Anda di halaman 1dari 20

TUGAS REFERAT

BLOK 2.3 GANGGUAN HEMODINAMIK


“TROMBOSIS ARTERI”

Disusun Oleh:
1. Apriyana Widyaningrum (15711162)
2. Inannami Fadiyah Mahrunnisa (15711163)
Tutorial : Kelompok 7
Dosen Tutor: dr. Tia

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016/2017
REFERAT
TROMBOSIS ARTERI

Oleh:
Apriyana Widyaningrum (15711162)
Inannami Fadiyah Mahrunnisa (15711163)

Telah disetujui tanggal....................................


Oleh:
Tutor

dr. Tia
DAFTAR ISI
A. HALAMAN JUDUL..............................................................................i
B. LEMBAR PENGESAHAN..................................................................ii
C. DAFTAR ISI.........................................................................................iii
D. DAFTAR GAMBAR............................................................................iv
E. DAFTAR TABEL.................................................................................v
F. KATA PENGANTAR..........................................................................vi
G. BAB I PENDAHULUAN....................................................................1
H. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi.............................................................................................3
2. Faktor Resiko...................................................................................3
3. Etiologi.............................................................................................5
4. Patofisiologi.....................................................................................6
5. Manifestasi.......................................................................................8
6. Diagnosis Banding..........................................................................10
7. Pemeriksaan Fisik............................................................................10
8. Pemeriksaan Penunjang...................................................................11
I. DAFTAR PUSTAKA..........................................................................14
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar Trombosis Arteri pada jantung dan cerebri1

2. Manifestasi trombosis arteri perifer2


DAFTAR TABEL

1. Prevalensi Trombosis Arteri cerebral menurut AHA3

2. Prevalensi Trombosis Arteri cerebrovaskuler dan kardiovaskuler menurut


Kemenkes4

3. Prevalensi Trombosis Arteri perifer menurut CDC5


KATA PENGANTAR

Puji sukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas berkat, rahmat,
dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Trombosis
Arteri. Referat ini disusun sebagai salah satu pemenuhan penugasan blok 2.3
Gangguan Hemodinamik.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Tia
sebagai pembimbing dalam peyusunan referat ini. Tidak lupa terima kasih juga
penulis sampaikan kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam
menyelesaikan referat ini.
Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, dan masih
banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa maupun sistematika
penulisannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan.
Telepas dari segala kekurangan yang ada, kami berharap semoga referat
ini dapat membawa manfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 24 Desember 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Trombosis arteri merupakan proses terbentuknya jendalan fibrin pada


pembuluh darah arteri yang rusak. Jendalan fibrin yang terbentuk secara
berlebihan, akan mengakibatkan penyakit vaskuler berupa sumbatan pada
pembuluh arteri. Trombosis arteri dapat menyebabkan sumbatan di
cerebrovaskuler, cardiovaskuler, dan perifer. Sumbatan tersebut akan
bermanifestasi menjadi penyakit stroke iskemik, jantung koroner, dan obstruksi
vaskuler perifer. Trombosis arteri merupakan penyebab kematian tersering di
Indonesia dan di dunia6.7.
Menurut survei yang dilakukan oleh AHA (American Heart Assosiation)
pada tahun 2009-2012, prevalensi penyakit stroke di dunia yang disebabkan oleh
sumbatan pembuluh darah banyak diderita oleh kelompok lanjut usia. Prevalensi
stroke pada perempuan usia 60-79 tahun adalah 5,2% dan pada perempuan usia 80
tahun ke atas adalah 14%, sedangkan pada laki-laki usia 60-79 tahun adalah 6,1%
dan pada laki-laki usia 80 tahun ke atas adalah 15,8%3.
Di Indonesia, penyakit stroke yang disebabkan oleh sumbatan juga cukup
tinggi. Pada hasil survei yang dilakukan oleh Kemenkes, jumlah penderita
penyakit stroke di Indonesia pada tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0‰), sedangkan
berdasarkan diagnosis Nakes/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang
(12,1‰). Prevalensi tersebut ditemukan pada kelompok usia antara 45-74 tahun4.
Pada hasil survei yang dilakukan oleh AHA (American Heart Assosiation)
pada tahun 2016, prevalensi penderita penyakit jantung koroner karena trombosis
arteri mencapai 15,5 juta orang. Jumlah tersebut adalah statistik pada kelompok
usia di atas 20 tahun. Di Indonesia, Kemenkes melaporkan hasil survei prevalensi
penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan
sekitar 883.447 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar
1,5% atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang3,4.
Trombosis arteri yang menyebabkan sumbatan di pembuluh darah perifer
juga memiliki jumlah yang cukup tinggi. Berdasarkan survei CDC pada tahun
2007, prevalensi trombosis perifer mencapai 27% pada laki-laki berusia 80 tahun
ke atas dan 21% pada perempuan berusia 80 ke atas. Di Indonesia, menurut survei
kemenkes pada tahun 2010, prevalensi penyakit arteri perifer di dunia mencapai
202 juta orang, sedangkan di Indonesia kejadian penyakit arteri perifer paling
banyak ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun yakni sebesar 48%2,4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Trombosis arteri merupakan proses pembentukan jendalan fibrin pada
pembuluh darah (intravaskuler) arteri. Pembentukan jendalan fibrin tersebut
dapat terjadi ketika pembuluh darah mengalami jejas atau terpaparnya lapisan
endotel. Jendalan tersebut akan menjadi trombus (sumbatan) apabila sudah
terakumulasi pada lumen pembuluh darah. Berdasarkan lokasi terbentuknya
jendalan, trombosis arteri dapat dibagi menjadi tiga antara lain di cerebral,
jantung, dan perifer. Trombosis pada arteri cerebral akan mengakibatkan
Transient Ischemic Attack (TIA) atau disebut stroke iskemik. Trombosis pada
arteri koroner mengakibatkan angina pektoris atau infark miokard. Trombosis
pada arteri perifer akan menyebabkan klaudikasio intermiten atau
nekrosis/gangren6,7.
Trombosis arteri bergantung pada pembuluh darah, trombosit, dan
faktor koagulasi pembuluh darah. Kelainan pada trombosis arteri dapat
disebabkan oleh ketiga hal tersebut. Trombosis arteri, biasanya terjadi pada
sekitar orifisium cabang arteri dan bifurkasio arteri. Trombosis arteri dapat
disebut sebagai “White Clot” karena jendalan tersebut terdiri dari trombosit
yang membentuk jendalan berwarna putih. Berbeda dengan trombosis vena
disebut “Red Clot” karena jendalan terdiri dari sel darah merah8.

2. FAKTOR RESIKO
Trombositosis arteri dapat disebabkan karena faktor genetik maupun
dapatan. Genetik terbagi menjadi dua.
Polimorfisme genetik yang terkait dengan Coronary Arterial Desease
(CAD). Penyakit kompleks seperti CAD disebabkan oleh beberapa interaksi
antar gen, atau antara gen dan lingkungan hidup. Perkembangan CAD sejak
individu yang relatif muda (biasanya di bawah usia 40 tahun) dan meningkat
pada usia tua, tetapi hal ini masih diteliti lebih lanjut. Dengan demikian, studi
genetik bertujuan untuk mengetahui pewarisan dari CAD tersebut. Meskipun
identifikasi dari faktor risiko kardiovaskular,seperti dislipidemia, hipertensi,
merokok, diabetes mellitus, dan obesitas tetap pilar untuk mengurangi beban
global CAD, menyelidiki genetik dasar CAD dapat meningkatkan pemahaman
kita tentang etiologi dari penyakit ini8.
Polimorfisme protein pembekuan darah. Dalam konteks pembentukan
trombus arteri, lima pertukaran asam amino sering mengakibatkan
polimorfisme yaitu di subunit A dari FXIII (Val34Leu, Tyr204Phe, Leu564Pro,
Val650Ile, dan Glu651Gln) telah dijelaskan. Polimorfisme dari Val34Leu telah
menarik perhatian karena dicurigai adanya efek thromboprotective dimana
varian Val34Leu FXIII mempunyai hubungan lebih tinggi dalam membentuk
fibrin daripada aktivasi tromin. mekanisme lain menghubungkan polimorfisme
ini dengan trombosis adalah terkait struktur akhir dari bekuan fibrin karena
darah gumpalan yang dihasilkan dalam plasma homozigot Val34Leu dicirikan
oleh struktur yang longgar dengan peningkatan gumpalan permeabilitas dan
serat tebal dan, oleh karena itu, tampilan kerentanan yang lebih tinggi untuk
fibrinolisis.8
Faktor resiko dapatan terjadi karena proses Degeneratif.Pada proses
penuaan mekanisme yag paling mungkin adalah faktor resiko pada dinding
pemuluh darah dimana hal itu dapat dipengaruhi oleh olah raga yang tidak
teratur. Selain itu konsentrasi plasma beberapa faktor koagulasi (faktor V, VII,
VIII, dan IX, fibrinogen) meningkat secara progresif dengan usia, dan
menyebabkan hiperkoagulasi.Meningkatnya faktor von Willebrand (vWF),
protein kunci dalam interaksi dinding pembuluh darah dengan platelet. Kadar
fibrinogen yang tinggi di dalam plasma juga dapat ikut berperan dalam
penyebab terjadinya arterial trombosis pada orang lanjut usia, mungkin dengan
cara meningkatkan pemanggilan trombosit melalui reseptor glikoprotein IIb-
IIIa sehingga subrat-subrat lain juga berpengaruh dan akhirnya darah menjadi
mengental. Sebuah penurunan aktivitas fibrinolitik juga terjadi dengan
penuaan. Ada peningkatan dari plasminogen activator inhibitor tipe 1 (PAI-1),
inhibitor utama fibrinolysis15, dan usia tergantung penurunan yang sesuai
dalam aktivitas fibrinolitik. Peningkatan reaktivitas platelet dengan penuaan
juga berpengaruh, dam diaktifkan trombosit dapat mempercepat pembentukan
trombin. Yang terpenting adalah endotel pembuluh darah memainkan peran
penting dalam proses normal hemostasis, perubahan struktural atau fungsional
di dinding pembuluh darah (yang melibatkan matriks ekstraselular, otot polos
pembuluh darah atau endotelium) yang terjadi selama proses penuaan dapat
berkontribusi pada peningkatan risiko trombosis di lansia. Usia lanjut ditandai
dengan kekakuan dan dilatasi arteri, karena degenerasi serat elastis dan
peningkatan kandungan kolagen dan kalsium, dan dengan penurunan
prostasiklin dan oksida nitrat.9
Syndrom metabolic dan merokok, yang dimaksud dengan syndrom
metabolik disini, bila setidaknya terdapat tiga dari kriteria sebagai berikut :
diameter yang berlebih pada lingkar pinggang ( obesitas abdominal),
peningkatan trigliserida, berkurangnya kolesterol HDL, tekanan darah dan
glukosa saat puasa tinggi. Diprediksi juga adanya hubungan antara gaya hidup
seperti merokok, penyakit penyerta (hipertensi, diabetes, obesitas perut, profil
lipid abnormal), serta faktor psikososial.9
Oral kontasepsi dan terapi hormon. Kontrasepsi oral dapat
meningkatkan risiko trombosis arteri dengan mempromosikan disfungsi
endotel. Kontrasepsi oral meningkatkan kolesterol total, terutama dengan
meningkatkan kolesterol LDL. Selain itu, estrogen penurunan kolesterol HDL
dan meningkatkan kadar trigliserida, mempengaruhi metabolisme lipoprotein
dengan meningkatkan sintesis hepatik apolipoprotein, dan dapat menyebabkan
perubahan hormon yang mempengaruhi metabolisme lipoprotein seperti
kortisol, tiroksin atau hormone pertumbuhan. Tetapi kontrasepsi oral
progestogen biasanya tidak ada atau sedikit efek pada kadar lipoprotein
plasma.9

3. ETIOLOGI
Trombosis arteri dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain karena
adanya jejas endotel, turbulensi darah yang statis, dan hiperkoagulabilitas
darah. Pada kasus jejas endotel, endotel yang terpajan dengan permukaan akan
memicu terjadinya adhesi trombsit sehingga akan terbentuk trombus. Pada
turbulensi darah yang stasis, semakin lama aliran statis tersebut akan membuat
jejas endotel. Aliran darah yang statis juga akan mengakibatkan
terakumulasinya trombosit di sekitar jejas endotel, sehingga mempercepat
terjadinya trombus. Pada kasus hiperkoagulabilitas, trombosis arteri dapat
terjadi karena adanya kelainan genetik, misalnya pada mutasi faktor koagulasi
V. Mutasi faktor koagulasi V akan mengakibatkan faktor V tersebut resisten
terhadap protein C. Telah kita ketahui bahwa protein C merupakan suatu anti-
koagulan, sehingga apabila faktor V resisten terhadap protein C maka jendalan
tidak akan ada yang melisiskan dan terjadilah jendalan terus menerus.10,11
Aterosklerosis merupakan penyebab tersering terjadinya trombosis
arteri. Aterosklerosis dapat mengakibatkan adanya jejas endotel dan turbulensi
aliran darah. Hal tersebut akan memacu adhesi dari trombosit menjadi trombus
dan trombus tersebut akan menyumbat aliran pembuluh darah8.

4. PATOFISIOLOGI
Trombosis arteri patologis didahului oleh kompleks interaksi antara
lingkungan dan faktor genetik. Dimulai dari adanya gangguan plak
aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
retensi lipid di intima dari arteri. Awal proses aterosklerosis terjadinya
akumulasi kolesterol LDL di intima yang dengan berjalanya waktu LDL di
intima yang memicu aktivasi sel endotel. Lalu sel endotel akan mengespresikan
molekul adhesi leukosit dan kemokin sehingga memicu datangnya monosit dan
sel T, kemudian sel T akan berdiferensiasi menjadi makrofag dan munculah
reseptor scaveger dan tall like reseptor (TLR). Setelah itu makrofag akan
memakan LDL dan mengasilkan “foam cell” . Perkembangan selanjutnya, sel-
sel intima akan terus berpoliferasi sehingga plak akan membesar dan menonjol
kedalam lumen, yang akan menyebabkan turbulensi aliran darah.
Turbulensi ini sering menyebabkan hilangnya sel intima/lesi, sehingga
permukaan plak yang telanjang tanpa epitel itu bersentuhan langsung
dengan sel-sel darah termasuk trombosit3. Hal ini memicu TH1 untuk
memproduksi sitokin proinflamasi sehingga memperparah keadaan dan
terjadinya inflamasi lokal. Terjadinya hal tersebut memicu fase deskrit
trombosit arteri dimana akan terjadi agregasi platelet pada komponen plak
kolagen ( seperti fibronektin, kolagen, vwF) yang dimediasi oleh glikoprotein
(GP) VI dan reseptor GP Ia/IIa (α2β1)integrin. Yang terjadi s1 menit setelah
adanya lesi. Setelah 3 menit, terdapat trombus ditandai dengan pembentukan
trombin dan fibrin, dan oleh aktivasi koagulasi, yang seluruhnya dipicu oleh
faktor jaringan, tetapi faktor jaringan terutama berasal dari plak aterosklerotik
dan bukan dari sirkulasi peredaran darah. Selain itu terdapat juga
penghambatan dari GPVI, tetapi tidak dari faktor jaringan plak melainkan pada
jaringan yang rusak di sekitar plak. Adanya paparan plak menyebabkan proses
koagulasi tidak dapat berjalan secara fisiologis. Ini dapat terjadi karena proses
awal dalam agregasi platelet sudah mengalami gagguan maka dari itu proses
selanjutnya juga dapat mengalami gangguan. aktivasi platelet dan agregasi
meliputi adanya peran dari reseptor glikoprotein. Peran utama dari VWF dan
matriks ekstraselular, terutama yang dari kolagen, dalam memulai bekuan
arteri secara luas diakui. Pembentukan agregat trombosit diawali dengan
interaksi reseptor permukaan platelet GPIbIXV dan GPVI dengan VWF dan
kolagen, selain fungsi dari GPIbIXV sebagai aktivasi platelet ia juga berfungsi
untuk memfasilitasi interaksi yang cepat antara trombosit dan VWF dalam
plak.8
Terdapat juga peran integrin yang diinisiasi oleh aktivasi platelet, lalu
diperkuat oleh mediator terlarut yang dilepaskan oleh trombosit. Secara
khusus, integrin αIIbβ3 (Juga dikenal sebagai GPαII / βIII, integrin α3β2, atau
GPIIb / IIIa), yang mengikat VWF dan fibrinogen, sehingga afinitas pada
platelet menjadi tinggi. Pelepasan ADP dan tromboksan A2 dari trombosit
memediasi terjadinya adhesi, aktivasi faktor koagulan dan agregasi platelet.
Integrin α2 β1 juga penting untuk proses ini karena memediasi ikatan antara
kolagen dan platelet. Terdapat juga peran CD36, reseptor CD36 scavenger
diekspresikan pada trombosit dan makrofag yang memediasi terjadinya
trombosis. Interaksi antara CD36 platelet dan LDL teroksidasi meningkatkan
aktivasi platelet dan dengan demikian menyediakan link mekanistik antar
dislipidemia yang teroksidatif. Trombosit CD36 juga mengikat mikropartikel
yang dihasilkan dari sel-sel endotel, monosit, atau trombosit saat terjadi
kerusakan vaskular. Lalu adanya peran potensial trombin, Protease-activated
receptor (PAR) merupakan reseptor trombin utama yang berada di platelets.
Aktivasi trombosit oleh trombin adalah penting untuk inisiasi proses
hemostatik. Jika ia terganggu maka dapat mengakibatkan trombosis. Lalu,
Aktivasi koagulasi darah koagulasi darah umumnya berkembang setelah
aktivasi dan agregasi trombosit. koagulasi darah melibatkan beberapa
komponen enzimatik maupun tidak. Aktivasi kaskade koagulasi dan stabilisasi
berikutnya dari bekuan darah adalah Hasil dari keseimbangan antara aktivitas
dari masing-masing prokoagulan dan antikoagulan dan inhibitornya. Jika
terjadi hyperkoalugasi maka akan terjadi juga trombosis itu. Fase terakhir
adalah Fibrinolisis. Fibrinolisis adalah jalur hemostatik penting ketiga selain
hemostasis primer dan sekunder dan diaktifkan setelah kaskade koagulasi stabil
bekuan. Fibrinolisis melibatkan degradasi fibrin polimer selama penghapusan
pembekuan darah dan dengan demikian kontribusi untuk penyembuhan luka
fisiologis dan hemostasis. Komponen utama dari jalur fibrinolitik adalah
plasminogen, yang dikonversi ke dalam proteinase serin plasmin oleh aktivator
plasminogen (PA), termasuk tissuetype PA (tPA) dan urokinase-type PA
(uPA). plasmin kemudian mendegradasi fibrin dan matriks ekstraselular
protein seperti fibronektin, dll. Ukuran dan komposisi dari trombus arteri
adalah hasil dari keseimbangan yang baik dan kompleks antara pembentukan
fibrin terus menerus dan fibrinolisis.8

5. MANIFESTASI
Trombosis arteri akan bermanifestasi pada tiga tempat antara lain pada
sistem cerebrovaskuler, kardiovaskuler, dan peripheral vaskuler.
5.1 Manifestasi trombosis arteri pada sistem cerebrovaskuler
Trombosis arteri pada sistem cerebrovaskuler akan bermanifestasi sebagai
stroke iskemik. 45% kasus stroke iskemik disebabkan oleh adanya
trombosis arteri. Hal ini dapat terjadi karena disebabkan oleh kurangnya
perfusi darah ke otak. Perfusi darah ke otak yang menurun akan
mengakibatkan menurunnya transportasi oksigen ke otak. Berkurangya
oksigen ke otak akan menyebabkan deplesi energi dan reduksi ATP.
Oksigen yang menurun juga akan mengakibatkan disfungsi mitokondria.
Mitokondria yang mengalami disfungsi akan mengakibatkan terjadinya
nekrosis pada sel-sel neuron otak. Nekrosis pada sel-sel neuron otak akan
mengakibatkan disfungsi otak misalnya disfungsi sensoris atau motoris.12
5.2 Manifestasi trombosis arteri pada sistem cardiovaskuler
Trombosis arteri pada jantung akan bermanifestasi sebagai
penyakit arteri koroner. Penyakit arteri koroner tersebut ditandai dengan
adanya iskemik, angina pectoris, dan infark miokard. Hal tersebut karena
berkurangnya perfusi darah dan oksigen pada jantung. Infark miokard
adalah kematian jaringan otot jantung, yang ditandai dengan adanya nyeri
dada yang khas.  Nyeri ini biasanya disebabkan oleh thrombus yang 
menyumbat total aliran darah pada arteri koroner, sehingga suplai oksigen
ke jantung betul-betul tidak ada. Hal ini akan mengakibatkan kerusakan
seluler yang irreversible dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokard
yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara
permanen7,13.
Nyeri dada khas yang  timbul pada infark miokard adalah nyeri
dada yang terjadi secara mendadak dan tak berkurang dengan istirahat atau
pemberian nitrogliserin sublingual. Nyeri biasanya terasa di regio sternal
bawah dan abdomen bagian atas. Nyeri seperti tertususk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan
kiri), atau ke rahang dan leher. Nyeri bersifat spontan yang berlangsung
lebih dari 30 menit hingga menetap selama beberapa jam atau hari7,14.
Selain nyeri dada, pasien infark miokard juga bisa mengalami mual
dan muntah, pucat, dingin, demam ataupun manifestasi kardiovaskuler lain
seperti takikardi, disritmia, hipertensi atau hipotensi14.
5.3 Manifestasi trombosis arteri pada peripheral vaskuler
Trombosis arteri pada pembuluh darah perifer akan bermanifestasi sianosis
pada daerah ekstremitas. Selain itu, trombosis arteri perifer juga akan
mengakibatkan sensasi nyeri, pegal, kram, tidak nyaman pada otot saat
beraktivita dan menghilang dengan istirahat. Nyeri dapat timbul karena
pasokan darah tidak dapat mencukupi kebutuhan jaringan yang meningkat
saat aktivitas. Klaudikasio intermiten dapat terjadi pada satu kaki saja
(40%) atau mengenai kedua kaki (60%). Rasa nyeri biasanya muncul pada
sekelompok otot yang terletak distal dari obstruksi arteri2.
6. DIAGNOSIS BANDING
Ketika trombosis menyumbat bagian perifer pembuluh darah tentunya
akan menyababkan nekrosis bila tidak segera ditangani. Bila trombosis
menyumbat arteri koroner maka akan menjadi penyakit jantung koroner, dan
bila trombosis menyumbat pembuluh adarah yang berada diotak, tentu otak
tidak akan mendapatkan cukup oksigen bahkan bisa sampai menyebabkan
stroke. Tetapi yang perlu kita perhatikan disini bahwa stroke yang disebabkan
oleh trombosis arteri atau yang biasa disebut dengan stroke iskemik berbeda
denga stroke yang disebabkan oleh hemorragic. Dimana manifestasi diantara
itu hampir sama12.

7. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada penderita trombosis arteri yang
pertama adalah pemeriksaan tanda vital yang meliputi tekanan darah, denyut
nadi, frekuensi pernapasan, dan suhu. Setelah pemeriksaan vital sign, dapat
dilakukan pemeriksaan kondisi umum dengan melihat warna tubuh apakah
terdapat sianosis, edem pada bagian ekstremitas, atau kehilangan kesadaran7.
Ulkus dapat terjadi pada pasien trombosis arteri peripheral vaskuler.
Ulkus iskemik biasanya terletak pada area distal tungkai. Selain itu juga dapat
dilakukan palpasi. Palpasi dilakukan dengan memeriksa pulsasi pada tungkai
atas dan bawah, adanya asimetrisitas, penurunan dan melemahnnya nadi pada
arteri carotis7.
Pemeriksaan fisik selanjutnya untuk penderita trombosis arteri cerebral
(stroke iskemik) adalah dengan sistem ABC. Sistem tersebut adalah sebagai
berikut.
A. Airway (jalan napas)
Dokter akan diperiksa untuk memastikan bahwa pasien dapat bernapas
dengan mudah dan tidak ada yang menghalangi jalan napas.
B. Breathing (Pernapasan)
Dokter akan memeriksa untuk memastikan pasien bernapas pada tingkat
normal 12 sampai 24 kali per menit.
C. Circulation
Dokter akan menghitung denyut nadi yang rata-rata 60 dan 120 kali per
menit.
Sebagai bagian dari pemeriksaan fisik, dokter juga akan melakukan
pemeriksaan mata untuk melihat apakah ada pembengkakan saraf optik, yang
dapat disebabkan oleh tekanan yang terbentuk di otak karena stroke, dan
mencari gerakan abnormal atau refleks mata. Memeriksa leher pasien juga
dilakukan untuk mendengarkan bruit arteri karotis, adanya suara potensial
menunjukkan adanya sumbatan dalam arteri13.
Memeriksa dengan mendengarkan dengan seksama suara di paru-paru
untuk setiap kelainan. Tes lainnya selama pemeriksaan fisik yaitu memeriksa
refleks pasien, kekuatan, koordinasi, dan rasa sentuhan. Semua hal ini biasanya
dipengaruhi oleh kerusakan pada otak karena stroke, sehingga setiap kelainan
pada reaksi pasien mungkin menunjukkan bahwa stroke telah terjadi.
Pemeriksaan fisik juga akan mencakup serangkaian pertanyaan untuk
memeriksa setiap gangguan bicara, ingatan, dan pemahaman13.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Trombosis dapat terjadi dimana saja, di perifer, di jatung maupun di otak.
Untuk mendiagnosa hal tersebut diperlukan pemeriksaan penunjang.
Untuk diperifer sendiri terdapat pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI). ABI
merupakan pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan oleh ACCF/AHA1
sebagai alat diagnosis utama penyakir arteri perifer. ABI merupakan suatu tes
non-invasif, sederhana dan murah yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
PAP secara objektif. Tes ini memiliki sensititivitas 79-95% dan spesifisitas 95-
96%.12 ABI merupakan perbandingan tekanan darah sistolik pada pergelangan
kaki terhadap tekanan darah sistolik pada lengan. Nilai ABI normal adalah
0.91-1.3 dan nilai ABI ≤0,9 menandakan adanya gangguan pada arteri perifer.
Bila pada pemeriksaan ABI ditemukan hasil yang normal namun dicurigai
adanya penyakir arteri perifer maka pasien diminta untuk melakukan Tes
Treadmil. Pada pemeriksaan ini pasien diminta untuk berjalan diatas treadmil
dengan kecepatan 3,2 km/jam dan kecuraman 10-20% sampai pasien
merasakan klaudikasio. Tes ini juga dapat membedakan klaudikasio vaskular
(penurunan tekanan darah setelah beraktivitas) dan neurogenik (penurunan
tekanan darah tetap). tetapi pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan pada pasien
dengan jantung koroner yang bergejala dan penyakit jantung koroner.7
Pemeriksaan lainya adalah dengan Metode Ultrasound. Terdapat
beberapa pemeriksaan, pemeriksaan Duplex Ultrasound (DUS) ini dapat
memberikan informasi anatomi dan aliran darah pada arteri tetapi tidak dapat
mengambarkan secara jelas arteri. Oleh karena itu biasanya untuk pemeriksaan
pada jantung dan organ vital lainya menggunakan goldstandart yaitu Magnetic
Resonance Angioteraphy (MRA) atau Digital Subtranction Angioteraphy
(DSA) atau Computed Tomography Angioteraphy (CTA) yang mempunyai
sensitivitas dan spesifistitas yang tinggi sehingga dapat mengambarkan arteri
dengan jelas.7
Selain itu pada jantung juga diperlukan fotothorax untuk melihat ada
tidaknya kardiomegali. EKG untuk menilai aritmia atau terjadinya infark
miokard. Dapat juga menggunakan ekokardiografi dimensi untuk mencari
trombus.7
Pemeriksaan laboratorium juga perlu dilakukan untuk mengevaluasi
kondisi hidrasi, kadar oksigen darah, fungsi ginjal, fungsi jantung beserta
fungsi ototnya. Selain itu tes hematokrit juga diperlukan untuk melihat ada
tidaknya polisetemia. Lalu kreatinin fosfokinase untuk melihat nekrosis otot. 7
DAFTAR PUSTAKA

1. Saliha, O. (2011). Stroke Iskemik. Retrieved from


https://onesoliha.wordpress.com/author/onesoliha/
2. Thendria, T., Toruan, I. L., & Natalia, D. (2014). Hubungan antara Hipertensi
dan Penyakit Arteri Perifer Berdasarkan Nilai Ankle-Brachial Index, 2(1).
3. Et.al, M. D. (2015). Stroke Disease. American Heart Assosiation, 131, e29–
e322.
4. Kementerian, B. L. (2013). Situasi Kesehatan Jantung, 3–8.
5. Pressure, H. B., & Cholesterol, H. (2013). Peripheral Arterial Disease in the
Legs. Retrieved from www.cdc.gov
6. Anonim. (2015). Atrial Thrombosis. Retrieved from
http://www.nhs.uk/Conditions/arterial-thrombosis/Pages/Introduction.aspx
7. Sudoyo, A. W. (2014). Ilmu Penyakit Dalam (VI). Jakarta: Internal Publishing.
8. Targher, G. (2011). Arterial thrombus formation in cardiovascular. Nature
Publishing Group, 8(9), 502–512. http://doi.org/10.1038/nrcardio.2011.91
9. Previtati,E.,Bucciarelli,P.,Dossomonti,S.,Martinelli,I.,Risk Factors for venous
and Artery Thrombosis.2011.PMC.v.9(2)
10. Kumar, K. N. V., Abbas, A. K., & Aster, J. C. (2013). Buku Ajar Patologi
Robbins (IX). Jakarta: EGC.
11. Israr, Y. A. (2009). Trombosis. Universitas Riau.
12. Kanyal, N. (2015). The Science of Ischemic Stroke : Pathophysiology &
Pharmacological Treatment, 4(10), 65–84.
13. Mata, A. C. (2010). Coronary Artery Disease. Retrieved from
https://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-
bedah-kmb/coronary-artery-disease/
14. Mata, A. C. (2010). Coronary Artery Disease. Retrieved from
https://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-
bedah-kmb/coronary-artery-disease/

Anda mungkin juga menyukai