Disusun Oleh:
201570020
Pembimbing:
2022
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul “Deep Vein
Thrombosis”. Penulisan dan penyusunan refarat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik pada Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Pada kesempatan baik ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Edwin Hartanto,
Sp.JP, dr.Herlina Yulidia, Sp.JP sebagai pembimbing referat, atas kesabaran dan bimbingan
beliau dalam mengarahkan penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang
tua penulis yang senantiasa mendoakan penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada teman-
teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman serta waktu yang tersedia dalam proses penyusunan
referat sangat terbatas, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari segi isi, susunan bahasa
maupun sistematika penulisannya. Sehingga penulis mengharapkan para pembaca dapat
memberikan saran dan kritik yang membangun.
Akhir kata, penulis berharap semoga referat ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan
memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bidang kedokteran dan berguna bagi pembaca
dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu.
Penulis
i
LEMBAR PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Papua
Diajukan Pada :
Mengetahui, Mengetahui,
Pembimbing 1 Pembimbing 2
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………………………………... i
Lembar Pengesahan ……………………………………………………………………………... ii
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………... iii
Daftar Gambar ………………………………………………………………………………….. iv
Daftar Tabel …………………………………………………………………………………...... v
BAB I Pendahuluan ………………………………………………………………………….….. 1
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi dan Epidemiologi DVT ……………...……………………………………..… 2
2.2 Anatomi dan Fisiologi DVT ...………………………………………………………… 3
2.3 Patogenesis-Patofisiologi DVT ………………………………………………………... 5
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko DVT……………………………………………………...... 7
2.5 Manifestasi Klinis DVT……………………………………………………………....... 7
2.6 Pendekatan Diagnosis ………………………………………………...……….............. 8
2.7 Diagnosis Banding ………………….……………………………………..…………. 10
2.8 Tatalaksana DVT …………………..…………………………………………….........10
2.9 Komplikasi DVT ……………….. …………………………………………….……... 15
2.10 Prognosis DVT ………………………………………………………………………. 15
BAB III Kesimpulan. …………………………………………………………………………... 16
Referensi ……………………………………………………………………………………...... 17
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 ……………………………………………………………………………………….. 4
Gambar 2 ……………………………………………………………………………………….. 4
Gambar 3 ……………………………………………………………………………………….. 5
Gambar 4 ……………………………………………………………………………………….. 5
Gambar 5 ………………………………………………………………………………………. 8
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 …………………………………………………………………………………………... 7
Tabel 2 …………………………………………………………………………………………... 8
Tabel 3 …………………………………………………………………………………………... 9
Tabel 4 …………………………………………………………………………………………. 10
Tabel 5 …………………………………………………………………………………………. 11
Tabel 6 …………………………………………………………………………………………. 12
Tabel 7 …………………………………………………………………………………………. 14
v
BAB I
PENDAHULAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Trombosis vena betis, dimana thrombus tetap berada di vena betis dalam
Thrombosis vena proksimal yang melibatkan vena popliteal, femoral atau iliaka.
Triad Virchow untuk trombogenesis DVT terdiri dari gangguan pada aliran darah
yang menyebabkan stasis, gangguan pada keseimbangan antara prokoagulan dan
antikoagulan yang menyebabkan aktivasi faktor pembekuan dan gangguan pada dinding
pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan prokoagulan. 2
DVT dapat mengakibatkan kematian, namun dapat dicegah. Angka kejadiannya
berjumlah 0,1% penduduk pertahun. Kejadian rata-rata DVT adalah 48 per 100.000
penduduk dengan tidak ada perbedaan antara jenis kelamin. Namun, laki-laki memiliki
risiko yang tinggi untuk terjadinya thrombosis berulang. Pada beberapa penelitian juga
didapatkan bahwa kejadian DVT meningkat sesuai umur, dengan angka kejadian 1 per
2
10.000 – 20.000 populasi pada umur dibawah 15 tahun, dan meningkat secara eksponensial
sesuai dengan umur hingga 1 per 1000 kasus pada usia diatas 80 tahun.1
Insidensi DVT pada ras Asia dan Hispanic dilaporkan lebih rendah dibandingkan
dengan ras Kaukasians, Afrika-Amerika, Latin, dan Asia Pasifik. Angka insidensi yang lebih
rendah ini masih belum dapat dijelaskan, namun diduga berkaitan dengan rendahnya
prevalensi faktor predisposisi genetik, seperti faktor V Leiden. Tidak ada perbedaan
insidensi antara pria dan wanita, walaupun penggunaan kontrasepsi oral dan terapi sulih
hormon post menopause merupakan faktor resiko terjadinya DVT. 1
Trombosis dapat terjadi pada bagian distal dan proksimal vena. Pada pasien DVT
simptomatis, lokasi thrombosis ditemukan 10% pada v. poplitea, 42% pada v. poplitea dan
v. femoralis superficial, 35% pada semua vena proksimal, dan 5% pada v. femoralis
superfisialis atau v. iliaka. 1
2.2 Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Vena
Secara anatomi, pada tungkai terdapat tiga macam sistem vena yang mempunyai
arti klinis, yaitu sistem vena superficial (sistem vena permukaan), sistem vena profunda
(sistem dalam), dan sistem vena komunikans (sistem vena penghubung). Seluruh sistem
vena dilengkapi dengan katup yang menghadap ke arah jantung. Sistem vena terletak di
dalam bungkusan otot.3
Sistem vaskuler terdiri atas dua system yang saling berhubungan: jantung kanan
memompa darah ke paru melalui sirkulasi paru, dan jantung kiri memompa darah ke semua
jaringan tubuh lainnya melalui sirkulasi sistemik. Pembuluh darah pada kedua sistem
merupakan saluran untuk pengangkutan darah dari jantung ke jaringan dan kembali lagi ke
jantung. Kontraksi ventrikel mensuplai tenaga dorong untuk mengalirkan darah melalui
sistem vaskuler. Arteri mendistribusikan darah teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke
jaringan, sementara vena mengangkut darah yang terdeoksigenasi dari jaringan ke sisi kanan
jantung. 3
3
Pembuluh kapiler yang terletak di antara jaringan menghubungkan sistem arteri dan
vena dan merupakan tempat pertukaran nutrisi dan sisa metabolisme antara sistem sirkulasi
dan jaringan, arteriol dan venul yang terletak disebelah kapiler, bersama dengan kapiler ,
menyusun sirkulasi mikro. Secara struktural vena merupakan analogi system arteri dan vena
cava sesuai dengan aorta. Dinding vena berbeda dengan dinding arteri, lebih tipis dan lebih
sedikit ototnya. Hal ini memungkinkan dinding vena mengalami distensi lebih besar
dibanding arteri. Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantung.
Vena terkecil dinamakan venula. Vena juga mempunyai katup untuk menghalangi terjadinya
aliran balik darah. 3
4
Gambar 3. Vena dan saraf epifacial pada tungkai Gambar 4. Pembuluh vena dan saraf epificial di
4 4
bawah dan kaki, region kruris dan regio pedis. dorsum pedis.
5
- Aktifitasi sel endotel oleh cytokin yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan jaringan
dan proses peradangan.
Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel
yang utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan beberapa
substansi seperti prostaglandin (PG12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-
modulin, yang dapat mencegah terbentuknya trombin. 3
Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan
terpapar. Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan dan
trombosit akan melekat pada jaringan sub endotel terutama serat kolagen, membran
basalis dan mikro-fibril. Trombosit yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat
dan tromboksan A2 yang akan merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk
berubah bentuk dan saling melekat. Kerusakan sel endotel sendiri juga akan
mengaktifkan sistem pembekuan darah. 3
3. Perubahan daya beku darah
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan
sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas pembekuan
darah meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun. Trombosis vena banyak terjadi pada
kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan darah meningkat, seperti pada hiperkoagulasi,
defisiensi Anti trombin III, defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan
plasminogen. 3
Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan
mekanisme protektif terganggu. Faktor trombogenik meliput gangguan sel endotel,
terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel, aktivasi trombosit atau interaksinya
dengan kolagen sub endotel atau faktor von Willebrand, aktivasi koagulasi,
terganggunya fibrinolysis, dan statis. 3
Mekanisme protektif terdiri dari, faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel
endotel yang utuh, netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel endotel,
hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor, pemecahan faktor pembekuan oleh
protease, pengenceran faktor pembekuan yang aktif dan trobosit yang beragregasi oleh
aliran darah, dan lisisnya trombus oleh sistem fibrinolisis. 3
6
Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri, karena aliran yang
cepat, terdiri dari trombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan trombus vena
terutama terbentuk di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah
yang besar dan sedikit trombosit. 3
7
sampai kaki yang tampak kebiruan disertai nyeri. Kondisi ini disebut phlegmasia cerrulae
dolons. 3 Salah satu penyulit DVT adalah terjadinya udem paru. Pasien tiba-tiba mengeluh
sakit dada, sesak, gelisah, sianosis, dan hemoptisis. Pada setiap pasien DVT perlu dipikirkan
emboli paru karena kejadiannya dapat terjadi lebih dari 2/3. 3
2.6 Pendekatan Diagnosis
A. Anamnesis1,2
Kram pada betis bagian bawah yang menetap selama beberapa hari dan memberikan
ketidaknyamanan seiring berjalannya waktu
Kaki bengkak, nyeri tungkau bawah
Riwayat thrombosis sebelumnya
Riwayat thrombosis dalam keluarga
Pertanyaan terkait faktor risiko DVT
B. Pemeriksaan Fisik1,2
Rasa tidak nyaman pada palpasi ringan betis bagian bawah
Edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, pembuluh darah superfisial dapat
teraba (distensi vena), Homan’s sign (+) distensi vena, tanda dari Pratt ( Pratt’s sign),
diskolorisasi, sianosis. Namun gejala ini tidak spesifik sehingga dilakukan skoring
wells.
Sindroma post-trombosis. Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan
tekanan vena sebagai konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena
besar. Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya
tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis
sehingga terjadi imkompeten katup vena dan
perforasi vena dalam. Semua keadaan di atas akan
mengakibatkan aliran darah vena dalam membalik
ke daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi,
sehingga terjadi edema, kerusakan jaringan
subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada
daerah vena yang di kenai. Manifestasi klinis
sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada
9
o Compression USG (CUS)sensitivitas 95% dan spesifisitas 96% untuk DVT
proksimal simptomatik, sensitivitas 11-100% dan spesifisitas 90-100% untuk DVT
distal simptomatik. Kriteria diagnostic USG dapat dilihat pada tabel berikut:
1,2
Tabel 3. Kriteria diagnostic USG DVT tungkai bawah.
10
kemudian hari, dan mencegah emboli. Obat yang utama adalah pemberian antikoagulan,
pada hal-hal khusus bisa ditambahkan obat trombolitik, dilakukan trombektomi atau filter
vena kava. 5
Tatalaksana Farmakologi
A. Terapi antikoagulan1,2
o Merupakan terapi pilihan bagi sebagian besar pasien dengan thrombosis vena
proksimal atau emboli paru.
o Kontraindikasi absolut perdarahan intracranial, perdarahan aktif berat, pasca operasi
otak, mata atau medulla spinalis, dan hipertensi maligna.
o Kontraindikasi relatif pasca bedah mayor, pasca insiden serebrovaskular, perdarahan
saluran cerna aktif, hipertensi berat, gagal hati atau ginjal berat, trombositopenia berat
(trombosit <50.000/uL).
o Pilihan antikoagulan dapat dilihat pada tabel berikut:
11
Dalteparin 1 x 200 mg/kg/hari b
Tinzaparin 1 x 175 mg/kg/hari c
Nadroparin 2 x 6150 IU untuk BB 50-70 kg d
Reviparin 2 x 4200 IU untuk BB 46-60 kg e
Fondaparinux 1 x 7,5 IU untuk BB 50-100 kg f
12
o Warfarin diberikan pada hari pertama atau kedua dengan dosis awal 5mg/hari untuk
mencapai target INR 2-3 dalam 4-5 hari. Pada pasien usia lanjut, berat badan rendah,
warfarin diberikan dengan dosis awal yang lebih rendah 2-4 mg/hari.
B. Antiagregasi trombosit (aspirin, antagonis vitamin K, dipiridamol, sulfinpirazon) 1,2
Bukan merupakan terapi utama
Pemakaiannya dapat dipertimbangkan 3-6 minggu setelah terapi standar heparin atau
warfarin
C. Trombolisis
Terapi ini tidak dianjurkan pada DVT karena risiko perdarahan intracranial yang besar
kecuali kasus tertentu seperti thrombus ileofemoral massif atau bagian dalam dari
protokol penelitian. Terapi ini bertujuan untuk melisikan trombus secara cepat dengan
cara mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Terapi ini umumnya hanya efektif
pada fase awal dan penggunaanya harus benar-benar 13 dipertimbangkan secara baik
karena mempunyai risiko perdarahan 3 kali lipat dibandingkan dengan terapi
antikoagulan saja. 1,2
DVT pada keadaan khusus kehamilan2
o Warfarin merupakan kontraindikasi pada kehamilan
o Terapi terpilih: unfractionated heparin subkutan dan LMWH jangka panjang misalnya
Tinzaparin 1 x 175 IU/kg/hari SC
o Pilihan terapi unfractionated heparin atau LMWH merupakan keputusan klinis
berdasarkan kondisi pasien.
Tatalaksana Nonfarmakologi
A. Trombektomi
Dipertimbangkan dilakukan terutama pada pasien dengan trombosis iliofemoral akut
yang kurang dari 7 hari dengan harapan hidup lebih dari 10 tahun. Trombektomi
menggunakan catheter directed thrombolysis (CDT) untuk dapat mencegah post
thrombotic syndrome (PTS).5
B. Filter Vena Kava Inferior
Filter ini digunakan pada trombosis di atas lutut (DVT Proksimal) pada kasus dimana
anti koagulan merupakan kontraindikasi absolut atau gagal mencegah emboli berulang
dengan komplikasi trombosis filter. Inferior vena cava filters (IVC) ditempatkan pada
13
pembuluh darah untuk menyaring gumpalan darah dan menghentikannya mengalir
menuju jantung dan paru-paru. IVC dapat dipasang secara permanen atau dilepaskan
setelah penggumpalan darah berkurang. Keduanya dilakukan dengan menggunakan
prosedur operasi dengan bius lokal. IVC juga dapat digunakan pada pasien penderita
emboli paru dan pada kondisi cedera parah. 5
C. Kompresi
Bertujuan untuk kontrol gejala dan mencegah Post Trombhotic Syndrome (PTS).
Kompresi yang dilakukan terkait dengan mobilisasi dini dan latihan berjalan kaki telah
menunjukkan kemanjuran yang signifikan dalam meredakan gejala vena pada pasien
dengan DVT akut. 5
Berikut adalah tabel algoritma diagnosis DVT
14
2.9 Komplikasi
Perdarahan akibat antikoagulan/antiagregasi trombosit, trombositopenia imbas heparin,
osteoporosis imbas heparin (biasanya setelah terapi >3 bulan) 1,2
2.11 Prognosis
Umumnya DVT akan sembuh tanpa komplikasi. Sekitar 50% pasien dengan DVT
proksimal simptomatis yang tidak mendapat terapi akan berkembang menjadi emboli paru
simptomatis dalam waktu 3 bulan. Meskipun telah mendapat terapi adekuat, DVT dapat
berulang sekitar 25%. Sekitar 43% pasien dengan DVT simptomatis berkembang menjadi
sindrom post trombosis berat dalam 2 tahun. Sedangkan DVT yang menyebabkan
kematian sekitar 6% kasus dan biasanya berkaitan dengan emboli paru, usia lanjut, kanker
dan penyakit kardiovaskular yang mendasarinya.2,6
15
BAB III
KESIMPULAN
Trombosis vena dalam atau Deep vein thrombosis (DVT) merupakan pembentukan
bekuan darah pada lumen vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding
pembuluh darah dan jaringan perivena. Kejadian rata-rata DVT adalah 48 per 100.000 penduduk
dengan tidak ada perbedaan antara jenis kelamin. Namun, laki-laki memiliki risiko yang tinggi
untuk terjadinya thrombosis berulang.
Diagnosis DVT tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan manifestasi klinis, tetapi
juga memerlukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu
menegakkan diagnosis pasti adalah dengan venografi, dan d-dimer. Sensitifitas dan spesifisitas
pada venografi mencapai 100%. Penatalaksanaan DVT meliputi farmakologi, nonfarmakologi,
tindakan pembedahan, dan rehabilitasi medic. Penatalaksanaan DVT baik non-farmakologis dan
farmakologis diarahkan untuk dapat mencapai tujuan mencegah meluasnya trombosis dan
timbulnya emboli paru, mengurangi morbiditas pada serangan akut, mengurangi keluhan post
flebitis, dan mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses tromboemboli.
16
REFERENSI
1. Sukrisman L. Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru dalam; Buku ajar ilmu penyakit
dalam. editor: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK, Setiyohadi B, Syam AF dkk.
Edisi VI. Interna Publishing; Jakarta: 2017. h. 2820-23.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Penatalaksanaan di bidang ilmu penyakit
dalam panduan praktik klinis. Editor: Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL,
dkk. Interna Publishing: Jakarta; 2019. dalam: Trombosis Vena Dalam. h. 544-49.
3. Denekamp LJ, Folcarelli PH. Penyakit pembuluh darah dalam; Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit volume 1. Edisi 6. EGC: Jakarta: 2005. h.
675-80.
4. Putz R dan Pabst R. Atlas Anatomi Manusia: Sobotta. Jakarta, EGC: 2006.
5. Mazzolai L, Aboyans V, Ageno W, Agnelli G, Alatri A, Bauersachs R, et al. Diagnosis and
management of acute deep vein thrombosis : a joint consensus document from the European
Society of Cardiology working groups of aorta and peripheral vascular diseases and
pulmonary circulation and right ventricular function. 2018;4208–18.
6. Waheed SM, Kudaravalli P, Hotwagner DT. Deep vein thrombosis. [Interner]. StatPearls
Publishing. 2021. Available from:
ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507708/#_NBK507708_pubdet_.
17