Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU KARDIOLOGI REFERAT

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER OKT 2023


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

sampul

DEEP VEIN THROMBOSIS (DVT)

DISUSUN OLEH:
Ersya Putri Alifya Suryo
111 2022 2186

PEMBIMBING:
dr. Frizt Alfred Tandean, Sp.JP

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KARDIOLOGI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Ersya Putri Alifya Suryo

NIM : 111 2022 2186

Universitas : Universitas Muslim Indonesia

Judul Referat : Deep Vein Thrombosis

Adalah benar telah menyelesaikan tugas kepanitraan klinik berjudul

” Deep Vein Thrombosis ” dan telah disetujui serta telah dibacakan

dihadapan supervisor pembimbing dalam rangka kepaniteraan klinik pada

bagian Ilmu Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, September 2023

Menyetujui,

Dokter Pendidik Klinik Penulis

dr. Frizt Alfred Tandean, Sp.JP Ersya Putri Alifya Suryo

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

Subhanahu Wa Ta’ala, karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan

inayah-Nya maka telaah jurnal ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam

dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Shallallahu

‘Alaihi Wasallam beserta para keluarga, sahabat-sahabatnya dan orang-

orang yang mengikuti ajaran beliau hingga akhir zaman.

Laporan Kasus Puskesmas yang berjudul “Deep Vein Thrombosis”

ini di susun sebagai persyaratan untuk memenuhi kelengkapan bagian.

Penulis mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya atas semua

bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung

selama penyusunan telaah jurnal ini hingga selesai. Secara khusus rasa

terimakasih tersebut penulis sampaikan dr. Frizt Alfred Tandean, Sp.JP

sebagai pembimbing yang sangat baik, sabar dan mau meluangkan

waktunya dalam penulisan telaah jurnal ini.

Terakhir saya sebagai penulis berharap, semoga refarat ini dapat

memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca

dan khususnya bagi penulis juga.

Makassar, September 2023

iv
DAFTAR ISI

SAMPUL..................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iv

DAFTAR ISI ............................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3

2.1. Definisi .......................................................................................... 3

2.2. Epidemiologi ................................................................................. 4

2.3. Patomekanisme ............................................................................ 4

2.4. Gambaran Klinis dan Klasifikasi ................................................... 6

2.5. Diagnosis ...................................................................................... 9

2.6. Tatalaksana dan Pencegahan .................................................... 14

2.7. Prognosis .................................................................................... 17

2.8. Komplikasi .................................................................................. 17

BAB III PEMBAHASAN .......................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 19

v
BAB I

PENDAHULUAN

Deep Vein Thrombosis adalah kelainan tromboemboli vena yang

umum dengan kejadian 1,6 per 1000 per tahun. Tingkat keterlibatan situs

tertentu tergantung pada lokasi anatomi sebagai berikut, vena distal 40%,

poplitea 16%, femoralis 20%, femoralis komunis 20%, dan vena iliaka 4%.

DVT merupakan permasalahan atau komplikasi yang menyebabkan

adanya abnormalitas tonus (hipotonus), pada manisfestasinya penderita

akan mengalami kelemahan pada satu sisi anggota tubuhnya.

Insidens DVT pada ras Asia dan Hispanik dilaporkan lebih rendah

dibandingkan pada ras Kaukasia, Afrika-Amerika Latin, dan Asia Pasifik.

Pada pasien yang terbaring di tempat tidur di 25 rumah sakit, kejadian

pasien yang mengalami trombosis vena dalam selama rawat inap adalah

10,0 per 1000 pasien yang masuk. Misalnya, studi prospektif di India

terhadap 125 pasien dengan trauma tungkai bawah melaporkan bahwa

prevalensi trombosis vena dalam adalah 4,8% , sedangkan dalam studi

kohort prospektif multisenter di Cina yang terdiri dari 862 pasien berbasis

rumah sakit dengan stroke akut, insiden keseluruhan trombosis vena dalam

dalam 2 minggu setelah stroke akut adalah 12,4%.

Trombosis vena memiliki kecenderungan untuk kambuh. Seringkali

faktor risiko trombosis yang pertama kali berbeda dengan trombosis yang

ulangan dan sebagian besar faktor tersebut tidak diketahui. Kecenderungan

1
trombosis pada usia muda juga sering terjadi terutama pada penderita

dengan riwayat trombosis di keluarga atau trombofilia herediter

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh

darah. Trombus adalah bekuan abnormal dalam pembuluh darah yang

terbentuk walaupun tidak ada kebocoran.

Trombus atau bekuan darah dapat terbentuk pada vena, arteri,

jantung, atau mikrosirkulasi dan menyebabkan komplikasi akibat obstruksi

atau emboli.

Trombus terbagi menjadi 3 macam yaitu trombus merah (trombus

koagulasi), trombus putih (trombus aglutinasi) dan trombus

campuran.Trombus merah dimana sel trombosit dan lekosit tersebar rata

dalam suatu masa yang terdiri dari eritrosit dan fibrin, sering terdapat pada

vena.Trombus putih terdiri dari fibrin dan lapisan trombosit, leukosit dengan

sedikit eritrosit, biasanya terdapat dalam arteri. Bentuk yang paling sering

adalah trombus campuran.

Deep vena thrombosis (DVT) juga biasa disebut trombo emboli vena

adalah pembentukan bekuan darah vena dalam. Terhambatnya aliran

pembuluh balik merupakan penyebab yang sering mengawali TVD.

Penyebabnya dapat berupa penyakit pada jantung, infeksi, atau imobilisasi

lama dari anggota gerak.

3
2.2. Epidemiologi

Di Indonesia Frekuensi DVT tanpa profilaksis bervariasi dari 10%

hingga 26%. Pulmonary Embolism (PE) menyebabkan kematian 10% di

rumah sakit, dan 75% kasus PE yang fatal terjadi pada pasien yang sakit

secara medis. Pasien tanpa gangguan trombotik dapat menunjukkan

gambaran klinis bahwa hanya 25% dari mereka yang memperlihatkan

gejala DVT dengan diagnosis yang dikonfirmasi pada pengujian objektif.

Insiden thrombosis vena yang pertama adalah 1 – 3 per 1000 orang

pertahun. Sekitar dua pertiga muncul dengan DVT pada tungkai dan

sepertiganya dengan PE.

Insiden trombosis ini meningkat secara ekponensial berdasarkan

umur. Pada anak-anak insidennya 1 per 100.000 pertahun, pada dewasa

muda insidennya 1 per 10.000, umur pertengahan adalah 1 per 1.000, pada

orang tua sebanyak 1% dan 10% pada pasien yang sangat tua.

Kekambuhan trombosis ini adalah 3 – 10% pertahun.

2.3. Patomekanisme

Pembentukan trombus biasanya dimulai dari valve pocket vena pada

betis dan meluas ke proximal. Proses seperti ini biasanya terjadi pada

penderita setelah dilakukan operasi. Sebagian besar thrombus mulai

terbentuk selama operasi, beberapa hari atau minggu atau bulan setelah

operasi. Beberapa data yang menunjukkan awal terjadinya thrombus di

valve pocket vena adalah peningkatan ekspresi endothelial protein C

4
receptor (EPCR) dan thrombomodulin (TM) dan penurunan ekspresi dari

Von Willebrand factor (vWF) pada endotel katup vena. Ini menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan antikoagulan seperti (EPCR dan TM) dan terjadi

penurunan prokoagulan (vWF) pada katup vena.

Triad Virchow sebagai dasar terbentuknya thrombus, yang terdiri

dari:

1) Gangguan pada aliran darah yang mengakibatkan stasis,

2) Gangguan pada keseimbangan antara prokoagulan dan

antikoagulan yang menyebabkan aktivasi factor pembekuan,

3) Gangguan pada dinding pembuluh darah (endotel) yang

menyebabkan prokoagulan.

Trombosis terjadi jika keseimbangan antara factor trombogenik

dan mekanisme protektif terganggung. Faktor trombogenik meliputi

gangguan sel endotel, terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel,

aktivasi trombosit/interaksinya dengan kolagen subendotel atau factor von

Willebrand. Mekanisme proteaktif terdiri dari factor antitrombotik yang

dilepaskan sel endotel, hambatan factor pembekuan yang aktif oleh

inhibitor, pemecahan factor pembekuan oleh protease, pengenceran factor

pembekuan yang aktif dan trombosit yang beragregasi oleh aliran darah,

dan lisinya thrombus oleh system fibrinolysis.

5
2.4. Faktor Resiko

Faktor-faktor resiko dari TVD adalah sebagai berikut :

1) Duduk dalam waktu yang terlalu lama, seperti saat mengemudi

atau sedang naik pesawat terbang. Ketika kaki kita berada dalam

posisi diam untuk waktu yang cukup lama, otototot kaki kita tidak

berkontraksi sehingga mekanisme pompa otot tidak berjalan

dengan baik.

2) Memiliki riwayat gangguan penggumpalan darah. Ada beberapa

orang yang memiliki faktor genetic yang menyebabkan darah

dapat menggumpal dengan mudah.

3) Bed Rest dalam keadaan lama, misalnya rawat inap di rumah

sakit dalam waktu lama atau dalam kondisi paralisis.

4) Cedera atau pembedahan Cedera terhadap pembuluh darah

vena atau pembedahan dapat memperlambat aliran darah dan

meningkatkan resiko terbentuknya gumpalan darah.

Penggunaan anestesia selama pembedahan mengakibatkan

pembuluh vena mengalami dilatasi sehingga meningkatkan

resiko terkumpulnya darah dan terbentuk trombus.

5) Kehamilan Kehamilan menyebabkan peningkatan tekanan di

dalam pembuluh vena daerah kaki dan pelvis. Wanita-wanita

yang memiliki riwayat keturunan gangguan penjendalan darah

memiliki resiko terbentuknya trombus.

6
6) Kanker Beberapa penyakit kanker dapat meningkatkan resiko

terjadinya trombus dan beberapa pengelolaan kanker juga

meningkatkan resiko terbentuknya trombus

7) Inflamatory bowel sydnrome

8) Gagal jantung Penderita gagal jantung juga memiliki resiko TVD

yang meningkat dikarenakan darah tidak terpompa secara efektif

seperti jantung yang normal

9) Pil KB dan terapi pengganti hormon

10) Pacemaker dan kateter di dalam vena

11) Memiliki riwayat TVD atau emboli pulmonal

12) Memiliki berat badan yang berlebih atau obesitas

13) Merokok 14. Usia tua (di atas 60 tahun)

14) Memiliki tinggi badan yang tinggi.

2.5. Klasifikasi

DVT pada daerah ekstremitas bawah diklasifikasikan menjadi dua

yaitu proximal DVT apabila yang terkena vena poplite atau yang lebih

proximal dan distal DVT apabila yang terkena adalah vena di betis atau

yang lebih distal. DVT proximal memiliki arti klinis yang lebih penting karena

berhubungan dengan beberapa penyakit yang serius seperti kanker yang

aktif, gagal jantung kongestif, kegagalan respirasi, unur diatas 75 tahun.

Sedangkan DVT distal biasanya berhubungan dengan imobilisasi dan

operasi. PE yang fatal biasanya berasal dari DVT proximal.

7
Post thrombotic syndrome yang ditandai dengan pembengkakan

kaki, nyeri, pelebaran vena, indurasi dan ulkus pada kulit baiasanya terjadi

1 tahun setelah DVT terjadi pada 17% - 50% kasus DVT proximal.

2.6. Gambaran Klinis

Pada pemeriksaan fisis, tanda-tanda klinis yang klasik tidak selalu

ditemukan. Gambaran klasik TVD adalah edema tungkai unilateral, eritema,

hangat, nyeri, dapat diraba pembuluh darah superfisial, dan Homan sign

yang positif (sakit di calf atau di belakang lutut saat dalam posisi dorsoflexi).

Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, intensitas nyeri

bisa bervariasi dari mulai yang ringan sampai yang berat. Dengan penderita

berbaring dan posisi tungkai ditinggikan, akan mengurangi rasa nyeri yang

dialami. Sumbatan vena proksimal dan peradangan jaringan perivaskuler

dapat menyebabkan timbulnya edema. Apabila ditimbulkan oleh sumbatan,

maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan tidak nyeri,

sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan perivaskuler, bengkak

timbul di daerah trombosis dan biasanya disertai nyeri. Dengan istirahat dan

posisi kaki agak ditinggikan, pembengkakan akan berkurang namun

pembengkakan akan bertambah dengan posisi berjalan.

Suatu manifestasi yang jarang dari DVT adalah massive venous

thrombosis yang akut yang menyebabkan drainase vena ekstremitas

tersumbat. Hal ini akan menyebabkan phlegmasia alba dolens, phlegmasia

cerulia dolens dan gangrene vena. Pada phlegmasia alba dolens trombosis

hanya terjadi pada vena-vena yang dalam tetapi tidak terjadi pada vena

8
kolateralnya. Sedangkan pada phlegmasia cerulia dolens thrombosis

terjadi sampai pada vena kolateralnya sehingga akan menyebabkan

sekuesterasi cairan tubuh dan edema yang berat

2.7. Diagnosis

Algoritme untuk diagnosis DVT :

Langkah pertama adalah melakukan pretest probability assessment

dengan menggunakan Wells score. Jika skornya ≤ 1 (DVT unlikely),

lakukan pemeriksaan D-dimer. Jika hasilnya negatif maka DVT dapat

disingkirkan. Jika hasilnya positif dilakukan venous ultrasound. Jika hasil

venous ultrasound negatif maka DVT juga data disingkirkan. Diagnosis DVT

hanya dibuat apabila hasil venous ultrasoundnya positif.

Jika skor Wells > 1 (DVT likely) maka pemeriksaan selanjutnya

adalah venous ultrasound. Jika hasil ultrasoundnya positif maka diagnosis

DVT dapat ditegakkan. Bila hasil ultrasound negatif maka dilakukan

pemeriksaan D-dimer, apabila D-dimer negatif berarti DVT dapat

disingkirkan tetapi apabila hasilnya positif lakukan pemeriksaan ulang

ultrasound 6 – 8 hari lagi atau lakukan venography. Algoritme ini tidak

digunakan pada kehamilan, sebab pada kondisi ini biasanya D-dimer tinggi.

a) Skor Wells

Kriteria Wells adalah sistem penilaian yang divalidasi secara

klinis pada pasien rawat jalan.

9
b) D-dimer assay

D-dimer merupakan hasil dari degradasi cross-linked fibrin oleh

plasmin. Test ini menunjukkan aktivitas secara umum dari

koagulasi dan fibrinolisis. Merupakan biomarker yang terbaik dari

suatu VTE. Kombinasi dari clinical probability model dan test D-

dimer dapat menyingkirkan sebanyak 25% pasien yang dengan

gejala klinis meyerupai DVT tanpa perlu pemeriksaan lebih lanjut.

Bahkan pada pasien dengan VTE yang rekuren kombinasi ini

(clinical probability dan D-dimer) terbukti cukup baik untuk

menyingkirkan adanya trombosis, terutama pada pasien dengan

clinical prtetest probabilitynya yang rendah.

Pemeriksaan D-dimer sangat sensitif (nilainya sampai 95%)

tetapi specifisitinya rendah. Nilai negative prediction value D-

10
dimer adalah hampir 100%. Oleh karena itu hasil test D-dimer

yang negatif sangat baik untuk menyingkirkan DVT maupun PE.

Hasil positif palsu dari D-dimer adalah pada inflamasi, kehamilan,

malignansi, usia tua dan kehamilan. Peningkatan D-dimer dapat

dipakai seagai prediksi outcome yang buruk pada anak-anak

dengan kejadian trombosis yang akut. Negatif palsu dari D-dimer

juga bisa terjadi pada penderita yang menggunakan heparin.

Oleh karena itu disarankan untuk test D-dimer sebaiknya

dilakukan sebelum memberikan heparin.

c) Venous Ultrasonography

Venous ultrasonography merupakan pemeriksaan pilihan pada

pasien dengan DVT likely. Bersifat non-invasive, aman, mudah

didapat, dan relatif murah. Kriteria ultrasonografi mayor adanya

trombosis adalah gagalnya penekanan lumen vena dengan

tekanan yang cukup dengan probe USG. Keunggulan lain dari

venous ultrasound ini adalah dapat mendeteksi adanya Baker’s

cyst, hematoma dalam otot atau di daerah yang lebih

superfisialis, lymphadenopathy, aneurisma femoralis,

tromboplebitis superfisialis dan abses. Pengunaan alat ini

memiliki keterbatasan untuk mendeteksi trombus didaerah distal.

Penekanan vena dengan probe USG ini memiliki kekurangan

pada pasien-pasien yang gemuk, edema, dan nyeri di lokasi vena

yang diperiksa. Penggunaan alat USG yang lebih baru seperti

11
compression B-mode ultrasonography dengan atau tanpa color

Duplex imaging mempunyai sensitivitas 95% dan spesifisitas

96% untuk proximal DVT yang simtomatik. Trombosis di betis

memiliki sensitivitas 73%. Pemeriksaan ulang venous ultrasound

hanya diindikasikan pada pasien gejala DVT tetapi hasil

pemeriksaan awal normal atau pada penderita yang seharusnya

dilakukan pemeriksaan dengan metode lain tetapi mempunyai

kontraindikasi untuk pemeriksaan dengan metode tersebut atau

fasilitas yang tidak tersedia. Serial ini tidak diperlukan pada

pasien yang berdasarkan kriteria Wells unlikely dan test D-dimer

negative.

d) Contras Venography

Gold standard diagnosisnya adalah contrast venography.

Meskipun cara ini sangat akurat tetapi memerlukan fasilitas

radiologi dan ahlinya, bersifat invasif dan tidak nyaman bagi

pasien. Vena yang tidak dapat ditekan dengan ultrasonografi

merupakan dasar diagnostik yang mengganti contrast

venography.

Prosedurnya meliputi pamasangan kanul pada vena,

penyuntikan kontras bisanya contrast noniodinated seperti

Omnipaque. Pemberian volume contrast yang cukup banyak

yang dilarutkan dengan normal salin menghasilkan test yang

lebih baik.

12
Tanda utama yang ditemukan pada thrombosis vena ini adalah

adanya filling defect pada vena. Tanda lainnya adalah adanya

tanda-tanda putusnya gambar kontrast pada vena tiba-tiba.

Pemeriksaan trombosis dengan metode ini bersifat invasive,

nyeri, terpapar oleh radiasi dan risiko alergi oleh karena kontras.

Disamping itu bisa juga terjadi gangguan pada ginjal akibat

penggunaan kontras tersebut. DVT yang baru bisa juga di

sebabkan oleh karena prosedur venography tersebut yang

kemungkinan besar disebabkan oleh iritasi dan kerusakan

endotel. Penggunaan contrast yang nonionic mengurangi risiko

reaksi alergi dan trombogeniknya.

e) Magnetic Resonance Imaging

Cara ini sangat sensitif untuk mendiagnosis DVT di daerah pelvis,

DVT di daerah betis dan DVT didaerah extremitas atas. Cara ini

baik juga untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya

pada pasien yang DVT. MRI merupakan test pilihan untuk

mendiagnosis DVT di daerah vena iliaka atau vena cava inferior

pada saat computed tomography venography merupakan

kontraindikasi atau diperkirakan secara teknik mengalami

kesulitan. Tidak ada radiasi ion tetapi mahal, dan memerlukan

ahli radiologi untuk interpretasinya.

13
2.8. Tatalaksana

Tujuan tatalaksana DVT adalah :

 Menghentikan bertambahnya thrombus

 Membatasi bengkak yang progresif pad atungkai

 Melisiskan atau membuan bekuan darah (trombektomi) dan

mencegah disfungsi vena atau post thrombotic syndrome.

 Mencegah emboli.

2.7.1 Non-farmakologi/ Pencegahan Mekanikal

Pencegahan dengan metode mekanik sangat penting pada

pasien-pasien yang berisiko tinggi untuk terjadinya perdarahan

dengan penggunaan antikoagulan seperti pada pasien-pasien yang

sedang atau baru terjadi perdarahan sauran cerna, stroke

perdarahan atau pada pasien dengan gangguan hemostatik seperti

pasien dengan trmbositopenia. Kontraindikasi metode mekanik

adalah iskemia pada ekstremitas disebabkan oleh peripheral

vascular disease.

Metode mekanik untuk mencegah DVT adalah pneumatic

intermitent compression (IPC), graduated compression stocking

(GCS) atau venous foot pump. IPC akan meningkat aliran vena

dalam di betis mencegah stasis vena sehingga dapat mencegah

trombosis. Review Cochrane mendapatkan penurunan 50% VTE

dengan menggunakan graduated compression stocking. IPC selain

dapat mengurangi risiko thrombosis juga dapat meningkatkan

14
aktivitas fibrinolitik endogen dengan mengurangi plasminogen

activator inhibitor-1.

Penggunaan pencegahan DVT dengan metode kombinasi

(mekanikal dan farmakologikal) mengurangi risiko trombosis lebih

baik dibandingkan dengan metode mekanikal atau farmakologikal

dan terutama pada kelompok dengan penderita dengan risiko

trombosis yang tinggi. Pemakaian setiap hari dari elastic

compression stocking dapat menurunkan insiden postphlebitis

syndrome sebanyak 50%.

2.7.2 Farmakologi

a. Antikoagulan

Mekanisme kerja utama heparin adalah:

- Meningkatkan kerja antithrombin III sebagai inhibitor factor

pembekuan

- Melepaskan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dari dinding

vascular.

 Unfractioned Heparin (UFH)

Diberikan bolus 80 IU/kgBB/IV dilanjutkan dengan infus 18

IU/kgBB/IV/jam dengan pemantauan nilai Activated Partial

Thromboplastin Time (APTT) sekitar 6 jam setelah bolus untuk

mencapai target APTT 1,5-2,5 kali nilai control dan kemudian

dipantau setiap hari. Perlu dilakukan pemeriksaan Phrotrombin

15
Time/PT dan jumlah trombosit terutama pada pasien dengan resiko

perdarahan yang tinggi atau pada pasien dengan gangguan hati dan

ginjal.

 Low Molecular Wight Heparin (LMWH)

Dapat diberikan satu atau dua kali sehari secara subkutan.

Keuntungan LMWH adalah resiko perdarahan mayor yang lebih

rendah dan tidak memerlukan pemantauan laboratorium yang

sering dibandingkan dengan UFH.

Pemberian antikoagulan UFH dan LMWH ini dilanjutkan dengan

pemberian antikoagulan oral yang bekerja menghambat factor pembekuan yang

memerlukan vitamin K. Heparin diberikan minimal 5 hari dan dapat dihentikan bila

antikoagulan oral ini mencapai target INR yaitu 2-3 selama dua hari berturut-turut.

Pasien DVT umumnya harus mendapat antikoagulan selama 6 mg hingga 3

bulan jika mempunyai factor resiko yang reversible, atau sedikitnya 6 bulan jika

factor resikonya tidak diketahui/idiopatik.

Jika pasien DVT memiliki factor resiko defisiensi antithrombin III, defisiensi

protein C atau S, atau lupus anticoagulant, maka antikoagulan bisa diberikan lebih

lama bahkan seumur hidup.

b. Terapi Trombolitik

Bertujuan untuk melisiskan thrombus secara cepat dengan cara

mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Terapi ini umumnya hanya

efektif pada fase awal karena mempunyai resiko perdarahan 3 kali lipat

16
dibandingkan dengan terapi antikoagulan. Umumnya, terapi ini hanya

diberikan pada DVT dengan oklusi total.

c. Trombektomi

Trombektomi terutama dengan fistula arteriovenal sementara harus

dipertimbangkan pada thrombosis vena iliofemoral akut < 7 hari.

2.9. Prognosis

Rekurensi trombosis pada kaki yang lainnya yang sebelumnya tidak

terjadi DVT, menunjukkan bahwa faktor risikonya adalah perubahan

sistemik bukan disebabkan oleh sisa kerusakan pembuluh darah lokal.

Namun hanya beberapa faktor risikonya yang diketahui seperti faktor V

Leiden, prothrombin 20210A, peningkatan faktor koagulasi VIII, IX dan XI,

defisiensi protein C dan protein S. Beberapa faktor risiko yang didapat

seperti pembedahan, imobilisasi dan kanker meningkatkan risiko

trrombosis rekuren seperti pada thrombosis pada kasus pertama kali.

2.10. Komplikasi

 Emboli Paru

 Post Thrombotic Syndrome

 Perdarahan akibat penggunaan antikoagulan

17
BAB III

RINGKASAN

DVT secara potensial merupakan kondisi klinis yang berbahaya. Alur

diagnosis meliputi pre tes probabilitas, pemeriksaan D-dimer, dan pemeriksaan

ultrasonografi vena sebagai pemeriksaan yang dapat diandalkan dalam diagnosis

DVT. Pencegahan DVT meliputi pencegahan mekanik dan farmakologi yang

merupakan modalitas pencegahan pada pasien rawat jalan dan rawat inap yang

mempunyai risiko terjadinya VTE. Tujuan dari pengobatan DVT adalah untuk

mencegah perluasan dari trombus, PE akut, berulangnya trombosis, dan

terjadinya komplikasi lanjut seperti hipertensi pulmonal dan PTS.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Colman RW. Hemostasis and thrombosis: basis principles and clinical

practice. 5th ed. Philadelphian: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.

2. Silverstein MD, Heit JA, Mohr DN, et al. Trends in the incidence of deep

vein thrombosis and pulmonary embolism: a 25-year population based

study. Arch Intern Med 1998;158(6):585-93.

3. Aziz, H. A., Hileman, B. M., & Chance, E. A. (2018). No Correlation between

Lower Extremity Deep Vein Thrombosis and Pulmonary Embolism

Proportions in Trauma: A Systematic Literature Review. European Journal

of Trauma and Emergency Surgery, 44(6), 843–850.

http://dx.doi.org/10.1007/s00068-018-1043-

4. Cao, J., Li, S., Ma, Y., Li, Z., Liu, G., Liu, Y., Jiao, J., Zhu, C., Song, B., Jin, J.,

Liu, Y., Wen, X., Cheng, S., Wan, X., & Wu, X. (2021). Risk Factors Associated

with Deep Venous Thrombosis in Patients with Different Bed-Rest

Durations: A MultiInstitutional Case-Control Study. International Journal of

Nursing Studies, 114. https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2020.103825

5. Wells PS, Anderson Dr, Bormanis J, et al. Value of assessment of pretest

probability of deep vein thrombosis in clinical management. Lancet

1997;350(9094):1795-8.

19

Anda mungkin juga menyukai