Anda di halaman 1dari 36

Referat

DEEP VEIN THROMBOSIS

Oleh :

AHMAD AL FARUQI
NIM. 2208438076

Pembimbing :
dr. Ramzi Asrial, SpB,Subsp.BVE(K)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
PEKANBARU
2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat

hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan referat ini dengan judul “DEEP VEIN

THROMBOSIS”.

Terimakasih kepada pembimbing saya dr. Ramzi Asrial, SpB,Subsp.BVE(K),

yang telah membimbing saya dalam menyusun dan menyelesaikan referat ini. Referat ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik dibagian Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Saya

menyadari bahwa penyusunan referat ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih

jauh dari kesempurnaan. Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan referat ini, saya

mengharapkan masukan, kritikan, dan saran yang bersifat membangun ke arah perbaikan

dan penyempurnaan.

Akhir kata, semoga referat deep vein thrombosis ini dapat memberikan manfaat

bagi semua pihak.

Pekanbaru, 24 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Batasan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan…...........................................................................................2
1.4 Metode Penulisan..............................................................................................2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................3


2.1 Anatomi pembuluh darah..................................................................................3
2.2 Anatomi ekstremitas atas dan bawah................................................................4
2.3 Definisi..............................................................................................................6
2.4 Epidemiologi.....................................................................................................6
2.5 Etiologi..............................................................................................................7
2.6 Patofisiologi......................................................................................................7
2.7 Faktor resiko.....................................................................................................9
2.8 Diagnosis.........................................................................................................11
2.9 Tata Laksana...................................................................................................16
2.10 Komplikasi......................................................................................................22
2.11 Prognosis.........................................................................................................23

BAB III. PENUTUP..............................................................................................................24


3.1 Kesimpulan…...................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trombosis vena dalam atau Deep vein thrombosis (DVT) adalah masalah yang

berkaitan dengan pembuluh darah akibat dari adanya masalah pada pembentukan bekuan

darah di pembuluh vena dalam pada sirkulasi sistemik. DVT merupakan kasus yang biasa

terjadi. Sekitar 900.000 orang terdiagnosa DVT setiap tahunnya, dimana kurang lebih satu

dari dua puluh warga Amerika mengalami DVT seumur hidupnya. 1 DVT juga merupakan

kasus kardiovaskuler terbesar ketiga di Inggris setelah penyakit jantung koroner dan stroke.2

Insiden DVT meningkat 30 kali lipat dibanding dekade yang lalu. Insiden tahunan DVT di

Eropa dan Amerika Serikat kurang lebih 50/100.000 populasi/tahun.3

Menurut Robert Virchow, terjadinya trombosis adalah sebagai akibat adanya

ketidakseimbangan dalam 3 komponen trias Virchow, yaitu dari pembuluh darah, aliran darah

dan komponen pembekuan darah. Risiko tromboemboli pada pasien gagal jantung kongestif

dapat mencapai 70% dan 25% pada infark miokard akut dan lebih dari 50% pasien dengan

stroke iskemik akut. Pada pasien yang menjalani operasi, risiko terjadi DVT sekitar 30% di

Eropa dan 16% di Amerika Serikat. Pada pasien yang menjalani operasi panggul atau lutut,

kejadian DVT berkisar 45 – 70 %.4 DVT pada ekstremitas bawah biasanya berawal di vena

betis, 10-20 % trombosis menjalar ke proksimal dan 1-5% berkembang menjadi emboli paru.

Pada kasus-kasus yang mengalami trombosis vena perlu pengawasan dan pengobatan yang

tepat terhadap trombosisnya dan melaksanakan pencegahan terhadap meluasnya trombosis

dan terbentuknya emboli di daerah lain, yang dapat menimbulkan kematian.4

Pasien-pasien dengan riwayat imobilisasi berkepanjangan, operasi, obesitas, trauma

atau fraktur pada ekstremitas bawah, keganasan, penggunaan kontrasepsi oral atau terapi

sulih hormon, riwayat stroke serta dengan kelainan darah memiliki faktor risiko terjadinya

DVT.
1
Untuk meminimalkan resiko fatal terjadinya emboli paru diagnosis dan panatalaksanaan yang

tepat sangat diperlukan. Tujuan dari farmakoterapi untuk DVT adalah untuk mengurangi

morbiditas, mencegah sindrom pascatrombosis (PTS), dan mencegah trombo- emboli paru.

Rudolf Virchow mengemukakan tiga prasyarat trombogenesis: Stasis dari aliran darah,

abnormalitas dinding pembuluh darah, dan hiperkoagulabilitas maka dari itu didapatkan

Terapi utama DVT adalah dengan antikoagulan dan trombolitik. Pengenalan gejala dini,

ketepatan diagnosis dan pengobatan yang tepat dari DVT dapat menyelamatkan banyak

nyawa dan mencegah komplikasi DVT 4,5.

1.2 Batasan Masalah

Referat ini akan membahas mengenai anatomi pembuluh darah, anatomi vena

ekstremitas atas dan bawah, definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, faktor resiko,

diagnosis, tata laksana, dan komplikasi dari Deep Vein Thrombosis.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memahami dan menambah wawasan mengenai Deep Vein thrombosis.

2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran khususnya

di bagian Ilmu Bedah Vaskular.

3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu

Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan Rumah Sakit Umum Daerah

Arifin Achmad.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada

buku Rutherford’s Vascular Surgery dan beberapa literatur yang lain.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi pembuluh darah

Gambar 2.1 Anatomi pembuluh darah

Anatomi pembuluh darah terbagi menjadi 2 yaitu pembuluh darah arteri dan

pembuluh darah vena, pembuluh darah membentuk jaringan pipa yang memungkinkan darah

mengalir dari jantung ke seluruh sel-sel hidup tubuh dan kemudian kembali ke jantung. Arteri

merupakan pembuluh darah yang mengalirkan darah dari jantung keseluruh tubuh sedangkan

3
pembuluh darah vena merupakan pembuluh darah balik dari tubuh ke jantung. Sistem

peredaran darah dibagi menjadi sistem kardiovaskular, yang terdiri dari jantung, pembuluh

darah, darah, dan sistem limfatik. Arteri dan vena yang terus-menerus dengan satu sama lain

melalui pembuluh darah yang lebih kecil yaitu kapiler. Arteri cabang ekstensif untuk

membentuk jaringan progresif pembuluh kecil yang disebut dengan arteriol. Sebaliknya,

Vena yang berukuran kecil disebut venula. Pembuluh darah utama terdiri dari trunkus

pulmonalis, trunkus aorta dan cabang-cabangnya, vena kava superior, inferior dan cabang-

cabangnya.6

2.2 Anatomi vena ekstremitas atas dan bawah

1. Vena ekstremitas Atas

Vena ekstremitas atas terdapat 2 bagian yaitu kondisi primer dan sekunder, primer

disebabkan oleh kelainan anatomis sedangkan sekunder diakibatkan karena pemasangan

kateter vena, kanker, kehamilan, trauma atau operasi diarea ekstremitas atas. Ada dua batang

utama vena superfisial, vena sefalika dan basilika. Vena sefalika berjalan pada sisi radial

(ventral) lengan bawah dan pada aspek lateral biseps ke alur deltopektoralis untuk bergabung

dengan vena aksilaris. Vena basilika terletak di sisi ulnaris (ventral) lengan bawah dan
4
melintasi posterior siku untuk bergabung dengan vena brakialis di bagian tengah lengan.

Dengan lengan terentang, vena basilika lebih dekat ke tubuh, dan kepala lebih dekat ke

kepala. Ada serangkaian vena asendens aksesori yang paralel dengan batang tubuh utama dan

serangkaian vena penghubung antara sistem dalam dan superfisial7,8.

2. Vena ekstremitas bawah

vena di ekstremitas bawah terbagi 3 yaitu7,8:

 Superfisial vena

 Deep vena

 Perforator vena

5
2.3 Definisi Deep Vein Thrombosis

Deep Vein Thrombosis (DVT) adalah penyakit obstruktif yang menghambat

mekanisme refluks vena.20 DVT biasanya melibatkan sistem vena ekstremitas bawah, dengan

pembentukan gumpalan yang berasal dari vena betis dalam dan menyebar ke proksimal.21

Deep Vein Thrombosis (DVT) adalah bekuan darah yang terbentuk di dalam vena dalam,

biasanya di tungkai, namun dapat juga terjadi di lengan, vena mesenterika, dan serebral. Deep

Vein Thrombosis adalah bagian dari gangguan tromboemboli vena.22

Deep Vein Thrombosis (DVT) akut menghasilkan obstruksi aliran darah vena dari

ekstremitas atas, ektremitas bawah, vena serebral, vena spanknik 8. DVT yang paling banyak

terjadi pada ektremitas bawah9. DVT dari ekstremitas bawah dibagi menjadi dua kategori,

yaitu trombosis vena distal, di mana trombus tetap terbatas pada vena betis dalam dan

trombosis vena proksimal, dimana trombosis melibatkan vena poplitea, femoralis, atau vena

iliaka. Trombosis vena proksimal lebih penting secara klinis, karena lebih sering dikaitkan

dengan perkembangan emboli paru8.

2.4 Epidemiologi

Sebuah studi berbasis populasi selama 35 tahun menggunakan database Proyek

Epidemiologi Rochester di Olmsted County, Minnesota, menunjukkan rata-rata kejadian

DVT tahunan yang disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin sebesar 122 per 100.000

orang-tahun (DVT, 56 per 100.000). Penelitian ini juga menunjukkan tingkat penyesuaian

usia yang lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita (134 berbanding 115 per 100.000).

Kasus insiden, atau DVT pertama kali, diperkirakan terjadi pada sekitar 250.000 orang kulit

putih AS setiap tahun. Bila dibandingkan dengan populasi ras lain, orang kulit putih memiliki

insiden DVT yang lebih rendah daripada orang Afrika-Amerika (104 berbanding 141 per

100.000) dan insiden DVT yang lebih tinggi daripada gabungan penduduk Hispanik dan

6
Asia/Pasifik (104

7
berbanding 21 per 100.000). Total kasus DVT baru di Amerika Serikat berjumlah lebih dari

275.000. Namun, masalah DVT tidak hanya terjadi di Amerika Serikat; itu adalah masalah

global. Perkiraan DVT di seluruh Uni Eropa adalah 684.019 kasus DVT, dan 543.454

kematian terkait DVT.8

2.5 Etiologi

Sebagian besar deep venous thrombosis (DVT) terjadi di ekstremitas bawah, lokasi

lainnya seperti ekstremitas atas, pelvic veins, bahkan vena-vena cerebral. DVT merupakan

pembentukan bekuan darah pada lumen vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi

inflamasi dinding pembuluh darah. DVT disebabkan oleh disfungsi endotel pembuluh darah,

hiperkoagulabilitas dan gangguan aliran darah vena (stasis) yang dikenal dengan trias

virchow. Bekuan darah yang bergerak melewati aliran darah disebut dengan emboli.

Emboli tersebut dapat terjebak di dalam pembuluh darah otak, paru-paru, jantung atau daerah

lainnya

yang mengakibatkan terjadinya hambatan aliran darah vena.8

2.6 Patofisiologi

Berdasarkan Trias Virchow, terdapat 3 faktor yang berperan dalam patogenesis

terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan

aliran darah dan perubahan daya beku darah. Trombosis vena adalah suatu deposit

intravaskuler yang terdiri dari fibrin, sel darah merah dan beberapa komponen trombosit dan

leukosit.8

8
9
Patogenesis terjadinya trombosis vena adalah sebagai berikut:

1. Stasis vena

2. Kerusakan pembuluh darah

3. Aktivitas faktor pembekuan

Cedera vena mekanik jelas berperan dalam trombosis yang berhubungan dengan

trauma vena langsung, hip artroplasti, dan kateter vena sentral. Kanulasi vena sentral

sebagian besar bertanggung jawab atas peningkatan insiden trombosis ekstremitas atas,

sedangkan cedera vena bertanggung jawab atas pengamatan bahwa 57% trombus yang terjadi

setelah artroplasti pinggul muncul dari vena femoralis daripada tempat biasa di betis. Namun,

pentingnya cedera vena mekanik dalam situasi lain dipertanyakan. Misalnya, cedera vena

tidak dapat menjelaskan pengamatan bahwa trombosis pada pasien trauma lebih sering

bilateral (77%) daripada unilateral (23%).8

1. Statis Vena

Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama pada

daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama. Stasis ini

mengakibatkan gangguan mekanisme pembersihan sehingga menimbulkan akumulasi faktor-

faktor pembekuan yang aktif. Trombosis vena biasanya dimulai di tempat yang mengalami

stasis, misalnya pada daerah antara dinding vena dan katup, yang disebut valve-pocket

thrombi.8

2. Kerusakan pembuluh darah

Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel yang

utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan beberapa substansi seperti

prostaglandin (PG12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-modulin, yang dapat

mencegah terbentuknya thrombin.8

10
Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan terpapar.

Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem pembekuan darah. Keadaan ini

akan menyebabkan sistem pembekuan darah diaktifkan dan trombosit akan melekat pada

jaringan sub endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan mikro-fibril. Trombosit

yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan A2 yang akan

merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk berubah bentuk dan saling melekat.

Perlekatan ini disebut disebut agregasi. Trombosit yang beragregasi ini akan melepaskan lagi

ADP dan TxA2 yang akan merangsang agregasi lebih lanjut. Kerusakan endotel juga akan

mengaktifkan sitem pembuluh darah. Aktifasi sistem pembekuan darah baik melalui jalur

intrinsik maupun ekstrinsik akan menghasilkan trombin. Trombin ini akan mengubah

fibrinogen menjadi fibrin yang akan menstabilkan massa trombosit sehingga terbentuk

thrombus.8

3. Perubahan daya beku darah

Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan

sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas pembekuan darah

meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun.

Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan darah

meningkat, seperti pada hiperkoagulasi, defisiensi Antitrombin III, defisiensi protein C,

defisiensi protein S dan kelainan plasminogen.8

2.7 Faktor Risiko

Faktor risiko DVT harus dicari pada semua pasien diantaranya adalah4:

a. Riwayat imobilisasi, rawat inap, atau tirah baring berkepanjangan


b. Riwayat operasi
c. Obesitas
d. Riwayat DVT sebelumnya
e. Trauma atau fraktur pada ekstremitas bawah
f. Keganasan

11
g. Riwayat penggunaan kontrasepsi oral atau terapi sulih hormon

12
h. Kehamilan atau postpartum 6 bulan sebelumnya
i. Riwayat stroke
j. Riwayat penggunaan pace maker jantung
k. Riwayat naik pesawat terbang dalam jangka waktu yang lama
l. Riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah

Tingginya insiden DVT akut pada pasien rawat inap, ketersediaan tes diagnostik objektif,

dan adanya uji klinis mengevaluasi tindakan profilaksis telah memungkinkan identifikasi

kelompok berisiko tinggi dalam populasi ini. Faktor risiko DVT akut kurang didefinisikan

dengan baik dalam studi berbasis populasi. Perbedaan substansial, bagaimanapun, telah

dicatat dalam distribusi faktor risiko antara pasien rawat inap dan pasien rawat jalan.

Keganasan, pembedahan, dan trauma dalam 3 bulan sebelumnya tetap merupakan faktor

risiko signifikan untuk DVT rawat jalan, tetapi frekuensi pembedahan dan keganasan bahkan

lebih tinggi di antara pasien rawat inap dengan DVT. Sekitar 47% pasien rawat jalan dengan

DVT yang terdokumentasi memiliki satu atau lebih faktor risiko yang diketahui.8

13
2.8 Diagnosis

Semua gejala dari DVT adalah bengkak, nyeri, kemerahan, dilatasi vena superfisialis

dan Homan’s sign tidak spesifik dan tidak cukup kuat untuk menyingkirkan atau

mendiagnosis penyakit. Gold standard diagnosisnya adalah contrast venography. Meskipun

cara ini sangat akurat tetapi memerlukan fasilitas radiologi dan ahlinya, bersifat invasif dan

tidak nyaman bagi pasien. Vena yang tidak dapat ditekan dengan ultrasonografi merupakan

dasar diagnostik yang mengganti contrast venography. Pemeriksaan ini mempunyai

keterbatasan pada thrombosis vena femoralis di groin atau trombosis vena poplitea di daerah

fossa poplitea. Test ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas 95 – 100% pada DVT

proximal. Metode ini kurang akurat pada


8
DVT vena di daerah betis.

Untuk dapat menyingkirkan adanya DVT dengan cepat dan aman penggunaan test clinical

probability dan D-dimer sangat mambantu. Clinical probability dapat dinilai dengan

menggunakan tabel dibawah ini dengan kemungkinan hasil DVT likely atau DVT unlikely

dan PE likely atau PE unlikely. D-dimer merupakan produk dari degradasi cross-linked

fibrin, oleh karena itu D-dimer yang rendah dapat membantu untuk menyingkirkan adanya

trombosis.Pada kondisi normal hasil D-dimer akan tinggi pada pasien dengan usia diatas 70

tahun, oleh karena itu test ini kurang bermanfaat pada populasi umur tersebut. Sebanyak 30 –

50% pasien yang dirujuk dengan kecurigaan DVT ternyata mimiliki clinical probability

unlikely dan D-dimer normal sehingga pemeriksaan DVT lebih lanjut dapat ditunda dan

pemberian antikoagulan juga tidak diberikan.8,9

14
1. Predictive Clinical Model (Kriteria Wells)

Model yang paling umum dipakai adalah model yang dikembangkan oleh Wells.

Berdasarkan atas presentasi klinis dan faktor risiko penderita dibagi menjadi tiga kelompok

seperti low, moderate dan high probability. Kelompok dengan high probability mempunyai

risiko thrombosis 85%, kelompok moderate probability mempunyai risiko 33% dan low

probability mempunyai risiko 5%. Selanjutnya Wells mengelompokkan penderita hanya


8,10
menjadi dua yaitu DVT unlikely jika skor ≤ 1 dan DVT likely bila skor > 1.

2. D-dimer

D-dimer merupakan hasil dari degradasi cross-linked fibrin oleh plasmin. Test ini

menunjukkan aktivitas secara umum dari koagulasi dan fibrinolisis. Merupakan biomarker

yang terbaik dari suatu DVT. Kombinasi dari clinical probability model dan test D-dimer

dapat menyingkirkan sebanyak 25% pasien yang dengan gejala klinis meyerupai DVT tanpa

perlu pemeriksaan lebih lanjut. Bahkan pada pasien dengan DVT yang rekuren kombinasi ini

(clinical probability dan D-dimer) terbukti cukup baik untuk menyingkirkan adanya

8,10
trombosis, terutama pada pasien dengan clinical prtetest probabilitynya yang rendah.

15
Pemeriksaan D-dimer sangat sensitif (nilainya sampai 95%) tetapi spesifisitinya rendah.

Nilai negative prediction value D-dimer adalah hampir 100%. Oleh karena itu hasil test D-

dimer yang negatif sangat baik untuk menyingkirkan DVT. Hasil positif palsu dari D-dimer

adalah pada inflamasi, kehamilan, malignansi, usia tua dan kehamilan. Peningkatan D-dimer

dapat dipakai seagai prediksi outcome yang buruk pada anak-anak dengan kejadian trombosis

yang akut. Negatif palsu dari D-dimer juga bisa terjadi pada penderita yang menggunakan

heparin. Oleh karena itu disarankan untuk test D-dimer sebaiknya dilakukan sebelum
8,10
memberikan heparin.

3. Duplex ultrasonography

Duplex ultrasonography merupakan pemeriksaan pilihan pada pasien dengan DVT

likely. Bersifat non-invasive, aman, mudah didapat, dan relatif murah. Kriteria ultrasonografi

mayor adanya trombosis adalah gagalnya penekanan lumen vena dengan tekanan yang cukup

dengan probe USG. Keunggulan lain dari venous ultrasound ini adalah dapat mendeteksi

adanya Baker’s cyst, hematoma dalam otot atau di daerah yang lebih superfisialis,
16
lymphadenopathy, aneurisma femoralis, tromboplebitis superfisialis dan abses. Pengunaan

alat ini memiliki keterbatasan untuk mendeteksi trombus didaerah distal. Penekanan vena

dengan probe USG ini memiliki kekurangan pada pasien-pasien yang gemuk, edema, dan

nyeri di lokasi vena yang diperiksa. Penggunaan alat USG yang lebih baru seperti

compression B-mode ultrasonography dengan atau tanpa color Duplex imaging mempunyai

sensitivitas 95% dan spesifisitas 96% untuk proximal DVT yang simtomatik. Trombosis di

betis memiliki sensitivitas 73%. Pemeriksaan ulang venous ultrasound hanya diindikasikan

pada pasien gejala DVT tetapi hasil pemeriksaan awal normal atau pada penderita yang

seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan metode lain tetapi mempunyai kontraindikasi

untuk pemeriksaan dengan metode tersebut atau fasilitas yang tidak tersedia. Serial ini tidak

diperlukan pada pasien yang

berdasarkan kriteria Wells unlikely dan test D-dimer negatif.8,10

4. Contrast venography

Venography merupakan test definitif untuk DVT, tetapi sangat jarang dikerjakan karena

17
test non-invasive seperti D-dimer dan venous ultrasound cukup baik dan akurat untuk

18
mendiagnosis DVT. Prosedurnya meliputi pamasangan kanul pada vena, penyuntikan kontras

bisanya contrast noniodinated seperti Omnipaque. Pemberian volume contrast yang cukup
8,10
banyak yang dilarutkan dengan normal salin menghasilkan test yang lebih baik.

Tanda utama yang ditemukan pada thrombosis vena ini adalah adanya filling defect

pada vena. Tanda lainnya adalah adanya tanda-tanda putusnya gambar kontrast pada vena

tiba- tiba. Pemeriksaan trombosis dengan metode ini bersifat invasive, nyeri, terpapar oleh

radiasi dan risiko alergi oleh karena kontras. Disamping itu bisa juga terjadi gangguan pada

ginjal akibat penggunaan kontras tersebut. DVT yang baru bisa juga di sebabkan oleh karena

prosedur venography tersebut yang kemungkinan besar disebabkan oleh iritasi dan kerusakan

endotel.
8,10
Penggunaan contrast yang nonionic mengurangi risiko reaksi alergi dan trombogeniknya.

5. MRI

Cara ini sangat sensitif untuk mendiagnosis DVT di daerah pelvis, DVT di daerah betis

dan DVT didaerah extremitas atas. Cara ini baik juga untuk menyingkirkan kemungkinan
19
penyakit lainnya pada pasien yang DVT. MRI merupakan test pilihan untuk mendiagnosis

20
DVT di daerah vena iliaka atau vena cava inferior pada saat computed tomography venography

merupakan kontraindikasi atau diperkirakan secara teknik mengalami kesulitan. Tidak ada
8,10
radiasi ion tetapi mahal, dan memerlukan ahli radiologi untuk interpretasinya.

2.9 Tata Laksana

Resiko rendah : Operasi minor pada pasien usia <40 tahun tanpa faktor resiko tambahan

Resiko sedang : Operasi minor pada pasien dengan faktor resiko tambahan, operasi bukan

mayor pada pasien 40-60 tahun tanpa faktor resiko tambahan, operasi mayor pada pasien <40

tahun tanpa faktor resiko tambahan

Resiko tinggi : Operasi bukan mayor pada pasien >60 tahun atau dengan faktor resiko

tambahan, operasi mayor pada pasien >40 tahun atau dengan faktor resiko tambahan

Resiko sangat tinggi : Operasi mayor pada pasien >40 tahun dengan + riwayat

tromboemboli vena, kanker, atau hypercoagulable state molecular, artroplasti panggul atau

lutut, operasi fraktur panggul, trauma mayor, cedera tulang belakang

Unfractionated heparin (UFH), low molecular-weight heparin (LMWH), fondaparinux,

obat penghambat trombin oral / oral vitamin k antagonis dan penghambat faktor Xa

merupakan obat yang efektif untuk mencegahan DVT. Beberapa studi melaporkan insiden

DVT dan PE termasuk PE yang fatal akan menurun dengan pemberian UFH dosis kecil.8

21
1. LMWH mempunyai keuntungan tambahan bila dibandingkan dengan UFH

LMWH dapat diberikan satu atau dua kali sehari tanpa perlu memonitor faal koagulasi.

Keuntungan lain seperti efek antikogulan yang dapat diprediksi, kadar LMWH dalam plasma

yang dosis dependen, waktu paruh yang panjang, kejadian perdarahan yang kecil, dan insiden

heparin induced thrombocytopenia (HIT) yang lebih kecil bila dibandingkan dengan UFH.8,10

Risiko osteoporosis yang terkait dengan heparin lebih rendah pada LMWH bila

dibandingkan dengan UFH hal ini disebabkan oleh karena LMWH tidak meningkatkan

jumlah dan aktivitas osteoklas. Bila dibandingkan UFH, LMWH mempunyai efek yang lebih

besar dalam menghambat faktor Xa, dan mempunyai efek yang lebih sedikit terhadap

antitrombin III (AT III) yaitu dengan menghambat trombin. Kontraindikasi pemberian

LMWH sebagai tromboprofilaksis adalah perdarahan intra kranial, perdarahan yang tidak

dapat dikontrol, dan injuri corda spinalis parsial yang berhubungan dengan hematoma pada

spinal.8,11

Fondaparinux merupakan pentasakarida sintetik dan sudah diakui sebagai

tromboprofilaksis DVT. Bekerja menghambat secara selektif faktor Xa dengan cara mengikat

antitrombin dengan afinitas yang tinggi. HIT tidak dilaporkan terjadi pada penggunaan

Fondaparinux karena tidak mengganggu fungsi dan agregasi trombosit, Fondaparinux

mempunyai respon yang dapat diprediksi. Pemantauan prothrombin time (PT) atau partial

thromboplastin time (PTT) tidak diperlukan pada pemberian fondaparinux. Kesimpulannya

adalah fondaparinux mempunyai efektivitas yang sama bahkan lebih baik daripada obat yang

ada sekarang, mempunyai kelebihan seperti risiko perdarahan yang lebih kecil, tidak perlu

pemantauan laboratorium, dan pemberiannya cukup hanya satu kali sehari.8,12

Dabigatran merupakan obat penghambat trombin yang baru. Dabigatran diserap secara

cepat di saluran pencernaan dengan bioavailabilitas 5 - 6%. Mempunyai waktu paruh 8 jam

22
setelah dosis pertama dan waktu paruh dapat memanjang sampai 17 jam setelah diberikan

23
beberapa dosis dengan peningkatan kadar mencapai puncak dalam plasma dalam waktu 2

jam. Obat dieksresi melalui ginjal. Dabigatran mempunyai bioavailabilitas yang rendah,

mempunyai efek antikoagulan yang dapat diprediksi, dan tidak tidak memerlukan evaluasi

koagulasi. Dabigatran sudah mendapat persetujuan dalam prevensi VTE pada operasi

ortopedi di Canada dan Eropa.12

Studi RE-COVER membandingkan dabigatran dan warfarin dalam pengamatan 6 bulan

pada pasien dengan DVT Dabigatran mempunyai efektivitas yang sama dengan warfarin

dalam mencegah DVT yang berulang, dengan komplikasi perdarahan mayor yang berimbang

antara kedua kelompok, dan total kejadian perdarahan yang lebih rendah. Studi lain (RE-

NOVATE II) membandingkan efikasi dan keamanan dabigatran dibandingkan dengan

enoxaparin subkutan sebagai tromboprofilaksis pada pasien yang akan menjalani total hip

arthroplasty (THA). Profilaksis dengan dabigatran 200 mg mempunyai efektivitas yang sama

dengan enoxaparin 40 mg dalam menurunkan risiko DVT.8,12

Rivaroxaban merupakan penghambat faktor Xa yang selektif dan poten, mempunyai

onset yang cepat dan biovaibilitas yang tinggi (80%), serta waktu paruh 4 - 12 jam. Studi

EINSTIEN- DVT menunjukan rivaroxaban mempunyai efektivitas yang sama dengan

LMWH, enoxaparin, fondaparinux, dan warfarin dalam mencegah VTE yang berulang. Hasil

dari studi RECORD fase III menunjukan rivaroxaban 10 mg lebih baik dari enoxaparin

sebagai profilaksis DVT pada operasi ortopedi. Obat ini juga mempunyai kelebihan seperti

merupakan obat oral dengan dosis sekali sehari dan tidak memerlukan pemantauan

laboratorium. Obat lain seperti apixaban dan edoxaban masih dalam proses uji klinis.8,12

Tujuan pengobatan DVT adalah mencegah terjadinya trombus, PE akut, trombosis yang

berulang, dan munculnya komplikasi lanjut seperti hipertensi pulmonal dan post thrombotic

24
syndrome (PTS). Terapi awal diharapkan dapat mencapai dosis terapi dengan UFH, LMWH,

atau fondaparinux.8,12

Obat penghambat thrombin oral/ oral vitamin k antagonis yaitu Warfarin masih tetap

merupakan obat pilihan terapi jangka panjang dalam mencegah pembentukkan clot. LMWH

direkomendasikan pada pasien kanker dan kehamilan karena warfarin dikontraindikasikan

pada kehamilan. Terapi antikoagulan jangka panjang dengan LMWH lebih efektif daripada

warfarin dalam mencegah trombosis vena yang berulang pada pasien kanker tanpa adanya

peningkatan kejadian perdarahan yang bermakna.8,12

2. Terapi trombolitik

Terapi ini jarang diindikasikan. Risiko terjadinya perdarahan mayor seperti perdarahan intra

kranial harus dipertimbangkan dengan keuntungan yang didapat dari penghancuran trombus

yang cepat. Trombolitik diindikasikan pada masif DVT yang ditandai oleh phlegmasia

cerulean dolens dan menyelamatkan tungkai yang terkena. Obat trombolitik yang tersedia

seperti tissue
15
plasminogen activator (tPA), streptokinasi, dan urokinase.

Trombolitik endovaskular merupakan metode yang dilakukan selama ini. Catheter- directed

thrombolysis (CDT) dapat digunakan dalam pengobatan DVT sebagai terapi tambahan terapi

medikal. CDT sekarang terbukti dapat mengurangi clot yang terjadi, DVT berulang, dan

mencegah terjadinya PTS bila dibandingkan dengan pemberian antikoagulan sistemik lain.

CDT farmakomekanikal sekarang sering dilakukan pada beberapa tempat sebagai terapi DVT

ileofemoral akut.15

Indikasi trombolitik meliputi pasien usia muda dengan trombosis proksimal akut, mempunyai

harapan hidup yang tinggi,dan mempunyai penyakit komorbid yang sedikit. Pada trombosis
25
tungkai yang mengancam juga dapat diggunakan CDT meskipun dikatakan mempunyai

angka kematian yang tinggi. Beberapa randomized controlled trials (RCT) mengevaluasi

keluaran jangka panjang dari CDT dibandingkan dengan antikoagulan tunggal.15

3. Vena cava filter

Vena cava Filter diindikasikan pada beberapa keadaan seperti adanya kontraindikasi

mutlak terhadap antikoagulan, perdarahan yang mengancam nyawa, dan kegagalan terapi

dengan antikoagulan yang adekuat. Kontraindikasi mutlak pemberian antikoagulan seperti

perdarahan pada sistem saraf sentral, perdarahan saluran cerna, retroperitoneal,

hemoptisis masif,
18
metastasis serebral, trauma cerebrovaskular, dan trombositopenia < 50.000/ɥL.

Studi yang menilai efektivitas filter vena cava menunjukan terjadi penurunan yang

bermakna kejadian PE dalam jangka pendek namun tidak menunjukan hasil yang bermakna

pada PE secara keseluruhan dan terjadi peningkatan kejadian DVT berulang pada jangka

panjang. Komplikasi pemberian filter vena cava inferior berupa hematom pada tempat

insersi, DVT pada tempat insersi, migrasi dari filter, filter dapat mengerosi dinding

pembuluh darah
19
vena cava inferior, embolisasi filter, dan trombosis/obstruksi pada vena cava inferior.

4. Tindakan pembedahan

Tindakan bedah dilakukan apabila pada upaya preventif dan pengobatan

medikamentosa tidak berhasil serta adanya bahaya komplikasi. Ada beberapa pilihan

tindakan bedah yang bisa dipertimbangkan antara lain 8:

a. Ligasi vena, dilakukan untuk mencegah emboli paru. Vena Femoralis dapat diikat

tanpa menyebabkan kegagalan vena menahun, tetapi tidak meniadakan

26
kemungkinan emboli paru. Ligasi Vena Cava Inferior secara efektif dapat

27
mencegah terjadinya emboli paru, tapi gejala stasis hebat dan resiko operasi lebih

besar dibanding dengan pemberian antikoagulan dan trombolitik.

b. Trombektomi, vena yang mengalami thrombosis dilakukan trombektomi dapat

memberikan hasil yang baik jika dilakukan segera sebelum lewat 3 hari. Tujuan

tindakan ini adalah: mengurangi gejala pasca flebitik, mempertahankan fungsi

katup dan mencegah terjadinya komplikasi seperti ulkus stasis dan emboli paru.

c. Femorofemoral grafts disebut juga cross-over-method dari Palma, tindakan ini

dipilih untuk bypass vena iliaka serta cabangnya yang mengalami trombosis.

Tekniknya vena safena diletakkan subkutan suprapubik kemudian disambungkan

end-to-side dengan vena femoralis kontralateral.

d. Saphenopopliteal by pass, dilakukan bila rekanalisasi pada trombosis vena

femoralis tidak terjadi. Metoda ini dengan menyambungkan vena safena secara

end-to-side dengan vena poplitea.

5. Penanganan Rehabilitasi Medik 8,13:

a. Fisioterapi

 Bed rest merupakan hal terakhir yang dilakukan setelah dilakukan kompresi

kaki dan ambulasi pada pasien yang sudah menderita DVT. Perkembangan

thrombus jarang terjadi dan kurang berat pada kelompok ambulasi.

 Terapi fisik harus diberikan lebih dini untuk pasien DVT.

 Pada pasien post-operasi, dapat dilakukan latihan range of motion, latihan

berjalan, dan latihan isometrik, yang dapat dimulai pada hari pertama setelah

operasi.

28
b. Terapi manual

 Terapi yang efektif pada pasien trauma (dengan antikoagulan) untuk

mencegah DVT yakni gerakan pasif yang berkelanjutan. Misalnya

menggerakan sendi kaki secara pasief sebanyak 30 kali dalam satu menit.

c. Terapi konservatif

 Penggunaan stoking kompresi elastic (ECS) setelah menderita DVT untuk

mengurangi gejala dan tanda selama latihan tidak memberikan hasil yang

konklusif.

2.10 Komplikasi

1. Pulmonary embolism

Pulmonary embolism terjadi ketika sepotong bekuan darah dari DVT istirahat dan

berjalan melalui aliran darah ke paru-paru dan memblok salah satu pembuluh darah di

paru-paru.8,14

2. Post Trombotic syndrom

Terjadi jika terjadi kerusakan dvt katup vena dalam sehingga menyebabkan darah

yang seharusnya mengalir ke atas , berubah menjadi mengalir ke bawah menyebabkan

rasa sakit dalam jangka waktu lama dan pembengkakan.8,14

2.11 Prognosis

Tanpa pengobatan DVT pada ekstremitas bawah yang adekuat akan meningkatan

sebesar 3% terjadi pulmonary embolism, kematian dikarenakan DVT pada ekstremitas atas

sangat jarang terjadi. Risiko terjadinya DVT ulang pada pasien dengan transient risk factor

seperti pembedahan, trauma, dan imobiliasi kecil kemungkinannya, sedangkan pada pasien

dengan persistent risk factor seperti kanker, idiopatic DVT, residual trombus besar

kemungkinannya.8,14

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Trombosis vena dalam (Deep vein thrombosis/DVT) adalah masalah yang umum terjadi

pada pembuluh darah akibat dari pembentukan bekuan darah pada pembuluh vena dalam

pada sirkulasi sistemik. DVT merupakan kasus yang lazim terjadi. DVT dapat berkaitan

dengan berbagai kondisi medis atau prosedur bedah tertentu. Patofisiologi berkaitan dengan

tiga prasyarat trombogenesis: Stasis dari aliran darah, abnormalitas dinding pembuluh darah,

dan hiperkoagulabilitas. Tanpa pengobatan DVT pada ekstremitas bawah yang adekuat akan

meningkatan sebesar 3% terjadi pulmonary embolism, kematian dikarenakan DVT pada

ekstremitas atas sangat jarang terjadi. Risiko terjadinya DVT ulang pada pasien dengan

transient risk factor seperti pembedahan, trauma, dan imobiliasi kecil kemungkinannya,

sedangkan pada pasien dengan persistent risk factor seperti kanker, idiopatic DVT, residual

trombus besar kemungkinannya.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Skinner, N and Moran, P. Case Mangement Adherence Guidelines Deep Vein

Thrombosis. Philadelphia:CMSA; 2008: 3-36

2. Menon J, and Hamilton, G. Deep Vein Thrombosis. Surgery 2004; 22(11): 300–2.

3. JCS Join Workig Group. Guidelines for the diagnosis, treatment and prevention of

pulmonary thromboembolism and deep vein thrombosis (JCS 2009). Circ J 2011; 75:

1258 – 1281

4. Landaw SA, Bauer KA. 2015. Approach to the diagnosis and therapy of lower

extremity deep vein thrombosis.

5. Gersten, T. 2014. Deep venous thrombosis. Diakses di

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000156.htm pada 23 Oktober 2023.

6. Martini, Tallitsch Nath. Human anatomy 9 th edition 2018. Diakses pada 23 Oktober

2023.

7. Rutherford’s Vascular Surgery text book 9th edition. Diakses pada 23 Oktober 2023

8. Kaushansky K, Lichtman MA, Prchal JT, Levi MM, Press OW, Burns L, et al.

Williams Hematology. 9th ed. New York: McGraw-Hill; 2016.

9. Mazzolai L, Aboyans V, Ageno W, Agnelli G, Alatri A, Bauersachs R, et al.

Diagnosis and management of acute deep vein thrombosis : a joint consensus

document from the European Society of Cardiology working groups of aorta and

peripheral vascular diseases and pulmonary circulation and right ventricular function.

2018;4208–18

10. Jusi D. Dasar-Dasar Bedah Vaskuler. 3 ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2004. p.

228-45.

31
11. Bombeli T, Spahn D.R. Updates in perioperative coagulation: physiology and

management of thromboembolism and haemorrhage. Br J Anaesthesia. 2004; 93: 275-

87.

12. Wang X, Fu S, Freedman R.S, Kavanagh J.J. Venous thromboembolism

syndrome in gynecological cancer. Int J Gynecol Cancer. 2006; 16 (Suppl. 1): 458-471.

13. Landaw SA, Bauer KA. 2015. Approach to the diagnosis and therapy of lower

extremity deep vein thrombosis.

14. Patel, Kausal. 2014. Deep venous thrombosis. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/1911303-overview#a0156 pada 23 Oktober

2023.

15. Frits R Rosendaal, Harry R Buller. Venous thrombosis. In: Dan L Longo, editor.

Horrison’s hematology and oncology. New York: Mc-Grow Hill Company;

2010.p.246-53.

16. Colm an RW. Hemostasis and thrombosis: basis principles and clinical practice. 5th ed.

Philadelphian: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.

17. Hirsh J, Lee AY. How we diagnose and threat deep vein thrombosis. Blood

2002;99:3102-10.

18. Streiff MB. Vena caval filters: a comprehensive review. Blood 200;95(12):3669-77.

19. Decousus H, Leizorovicz A, parent F, et al. A clinical trial of vena caval filters in the

prevention of pulmonary embolism in patients with proximal deep-vein thrombosis.

Prevation du Resque d’Embolie Pulmonaire par Interruption Cave Study Group. N

Engl J Med 1998;338(7):409-15.

20. Huang Y, Ge H, Wang X, Zhang X. Association Between Blood Lipid Levels and

Lower Extremity Deep Venous Thrombosis: A Population-Based Cohort Study. Clin

Appl Thromb Hemost. 2022 Jan-Dec;28:10760296221121282.

32
21. Chen R, Feng R, Jiang S, Chang G, Hu Z, Yao C, Jia B, Wang S, Wang S. Stent

patency rates and prognostic factors of endovascular intervention for iliofemoral vein

occlusion in post-thrombotic syndrome. BMC Surg. 2022 Jul 12;22(1):269

22. Parker K, Thachil J. The use of direct oral anticoagulants in chronic kidney disease.

Br J Haematol. 2018 Oct;183(2):170-184

33

Anda mungkin juga menyukai