Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN KARDIOLOGI JUNI 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TES BRODIE TRENDELENBURG

OLEH:
CITRA ANNISA FITRI
111 2019 2082

PEMBIMBING
dr. Wisudawan, M. Kes., Sp. JP, FIHA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KARDIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Citra Annisa Fitri


Stambuk : 111 2019 2082
Judul : Tes Brodie Trendelenburg

Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Kardiologi Fakultas


Kedokteran, Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Juni 2020


Pembimbing

dr. Wisudawan, M. Kes., Sp. JP, FIHA


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus dan refarat ini dengan judul “Tes Brodie Trendelenburg” sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Kardiologi.
Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penulis mengalami
kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari
berbagai pihak akhirnya refarat ini dapat terselesaikan serta tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tulisan ini.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan
rahmat yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan refarat ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Saya berharap sekiranya makalah ini dapat
bermanfaat untuk kita semua. Amin.

Makassar, Juni 2020


Hormat Saya,

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................II

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

BAB II.....................................................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................2

2.1. TES BRODIE TRENDELENBURG................................................................2


2.1.1. Definisi..............................................................................................2
2.1.2. Tujuan...............................................................................................2
2.1.3. Indikasi..............................................................................................3
2.1.4. Prosedur............................................................................................3
2.1.5. Interpretasi........................................................................................3
2.2. ANATOMI VASKULARISASI VENA EKSTREMITRAS BAWAH...................3
2.2.1. Vena Superfisialis Ekstremitas Bawah............................................3
2.2.2. Vena Profunda Ekstremitas Bawah.................................................4
2.3. INSUFISIENSI VENA KRONIS....................................................................5

BAB III..................................................................................................................12

PENUTUP.............................................................................................................12

3.1. KESIMPULAN...........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

Tes Trendelenburg atau tes Brodie-Trendelenburg adalah tes yang dapat


dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan fisik untuk menentukan kompetensi 
katup di vena superfisial dan profunda dari kaki pada pasien. Tes Trendelenburg
juga dapat digunakan untuk menentukan lokasi inkompetensi katup pada pasien
dengan varises juga ditemukan pada pasien dengan insufisiensi vena.1

Varises adalah vena yang berliku dan melebar di jaringan subkutan pada
kaki dan seringkali mudah terlihat. Katup yang bermasalah biasanya tidak
kompeten sehingga terjadi refluks darah, dan hipertensi vena yang dihasilkan
dapat menyebabkan gejala.2

Insufisiensi Vena Kronik (IVK) dideskripsikan sebagai suatu kondisi


ketidakmampuan vena yang berefek terhadap sistem aliran vena pada ektremitas
inferior yang dapat menyebabkan keadaan perubahan tekanan darah tinggi
(hipertensi) di vena yang kemudian mempengaruhi lemak dan kulit di sekitar
pergelangan kaki. 1,3

Keadaan yang sering terjadi adalah pembengkakan kronis, perubahan kulit


yang dapat mengakibatkan perubahan warna kulit menjadi hiperpigmentasi hingga
terbentuknya ulkus. IVK di Amerika 2-5% penduduk terjadi penurunan fungsi
sosial-ekonomi dan penyakit ini meningkat seiring pertambahan umur. Rata-rata
penderita berumur antara 40-59 tahun pada wanita dan 70-79 tahun pada laki-
laki.3

Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks


vena superficial dengan pasien inkompeten katup vena profunda, tes ini sangat
membantu untuk menilai hal tersebut dengan menandakan apabila adanya varises
yang telah kolap dan melebar secara perlahan ialah adanya inkompeten dari vena
superficial namun apabila vena tersebut melebar dengan cepat menandakan
inkompetensi pada katup vena yang lebih dalam atau kelainan katup lain.1,4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tes Brodie Trendelenburg


2.1.1. Definisi
Tes ini pada awalnya dijelaskan oleh Brodie 'di 1846, dan dipopulerkan
oleh Trendelenburg di 1891. Seperti yang awalnya dijelaskan oleh Brodie dan
Trendelenburg, tes ini dirancang hanya untuk menunjukkan ketidakmampuan di
persimpangan saphenofemoral. Namun sejak saat itu, banyak modifikasi telah
terjadi diperkenalkan.5
Tes Trendelenburg atau tes Brodie-Trendelenburg adalah tes yang dapat
dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan fisik untuk menentukan kompetensi
katup pada vena superfisial dan dalam dari tungkai pada pasien dengan varies,
yang prinsipnya aliran vena yang sebelumnya dilakukan penekanan pada vena,
menilai apakah diameter vena tetap atau akan bertambah besar atau justru
besarnya vena berkurang hingga hilang.6

2.1.2. Tujuan
Pemeriksaan ini bertujuan menilai kompetensi katub vena saphena magna
dan vena comunikan. Tungkai mempunyai banyak pembuluh darah balik dengan
fungsi utama adalah mengembalikan darah dari tungkai ke jantung. Dalam vena
terdapat katub satu arah yang mengarahkan darah agar mengalir kembali ke
atrium dan mencegah darah kembali ke bagian proksimal.7
Darah mengalir dari kapiler ke sistem vena superfisial dan profunda
tungkai. Vena superfisial mengalirkan darah ke vena profunda melalui vena
komunikans.Vena superfisial tungkai saling bergabung membentuk vena
safena magna dan bermuara ke vena femoralis. Apabila terjadi inkompetensi
katub vena maka darah akan mengalir kembali ke bagian proksimal vena dan
menyebabkan distensi dan pelebaran vena yang disebut varises.
Dengan melakukan pembendungan vena safena magna, dapat ditentukan lokasi
katub yang inkompeten
2.1.3. Indikasi
Tes Trendelenburg atau tes Brodie-Trendelenburg adalah tes yang dapat
dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan fisik untuk menentukan kompetensi
katup pada vena untuk mendiagnosis varises. Tes Brodie-Trendelenburg
digunakan untuk mendeteksi inkompetensi vena dan untuk membedakan antara
perforator dan inkompetensi vena saphena yang lebih besar.8

2.1.4. Prosedur
Tes ini dilakukan dengan menguras vena ekstremitas bawah superfisial
dengan mengangkat tungkai bawah hingga 45 derajat dan dengan lembut
mengusap tungkai dari kaki sepanjang vena utama. Sebuah tourniquet kemudian
ditempatkan sedekat mungkin dengan theroin dan diaplikasikan dengan cukup
ketat untuk mencegah refluks vena superfisial. Pasien diminta berdiri dan anggota
gerak diperiksa. Jika pembuluh darah distal tetap runtuh selama 15 hingga 30
detik setelah berdiri, tourniquet dilepaskan.9

2.1.5. Interpretasi
Negatif: Tes negatif adalah tes di mana, dengan tourniquet di tempatnya, vena
mengisi dalam periode 30 detik, dan setelah melepas tourniquet, tidak ada
peningkatan tingkat pengisian diamati. Di sini, jelas bahwa tidak ada aliran
retrograde yang terjadi melalui persimpangan saphenofemoral, dan bahwa
pengisian disebabkan oleh ketidakmampuan pembuluh darah yang berkomunikasi.
Positif: Dalam tes Brodie-Trendelenburg positif, ketika pasien berdiri dengan
tourniquet di tempat, varicosities akan tetap melebar sepanjang 30 detik.10

2.2. Anatomi Vaskularisasi Vena Ekstremitas Bawah


2.2.1. Vena Superfisialis Ekstremitas Bawah
Sistem superfisialis terdiri dari vena safena magna dan vena safena parva.
Keduanya memiliki arti klinis yang sangat penting karena memiliki predisposisi
terjadinya varises yang membutuhkan pembedahan. Vena safena magna keluar
dari ujung medial jaringan v. dorsalis pedis. Vena ini berjalan di sebelah anterior
medialis, sepanjang aspek anteromedial betis, pindah ke posterioir selebar tangan
di bealakang patela pada lutut dan kemudian berjalan ke depan dan menaiki 
bagian  anteromedial paha.Pembuluh ini menembus fasia kribriformis dan
mengalir ke vena femoralis pada hiatussafenus. Bagian terminal v.safena magna
biasanya mendapat percabangan superfisialisdari genitalia eksterna dan dinding
bawah abdomen. Dalam pembedahan, hal ini bisamembantu membedakan
v.safena dari femoralis karena satu-satunya vena yangmengalir ke v.femoralis
adalah v.safena.11
Cabang - cabang femoralis anteromedial dan posterolateral  dari  aspek
medial dan lateral paha,  juga mengalir ke v.safena magna di bawah hiatus safenus
V. safena magna berhubungan dengan sistem vena profunda di beberapa
tempatmelalui vena perforantes. Hubungan ini biasanya terjadi di atas dan di
bawah maleolusmedialis, di area gaiter, di regio pertengahan betis, di bawah
lutut,dan satu hubungan  panjang pada paha bawah.11
Katup pada perforator mengarah ke dalam  sehingga darah mengalir dari
sistem superfisialis ke sistem profunda dari mana kemudian darahdipompa keatas
dibantu oleh kontraksi otot betis. Akibatnya sistem profunda memilikitekanan
yang lebih tinggi daripada superfisialis, sehingga bila katup perforatormengalami
kerusakan, tekanan yang meningkat diteruskan ke sistem superfisialissehingga
terjadi varises pada sistem ini.Vena safena parva keluar dari ujung lateral jaringan
v.dorsalis pedis. Vena inimelewati bagian belakang maleolus lateralis dan di atas
bagian belakang betis kemudian menembus fasia profunda pada berbagai posisi
untuk mengalir ke v.poplitea.11

2.2.2. Vena Profunda Ekstremitas Bawah


Vena-vena profunda pada betis adalah v.komitans dari arteri
tibialisanterior dan posterior yang melanjutkan sebagai v.poplitea dan v.femoralis.
Vena profunda ini membentuk jaringan luas dalam kompartemen posterior
betis pleksussoleal dimana darah dibantu mengalir ke atas melawan gaya gravitasi
oleh otot saat olahraga.11
Gambar 2.1 Anatomi Vaskularisasi Vena Ektremitas Bawah

2.3. Insufisiensi Vena Kronis


2.3.1. Defenisi
Insufisiensi Vena Kronik adalah kondisi dimana pembuluh darah tidak dapat
memompa oksigen dengan cukup ( poor blood ) kembali ke jantung
yang ditandai dengan nyeri dan pembengkakan pada tungkai. IVK paling sering
disebabkan oleh perubahan primer pada dinding vena serta katup-katupnya
dan perubahan  sekunder disebabkan oleh thrombus sebelumnya dan kemudian
mengakibatkan reflux, obstruksi atau keduanya.12
Insufisiensi vena kronik adalah kondisi hipertensi vena persisten terutama
pada ekstremitas bawah akibat adanya obstruksi dan atau inkompetensi katup
vena, sehingga aliran darah vena berbalik (refluks vena) pada tungkai yang
kongesti. Insufisiensi vena kronik dapat menimbulkan gejala berupa nyeri, edema,
kram, perubahan warna kulit, dan ulserasi.12

2.3.2. Epidemiologi
Chronic venous insufficiency lebih banyak terjadi pada negara-negara barat
atau negara industry, yang kemungkinan besar disebabkan oleh gaya hidup dan
aktivitas penduduknya. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria,
prevalensinya juga akan meningkat seiring dengan pertambahan usia dengan
prevalensi: Pria muda sebanyak 10% berbanding wanita muda sebanyak 30%,
Pria berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 20% berbanding wanita berusia lebih
dari 50 tahun sebanyak 50%.13

2.3.3. Etiologi
Etiologi insufisiensi vena kronik adalah disfungsi atau inkompetensi katup
vena, baik secara primer maupun sekunder. Inkompetensi primer disebabkan
ketiadaan katup vena bawaan. Sedangkan inkompetensi sekunder disebabkan
kelainan dinding vena akibat varises, obstruksi akibat trauma, dan atau trombosis
vena.14
Etiologi dari insufisiensi vena kronis dapat dibagi 3 yaitu, kongenital,
primer dan sekunder14:
 Penyebab insufisiensi vena kronis yang kongenital adalah pada kelainan
dimana katup yang seharusnya terbentuk di suatu segmen ternyata tidak
terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia), atau pembentukannya tidak
sempurna (displasia), berbagai malformasi vena, dan kelainanlainnya
yang baru diketahui setelah penderitanya berumur.
 Penyebab insufisiensi vena kronis yang primer adalah kelemahan
intrinsik dari dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup yang
terlalu panjang (elongasi) atau daun katup menyebabkan dinding vena
menjadi terlalu lentur tanpa sebab-sebab yang diketahui. Keadaan daun
katup yang panjang melambai (floppy, rebundant) sehingga penutupan
tidak sempurna (daun-daun katup tidak dapat terkatup sempurna) yang
mengakibatkan terjadinya katup tidak dapat menahan aliran balik,
sehingga aliran retrograd atau refluks. Keadaan tersebut dapat
diatasihanya dengan melakukan perbaikan katup (valve repair) dengan
operasi untuk mengembalikan katup menjadi berfungsi baik kembali.
 Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder (insufisiensi vena sekunder)
disebabkan oleh keadaan patologik yang didapat (acquired), yaitu akibat
adanya penyumbatan trombosis vena dalam yang menimbulkan
gangguan kronis pada katup vena dalam. Pada keadaan dimana terjadi
komplikasi sumbatan trombus beberapa bulan atau tahun paska kejadian
trombosis vena dalam, maka keadaan tersebut disebut sindroma post-
trombotic. Pada sindroma tersebut terjadi pembentukan jaringan parut
akibat inflamasi, trombosis kronis dan rekanalisasi yang akan
menimbulkan fibrosis, dan juga akan menimbulkan pemendekan daun
katup (pengerutan daun katup), perforasi kecil-kecil (perforasi mikro),
dan adhesi katup, sehingga akhirnya akan menimbulkan penyempitan
lumen. Kerusakan yang terjadi pada daun katup telah sangat parah tidak
memungkinkan upaya perbaikan. Kejadian insufisiensi vena kronis yang
primer, dan yang sekunder (akibat trombosis vena dalam, dan
komplikasi post-trombotic), dapat terjadi pada satu penderita yang sama
Semua etiologi tersebut akan menyebabkan aliran darah vena berbalik
(refluks) dan hipertensi vena. Hipertensi vena akan menyebabkan disfungsi
kapiler sehingga terjadi peningkatan permeabilitas dan kebocoran cairan, protein,
dan leukosit ke jaringan sekitar. Selain itu, hipertensi vena juga memicu respon
inflamasi, perubahan struktur mikrovaskular, sehingga berujung pada hipoksia
jaringan.14
Faktor risiko terkait CVI meliputi usia (di atas 30 tahun), jenis kelamin,
riwayat varises dalam keluarga, obesitas, kehamilan, menopause, flebitis,
danriwayat cedera tungkai. Terdapat juga faktor lingkungan atau perilaku terkait
dengan CVI, seperti berdiri dan duduk ter- lalu lama. 14 Gangguan vena menahun
tidak mungkin disebabkan karena menyilangkan tungkai atau pergelangan kaki,
meskipun hal ini dapat memperburuk kondisi varises yang telahada.14

2.3.4. Patofisiologi
Keadaan patologis pada vena muncul ketika terjadi peningkatan tekanan
vena dan aliran balik darah terganggu akibat beberapa mekanisme.
Gangguan pada vena ini dapat disebabkan oleh inkompeten katup dari vena 
superficial maupun vena profunda, katup perforator yang inkompeten, obstruksi
vena maupun kombinasi antara beberapa hal tersebut. Faktor-faktor terebut
diperparah dengan adanya disfungsi dari pompa otot pada ekstrimitas bawah.15
Mekanisme ini yang menyebabkan terjadinya hipertensi vena saat berjalan
maupun saat berdiri. Hipertensi vena yang tidak dikoreksi ini yang nantinya akan
membuat perubahan kulit menjadi hiperpigmentasi, fibrosis jaringan subkutan dan
juga dapa tmenyebabkan ulkus. Terdapat beberapa mekanisme yang memiliki
kerterkaitan dengan kegagalan katup pada vena superficial. Hal yang paling sering
terjadi adalah adanya kelainan kongenital yang menyebabkan kelemahan
pada dinding katup vena yang berdilatasi sehingga menyebabkan tekanan rendah
dan terjadilah gagalkatup sekunder.15
Kelainan kongenital pada katup juga dapat menyebabkan inkompeten
katup meski dalam keadaan tekanan darah yang rendah. Vena yang normal dan
katup yang normal juga dapat membengkak akibat pengaruh hormon seperti
hormon-hormon pada kehamilan. Tekanan darah vena yang meningkat nantinya
akan menyebabkan sindrominsufisiensi vena. Pada keadaan normal, terdapat dua
mekanisme tubuh yangmencegah terjadinya hipertensi vena. Pertama, katup
trikuspid pada vena mencegah aliran balik dan perlekatan vena. Deep Vein
Thrombosis sering kali menyumbat katup dan nantinya akan menyebakan
kerusakan irrversibel padakatup.15
Kedua, dalam keadaan ambulasi yang nornal, otot betis menurunkan
tekanan vena sebesar 70% pda ekstremitas bawah. Dengan istirahat, tekanan
kembali menjadi normal selama 30 detik. Pada penyakit vena, dengan bergerak
tekanaan vena hanya menurun sebesar 20%. Ketika ambulasi berhenti, tekanan
padalumen vena menurun secara perlahan dan kembali ke normal dalam beberapa
menit.15

2.3.5. Diagnosis
Diagnosis insufisiensi vena kronik perlu dipikirkan pada pasien dengan
keluhan edema dan perubahan kulit, seperti hiperpigmentasi, ekzema, atrophie
blanche, lipodermatosklerosis, hingga ulkus venosus terutama pada tungkai
bawah.16
Anamnesis
Anamnesis yang perlu digali pada pasien dengan kecurigaan insufisiensi vena
kronik, antara lain: Gejala seperti nyeri, bengkak, adanya ulkus, atau perubahan
warna kulit pada ekstremitas bawah. Riwayat varises, deep vein thrombosis 
flebitis atau trauma tungkai bawah. Gali faktor risiko seperti usia, jenis kelamin,
serta aktivitas fisik seperti terlalu lama berdiri atau duduk, keterbatasan anggota
gerak bawah, dan gaya hidup sedenter. Adanya riwayat kehamilan multipel,
obesitas, atau hipertensi. Riwayat insufisiensi vena atau varises pada keluarga.16

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan pada pasien dengan kecurigaan
insufisiensi vena kronik, meliputi inspeksi kulit dan vena tungkai bawah, palpasi
sepanjang dilatasi vena dan otot betis, pengukuran diameter betis, serta
pemeriksaan spesifik seperti Brodie-Trendelenburg test (atau tes Trendelenburg)
dan ankle brachial index (ABI).17
Inspeksi: Inspeksi yang penting dalam pemeriksaan insufisiensi vena kronik yaitu
inspeksi tungkai bawah dalam posisi berdiri, inspeksi kulit, dan evaluasi ulkus17 :
 Inspeksi tungkai bawah dalam posisi berdiri dilakukan untuk menilai
adanya dilatasi vena superfisial, telangiektasis, varises, serta edema tungkai
bawah (umumnya pitting dan tidak mengenai kaki depan atau forefoot).
 Inspeksi kulit dilakukan untuk menilai adanya hiperpigmentasi,
dermatitis stasis, atrophie blanche, dan lipodermatosclerosis. Atrophie
blanche adalah penyembuhan luka berupa skar putih pada kulit karena
kurangnya suplai darah
 Deskripsikan ulkus: lokasi, ukuran, karakteristik, banyaknya, dan tipe
eksudat yang ada, adanya nyeri dan skalanya, serta dasar ulkus.
Palpasi : Palpasi yang penting dalam pemeriksaan insufisiensi vena kronik yaitu
Palpasi konsistensi otot betis dan pengukuran diameternya, dibandingkan dengan
sisi tungkai yang sehat. Palpasi adanya nyeri tekan sepanjang vena yang
terdilatasi. 17
Pemeriksaan Spesifik
Pemeriksaan spesifik yang perlu dilakukan pada kecurigaan insufisiensi vena
kronik yaitu tes Trendelenburg untuk membedakan inkompetensi atau refluks
vena terjadi superfisial atau dalam, serta pengukuran ankle brachial index (ABI)
untuk menyingkirkan kemungkinan ulkus akibat etiologi arteri (peripheral
arterial disease / PAD).
Tes Trendelenburg : Tes Trendelenburg dilakukan dengan cara:
 Pasien dalam posisi supinasi, fleksi panggul tungkai untuk
mengosongkan vena
 Gunakan torniquet atau lakukan kompresi manual terhadap vena
superfisial untuk mengoklusi vena superfisial
 Pasien diminta berdiri
 Bila terdapat inkompetensi atau refluks vena superfisial, dilatasi
vena superfisial akan muncul setelah >30 detik
 Bila terdapat inkompetensi atau refluks vena dalam atau keduanya,
dilatasi vena akan segera muncul.
Ankle Brachial Index
Evaluasi ankle brachial index (ABI) dilakukan dengan cara18 :
 Mengukur tekanan sistolik pada kedua lengan (arteri brakialis) dan pada
tungkai yang sakit (di kedua arteri kaki : arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis
posterior).
 Pilih angka sistolik tertinggi dari salah satu lengan, dan angka sistolik
tertinggi dari salah satu arteri kaki.
 Bandingkan tekanan sistolik tertinggi pada kaki dengan tekanan sistolik
tertinggi arteri brakialis, hitung hasil sampai 2 angka desimal.
 Nilai ABI normal 0,9-1,4. Kemungkinan terjadi peripheral arterial
disease  jika ABI <0.9, dan peripheral arterial disease berat jika ABI <0,5.
2.3.6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang berperan dalam menegakkan insufisiensi vena
kronik adalah dengan pemeriksaan radiologi, terutama dengan USG duplex.
Meskipun demikian, pencitraan lainnya seperti venografi dan Doppler juga
memiliki peranan dalam mendiagnosis insufisiensi vena kronik.17

a) Ultrasonografi / USG : USG duplex saat ini adalah pemeriksaan pilihan


untuk menegakkan diagnosis insufisiensi vena kronik. Color-flow duplex
dapat membantu menilai aliran darah baik menuju transducer (merah) atau
menjauhi transducer  (biru), sehingga sensitif dan spesifik untuk
mengevaluasi pola refluks vena
b) Venografi dengan kontras masih menjadi standar baku untuk
diagnosis deep vein thrombosis (DVT), namun USG duplex lebih sering
dipilih sebagai pemeriksaan awal karena lebih tidak invasif. USG duplex
sangat tergantung pada kemampuan operator, namun jika digunakan oleh
operator yang ahli dapat memiliki sensitivitas dan spesifitas yang hampir
sama dengan venografi.
c) Phlebografi (Venografi dengan Xray dan Kontras)
Phlebografi adalah metode pencitraan untuk mengevaluasi vena, dengan
menggunakan media kontras dan sinar Xray. Pemeriksaan ini sudah jarang
dilakukan karena sudah tergantikan oleh USG duplex, yang lebih mudah,
cepat, tidak invasif, tidak menggunakan kontras sehingga menghindari
reaksi alergi, serta memiliki ketepatan diagnostik yang sama atau lebih
baik dari phlebografi.
d) Air plethysmography: pengukuran perubahan volume vena dengan
manset/cuff berisi udara yang dipasang di tungkai bawah.
e) Venous occlusion plethysmography: oklusi drainase vena dengan
manset/cuff pada tungkai atas dan manset lain di tungkai bawah
(sebagai strain gauge atau pengukur tegangan) untuk menilai kapasitas
vena dan drainase vena.
f) Computed Tomography (CT) atau Magnetic Resonance Venography
(MRV)
Perkembangan teknologi venografi dengan CT scan atau magnetic
resonance venography (MRV) adalah pencitraan vena (venografi) dengan
kontras, yang perlu direncanakan sedemikian rupa waktunya, agar
memperoleh visualisasi vena yang memadai. CT atau MRV unggul
terutama untuk area yang sulit dievaluasi oleh modalitas lainnya. MRV
adalah pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik untuk mengevaluasi
vena superfisial dan vena dalam pada area tungkai dan pelvis, sekaligus
menemukan penyebab edema tungkai akibat jaringan lunak nonvaskular.
Venografi dengan CT atau MRV dapat dilakukan bila hasil USG duplex
inkonklusif.

2.3.7. Penatalaksanaan

Pengobatan insufisiensi vena kronis pada tungkai pada prinsipnya adalah


usaha memperlancar aliran darah vena tungkai, yaitu dengan cara melakukan
elevasitungkai sesering mungkin, terutama setelah kegiatan berjalan-jalan,
dimana elevasi dilakukan dalam posisi duduk atau berbaring dengan membuat
posisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan posisi tersebut aliran darah vena
akan menjadi lancar dan dilatasi vena tungkai yang berkelok-kelok menjadi
tampak mengempis dan melengkuk, pada posisi tersebut secara subjektif
penderita akan merasa keluhannya berkurang dengan cepat. Beberapa
penetalaksanaan lain yang dapat dilakukan yaitu :19,20,21
a. Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan
hemodinamik dengan varises vena dan mengilangkan edema. Kaus
kaki dengan tekanan 20-30 mmHg (grade II) memberikan hasil yang
maksimal. Pada penelitian didapatkan sekitar 37-47 % pasien yang
menggunakan kaus kaki kompresi selama 1 tahun setelah menderita
DVT mencegah terjadi ulkus pada kaki. Kekurangan penggunaan kaos
kaki adalah harga yang relative mahal, kurangnya pendidikan pasien,
dan kosmetik yang kurang baik.
b. Medikamentosa, beberapa jenis obat dapat digunakan untuk mengobati
insufisiensi vena kronis. Diuretik dapat digunakan untuk mengurangi
pembengkakan. Pentoxifylline untuk meningkatkan aliran darah
melalui pembuluh darah, dapat dikombinasikan dengan terapi
kompresiuntukmembantu menyembuhkan ulkus kaki. Terapi
antikoagulan dapat direkomendasikan untuk orang-orang yang
memiliki masalah belulangdengan pembuluh darah di kaki.
c. Sclerotherapy, digunakan pada pasien dengan usia lanjut, Caranya
dengan menginjeksi bahan kimia kedalam pembuluh darah sehingga
tidak berfungsi lagi . Darah kemudian kembali ke jantung melalui
vena lain dan tubuh menyerap pembuluh darah yang terluka.
d. Operasi, pembedahan dapatdigunakan untuk mengobati chronic
venous insufficiency meliputi :
 Ligasi : Vena yang rusak diikat sehingga darah tidak melewati
vena tersebut. Jika vena atau katup rusak berat, pembuluh
darah akan diangkat(vein stripping).
 Surgical repair : Vena atau katup diperbaiki dengan operasi,
melalui sayatan terbuka atau dengan penggunaan kateter.
 VeinTransplan :Mengganti pembuluh darah yang rusak dengan
pembuluh darah sehat dari bagian tubuh yang lain.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Insufisiensi vena kronik merupakan masalah yang memiliki dampak secara
langsung terhadap individu dan sistem pelayanan kesehatan. Disfungsi dari
struktur vena dapat menyebabkan terjadinya hipertensi vena dan akhirnya
mengarah ke Insufisiensi. Gejala yang timbul dari IVK dapat berupa perubahan
warna kulit dari hanya eritema hingga ulkus.
Keluhan utama pasien dengn IVK adalah munculnya kram terutama jika
pasien banyak berjalan. Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang berupa
invasive maupun noninvasive yang membantu penegakan diagnosis Insufisiensi
vena kronik Pengobatan dari IVK tergantung pada tingkat keparahan penyakit.
Penanganannya dipertimbangkan berdasarkan keadaan anatomi dan patofisiologi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Eberhardt, R.T. and J.D. Raffetto, Chronic venous insufficiency. Circulation,


2014. 130(4): p. 333-346.
2. Campbell WB, Decaluwe H, MacIntyre J, Thompson JF, Cowan AR. Most
patents with varicose veins have fears or concerns about the future, in
addition to their presenting symptoms. Eur J Vasc Endovasc Surg
2006;31:332-4.
3. Raju, S. & Neglen , P., 2010. Chromic Venous Insufficiency and
VaricouseVein. The New England Journal of Medicine, pp. 2319-27
4. Weiss, R. Venous Insufficiency. 2018 Oct 22. 
5. Brodie, Sir B.: Lectures IU.lustrative of Various Subjects in Pathology and
Surgery, 7, 411. 1846. don, Longmans Green & Co.
6.  "Assessing the Lower Extremities in the Geriatric Patient: Assessment of
Lower Extremity Circulation". Medscape. Retrieved 2011-12-28.
7. Karch LA, Sumner DS. Invasive methods of diagnosing venous disease. In:
Ernst CB, Stanley JC, eds. Current Therapy in Vascular Surgery. St. Louis:
Mosby; 2001:825– 828
8. Kim J, Richards S, Kent PJ. Clinical examination of varicose veins: a
validation study. Ann R Coll Surg Engl 2000;82:171– 175
9. Browse NL, Burnand KG, Irvine AT, et al. Diseases of the Veins. 2nd ed.
London: Arnold Publishers; 1999:169–189
10. Lawes, C. H. W.: Some Recent Views on Varicose Veins of the Lower Limb.
Med. J. of Australia, I, 509, April I3, I940.
11. Price, S. A. & Wilson, M. L., 2006.
Patofisiologi : Konsep Klinis Perjalanan Penyakit. s.l.:s.n
12. Willenberg, T., Schumacher, A., Vesti, B. A. & Jacomella , V., 2010.Impact
of obesity on venous hemodynamics of the lower limbs.J VascSurg, pp. 664-
8.
13. Ruckley, C.V., et al., Chronic venous insufficiency: clinical and duplex
correlations. The Edinburgh Vein Study of venous disorders in the general
population. J Vasc Surg, 2002. 36(3): p. 520-5.
14. Mansilha, A. and J. Sousa, Pathophysiological Mechanisms of Chronic
Venous Disease and Implications for Venoactive Drug Therapy. International
journal of molecular sciences, 2018. 19(6): p. 1669.
15. R., S., 2012. Chronic venous insufficiency : epidemiology. Bratisl Lek Listy,
pp. 166-168
16. Tsai, S., et al., Severe chronic venous insufficiency: magnitude of the
problem and consequences. Ann Vasc Surg, 2005. 19(5): p. 705-11
17. Santler, B. and T. Goerge, Chronic venous insufficiency–a review of
pathophysiology, diagnosis, and treatment. JDDG: Journal der Deutschen
Dermatologischen Gesellschaft, 2017. 15(5): p. 538-556
18. Aboyans V, Criqui MH, Abraham P, et al. Measurement and Interpretation of
the Ankle-Brachial Index: A Scientific Statement From the American Heart
Association. Circulation, 2012. 126(24): 2890–2909.
19. Curri SB. Changes of cutaneous microcirculation from elasto-compression in
chronic venous insufficiency. In: Davy A, Stemmer R, editors. Phlebology.
Montrouge, France: John Libbey Eurotext;1989
20. Jusi dan Djang, 2010. Dasar-dasar ilmu bedah vaskuler. Edisi kelima.
Jakarta: FKUI. Hal : 85,204-255
21. Karakata, Sumiardi dan Bachsinar B, 1996. Bedah Minor. Jakarta:
Hipokrates. Hal :158-161

Anda mungkin juga menyukai