Anda di halaman 1dari 23

Referat

Trombosis Vena Dalam


“Deep Vein Thrombosis”

Disusun Oleh:

Rosyidah Qurrota A’yun

201570020

Pembimbing:

1. dr. Edwin Hartanto, Sp.JP


2. dr. Herlina Yulidia, Sp.JP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR JHON PIET WANANE

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PAPUA

2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul “Deep Vein
Thrombosis”. Penulisan dan penyusunan refarat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik pada Departemen Ilmu Penyakit Dalam.

Pada kesempatan baik ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Edwin Hartanto,
Sp.JP, dr.Herlina Yulidia, Sp.JP sebagai pembimbing referat, atas kesabaran dan bimbingan
beliau dalam mengarahkan penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang
tua penulis yang senantiasa mendoakan penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada teman-
teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat.

Mengingat pengetahuan dan pengalaman serta waktu yang tersedia dalam proses penyusunan
referat sangat terbatas, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari segi isi, susunan bahasa
maupun sistematika penulisannya. Sehingga penulis mengharapkan para pembaca dapat
memberikan saran dan kritik yang membangun.

Akhir kata, penulis berharap semoga referat ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan
memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bidang kedokteran dan berguna bagi pembaca
dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu.

Sorong, 11 Juli 2022

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Rosyidah Qurrota A’yun

Nomor Induk Mahasiswa : 201570020

Jurusan : Program Pendidikan Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Papua

Bagian Pendidikan : Ilmu Penyakit Dalam

Judul Referat Kedokteran : Trombosis Vena Dalam

Diajukan Pada :

Pembimbing : 1. dr. Edwin Hartanto, Sp. JP; 2. dr.Herlina Yulidia, SP.JP

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal………………………………….

Mengetahui, Mengetahui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Edwin Hartanto, Sp. JP dr.Herlina Yulidia, Sp.JP

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………………………………... i
Lembar Pengesahan ……………………………………………………………………………... ii
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………... iii
Daftar Gambar ………………………………………………………………………………….. iv
Daftar Tabel …………………………………………………………………………………...... v
BAB I Pendahuluan ………………………………………………………………………….….. 1
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi dan Epidemiologi DVT ……………...……………………………………..… 2
2.2 Anatomi dan Fisiologi DVT ...………………………………………………………… 3
2.3 Patogenesis-Patofisiologi DVT ………………………………………………………... 5
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko DVT……………………………………………………...... 7
2.5 Manifestasi Klinis DVT……………………………………………………………....... 7
2.6 Pendekatan Diagnosis ………………………………………………...……….............. 8
2.7 Diagnosis Banding ………………….……………………………………..…………. 10
2.8 Tatalaksana DVT …………………..…………………………………………….........10
2.9 Komplikasi DVT ……………….. …………………………………………….……... 15
2.10 Prognosis DVT ………………………………………………………………………. 15
BAB III Kesimpulan. …………………………………………………………………………... 16
Referensi ……………………………………………………………………………………...... 17

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 ……………………………………………………………………………………….. 4

Gambar 2 ……………………………………………………………………………………….. 4

Gambar 3 ……………………………………………………………………………………….. 5

Gambar 4 ……………………………………………………………………………………….. 5

Gambar 5 ………………………………………………………………………………………. 8

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 …………………………………………………………………………………………... 7

Tabel 2 …………………………………………………………………………………………... 8

Tabel 3 …………………………………………………………………………………………... 9

Tabel 4 …………………………………………………………………………………………. 10

Tabel 5 …………………………………………………………………………………………. 11

Tabel 6 …………………………………………………………………………………………. 12

Tabel 7 …………………………………………………………………………………………. 14

v
BAB I

PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang


Deep Vein Thrombosis (DVT) atau disebut juga dengan thrombosis vena dalam
merupakan kondisi terbentuknya thrombus (bekuan darah) di dalam vena, terutama pada
vena tungkai bawah. Thrombus yang terlepas dapat merusak katup vena dan menimbulkan
sindrom pascatromboflebitis dan bahkan dapat mengakibatkan terjadinya emboli paru yang
mengancam jiwa.1
Sejak awal tahun 1990-an Radiologist internasional sudah mengembangkan metode
endovascular sebagai terapi pada ekstremitas inferior. Pada tahun 2006, Society of
International Radiologist (SIR) pertama kali mempublikasikan panduan penatalaksanaan
DVT dan direvisi tahun 2013 sehingga tatalaksana DVT dilakukan dengan endovascular
thrombus removal treatment. Angka kejadiannya berjumlah 0,1% penduduk pertahun.
Kejadian rata-rata DVT adalah 48 per 100.000 penduduk dengan tidak ada perbedaan antara
jenis kelamin. DVT dapat mengakibatkan kematian, namun dapat dicegah. Oleh karena itu,
penting bagi kita untuk mengatahui tentang Deep Vein Thrombosis. 1
1.2 Tujuan
1. Untuk memahami penyakit gangguan pada pembuluh yaitu DVT yang masih menjadi
permasalahan kesehatan di seluruh dunia.
2. Untuk menguasai diagnosa dan deteksi dini DVT sesuai dengan Standar Kompetensi
Dokter Indonesia (SKDI).
3. Sebagai bahan pembelajaran dalam penulisan karya ilmiah yaitu referat Fakultas
Kedokteran Universitas Papua.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Epidemiologi Trobosis Vena Dalam


Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Trombus atau
bekuan darah dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung, atau mikrosirkulasi dan
menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli. Trombus adalah bekuan abnormal
dalam pembuluh darah yang terbentuk walaupun tidak ada kebocoran. Trombus terbagi
menjadi 3 macam yaitu trombus merah (trombus koagulasi), trombus putih (trombus
aglutinasi) dan trombus campuran.Trombus merah dimana sel trombosit dan lekosit tersebar
rata dalam suatu masa yang terdiri dari eritrosit dan fibrin, sering terdapat pada
vena.Trombus putih terdiri dari fibrin dan lapisan trombosit, leukosit dengan sedikit eritrosit,
biasanya terdapat dalam arteri. Bentuk yang paling sering adalah trombus campuran. 1
Deep vein thrombosis (DVT)/thrombosis vena dalam merupakan pembentukan
bekuan darah pada lumen vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding
pembuluh darah dan jaringan perivena1. DVT merupakan suatu kondisi yang
dikarakteristikkan dengan bekuan darah pada vena dan umumnya terjadi pada ekstremitas
bawah, seringkali naik menjadi emboli dan jarang nekrosis. 2 DVT terbagi menjadi 2
klasifikasi berdasarkan prognosis terdiri:2

 Trombosis vena betis, dimana thrombus tetap berada di vena betis dalam
 Thrombosis vena proksimal yang melibatkan vena popliteal, femoral atau iliaka.

Triad Virchow untuk trombogenesis DVT terdiri dari gangguan pada aliran darah
yang menyebabkan stasis, gangguan pada keseimbangan antara prokoagulan dan
antikoagulan yang menyebabkan aktivasi faktor pembekuan dan gangguan pada dinding
pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan prokoagulan. 2
DVT dapat mengakibatkan kematian, namun dapat dicegah. Angka kejadiannya
berjumlah 0,1% penduduk pertahun. Kejadian rata-rata DVT adalah 48 per 100.000
penduduk dengan tidak ada perbedaan antara jenis kelamin. Namun, laki-laki memiliki
risiko yang tinggi untuk terjadinya thrombosis berulang. Pada beberapa penelitian juga
didapatkan bahwa kejadian DVT meningkat sesuai umur, dengan angka kejadian 1 per

2
10.000 – 20.000 populasi pada umur dibawah 15 tahun, dan meningkat secara eksponensial
sesuai dengan umur hingga 1 per 1000 kasus pada usia diatas 80 tahun.1
Insidensi DVT pada ras Asia dan Hispanic dilaporkan lebih rendah dibandingkan
dengan ras Kaukasians, Afrika-Amerika, Latin, dan Asia Pasifik. Angka insidensi yang lebih
rendah ini masih belum dapat dijelaskan, namun diduga berkaitan dengan rendahnya
prevalensi faktor predisposisi genetik, seperti faktor V Leiden. Tidak ada perbedaan
insidensi antara pria dan wanita, walaupun penggunaan kontrasepsi oral dan terapi sulih
hormon post menopause merupakan faktor resiko terjadinya DVT. 1
Trombosis dapat terjadi pada bagian distal dan proksimal vena. Pada pasien DVT
simptomatis, lokasi thrombosis ditemukan 10% pada v. poplitea, 42% pada v. poplitea dan
v. femoralis superficial, 35% pada semua vena proksimal, dan 5% pada v. femoralis
superfisialis atau v. iliaka. 1
2.2 Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Vena
Secara anatomi, pada tungkai terdapat tiga macam sistem vena yang mempunyai
arti klinis, yaitu sistem vena superficial (sistem vena permukaan), sistem vena profunda
(sistem dalam), dan sistem vena komunikans (sistem vena penghubung). Seluruh sistem
vena dilengkapi dengan katup yang menghadap ke arah jantung. Sistem vena terletak di
dalam bungkusan otot.3
Sistem vaskuler terdiri atas dua system yang saling berhubungan: jantung kanan
memompa darah ke paru melalui sirkulasi paru, dan jantung kiri memompa darah ke semua
jaringan tubuh lainnya melalui sirkulasi sistemik. Pembuluh darah pada kedua sistem
merupakan saluran untuk pengangkutan darah dari jantung ke jaringan dan kembali lagi ke
jantung. Kontraksi ventrikel mensuplai tenaga dorong untuk mengalirkan darah melalui
sistem vaskuler. Arteri mendistribusikan darah teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke
jaringan, sementara vena mengangkut darah yang terdeoksigenasi dari jaringan ke sisi kanan
jantung. 3

3
Pembuluh kapiler yang terletak di antara jaringan menghubungkan sistem arteri dan
vena dan merupakan tempat pertukaran nutrisi dan sisa metabolisme antara sistem sirkulasi
dan jaringan, arteriol dan venul yang terletak disebelah kapiler, bersama dengan kapiler ,
menyusun sirkulasi mikro. Secara struktural vena merupakan analogi system arteri dan vena
cava sesuai dengan aorta. Dinding vena berbeda dengan dinding arteri, lebih tipis dan lebih
sedikit ototnya. Hal ini memungkinkan dinding vena mengalami distensi lebih besar
dibanding arteri. Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantung.
Vena terkecil dinamakan venula. Vena juga mempunyai katup untuk menghalangi terjadinya
aliran balik darah. 3

Gambar 1. Prinsip fungsi katup vena


(panah yang mengarah ke atas
menunjukkan arah aliran darah. Katup
menutup kalau ada aliran balik (arah
4
panah ke bawah)

Gambar 2. Vena pada sirkulasi sistemik


(pada tungkai kanan, diperlihatkan vena-vena bagian
luar (superficial) dan pada tungkai kiri vena-vena
4
bagian dalam (profunda).

4
Gambar 3. Vena dan saraf epifacial pada tungkai Gambar 4. Pembuluh vena dan saraf epificial di
4 4
bawah dan kaki, region kruris dan regio pedis. dorsum pedis.

2.3 Patogenesis-Patofisiologi DVT


Berdasarkan “Triad of Virchow”, terdapat 3 faktor yang berperan dalam
patogenesis terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu kelainan dinding pembuluh
darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah. Trombosis vena adalah suatu
deposit intra vaskuler yang terdiri dari fibrin, sel darah merah dan beberapa komponen
trombosit dan lekosit. Patogenesis terjadinya trombosis vena disebabkan oleh stasis vena,
kerusakan pembuluh darah, dan aktivitas faktor pembekuan. 3
Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu trombosis vena adalah statis aliran
darah dan hiperkoagulasi adalah sebagai berikut: 3
1. Statis Vena
Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama pada
daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama. Statis vena
merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis lokal karena dapat menimbulkan
gangguan mekanisme pembersihan terhadap aktifitas faktor pembekuan darah sehingga
memudahkan terbentuknya trombin.
2. Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan trombosis vena, melalui :
- Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.

5
- Aktifitasi sel endotel oleh cytokin yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan jaringan
dan proses peradangan.
Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel
yang utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan beberapa
substansi seperti prostaglandin (PG12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-
modulin, yang dapat mencegah terbentuknya trombin. 3
Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan
terpapar. Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan dan
trombosit akan melekat pada jaringan sub endotel terutama serat kolagen, membran
basalis dan mikro-fibril. Trombosit yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat
dan tromboksan A2 yang akan merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk
berubah bentuk dan saling melekat. Kerusakan sel endotel sendiri juga akan
mengaktifkan sistem pembekuan darah. 3
3. Perubahan daya beku darah
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan
sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas pembekuan
darah meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun. Trombosis vena banyak terjadi pada
kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan darah meningkat, seperti pada hiperkoagulasi,
defisiensi Anti trombin III, defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan
plasminogen. 3
Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan
mekanisme protektif terganggu. Faktor trombogenik meliput gangguan sel endotel,
terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel, aktivasi trombosit atau interaksinya
dengan kolagen sub endotel atau faktor von Willebrand, aktivasi koagulasi,
terganggunya fibrinolysis, dan statis. 3
Mekanisme protektif terdiri dari, faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel
endotel yang utuh, netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel endotel,
hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor, pemecahan faktor pembekuan oleh
protease, pengenceran faktor pembekuan yang aktif dan trobosit yang beragregasi oleh
aliran darah, dan lisisnya trombus oleh sistem fibrinolisis. 3

6
Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri, karena aliran yang
cepat, terdiri dari trombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan trombus vena
terutama terbentuk di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah
yang besar dan sedikit trombosit. 3

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko DVT

Trombofilia Herediter Trombofilia Didapat


Activated Protein C resistance Usia lanjut ≥ 40 tahun
Protrombin G20210A Riwayat tromboemboli sebelumnya
Defisiensi Antitrombin Pasca operasi
Defisiensi protein C Pasca trauma
Defisiensi protein S Imobilisasi lama
Disfibrinogenemia Bentuk kanker tertentu
Gagal jantung kongetif
Pasca infark miokard
Paralisis tungkai bawah
Penggunaan estrogen
Kehamilan atau periode pasca persalinan
Vena varikosus/varises
Obesitas
Sindrom antibodi antifosfolipid
Hiperhomosisteinemia
1,2
Tabel 1. Faktor Risiko Tromboembolisme.

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis utama DVT adalah bengkak, perubahan warna, nyeri, dan
function laesa. Lebih dari 25% pasien yang mengeluhkan hal tersebut ternyata mengalami
DVT. Beberapa pasien datang dengan riwayat gejala dan tanda thrombosis vena yang
berulang, yaitu bengkak dan nyeri tungkai, bengkak dan warna kulit gelap atau kehitaman
dan sering berkembang menjadi luka pada maleolus yang merupakan 7 gejala
pascatrombosis. Bila terjadi sumbatan massif pada vena iliofemoral, aliran darah balik dari
pembuluh darah balik kaki tersumbat total sehingga terjadi pembengkakan mulai dari paha

7
sampai kaki yang tampak kebiruan disertai nyeri. Kondisi ini disebut phlegmasia cerrulae
dolons. 3 Salah satu penyulit DVT adalah terjadinya udem paru. Pasien tiba-tiba mengeluh
sakit dada, sesak, gelisah, sianosis, dan hemoptisis. Pada setiap pasien DVT perlu dipikirkan
emboli paru karena kejadiannya dapat terjadi lebih dari 2/3. 3
2.6 Pendekatan Diagnosis
A. Anamnesis1,2
 Kram pada betis bagian bawah yang menetap selama beberapa hari dan memberikan
ketidaknyamanan seiring berjalannya waktu
 Kaki bengkak, nyeri tungkau bawah
 Riwayat thrombosis sebelumnya
 Riwayat thrombosis dalam keluarga
 Pertanyaan terkait faktor risiko DVT
B. Pemeriksaan Fisik1,2
 Rasa tidak nyaman pada palpasi ringan betis bagian bawah
 Edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, pembuluh darah superfisial dapat
teraba (distensi vena), Homan’s sign (+) distensi vena, tanda dari Pratt ( Pratt’s sign),
diskolorisasi, sianosis. Namun gejala ini tidak spesifik sehingga dilakukan skoring
wells.
 Sindroma post-trombosis. Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan
tekanan vena sebagai konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena
besar. Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya
tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis
sehingga terjadi imkompeten katup vena dan
perforasi vena dalam. Semua keadaan di atas akan
mengakibatkan aliran darah vena dalam membalik
ke daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi,
sehingga terjadi edema, kerusakan jaringan
subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada
daerah vena yang di kenai. Manifestasi klinis
sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada

Gambar 5. Manifestasi klinis DVT pada kaki


8
daerah betis yang timbul / bertambah waktu penderitanya berkuat (venous claudicatio),
nyeri berkurang waktu istirahat dan posisi kaki ditinggikan, timbul pigmentasi dan
indurasi pada sekitar lutut dan kaki sepertiga bawah.
Skoring Wells untuk memprediksi DVT adalah sebagai berikut: 1,2
Gambaran Klinis Nilai
Kanker aktif (sedang terapi dalam 1-6 bulan atau paliatif) +1
Paralisis, paresis atau imobilisasi ekstremitas bawah +1
Terbaring selama >3 hari atau operasi besar dalam 4 minggu +1
Nyeri tekan terlokalisir sepanjang distribusi vena dalam +1
Seluruh kaki bengkak +1
Pembengkakan betis unilateral 3 cm lebih dari sisi yang +1
asimtomatik (diukur 10cm dibawah tuberositas tibia)
Pitting edema unilateral pada tungkai simtomatik +1
Vena superfisial kolateral +1
Memiliki riwayat DVT +1
Diagnosis alternative yang lebih mungkin dari DVT -2

Tabel 2. Skoring Wells untuk prediksi DVT

Interpretasi pretest probability DVT:


 ≥ 3 = Risiko tinggi 75%
 1-2 = Risiko sedang 17%
 ≤ 0 = Risiko rendah 3%
 Pada pasien yang gejalanya pada kedua tungkai, tungkai yang lebih bergejala
digunakan.
C. Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium1,2
o Kadar antitrombin III menurun
o Kadar fibrinogen degradation product (FDP) meningkat
o Titer D-dimer meningkat Indikastor adanya thrombosis yang aktif, sensitive tapi
tidak spesifik
B. Radiologi1,2

9
o Compression USG (CUS)sensitivitas 95% dan spesifisitas 96% untuk DVT
proksimal simptomatik, sensitivitas 11-100% dan spesifisitas 90-100% untuk DVT
distal simptomatik. Kriteria diagnostic USG dapat dilihat pada tabel berikut:

Kriteria diagnostik DVT akut


o Kriteria utama kurangnya kompresibilitas vena
o Vena tidak wink saat kompresi perlahan pada cross-section
o Gagal untuk mendekati dinding vena akibat distensi pasif
Visualisasi thrombus direk
o Homogen
o Hipoekoik
Dinamika aliran Doppler abnormal
o Respon normal: kompresi betis meningkatkan sinyal aliran Doppler dan
mengkonfirmasi patensi vena proksimal dan distal
o Respon abnormal: aliran Doppler terhalangi dengan kompresi betis

1,2
Tabel 3. Kriteria diagnostic USG DVT tungkai bawah.

o CT scan dengan injeksi kontras sensitivitas 96% dan spesifisitas 95%


(predominan DVT proksimal)
o Magnetic resonance (MR) venografi dengan kontras apabila tidak memungkinkan
dapat menggunakan MRI (misalnya pada kasus alergi kontras dan insufisiensi
ginjal) sensitivitas 96% (lebih rendah pada DVT distal sekitar 62%) dan
spesifisitas 93%
o Venografi Teknik standar terpilih dapat mendeteksi DVT distal terisolasi dan
thrombosis vena iliaka dan vena cava inferior

2.7 Diagnosis Banding


Ruptur kista Baker, selulitis, sindrom pasca phlebitis/insufisiensi vena. 1,2
2.8 Tatalaksana DVT
Tujuan penatalaksanaan DVT pada fase akut adalah menghentikan bertambahnya
trombus, membatasi bengkak yang progresif pada tungkai, melisiskan atau membuang
bekuan darah (trombektomi), mencegah disfungsi vena atau sindroma paska trombosis di

10
kemudian hari, dan mencegah emboli. Obat yang utama adalah pemberian antikoagulan,
pada hal-hal khusus bisa ditambahkan obat trombolitik, dilakukan trombektomi atau filter
vena kava. 5
Tatalaksana Farmakologi
A. Terapi antikoagulan1,2
o Merupakan terapi pilihan bagi sebagian besar pasien dengan thrombosis vena
proksimal atau emboli paru.
o Kontraindikasi absolut perdarahan intracranial, perdarahan aktif berat, pasca operasi
otak, mata atau medulla spinalis, dan hipertensi maligna.
o Kontraindikasi relatif pasca bedah mayor, pasca insiden serebrovaskular, perdarahan
saluran cerna aktif, hipertensi berat, gagal hati atau ginjal berat, trombositopenia berat
(trombosit <50.000/uL).
o Pilihan antikoagulan dapat dilihat pada tabel berikut:

Antikoagulasi parenteral segera


- Unfractionated heparin bolus dan infus kontinu untuk mencapai aPTT 2-3x
batas atas laboratorium normal atau
- Enoxaparin 2x1 mg/kg dengan fungsi ginjal normal atau Dalteparin 1x200
U/kg atau 2x100 U/kg dengan fungsi ginjal normal atau Tinzaparin 1x175 U/kg
dengan fungsi ginjal normal
- Fondaparinux sehari sekali berdasarkan BB, sesuaikan pada gangguan fungsi
ginjal
Warfarin
- Dosis awal 5mg, titrasi hingga INR 2-3
- Lanjutkan antikoagulasi parenteral selama minimal 5 hari dan hasil INR selama
2 kali pemeriksaan berturut-turut (interval 1 hari) tercapai.
1
Tabel 4. Antikoagulan pada Tromboemboli Vena.

o Regimen low-molecular-weight heparin (LMWH) dan fondaparinux dapat dilihat pada


tabel berikut: 2
Obat Regimen Subkutan
Enoxaparin 2 x 1 mg/kg/hari a

11
Dalteparin 1 x 200 mg/kg/hari b
Tinzaparin 1 x 175 mg/kg/hari c
Nadroparin 2 x 6150 IU untuk BB 50-70 kg d
Reviparin 2 x 4200 IU untuk BB 46-60 kg e
Fondaparinux 1 x 7,5 IU untuk BB 50-100 kg f

Tabel 5. Regimen low-molecular-weight heparin (LMWH) dan Fondaparinux


Keterangan:
a. Regimen 1x1,5 mg/kg/hari dapat diberikan namun kurang efektif pada pasien dengan kanker
b. Setelah 1 bulan dapat diikuti dengan dosis 1x150 IU/kg/hari sebagai alternative antagonis vitamin K
oral untuk terapi jangka panjang
c. Regimen ini dapat juga digunakan untuk terapi jangka panjang sebagai alternative antagonis vitamin
K oral
d. 2x4100 IU/hari bila berat badan pasien <50kg atau 2x9200 IU/hari bila berat badan pasien >70kg
e. 2x3500 IU/hari bila berat badan pasien <35-45 kg atau 2x6300 IU/hari bila berat badan pasien <60
kg
f. 1x5 mg/hari bila berat badan pasien <50 kg atau 1x10mg/hari bila berat badan pasien >100kg
o Jika diperluaskan, dosis LMWH disesuaikan untuk mencapai target anti faktor Xa:
0,6-1 IU/ml -4 jam setelah pemberian LMWH.
o Apabila unfractionated heparin digunakan sebagai terapi inisial, sangat penting untuk
mencapai efek antikoagulan adekuat yaitu aPTT di atas batas bawah therapeutic range
dalam 24 jam pertama. Regimen heparin dapat dilihat pada tabel berikut: 1,2
Dosis Inisial Bolus 80 U/kg kemudian 18 U/Kg/jam
dengan infus
aPTT <35 detik (<1,2 x kontrol) Bolus 80 U/kg kemudian 4 U/Kg/jam dengan
infus
aPTT 35-45 detik (1,2-1,5 x kontrol) Bolus 40 U/kg kemudian 2 U/Kg/jam dengan
infus
aPTT 46-70 detik (1,5-2,3 x kontrol) Tidak ada perubahan
aPTT 71-90 detik (2,3-3 x kontrol) Turunkan kecepatan infus 2 U/kg/jam
aPTT >90 detik (>3 x kontrol) Hentikan infus selama 1 jam kemudian
turunkan kecepatan infus 3 U/kg/jam

Tabel 6. Antikoagulan pada Tromboemboli Vena

12
o Warfarin diberikan pada hari pertama atau kedua dengan dosis awal 5mg/hari untuk
mencapai target INR 2-3 dalam 4-5 hari. Pada pasien usia lanjut, berat badan rendah,
warfarin diberikan dengan dosis awal yang lebih rendah 2-4 mg/hari.
B. Antiagregasi trombosit (aspirin, antagonis vitamin K, dipiridamol, sulfinpirazon) 1,2
 Bukan merupakan terapi utama
 Pemakaiannya dapat dipertimbangkan 3-6 minggu setelah terapi standar heparin atau
warfarin
C. Trombolisis
 Terapi ini tidak dianjurkan pada DVT karena risiko perdarahan intracranial yang besar
kecuali kasus tertentu seperti thrombus ileofemoral massif atau bagian dalam dari
protokol penelitian. Terapi ini bertujuan untuk melisikan trombus secara cepat dengan
cara mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Terapi ini umumnya hanya efektif
pada fase awal dan penggunaanya harus benar-benar 13 dipertimbangkan secara baik
karena mempunyai risiko perdarahan 3 kali lipat dibandingkan dengan terapi
antikoagulan saja. 1,2
DVT pada keadaan khusus kehamilan2
o Warfarin merupakan kontraindikasi pada kehamilan
o Terapi terpilih: unfractionated heparin subkutan dan LMWH jangka panjang misalnya
Tinzaparin 1 x 175 IU/kg/hari SC
o Pilihan terapi unfractionated heparin atau LMWH merupakan keputusan klinis
berdasarkan kondisi pasien.
Tatalaksana Nonfarmakologi
A. Trombektomi
Dipertimbangkan dilakukan terutama pada pasien dengan trombosis iliofemoral akut
yang kurang dari 7 hari dengan harapan hidup lebih dari 10 tahun. Trombektomi
menggunakan catheter directed thrombolysis (CDT) untuk dapat mencegah post
thrombotic syndrome (PTS).5
B. Filter Vena Kava Inferior
Filter ini digunakan pada trombosis di atas lutut (DVT Proksimal) pada kasus dimana
anti koagulan merupakan kontraindikasi absolut atau gagal mencegah emboli berulang
dengan komplikasi trombosis filter. Inferior vena cava filters (IVC) ditempatkan pada

13
pembuluh darah untuk menyaring gumpalan darah dan menghentikannya mengalir
menuju jantung dan paru-paru. IVC dapat dipasang secara permanen atau dilepaskan
setelah penggumpalan darah berkurang. Keduanya dilakukan dengan menggunakan
prosedur operasi dengan bius lokal. IVC juga dapat digunakan pada pasien penderita
emboli paru dan pada kondisi cedera parah. 5
C. Kompresi
Bertujuan untuk kontrol gejala dan mencegah Post Trombhotic Syndrome (PTS).
Kompresi yang dilakukan terkait dengan mobilisasi dini dan latihan berjalan kaki telah
menunjukkan kemanjuran yang signifikan dalam meredakan gejala vena pada pasien
dengan DVT akut. 5
Berikut adalah tabel algoritma diagnosis DVT

Tabel 7. Algoritma Diagnosis DVT2,5

14
2.9 Komplikasi
Perdarahan akibat antikoagulan/antiagregasi trombosit, trombositopenia imbas heparin,
osteoporosis imbas heparin (biasanya setelah terapi >3 bulan) 1,2
2.11 Prognosis
Umumnya DVT akan sembuh tanpa komplikasi. Sekitar 50% pasien dengan DVT
proksimal simptomatis yang tidak mendapat terapi akan berkembang menjadi emboli paru
simptomatis dalam waktu 3 bulan. Meskipun telah mendapat terapi adekuat, DVT dapat
berulang sekitar 25%. Sekitar 43% pasien dengan DVT simptomatis berkembang menjadi
sindrom post trombosis berat dalam 2 tahun. Sedangkan DVT yang menyebabkan
kematian sekitar 6% kasus dan biasanya berkaitan dengan emboli paru, usia lanjut, kanker
dan penyakit kardiovaskular yang mendasarinya.2,6

15
BAB III

KESIMPULAN

Trombosis vena dalam atau Deep vein thrombosis (DVT) merupakan pembentukan
bekuan darah pada lumen vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding
pembuluh darah dan jaringan perivena. Kejadian rata-rata DVT adalah 48 per 100.000 penduduk
dengan tidak ada perbedaan antara jenis kelamin. Namun, laki-laki memiliki risiko yang tinggi
untuk terjadinya thrombosis berulang.

DVT disebabkan oleh disfungsi endotel pembuluh darah, hiperkoagulabilitas dan


gangguan aliran darah vena (stasis) yang dikenal dengan Trias Virchow, meliputi cedera
pembuluh darah, hiperkoagulabilitas, dan stasis. Manifestasi klinis utama DVT adalah bengkak,
perubahan warna, nyeri, dan function laesa. Salah satu penyulit DVT adalah terjadinya udem
paru. Pasien tiba-tiba mengeluh sakit dada, sesak, gelisah, sianosis, dan hemoptisis. Pada setiap
pasien DVT perlu dipikirkan emboli paru.

Diagnosis DVT tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan manifestasi klinis, tetapi
juga memerlukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu
menegakkan diagnosis pasti adalah dengan venografi, dan d-dimer. Sensitifitas dan spesifisitas
pada venografi mencapai 100%. Penatalaksanaan DVT meliputi farmakologi, nonfarmakologi,
tindakan pembedahan, dan rehabilitasi medic. Penatalaksanaan DVT baik non-farmakologis dan
farmakologis diarahkan untuk dapat mencapai tujuan mencegah meluasnya trombosis dan
timbulnya emboli paru, mengurangi morbiditas pada serangan akut, mengurangi keluhan post
flebitis, dan mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses tromboemboli.

Komplikasi dari endovascular DVT thrombus removal adalah terjadinya perdarahan,


sedangkan komplikasi yang paling ditakuti pada prosedur endovascular thrombus
removalperdarahan intracranial, pulmonary embolism (PE) simptomatik, dan kematian.

16
REFERENSI

1. Sukrisman L. Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru dalam; Buku ajar ilmu penyakit
dalam. editor: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK, Setiyohadi B, Syam AF dkk.
Edisi VI. Interna Publishing; Jakarta: 2017. h. 2820-23.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Penatalaksanaan di bidang ilmu penyakit
dalam panduan praktik klinis. Editor: Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL,
dkk. Interna Publishing: Jakarta; 2019. dalam: Trombosis Vena Dalam. h. 544-49.
3. Denekamp LJ, Folcarelli PH. Penyakit pembuluh darah dalam; Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit volume 1. Edisi 6. EGC: Jakarta: 2005. h.
675-80.
4. Putz R dan Pabst R. Atlas Anatomi Manusia: Sobotta. Jakarta, EGC: 2006.
5. Mazzolai L, Aboyans V, Ageno W, Agnelli G, Alatri A, Bauersachs R, et al. Diagnosis and
management of acute deep vein thrombosis : a joint consensus document from the European
Society of Cardiology working groups of aorta and peripheral vascular diseases and
pulmonary circulation and right ventricular function. 2018;4208–18.
6. Waheed SM, Kudaravalli P, Hotwagner DT. Deep vein thrombosis. [Interner]. StatPearls
Publishing. 2021. Available from:
ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507708/#_NBK507708_pubdet_.

17

Anda mungkin juga menyukai