FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
OLEH:
CITRA ANNISA FITRI
111 2019 2082
PEMBIMBING
dr. Wisudawan, M. Kes., Sp. JP, FIHA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus dan refarat ini dengan judul “Tes Brodie Trendelenburg” sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Kardiologi.
Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penulis mengalami
kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari
berbagai pihak akhirnya refarat ini dapat terselesaikan serta tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tulisan ini.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan
rahmat yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan refarat ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Saya berharap sekiranya makalah ini dapat
bermanfaat untuk kita semua. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................II
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................2
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................12
3.1. KESIMPULAN...........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
Varises adalah vena yang berliku dan melebar di jaringan subkutan pada
kaki dan seringkali mudah terlihat. Katup yang bermasalah biasanya tidak
kompeten sehingga terjadi refluks darah, dan hipertensi vena yang dihasilkan
dapat menyebabkan gejala.2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Tujuan
Pemeriksaan ini bertujuan menilai kompetensi katub vena saphena magna
dan vena comunikan. Tungkai mempunyai banyak pembuluh darah balik dengan
fungsi utama adalah mengembalikan darah dari tungkai ke jantung. Dalam vena
terdapat katub satu arah yang mengarahkan darah agar mengalir kembali ke
atrium dan mencegah darah kembali ke bagian proksimal.7
Darah mengalir dari kapiler ke sistem vena superfisial dan profunda
tungkai. Vena superfisial mengalirkan darah ke vena profunda melalui vena
komunikans.Vena superfisial tungkai saling bergabung membentuk vena
safena magna dan bermuara ke vena femoralis. Apabila terjadi inkompetensi
katub vena maka darah akan mengalir kembali ke bagian proksimal vena dan
menyebabkan distensi dan pelebaran vena yang disebut varises.
Dengan melakukan pembendungan vena safena magna, dapat ditentukan lokasi
katub yang inkompeten
2.1.3. Indikasi
Tes Trendelenburg atau tes Brodie-Trendelenburg adalah tes yang dapat
dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan fisik untuk menentukan kompetensi
katup pada vena untuk mendiagnosis varises. Tes Brodie-Trendelenburg
digunakan untuk mendeteksi inkompetensi vena dan untuk membedakan antara
perforator dan inkompetensi vena saphena yang lebih besar.8
2.1.4. Prosedur
Tes ini dilakukan dengan menguras vena ekstremitas bawah superfisial
dengan mengangkat tungkai bawah hingga 45 derajat dan dengan lembut
mengusap tungkai dari kaki sepanjang vena utama. Sebuah tourniquet kemudian
ditempatkan sedekat mungkin dengan theroin dan diaplikasikan dengan cukup
ketat untuk mencegah refluks vena superfisial. Pasien diminta berdiri dan anggota
gerak diperiksa. Jika pembuluh darah distal tetap runtuh selama 15 hingga 30
detik setelah berdiri, tourniquet dilepaskan.9
2.1.5. Interpretasi
Negatif: Tes negatif adalah tes di mana, dengan tourniquet di tempatnya, vena
mengisi dalam periode 30 detik, dan setelah melepas tourniquet, tidak ada
peningkatan tingkat pengisian diamati. Di sini, jelas bahwa tidak ada aliran
retrograde yang terjadi melalui persimpangan saphenofemoral, dan bahwa
pengisian disebabkan oleh ketidakmampuan pembuluh darah yang berkomunikasi.
Positif: Dalam tes Brodie-Trendelenburg positif, ketika pasien berdiri dengan
tourniquet di tempat, varicosities akan tetap melebar sepanjang 30 detik.10
2.3.2. Epidemiologi
Chronic venous insufficiency lebih banyak terjadi pada negara-negara barat
atau negara industry, yang kemungkinan besar disebabkan oleh gaya hidup dan
aktivitas penduduknya. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria,
prevalensinya juga akan meningkat seiring dengan pertambahan usia dengan
prevalensi: Pria muda sebanyak 10% berbanding wanita muda sebanyak 30%,
Pria berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 20% berbanding wanita berusia lebih
dari 50 tahun sebanyak 50%.13
2.3.3. Etiologi
Etiologi insufisiensi vena kronik adalah disfungsi atau inkompetensi katup
vena, baik secara primer maupun sekunder. Inkompetensi primer disebabkan
ketiadaan katup vena bawaan. Sedangkan inkompetensi sekunder disebabkan
kelainan dinding vena akibat varises, obstruksi akibat trauma, dan atau trombosis
vena.14
Etiologi dari insufisiensi vena kronis dapat dibagi 3 yaitu, kongenital,
primer dan sekunder14:
Penyebab insufisiensi vena kronis yang kongenital adalah pada kelainan
dimana katup yang seharusnya terbentuk di suatu segmen ternyata tidak
terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia), atau pembentukannya tidak
sempurna (displasia), berbagai malformasi vena, dan kelainanlainnya
yang baru diketahui setelah penderitanya berumur.
Penyebab insufisiensi vena kronis yang primer adalah kelemahan
intrinsik dari dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup yang
terlalu panjang (elongasi) atau daun katup menyebabkan dinding vena
menjadi terlalu lentur tanpa sebab-sebab yang diketahui. Keadaan daun
katup yang panjang melambai (floppy, rebundant) sehingga penutupan
tidak sempurna (daun-daun katup tidak dapat terkatup sempurna) yang
mengakibatkan terjadinya katup tidak dapat menahan aliran balik,
sehingga aliran retrograd atau refluks. Keadaan tersebut dapat
diatasihanya dengan melakukan perbaikan katup (valve repair) dengan
operasi untuk mengembalikan katup menjadi berfungsi baik kembali.
Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder (insufisiensi vena sekunder)
disebabkan oleh keadaan patologik yang didapat (acquired), yaitu akibat
adanya penyumbatan trombosis vena dalam yang menimbulkan
gangguan kronis pada katup vena dalam. Pada keadaan dimana terjadi
komplikasi sumbatan trombus beberapa bulan atau tahun paska kejadian
trombosis vena dalam, maka keadaan tersebut disebut sindroma post-
trombotic. Pada sindroma tersebut terjadi pembentukan jaringan parut
akibat inflamasi, trombosis kronis dan rekanalisasi yang akan
menimbulkan fibrosis, dan juga akan menimbulkan pemendekan daun
katup (pengerutan daun katup), perforasi kecil-kecil (perforasi mikro),
dan adhesi katup, sehingga akhirnya akan menimbulkan penyempitan
lumen. Kerusakan yang terjadi pada daun katup telah sangat parah tidak
memungkinkan upaya perbaikan. Kejadian insufisiensi vena kronis yang
primer, dan yang sekunder (akibat trombosis vena dalam, dan
komplikasi post-trombotic), dapat terjadi pada satu penderita yang sama
Semua etiologi tersebut akan menyebabkan aliran darah vena berbalik
(refluks) dan hipertensi vena. Hipertensi vena akan menyebabkan disfungsi
kapiler sehingga terjadi peningkatan permeabilitas dan kebocoran cairan, protein,
dan leukosit ke jaringan sekitar. Selain itu, hipertensi vena juga memicu respon
inflamasi, perubahan struktur mikrovaskular, sehingga berujung pada hipoksia
jaringan.14
Faktor risiko terkait CVI meliputi usia (di atas 30 tahun), jenis kelamin,
riwayat varises dalam keluarga, obesitas, kehamilan, menopause, flebitis,
danriwayat cedera tungkai. Terdapat juga faktor lingkungan atau perilaku terkait
dengan CVI, seperti berdiri dan duduk ter- lalu lama. 14 Gangguan vena menahun
tidak mungkin disebabkan karena menyilangkan tungkai atau pergelangan kaki,
meskipun hal ini dapat memperburuk kondisi varises yang telahada.14
2.3.4. Patofisiologi
Keadaan patologis pada vena muncul ketika terjadi peningkatan tekanan
vena dan aliran balik darah terganggu akibat beberapa mekanisme.
Gangguan pada vena ini dapat disebabkan oleh inkompeten katup dari vena
superficial maupun vena profunda, katup perforator yang inkompeten, obstruksi
vena maupun kombinasi antara beberapa hal tersebut. Faktor-faktor terebut
diperparah dengan adanya disfungsi dari pompa otot pada ekstrimitas bawah.15
Mekanisme ini yang menyebabkan terjadinya hipertensi vena saat berjalan
maupun saat berdiri. Hipertensi vena yang tidak dikoreksi ini yang nantinya akan
membuat perubahan kulit menjadi hiperpigmentasi, fibrosis jaringan subkutan dan
juga dapa tmenyebabkan ulkus. Terdapat beberapa mekanisme yang memiliki
kerterkaitan dengan kegagalan katup pada vena superficial. Hal yang paling sering
terjadi adalah adanya kelainan kongenital yang menyebabkan kelemahan
pada dinding katup vena yang berdilatasi sehingga menyebabkan tekanan rendah
dan terjadilah gagalkatup sekunder.15
Kelainan kongenital pada katup juga dapat menyebabkan inkompeten
katup meski dalam keadaan tekanan darah yang rendah. Vena yang normal dan
katup yang normal juga dapat membengkak akibat pengaruh hormon seperti
hormon-hormon pada kehamilan. Tekanan darah vena yang meningkat nantinya
akan menyebabkan sindrominsufisiensi vena. Pada keadaan normal, terdapat dua
mekanisme tubuh yangmencegah terjadinya hipertensi vena. Pertama, katup
trikuspid pada vena mencegah aliran balik dan perlekatan vena. Deep Vein
Thrombosis sering kali menyumbat katup dan nantinya akan menyebakan
kerusakan irrversibel padakatup.15
Kedua, dalam keadaan ambulasi yang nornal, otot betis menurunkan
tekanan vena sebesar 70% pda ekstremitas bawah. Dengan istirahat, tekanan
kembali menjadi normal selama 30 detik. Pada penyakit vena, dengan bergerak
tekanaan vena hanya menurun sebesar 20%. Ketika ambulasi berhenti, tekanan
padalumen vena menurun secara perlahan dan kembali ke normal dalam beberapa
menit.15
2.3.5. Diagnosis
Diagnosis insufisiensi vena kronik perlu dipikirkan pada pasien dengan
keluhan edema dan perubahan kulit, seperti hiperpigmentasi, ekzema, atrophie
blanche, lipodermatosklerosis, hingga ulkus venosus terutama pada tungkai
bawah.16
Anamnesis
Anamnesis yang perlu digali pada pasien dengan kecurigaan insufisiensi vena
kronik, antara lain: Gejala seperti nyeri, bengkak, adanya ulkus, atau perubahan
warna kulit pada ekstremitas bawah. Riwayat varises, deep vein thrombosis
flebitis atau trauma tungkai bawah. Gali faktor risiko seperti usia, jenis kelamin,
serta aktivitas fisik seperti terlalu lama berdiri atau duduk, keterbatasan anggota
gerak bawah, dan gaya hidup sedenter. Adanya riwayat kehamilan multipel,
obesitas, atau hipertensi. Riwayat insufisiensi vena atau varises pada keluarga.16
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan pada pasien dengan kecurigaan
insufisiensi vena kronik, meliputi inspeksi kulit dan vena tungkai bawah, palpasi
sepanjang dilatasi vena dan otot betis, pengukuran diameter betis, serta
pemeriksaan spesifik seperti Brodie-Trendelenburg test (atau tes Trendelenburg)
dan ankle brachial index (ABI).17
Inspeksi: Inspeksi yang penting dalam pemeriksaan insufisiensi vena kronik yaitu
inspeksi tungkai bawah dalam posisi berdiri, inspeksi kulit, dan evaluasi ulkus17 :
Inspeksi tungkai bawah dalam posisi berdiri dilakukan untuk menilai
adanya dilatasi vena superfisial, telangiektasis, varises, serta edema tungkai
bawah (umumnya pitting dan tidak mengenai kaki depan atau forefoot).
Inspeksi kulit dilakukan untuk menilai adanya hiperpigmentasi,
dermatitis stasis, atrophie blanche, dan lipodermatosclerosis. Atrophie
blanche adalah penyembuhan luka berupa skar putih pada kulit karena
kurangnya suplai darah
Deskripsikan ulkus: lokasi, ukuran, karakteristik, banyaknya, dan tipe
eksudat yang ada, adanya nyeri dan skalanya, serta dasar ulkus.
Palpasi : Palpasi yang penting dalam pemeriksaan insufisiensi vena kronik yaitu
Palpasi konsistensi otot betis dan pengukuran diameternya, dibandingkan dengan
sisi tungkai yang sehat. Palpasi adanya nyeri tekan sepanjang vena yang
terdilatasi. 17
Pemeriksaan Spesifik
Pemeriksaan spesifik yang perlu dilakukan pada kecurigaan insufisiensi vena
kronik yaitu tes Trendelenburg untuk membedakan inkompetensi atau refluks
vena terjadi superfisial atau dalam, serta pengukuran ankle brachial index (ABI)
untuk menyingkirkan kemungkinan ulkus akibat etiologi arteri (peripheral
arterial disease / PAD).
Tes Trendelenburg : Tes Trendelenburg dilakukan dengan cara:
Pasien dalam posisi supinasi, fleksi panggul tungkai untuk
mengosongkan vena
Gunakan torniquet atau lakukan kompresi manual terhadap vena
superfisial untuk mengoklusi vena superfisial
Pasien diminta berdiri
Bila terdapat inkompetensi atau refluks vena superfisial, dilatasi
vena superfisial akan muncul setelah >30 detik
Bila terdapat inkompetensi atau refluks vena dalam atau keduanya,
dilatasi vena akan segera muncul.
Ankle Brachial Index
Evaluasi ankle brachial index (ABI) dilakukan dengan cara18 :
Mengukur tekanan sistolik pada kedua lengan (arteri brakialis) dan pada
tungkai yang sakit (di kedua arteri kaki : arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis
posterior).
Pilih angka sistolik tertinggi dari salah satu lengan, dan angka sistolik
tertinggi dari salah satu arteri kaki.
Bandingkan tekanan sistolik tertinggi pada kaki dengan tekanan sistolik
tertinggi arteri brakialis, hitung hasil sampai 2 angka desimal.
Nilai ABI normal 0,9-1,4. Kemungkinan terjadi peripheral arterial
disease jika ABI <0.9, dan peripheral arterial disease berat jika ABI <0,5.
2.3.6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang berperan dalam menegakkan insufisiensi vena
kronik adalah dengan pemeriksaan radiologi, terutama dengan USG duplex.
Meskipun demikian, pencitraan lainnya seperti venografi dan Doppler juga
memiliki peranan dalam mendiagnosis insufisiensi vena kronik.17
2.3.7. Penatalaksanaan
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Insufisiensi vena kronik merupakan masalah yang memiliki dampak secara
langsung terhadap individu dan sistem pelayanan kesehatan. Disfungsi dari
struktur vena dapat menyebabkan terjadinya hipertensi vena dan akhirnya
mengarah ke Insufisiensi. Gejala yang timbul dari IVK dapat berupa perubahan
warna kulit dari hanya eritema hingga ulkus.
Keluhan utama pasien dengn IVK adalah munculnya kram terutama jika
pasien banyak berjalan. Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang berupa
invasive maupun noninvasive yang membantu penegakan diagnosis Insufisiensi
vena kronik Pengobatan dari IVK tergantung pada tingkat keparahan penyakit.
Penanganannya dipertimbangkan berdasarkan keadaan anatomi dan patofisiologi.
DAFTAR PUSTAKA