mg

dan etambutol 275 mg

b) Tiga obat anti tuberculosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin

150 mg, isonoazid 75 mg, dan pirazemid 400 mg.


21

c) Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk

kombinasi dosis tepat, penderita hanya minum obat 3-4 tablet

sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjut dapat

digunakan kombinasi dosis 2 obat anti tuberkulosis seperti

yang selama ini telah digunakan sesui dengan pedoman

pengobatan.

3) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

a) Kanamisin

b) Kuinolon

c) Obat lain masih dalam penelitian; makrolid, amoksilin + asam

klavulanat

d) Derivat rifampisin dan INH

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan

tanpa efek samping.Oleh karna itu pemantauan kemungkinan

terjadi efek samping sangat penting dilakuakn selama

pengobatan.Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat,

bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat

sintomatik maka pemberi OAT dapat dlanjutkan.


22

Tabel 2.1 Efek samping ringan dari OAT

Efek samping Penyebab Penanganan


Tidak nafsu makan, Rifamfisin Obat di minum malam

mual, sakit perut sebelum tidur

Nyeri sendi Pyrazinamide Beri aspirin/allopurinol

Kesemutan sampai INH Beri vitamin b6

rasa terbakar dikaki (piridoksin) 100 mg

perhari

Warna kemerahan Ripamfisin Beri penjelasan, tidak

pada air seni perlu diberi apa-apa

Sumber: Menurut Nurarif dan kusuma


23

Tabel 2.2 Efek samping berat dari OAT

Efek samping Penyebab Penanganan


Gatal dan kemerahan pada kulit Semua jenis OAT Beri anti histamine

dan di evaluasi ketat


Tuli Streptomisin Streptomisin

dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin

dihentikan
Ikterik Hampir semua OAT Hentikan semua

OAT sampai ikterik

menghilang
Bingung dan muntah-muntah Hampir semua obat Hentikan semua

OAT dan lakukan uji

fungsi hati
Gangguan penglihatan Ethambutanol Hentikan

ethambutanol
Purpura dan lonjatan Rifampisin Hentikan Rifampisin
Sumber: Menurut Nurarif dan kusuma

4) Paduan obat anti Tuberculosis paru

Pengobatan anti Tuberculosis paru di bagi menjadi :

a) Tuberculosis paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas

Paduan obat yang di berikan : 2 RHZE/4 RH

Alternatif : 2 RHZE/4 R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/6

HE
24

Paduan ini di anjurkan untuk :

(1) Tuberculosis paru BTA (+) kasus baru

(2) Tuberculosis paru BTA (-), dengan gambaran radiologic

lesi luas

(3) TB di luar paru kasus berat

Pengobatan fase lanjutan, bila di perlukan dapat di

berikan selama 7 bulan, dengan paduan 2 RHZE / 7 RH, dan

alternatif 2 RHZE / 7 R3H3, seperti pada keadaan :

(1) Tuberculosis paru dengan lesi luas

(2) Di sertai penyakit komorbid (diabetes melitus)

(3) Pemakaian obat imunosupresi/kortikosteroid

(4) Tuberculosis paru kasus berat

Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan di

sesuaikan dengan hasil uji resistensi

b) Tuberculosis paru (kasus baru), BTA negative

Paduan obat yang di berikan : 2RHZ / 4 RH

Alternatif : 2RHZ/4R3H3 atau 6 RHE

Paduan ini di anjurkan untuk :

(1) Tuberculosis paru BTA negative dengan gambaran

radiologis lesi minimal

(2) Tuberculosis paru di luar kasus baru ringan

(3) Tuberculosis paru kasus kambuh


25

Pada TB paru kasus sembuh minimal menggunakan 4

macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji

resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama

pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari

pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan :

3 RHZE / 6 RH. Bila tidak ada tidak dilakukan uji resistensi,

maka intensif diberikan paduan obat: 2

RHZES/1RHZE/5R3H33 (PROGRAM P2TB).

c) Tuberculosis paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan

minimal menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2 OAT yang

masih sensitive.Dengan lama pengobatan minimal selama 1-2

tahun.

d) Tuberculosis paru kasus lalai berobat

Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan di mulai pengobatan

kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

(1) Penderita yang menghentikan pengobatan  2 minggu,

pengobatan OAT di lanjutkan sesuai jadwal

(2) Penderita menghentikan pengobatan  2 minggu

(3) berobat  4 bulan, BTA negative dan klinik, radiologic

negative, pengobatan OAT stop


26

(4) berobat  4 bulan, BTA positif :pengobatan dimulai dari

awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu

pengobatan yang lebih lama

(5) berobat  4 bulan, BTA positif : pengobatan di mulai dari

awal dengan paduan obat yang sama

(6) berobat  4 bulan, berhenti berobat  1 bulan, BTA

negative akan tetapi klinik dan atau radiologic positif :

pengobatan di mulai dari awal dengan paduan obat yang

sama

(7) berobat 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4

minggu pengobatan di teruskan kembali sesuai jadwal.

e) Tuberculosis paru kasus kronik

(1) Pengobatan Tuberculosis paru kasus kronik, jika belum ada

uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji

resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal

terdapat 2 macam OAT yang masih sensitive dengan H tetap

di berikan walaupun resisten) di tambah dengan obat lain

seperti kuinolon, betalaktam,makrolid

(2) Jika tidak mampu dapat di berikan INH seumur hidup.

Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan

kemungkinan penyembuhan

(3) Kasus Tuberculosis paru kronik perlu di rujuk ke ahli paru.

5) Pengobatan suportif/simtomatik
27

Pengobatan yang di berikan kepada penderita Tuberculosis

paru perlu di perhatikan keadaan klinisnya.Bila keadaan klinis baik

dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan.Selain OAT kadang

perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk

meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala.

a) Penderita rawat jalan

(1) Makan makanan yang bergizi, bila di anggap perlu

diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada

larangan makanan untuk penderita Tuberculosis paru)

(2) Bila demam dapat diberikan obat penurun panas

(3) Bila perlu dapat di berikan obat untuk mengatasi gejala

batuk, sesak nafas atau keluhan lainnya.

b) Penderita rawat inap

(1) Tuberculosis paru disertai keadaan / komplikasi sebagai

berikut: batuk darah,keadaan umum buruk, pneumothorak,

emphiema, efusi pleura massif/bilateral, sesak nafas berat

(2) Tuberculosis paru di luar paru mengancam jiwa :

Tuberculosis paru milier, meningitis Tuberculosis paru

6) Therapy pembedahan

a) Indikasi mutlak

(1) Semua penderita yang mendapat OAT adekuat tetapi dahak

tetap positif
28

(2) Penderita batuk darah yang massif dapat di atasi dengan

cara konservatif

(3) Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang

tidak dapat di atasi secara konservatif

b) Indikasi relative

(1) Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah

berulang

(2) Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan

(3) Sisa kaviti yang menetap

7) Tindakan invasif (selain pembedahan)

a) Bronkoskopi

b) Punksi pleura

c) Pemasangan WSD (water sealed drainage)

8) Kriteria sembuh

a) BTA mikroskopik negative dua kali (pada akhir fase intensif

dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang

adekuat

b) Pada foto thoraks, gambaran radiologic senal tetap

sama/perbaikan

c) Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria di tambah biakan

negative.

10. Nama Obat Dan Efek Samping

a. Isoniazid (INH)
29

Dikenal dengan INH bersifat bakterisit dapat membunuh 90% populasi

kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.Obat ini sangat efektif

terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif yaitu kuman yang

sedang berkembang.Efek samping obat ini adalah kesemutan, rasa

terbakar dikaki dan nyeri otot.

b. Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman secara persisten (Dormant)

yang tidak ada dibunuh oleh isoniazid.Efek samping obat ini adalah

berupa demam, menggigil dan nyeri tulang, sakit perut, mual, tidak

nafsu makan, muntah kadang-kadang diare, gatal-gatal kemerahan.

c. Pirazinamid (Z)

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel

darah suasana asam. Efek samping obat ini adalah Nyeri sendi demam,

mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

d. Streptomycin (S)

Bersifat bakterisid.Efek samping obat ini adalah gangguan penglihatan

berupa berkurangnya ketajaman, buta warna.

e. Ethambutol (E)

Bersifat bakteriostatik.Efek samping obat ini adalah kerusakan syaraf

kedelepan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.

(Mansjoer Arif,2001)
30

11. Perawatan

a. Peralatan makan penderita harus dipisahkan

b. Sputum harus di isi kedalam pot sputum yang telah di isi cairan Lysol

c. Perawat yang merawat harus menggunakan masker

d. Ruangan harus cukup ventilasi dan sinar matahari

e. Penderita harus mengkonsumsi makanan yang bervitamin

12. Pencegahan

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2019)

pencegahan tuberculosis paru dari individu sehat agar tidak tertular TBC

dan pencegahan dari penderita TBC langsung agar tidak menular ke orang-

orang terdekat atau keluarga adalah:

a. Menerima vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin). Vaksin ini

termasuk dalam daftar imuisasai wajib dan diberikan sebelum bayi

berusia 2 bulan, bagi yang belum perna menerima vaksin BCG

dianjurkan untuk melakukan vaksin bila terdapat salah satu anggota

keluarga yang menderita TBC.

b. Mengenakan masker saat berada ditempat ramai dan jika berinteraksi

dengan penderita TBC, serta sering mencuci tangan.

c. Tutupi mulut saat bersin, batuk dan tertawa, apabila menggunakan tisu

untuk menutup mulut, buanglah segera setelah digunakan

d. Tidak membuang dahak atau meludah sembarangan


31

e. Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik, misalnya dengan

sering membuka pintu dan jendela agar udara segar serta sinar

matahari dapat masuk

f. Jangan tidur sekamar dengan orang lain, sampai dokter menyatakan

TBC yang anda derita tidak lagi menular.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Tuberculosis Paru

Asuhan keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis

berkesinambungan, meliputi tindakan untuk mengidentifikasi masalah

kesehatan individu atau kelompok, baik yang aktual maupun yang

potensial kemudian merencanakan tindakan untuk menyelesaikan,

mengurangi, atau mencegah terjadinyamasalah barudan melaksanakan

tindakan atau menugaskan orang lainuntuk melaksanakan tindakan

keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan dari tindakan yang dikrjakan

(Rohman, N. & Saiful W, 2014).

1. Pengkajian

Pada dasarnya pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan

subjektif dari klien. Adapun data yang terkumpul mencakup informasi

dari klien, keluarga, masyarakat, lingkungan atau budaya (Smeltser &

Bare, 2002 cit Sukmawati 2020).

Pengkajian sebagai berikut :

a. Data demogratif

1) Biodata
32

Meliputi nama, usia (kuman tuberculosis paru menyerang

semua umur), jenis kelamin, alamat, suku atau bangsa, status

pernikahan, agama, pekerjaan, diagnosa medis, nomor medical

record, tanggal masuk, tanggal pengkajian dan therapy, tanggal

masuk, tanggal penkajian dan therapy media yang sudah

diberikan dan akan dinarasikan.

2) Penanggung jawab

Meliputi nama, usia, enis kelamin, alamat, suku atau bangsa,

status pernikahan, agama, dan pekerjaan.

b. Keluhan utama

Biasanya pada pasien tuberculosis paru ditemukan keluhan batuk,

sesak napas, berkeringat pada malam hari, BB menurun.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Yang dikajikan adalah kapan timbulnya penyakit, bagaimana awal

timbulnya, riwayat pemakaian obat, dan kondisi saat dikaji

biasanya pada klien dengan penyakit tuberculosis paru ditemukan

keluhan batuk yang berkepanjangan yang mengeluarkan dahak,

kadang bercampur darah, dahak ini banyak mengandung basil

tahan asam, lelah, demam, kehilangan nafsu makan, BB menurun,

berkeringat malam hari, sesak nafas dan suhu badan meningkat

mendorong penderita untuk mencari pengobatan .

d. Riwayat kesehatan masa lalu


33

Keadan atau penyakit yang perna diderita yang berhubungan

dengan tuberculosis paru antara lain ISPA, efusi pluara serta

tuberculosis paru yang kembali aktif, riwayat masuk ruma sakit,

riwayat alergi, riwayat putus pengobatan.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami

oleh anggota keluarga lainya sebagai faktor predisposisi penularan

di dalam rumah, serta buatlah genogram.

f. Riwayat psikososial

Pada penderita yang starus ekonominya menengah kebawah dan

sanitasi kesehatan yang kurang di tunjang dengan padatnya

penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita

tuberculosis paru yang lain.

g. Riwayat spritual

Karena sesak nafas, nyeri dada dan batuk menyebabkan

terganggunya aktivitas ibada klien.

h. Aktifitas sehari-hari

1) Nutrisi

Pada klien dengan tuberculosis paru biasanya mengeluh

anoreksia dan BB menurun.

2) Eliminasi (BAK & BAB)

Klien tuberculosis paru tidak mengalami perubahan atau

kesulitan dalam miksi maupun defekasi


34

3) Persona hygiene

Personal hygiene biasanya tidak mengalami perubahan hanya

bila keadaan sakit berat penderita tuberculosis paru

membutuhkan bantuaan dalam kebersihan diri.

4) Istirahat tidur tuberculosis paru

Dengan adanya sesak nafas dan nyeri dada pada penderita

tuberculosi paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan

tidur dan istirahat.

5) Aktifitas/mobilitas fisik

Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan

menggangu aktivitas.

i. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum klien

Keadaan umu pada pasien tuberculosis paru dapat dinilai

secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri dari

composmentis, apatis, samnolen, stupor, semi koma atau koma.

Dan biasa pada klien tuberculosis paru mengalami kelemahan.

2) Tanda-tanda vital

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tuberculosis paru biasanya

didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan dapat

mencapai suhu 40℃ - 41℃, frekuensi nafas meningkat apabila

pasien sesak nafas, denyut nadi biasanya meningkat seirama

dengan peningkatan suhu tubuh dan prekuensi pernafasan serta


35

tekanan darah juga biasanya meningkat dengan adanya

penyakit seperti hipertensi .

3) Sistem penafasan

Pada klien dengan tuberculosis paru terdapat sekret yang

terkadang disertai bercak darah, adanyah retraksi dinding dada,

suara nafas ronchi atau krekles, dan adanya peningkatan

frekuensi pernafasan.

4) Sistem kardiovaskuler

Adanya takipne, takikardi, sianosis.

5) Sistem pencernaan

Biasanya pasien mengalami mual, muntah, kurang nafsu

makan, berat badan menurun.

6) Sistem indera

Pada klien tuberculosis paru untuk pengindraan tidak ada

kelainan

7) Sistem syaraf

a) Fungsi cerebral : bagaimana status mental klien meliputi

orientasi, daya ingat, perhitungan dan perhatian serta

bahasa, bagaimana kesadarannya dinilai dengan angka

GCS, bagaimana bicaranya meliputi ekspresi dan risiptif

b) Fungsi kranial : kaji mulai dari saraf olfaktorius

sampaicdengan saraf hipoglosus


36

c) Fungsi motorik : bagaimana tonus dari kekuatan otot dan

apakah ada massa.

d) Fungsi sensorik : pada klien dengan tuberculosis paru di

temukan suhu meningkat, nyeri kepala, wajah meringis.

e) Fungsi crebellum : bagaimana koordinasi dan

keseimbangan klien.

f) Reflex : periksa reflex ekstremitas atas dan bawah serta

supervicial

g) Iritasi meningen : apakah ada kaku kuduk , lasaque sigh,

kernig sigh, brudzinki sigh.

8) Sistem muskuloskeletal

Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur

dan keadaan sehari - hari yang kurang menyenangkan

9) Sistem integument

Kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, turgor kulit menurun

10) Sistem perkemihan

Klien tuberculosis paru tidak mengalami kesulitan dalam

miksi. Biasanya urine berwarna jingga pekat dan berbau

menandakan fungsu ginjal masih normal sebagai ekskresi

karena meminum obat terutama rifampisin

11) Sistem reproduksi


37

Biasanya pada wanita akan mengalami gangguan haid akibat

infeksi dari kuman tuberculosis paru tersebut.

Menurut Doenges, Dkk (2012) Cit Sukmawati (2019) data dasar

pengkajian klien adalah sebagai berikut :

a. Aktivitas/istirahat

Gejala : kelelahan umum, kelemahan, nafas pendek karena

kerja, kesulitan tidur atau demam malam hari

Tanda : takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja, kelelahan

otot, nyeri dan sesak.

b. Integritas ego

Gejala : stres yang berhubungan lamanya perjalanan penyakit,

masalah keuangan, perasaan tidak berdaya/putus asa,

menurunnya produktivitas.

Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap dini) dan

ansietas, ketakutan.

c. Makanan/cairan

Gejala : kehilangan nafsu makan, tak dapat mencerna dan

penurunan berat badan.

Tanda : turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan

otot/hilang lemak subkutan.

d. Nyeri dan kenyamanan


38

Gejala : nyeri dada meningkat karena karena pernafasan, batuk

berulang.

Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi dan

gelisah.

e. Pernapasan

Gejala : batuk, (produktif atau tidak produktif), nafas pendek,

riwayat terpajan tuberculosis dengan individu terinfeksi.

Tandanya : peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas

atau fibrosis parenkim paru dan pleura), pengembangan

pernapasan tidak simetris (efusi pleura), perkusi pekak dan

penurunan premitus (cairan pleural atau penebalan pleural),

bunyi nafas : menurun/ tidak ada. Krekles tercatat diatas apeks

paru selama ispirasi cepat setelah batuk pendek (krekles

posttussic), karakteristik sputum: hijau atau purulen, mukoid

atau kuning, atau bercak darah, devisiasi trakeal.

f. Keamanan

Gejala : adanya kondisi penurunan imunitas secara umum

memudahkan infeksi sekunder, contoh AIDS, kanker

dan tes HIV positif.

Tanda : demam rendah atau sakit panas akut.

g. Interaksi sosial
39

Gejala : perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular,

perubahan pola dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas

fisik untuk melaksanakan peran.

h. Penyuluhan dan pembelajaran

Riwayat kelurga tuberculosis paru, ketidakmampuan umum /

status kesehatan buruk, gagal untuk membaik / kambunya

tuberculosis paru, tidak berpartisipasi dalam terapy.

i. Pemeriksaan penunjang

Darah : ditemukan peningkatan leukosit dan laju endap

darah (LED). Sputum : BTA pada BTA (+) ditemukan

sekurang-kurangnya 3 batang kuman pada satu sediaan dengan

kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml sputum. Test tuberculin :

Montoux tes (PPD). Rontgen : PA

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah menggambarkan respom manusia

(keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) dari

individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi

dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga

status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau

mencegah perubahan (Rohman, N. & Saiful W, 2014)

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) bahwa diagnosa keperawatan

yang lazim timbul pada klien dengan tuberculosis paru dengan


40

menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan

Indikator Diagnostik (PPNI 2016) adalah:

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan

spasme jalan nafas

b. Gangguan pertukaran gas (D.0003) berhubungan dengan

ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

c. Hipertermia (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit

d. Defisit nutrisi (D.0019) ketidakmampuan menelan makanan

e. Resiko infeksi (D.0142)

3. Intervensi

Intervensi atau perencanaan adalah pengembagan starategi desain

untuk mencegah, mengurangi, mengatasi masalah-masalah yang telah

diidentifikasi dalam doagnosis keperawatan. Desain perencanaan

menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara

menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien (Rohman, N. &

Saiful W, 2014)

Intervensi keperawatan dengan kasus Tuberculosis Paru

berdasarkan buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI

2018) dan buku Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI 2018)

sebagai berikut:

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan

spasme jalan nafas

Tujuan:
41

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan bersihan jalan nafas kembali efektif

Kriteria Hasil :

1) Mempertahankan jalan napas

2) Mengeluarkan secret tanpa bantuan

3) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki atau mempertahankan

bersihan jalan napas

4) Berpartisipasi dalam proses pengobatan

Intervensi :

a) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

Rasional : mengetahui frekuensi, kedalaman dan usaha

pernafasan

b) Monitor bunyi napas tambahan (Mis. Gurgling, mengi, wheezing,

ronkhi kering)

Rasional : untuk mendeteksi suara napas tambahan

c) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Rasional : sputum menganggu proses pertukaran gas

d) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift

(jaw-thrust jika curiga trauma servikal)

Rasional : klien dapat bernapas dengan mudah

e) Posisikan semi-Fowler atau Fowler

Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan meningkatkan

pernapasan
42

f) Berikan minum hangat

Rasional : teknik ini akan mengumpulkan kekuatan sehingga

batuk dapat efektif mengeluarkan secret dari jalan napas

g) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

Rasional : pemasukan tinggi cairan membantu untuk

mengencerkan secret, membantu untuk mudah dikeluarkan

h) Ajarkan teknik batuk efektif

Rasional : membantu menurunkan distress pernapasan yang

disebabkan oleh secret yang berlebih.

b. Gangguan pertukaran gas (D.0003) berhubungan dengan

ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan gangguan pertukaran gas teratasi

Kriteria Hasil :

1) Mendemonstrasikan peningkatan dan oksigenasi yang adekuat

2) Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda

distress pernafasan

3) Suara nafas yang bersih, tidak sianosis, tidak dispnea

4) Tanda-tanda vital dan analisa gas darah dalam rentang normal

Intervensi :

a) Monitor frekuensi irama,kedalaman dan upaya nafas

Rasional :mengetahui frekuensi, kedalaman dan irama pernafasan


43

Monitor pola nafas (bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,

cheyne-stokes, biot, ataksik)

Rasional : mengetahui frekuensi nafas

b) Monitor adanya sumbatan jalan nafas

Rasional : mengetahui adanya suara nafas tambahan dan

keefektifan jalan nafas untuk memenuhi oksigenasi

c) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

Rasional :memaksimalkan ekspansi paru

d) Auskultasi bunyi nafas

e) Rasional : mengetahui adanya suara nafas tambahan

c. Hipertermia (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit

Tujuan :

Setelah dilaklukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan suhu tubuh kembali normal

Kriteria Hasil :

1) Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5℃)

Intervensi :

a) Identifikasi penyebab hipertermia

Rasional : mengetahui penyebab hipertermia

b) Monitor suhu tubuh

Rasional : mengetahui perubahan suhu tubuh

c) Monitor komplikasi akibat hipertermia

Rasional : untuk mengetahui komplilkasi akibat hipertermia


44

d) Berikan kompres air dingin

Rasional : perpindahan panas secara konduktif

e) Sediakan lingkungan yang dingin

Rasional : membantu untuk menurunkan suhu tubuh

f) Longgarkan atau lepaskan pakaian

Rasional :proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian

tebal dan tidak dapat menyerap keringat

g) Berikan cairan oral

Rasional : sebagai upaya rehidrasi untuik mengganti cairan

yang hilang

h) Anjurkan tirah baring

Rasional : meningkatkan kenyamanan serta dukungan fisiologis

atau psikologis

d. Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan ketidakmampuan

menelan makanan

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan

kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :

1) Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat

2) Pengetahuan tentang pilihan minuman yang sehat

3) Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan


45

Intervensi:

a) Identifikasi status nutrisi

Rasional : untuk mengidentifikasi derajat/luasnya masalah

danpilihan intervensi yang tepat

b) Identifikasi nutrisi dan intoleransi makanan

Rasional : agar dapat dilakukan intervensi dalam pemberian

makanan

c) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi

Rasional : untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi

yang sesuai

d) Monitor asupan makanan

Rasional : untuk menjaga asupan makanan yang dibutuhkan

tubuh klien

e) monitor berat badan

Rasional : agar dapat mengetahui penurunan berat badan klien

e. Resiko infeksi (D.0142)

Tujuan :

Setelah dilakukukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam

diharapkan masalah resiko infeksi tidak terjadi

Kriteria Hasil :

1) Tidak ada tanda dan gejala infeksi

Intervensi :

a) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik


46

Rasional : untuk mengetahui adanya tanda infeksi

b) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan

lingkungan pasien

Rasional :mencegah terjadinya penularan

c) Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi

Rasional : meningkatkan penyembuhan dan menghindari infeksi

d) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan mengenai tanda

dan gejala infeksi

e) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

Rasional : agar tangan bebas dari kuman

f) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

Rasional : meningkatkan pemenuhan nutrisi untuk mempercepat

proses penyembuhan.

4. Implementasi

Implementasi atau pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam

pelaksanaan juga meliputi pengumpulan dan berkelanjutan,

mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaanan tindakan,

dan menilai data yang baru (Rohman, N.Saiful W, 2014).

5. Evaluasi Keperawatan
47

Menurut Rohmah, N. dan Saiful. (2014). Evaluasi adalah penilaian

dengan cara membandingkan perubahan keadaan klien (hasil yang

diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap

perencanaan. Dengan menggunakan metode SOAP sebagai berikut:

S= subjektif : bagian informasi yang diperoleh dari klien, seperti klien

mengatakan gejala sakit dan keinginannya untuk mengetahui

tentang pengobatan.

O= objektif : informasi yang dapat di amati atau di ukur. Misalnya hasil

pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, observasi, atau hasil

pemeriksaan radiologi.

A= assesment : tenaga kesehatan yang menulis catatan SOAP

menggunakan data subjektif dan objektif serta merumuskan

kesimpulan. Pengkajian merupakan penafsiran tentang kondisi

klien dan tingkat perkembangan.

P= planning : perencanaan bergantung pada pengkajian situasi yang di

lakukan oleh tenaga kesehatan. Rencana dapat meliputi instruksi

khusus untuk mengatasi masalah klien, pengumpulan data

tambahan tentang masalah klien, pendidikan bagi individu atau

keluarga, dan tujuan asuhan.

6. Cacatan Perkembangan
48

Menurut Rohmah, N. dan Walid,S.(2014). Cacatan keperawatan

merupakan dokumen yang penting bagi asuhan keperawatan di rumah

sakit jadi, perlu diingat bahwa dokumen Asuhan Keperawatan

merupakan :

a. Bukti dari pelaksanaan keperawatan yang merupakan metode

pendekatan proses keperawatan

b. Catatan tentang tanggapan atau respon klien terhadap tindakan

medis, tindakan keperawatan atau reaksi klien terhadap penyakit

c. Tujuan dokumentasi keperwatan adalah :

1) Sebagai alat komunikasi

2) Sebagai pendidikan

3) Sebagai evaluasi

4) Jaminan mutu

5) Dokumen sah

6) Penelitian

Menurut Rohman, N. dan Walid,S.(2014), istilah yang paling

sering digunakan pada penulis dokumentasi adalah SOAP atau

SOAPIER yang merupakan singkatan dari :

S= Subjektif, yaitu keluhan-keluhan klien (apa yang dikatakan

klien)

O= Objektif, yaitu apa yang dilihat, dicium, dirabah dan diukur

oleh perawat.

A= Assessment, yaitu kesimpulan perawat tentang kondisi klien


49

P= Plan of care, yaitu rencana tindakan keperawatan untuk

mengatasi masalah klien

I= Implementasi, yaitu tindakan yang dilakukan oleh perawat

untuk memenuhi kebutuhan klien

E= Evaluasi, yaitu respon klien terhadap tindakan keperawatan

R= Revisi, yaitu merubah rencana tindakan keperawatan yang

diperlukan.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis metode yang ada digunakan metode deskriptif yaitu metode

penelitian untuk mendapatkan gambaran tentang proses keperawatan pada

pasien dengan kasus tuberculosis paru dengan pendekatan study kasus

berupa laporan penerapan asuhan keperawatan dengan menggambarkan

data secara objektif dimulai dari pengumpulan data, menganalisa, dan

pengolahan sampai evaluasi dan selanjutnya disajikan dalam bentuk

narasi.

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Ruangan Mawar RSUD Mokopido

Tolitoli pada Bulan Mei 2021 yang berlangsung dari shift pagi dan siang.

C. Subyek Studi Kasus

Seorang pasien yang sedang menjalani rawat inap di Ruangan

Mawar RSUD Mokopido Tolitoli dengan diagnosa medis tuberculosis

paru.

D. Focus Studi

Proses asuhan keperawatan yang diberikan langsung kepada pasien

tuberculosis paru di Ruangan Mawar RSUD Mokopido Tolitoli yang

terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

50
51

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah karakteristik yang dapat diamati atau

diukur, yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat dalam suatu obyek atau fenomena yang dapat

diulang oleh orang lain (Nursalam, 2008).

1. Asuhan keperawatan

Asuhan keperawatan adalah proses kegiatan pada praktik

keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien disetiap

pelayanan kesehatan, yang dimulai dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi dan catatan

perkembangan dan pendokumentasian dengan pendekatan SOAPIER

pada pasien Tuberculosis paru.

a. Pengkajian

Pengkajian adalah sebuah proses pengumpulan data, baik

itu data objektif maupun data subjektif yang didapatkan dari pasien

khususnya pasien Tuberculosis paru. Dengan cara melakukan

pengkajian menggunakan format praktek klinik keperawatan

Medical Bedah yang merupakan panduan dari prodi DIII

Keperawatan Tolitoli.

b.Analisa data dan Diagnosa keperawatan

Analisa adalah menggabungkan, mengaitkan dan

menghubungkan data tersebut dengan konsep teori dengan prinsip


52

yang relevan untuk menentukan masalah kesehatan yang dialami

pada pasien Tuberculosis paru.

Diagnosa keperawatan adalah suatu keputusan perawat

untuk menentukan masalah kesehatan pasien baik actual, resiko,

maupun potensial dari hasil analisa data pengkajian yang dilakukan

khususnya pada pasien Tuberculosis paru.

c.Intervensi

Perencanaan keperawatan adalah suatu rencana yang

disusun secara matang untuk membantu klien dalam beralih dari

tingkat kesehatan ke tingkat yang diinginkan dalam hasil yang

diharapkan khususnya pada pasien Tuberculosis paru.

d.Implementasi

Implementasi keperawatan adalah suatu tindakan yang

diberikan pada pasien sesuai dengan intervensi yang telah disusun

sebelumnya khususnya pada pasien Tuberculosis paru.

e.Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses

keperawatan untuk menilai seberapa jauh tindakan yang diberikan

tercapai atau tidak terhadap masalah pada pasien, khususnya pasien

Tuberculosis paru.
53

f.Catatan perkembangan

Catatan perkembangan yang dimaksud adalah catatan

perkembangan tentang keadaan yang dialami oleh pasien

Tuberculosis paru.

2. Tuberculosis paru

Tuberculosis paru adalah penyakit menular yang disebakan

oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang menyerang paru-paru

yang ditandai dengan batuk berlendir lebih dari 2 minggu, dan

batuknya disertai dengan bercak darah, berkeringat pada malam hari,

penurunan nafsu makan, sesak nafas, serta nyeri dada yang telah di

diagnosis medis.

F. Pengumpulan Data

1. Data primer

a. Wawancara

Wawancara adalah menanyakan atau tanya jawab yang

berhubungan dengan masalah yang dihadapi klien merupakan

suatu komunikasi yang telah direncanakan. Dimana peneliti

mengajak klien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan,

yang diistilahkan sebagai teknik komunikasi terapeutik. Dalam

teknik wawancara yang dilakukan mencakup keterampilan secara

verbal yang meliputi pertanyaan terbuka maupun tertutup,

mengkaji jawaban dan memfalidasi respon klien, dan secara non


54

verbal meliputi sikap mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan,

dan kontak mata (Setiadi,2012).

Teknik wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian ini

adalah secara verbal maupun non verbal untuk mengetahui hasil

anamnesis tentang idenntitas pasien, keluhan utama, riwayat

penyakit, wawancara bisa dilakukan kepada pasien, keluarga dan

perawat.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada klien dengan tuberculosis paru meliputi

pemeriksaan fisik per sistem dari observasi keadaan umum,

pemeriksaan tanda-tanda vital, dan pemeriksaan (head to toe)

dilakukan mulai dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki

menggunakan 4 cara yaitu inspeksi dengan cara melihat, palpasi

dengan cara meraba, perkusi dengan cara mengetuk, auskultasi

dengan cara mendengarkan.

c. Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data penelitian melalui

pengamatan terhadap suatu objek atau proses, baik secara visual

maupun dengan alat. Kelebihan observasi adalah mudah, murah,

dan langsung. Kekurangan observasi adalah memerlukan pedoman

pengamatan (Ali,Z.,2009)
55

2. Data sekunder

Data sekunder atau teknik dokumentasi adalah cara

mengumpulan data penelitian dengan menyalin data yang tersedia

kedalam format isian yang telah disusun. Studi dokumentasi dilihat

dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti tes hasil laboratorium tentang

hasil tes darah pasien atau tes lainnya dan catatan medical record yang

dilakukan oleh pihak rumah sakit (Supardi, 2013).

G. Analisa Data

Analisa Data yang dilakukan sejak penelitian ini adalah: setelah

melakukan pengkajian data, didapatkan data penunjang dan data

keperawatan kemudian dat-data tersebut diolah dalam bentuk data

subjektif dan objektif, kemudian dilakukan analisa data dan uintuk

mendapat permasalahan keperawatan yang dialami pasien, setelah masalah

keperawatan didapatkan maka masalah tersebut dirumuskan dalam

diagnose keperawatan, pelaksanaan tindakan, dan melakukan evaluasi

keperawatan, Selanjutnya disajikan dalam bentuk narasi dan table.

H. Etika Penelitian

a. Tidak membahayakan atau mengganggu kenyamanan (the right to

freedom from harm and discomfort)

b. Hak perlindungan dan eksploitasi

c. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak responden untuk

mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya


56

penelitian, memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dan bebas

dari paksaan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Oleh karena itu,

peneliti harus mempersiapkan formulir persetujuan responden

(informend consent).

d. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for

privacy and confidentiality).

Penelitian akan memberikan akibat terbukanya informasi individu,

termasuk informasi yang bersifat pribadi. Tidak semua orang

menginginkan informasinya diketahui orang lain, sehingga peneliti

perlu memperhatikan privasi dan kebebasan orang tersebut. Peneliti

tidak boleh menampilkan informasi mengenau identitas responden, baik

nama maupun alamat dalam kuesioner/alat. Peneliti dapat menggunakan

koding (inisial atau nomor identitas responden).

e. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness)

Prinsip keadilan mempunyai makna keterbukaan dan adil. Peneliti

harus dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional, berperikemanusiaan,

dan memperhatikan faktor-faktor ketetapan, keseksamaan, kecermatan,

intimitas, psikologis, serta perasaan religius responden.

Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kegiatan penelitian

membagikan keuntungan dan beban secara merata atau menurut

kebutuhan, kemampuan, kontribusi, dan pilihan bebas masyarakat.

Misalnya dalam prosedur penelitian, peneliti mempertimbangkan aspek

keadilan gender dan hak responden untuk mendapatkan perlakuan yang


57

sama, baik sebelum, selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam

penelitian (Supardi, 2013)


58

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z (2009).Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC

Bare & Smeltzer, (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, Edisi 8, Jakarta : EGC

Comaerah, (2020). Pencegahan Dan Pengendalian TBC Paru Melalui Sosialisasi,


Screning Dan Demonstrasi, Peduli Masyarakat Jurnal, (Online)
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/jpm diakses pada
tanggal 18 maret pukul 10.00

Dinkes.(2021). Laporan Pasien TB Paru Tahun 2019-2020. Dinas Kesehatan


Kabupaten Tolitoli.

Doenges M.E. Dkk. (2012).Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3,Jakarta :
EGC.

Fawzi, N & Hamisah (2020), Analisis Program DOTS Untuk Menurunkan


Kasus Tuberculosis Di Sekitar Taman Nasional Gunung Palung
Kalimantan Barat, Kesehatan Published By Poltekes Ternate Jurnal
(Online). https://www.researchgate.net di akses pada tanggal 3 maret 2021
pukul 12.30

Istiawan, (2015), Analisa Faktor Risiko Kejadian Tuberculosis Paru, Ilmiah


Multi Science Kesehatan Jurnal (Online).
http://www.jikm.unsri.ac.id/index.php/jikm di akses pada senin 3 maret
2021 pukul 09.20

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Data Dan Informasi Profil


Kesehatan Indonesia 2017 (Online).
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia, di akses tanggal 18 maret 2021 pukul
12.00

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (2019). Pusat Analisis Determinan Kesehatan


(Online) http://www.padk.kemkes.go.id, di akses pada 20 april 2021 pukul
16.30

Medical Record RSUD Mokopido Tolitoli.(2021). Laporan Pasien TB Paru


Tahun 2019-2020.
59

Maelani T, & Cahyati, W.H. (2019). Karakteristik Penderita, Efek Samping Obat
Dan Putus Berobat Tuberculosis,Peduli Masyarakat Jurnal (Online)
http://journal.Unnes.Ac.id/sju/index.Php/higeia di akses pada tanggal 12
maret 2021 pukul 15.20

Manurung, S. Dkk. (2013). Ganguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi. Jakarta :


Cv Trans Info Media

Mansjoer A, at. Al (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga jilid 1.


Jakarta: media aesculapius.

Nurarif, A.H & Hardhi K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc. Jilid 1, Jogjakarta : Medication

Nursalam (2013). http://DefinisiOperasional.com diakses pada tanggal 28 maret


2021 pukul 13.30

Poltekes kemenkes palu. (2021). Panduan Penulisan Proposal Dan Karya Tulis
Ilmiah

PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI

Rohman, N & Saiful W. (2014).Konsep Keperawatan Teori Dan Aplikasi.


Jogjakarta : Arruzz Media

Setiadi (2012). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Graha


Ilmu: Yogyakarta.

Supardi.(2013). Aplikasi statistika dalam penelitian konsep statistika yang lebih


komperehensif. Change publication: Jakarta.

Wahyuningsih.E (2014). Pola Klinik Tuberculosis Paru di RSUD Dr. Kariadi


Semarang Jurnal (Online) http://ejournal.undip.ac di akses pada tanggal 3
maret 2021 Pukul 09.20

Zainita, AP. (2019). Dampak Tuberculosis Paru Pada Penderita Dan Keluarga,
Asuhan Keperawatan Tuberculosis Paru, Karya Tulis Ilmiah (Online)
https://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1362/4/BAB%2011.pdf di akses tanggal
10 maret 2021 pukul 13.00
60

Zulkoni (2010).Gambaran Komplikasi Penyakit Tuberculosis, Kesehatan Al-


irsyad Jurnal (Online). https://e-jurnal.stikesal-irsyadclp.ac.id di akses pada
tanggal 15 maret pukul 13.20

Anda mungkin juga menyukai