Anda di halaman 1dari 29

DEPARTEMEN RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2021


UNIVERSITAS HASANUDDIN

GAMBARAN RADIOLOGI
ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)

DISUSUN OLEH:

Hasyemi Rafsan Zani C014202081


Nursyahidah Idris C014202080
Ainani Adlina Nurramadhani C014202201
Frederick Wirawan C014202170
Andi Azizul Nukita R C014202233
Nurul Izzah Binti Arifin C014202131
Rifqi Ramdhani Dwi P C014202060

Pembimbing Residen
dr. A. Helgasari Nurlan

Pembimbing Supervisor
dr. Sri Muliati, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Hasyemi Rafsan Zani C014202081


Nursyahidah Idris C014202080
Ainani Adlina Nurramadhani C014202201
Frederick Wirawan C014202170
Andi Azizul Nukita R C014202233
Nurul izzah Binti Arifin C014202131
Rifqi Ramdhani Dwi P C014202060

Judul Referat: Gambaran Radiologi Atrial Septal Defect (ASD)


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, November 2021

Dosen Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Sri Muliati, Sp.Rad dr. A.Helgasari Nurlan

Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Mahasiswa Departemen Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

dr. Nur Amelia Bachtiar, MPH, Sp.Rad

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 2

2.1 Anatomi Jantung ........................................................................................ 2

2.2 Atrial Septal Defect .................................................................................... 5

2.2.1 Definisi ..................................................................................... 5

2.2.2 Insidensi dan Epidemiologi ...................................................... 5

2.2.3 Patofisiologi ............................................................................. 6

2.2.4 Manifestasi Klinis .................................................................... 7

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang ........................................................... 8

2.2.6 Gambaran Radiologi X-Ray Atrial Septal Defect .................. 13

2.2.7 Diagnosis Banding ................................................................. 16

2.3 Contoh Kasus ........................................................................................... 21

BAB III PENUTUP.....................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan kongenital yang paling


umum dan penyebab kematian tersering dari seluruh kelainan kongenital.1 Penyakit
jantung bawaan adalah suatu abnormalitas struktur dan fungsi sirkulasi jantung yang
muncul pada saat lahir.1 Tanda dan gejala klinis neonatus dengan penyakit jantung
bawaan pada beberapa jam atau hari pasca lahir umumnya tidak jelas, tetapi juga
terdapat sebagian neonatus dengan kelainan jantung bawaan sudah menunjukkan
tanda dan gejala kritis sejak awal kelahiran.2
Insidensi penyakit jantung bawaan masih cukup banyak ditemukan di
berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Berbagai penelitian menunjukkan
insidensi PJB berkisar antara 6-10 dari 1000 kelahiran hidup, dengan rerata 8 per
1000 kelahiran hidup. Secara garis besar, penyakit jantung bawaan dapat dibedakan
menjadi PJB asianotik dan PJB sianotik dengan insidensi PJB asianotik sebesar 75%
dari semua kasus PJB dan 25% sisanya merupakan kelompok PJB sianotik.3
ASD merupakan kelainan kongenital kedua tersering pada persalinan
(9,8%) setelah (Ventricular Septal Defect) VSD (30,5%).Dalam 20-30 tahun terjadi
kemajuan pesat dalam diagnosis dan pengobatan 2penyakit jantung kongenital
pada anak-anaksehingga kebanyakan anak-anak dengan penyakit jantung
kongenital dapat bertahan hidup hingga dewasa.4
ASD dianggap sebagai salah satu cacat jantung bawaan (PJB) yang paling
umum ditemukan pada orang dewasa. Perkiraan prevalensi ASD pada orang dewasa
adalah 0,88 per 1000 pasien. Seringkali, alasan bahwa lesi ini tidak terdeteksi lebih
cepat adalah karena banyak pasien tidak menunjukkan gejala sampai dekade kedua
hingga keempat kehidupan, suatu waktu setelah peningkatan aliran darah paru dapat
menyebabkan remodeling pembuluh darah paru dan akhirnya mempengaruhi arah
shunt dan perfusi organ akhir.5

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Jantung

Gambar 1. Anatomi Jantung


Jantung atau cor merupakan organ muskular yang berbentuk konus
sebesar kepalan tangan, bertumpu pada diafragma thoracis dan berada di antara
kedua pulmo bagian kaudalis. Jantung dibungkus oleh selaput yang disebut
perikardium dan menempati mediastinum medium. Letak jantung sedemikian
rupa sehingga puncaknya menghadap ke arah caudoventral sinistra, 2/3 bagian
jantung berada di sebelah sinistra linea mediana. Pada orang dewasa ukuran
jantung yaitu panjang 12 cm, lebar 8-9 cm dan tebal 6 cm. Dinding jantung terdiri
dari 3 lapisan yaitu, lapisan superfisial atau epicardium, lapisan intermedia atau
myocardium, dan lapisan profunda atau endocardium. Organ jantung memiliki 4
ruang yaitu 2 ruang yang memiliki dinding tipis yang disebut atrium dan 2 ruang
yang berdinding tebal yang disebut ventrikel.6
• Atrium
Atrium kanan, memiliki fungsi sebagai penampung darah dari seluruh
tubuh yang kaya akan kardon dioksida. Darah tersebut mengalir masuk atrium
melalui vena cava superior, vena cava inferior, serta sinus koronarius yang

2
berasal dari jantung itu sendiri. Darah tersebut kemudian dipompa masuk ke
dalam ventrikel kanan.
Atrium kiri, menampung darah yang berasal dari kedua paru dan kaya
akan oksigen. Darah ini mengalir melalui 4 buah vena pulmonalis. Darah
kemudian dipompa masuk ke ventrikel kiri.
• Ventrikel
Ventrikel kanan, menerima darah dari atrium kanan dan selanjutnya
akan dipompakan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis.
Ventrikel kiri, menerima darah dari atrium kiri dan selanjutnya akan
dipompa ke seluruh tubuh melalui aorta.6
Pada permukaan ventrikel terdapat alur-alur otot yang disebut trabekula,
dan terdapat beberapa alur yang menonjol yang disebut muskulus papillaris.
Ujung muskulus papillaris berhubungan dengan tepi daun katup atrioventrikuler
melalui serat-serat yang disebut korda tendinae.6 Diantara ruang-ruang jantung
terdapat struktur penghubung yang disebut katup. Katup yang menghubungkan
antara atrium dengan ventrikel disebut katup atrioventrikuler. Katup ini terdiri
dari 2 jenis, yaitu katup tricuspid yang menghubungkan antara atrium kanan
dengan ventrikel kanan dan terdiri dari 3 katup. Katup lainnya ialah katup
bikuspidalis yang berada diantara atrium kiri dengan ventrikel kanan dan
memiliki 2 katup.6
Jantung merupakan salah satu organ yang berada di mediastinum.
Mediastinum sendiri merupakan struktur yang terletak di bagian tengah ruang
thoraks, berada di antara pleura parietalis sinistra dan pleura parietalis dekstra.
Mediastinum ini meluas dari bagian ventral sampai columna vertebralis di bagian
dorsal. Sangat penting untuk mengetahui struktur anatomi mediastinum dan
cardiac outline pada gambaran radiologi untuk mendeteksi adanya abnormalitas
pada suatu foto x-ray thorax. Struktur anatomi pada sisi kiri dari superior ke
inferior terdiri dari vena brachiocephalic sinistra, aortic knop, arteri pulmonalis
sinistra, aurikel atrium kiri dan vebtrikel kiri. Pada sisi kanan dari superior ke
inferior terdiri dari vena brachiocephalic dextra, vena cava superior, arteri

3
pulmonalis dextra, atrium kanan, dan vena cava inferior. Pada bagian
mediastinum juga akan terlihat cabang bronkus atau karina akan terlihat setinggi
Thoracal IV saat expirasi dan setinggi thoracal VI pada saat inspirasi. Pada
mediastinum juga dilakukan evaluasi ada tidaknya limfadenopati atau massa
pada daerah tersebut. Pada penilaian mediastinum harus digaris bawahi bahwa
posisi hilus kiri lebih tinggi 1-2 cm dibandingkan hilus kanan.7

Gambar 2. Anatomi Radiologi Jantung

Pada pemeriksaan radiologi organ jantung biasanya dilakukan


pengukuran bayangan jantung yang biasa disebut Cardiothoracic Ratio.
Cardiothoracic ratio (CTR) adalah perbandingan antara diameter transversal
jantung dengan diameter transversal thorax. Pengukuran ini digunakan untuk
mendeteksi adanya kardiomegali. Normalnya CTR adalah <0,5 atau <50%. Bila
ukuran lebih dari 0,5 atau 50% maka menunjukkan adanya kardiomegali.
Densitas cor atau jantung pada foto x-ray thoraks adalah water density.8
Di bagian luar jantung terdapat selaput yang mengelilinginya yang
disebut perikardium. Perikardium terdiri dari 2 jenis yaitu, perkardium visceralis
yang melekat pada miokardium dan perikardium parietalis yang berada di bagian
luar jantung. Perikardium parietalis terdiri dari jaringan elastis dan kolagen serta
vili-vili penghasil cairan perikard yang mengandung elektrolit, protein, dan limfe
dan memiliki fungsi sebagai lubrikan. Perikardium memiliki fungsi untuk
mempertahankan letak anatomis jantung, mengurangi gesekan antara jantung

4
dengan struktur-struktur disekitarnya. Selain itu perikardium juga mencegah
perubahan letak jantung dan terjadinya lekukan dari pembuluh-pembuluh darah
besar dan mungkin memperlambart penyebaran infeksi dari paru-paru dan rongga
pleura ke jantung. Pada kondisi normal, saccus atau ruang antara perikardium
berisi cairan serous dengan volume antara 15-50 ml. Perikardium ini
memungkinkan ekspansi ventrikel tanpa hambatan selama diastole. Dalam
kondisi normal, pericardium ini tidak terlihat pada foto thorax.9

2.2 Atrial Septal Defect


2.2.1. Definisi
Atrial Septal Defect (ASD) merupakan penyakit jantung bawaan
yang terjadi karena terdapat defek pada septum interatrial yang
memisahkan atrium kanan dan kiri gagal menutup sepenuhnya sehingga
terjadi hubungan secara langsung antar keduanya. Defek pada septum
akan menyebabkan bercampurnya darah dari sirkulasi sistemik dan
sirkulasi pulmonal.10 Aliran darah pasif melalui jantung didorong oleh
perbedaan tekanan. Darah mengalir melintasi katup jantung atau lubang
lain dari satu ruang dari tekanan tinggi ke rendah. Pada defek septum
atrium, biasanya ada tekanan yang lebih tinggi di atrium kiri
dibandingkan dengan atrium kanan, sehingga darah mengalir (atau shunt)
dari kiri ke kanan. Rekomendasi medis/bedah untuk penutupan ASD
terutama bergantung pada karakteristik defek itu sendiri (ukuran, lokasi),
gejala atau keterbatasan yang terkait dengan defek, dan preferensi pasien
dan dokter.10

2.2.2. Insidensi dan Epidemiologi


Defek septum atrial pada bayi dan anak merupakan kelainan jantung
bawaan dengan angka kejadian 1 dari 1500 kelahiran hidup dan merupakan
5-10% dari semua.11 Tiga jenis utama dari defek septum atrium (ASD)
menyumbang 10% dari semua penyakit jantung bawaan dan sebanyak 20-
40% dari penyakit jantung bawaan yang muncul di masa dewasa. Jenis

5
ASD yang paling umum termasuk yang berikut:

• Ostium sekundum: Jenis ASD yang paling umum terhitung 75%


dari semua kasus ASD, mewakili sekitar 7% dari semua cacat
jantung bawaan dan 30-40% dari semua penyakit jantung bawaan
pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun.

• Ostium primum: Jenis ASD kedua yang paling umum


menyumbang 15-20% dari semua ASD.

• Sinus venosus: Yang paling tidak umum dari ketiganya, sinus


venosus (SV) ASD terlihat pada 5-10% dari semua ASD.

Demografi terkait usia dan jenis kelamin. ASD terjadi dengan rasio
perempuan-laki-laki sekitar 2:1.

Pasien dengan ASD dapat asimtomatik melalui masa bayi dan masa
kanak-kanak, meskipun waktu presentasi klinis tergantung pada derajat
pirau kiri-ke-kanan. Gejala menjadi lebih umum dengan bertambahnya
usia. Pada usia 40 tahun, 90% pasien yang tidak diobati memiliki gejala
dispnea saat beraktivitas, kelelahan, palpitasi, aritmia berkelanjutan, atau
bahkan bukti gagal jantung.12

2.2.3. Patofisiologi
Proses septasi atrium dimulai pada minggu keempat kehamilan. Septasi
dimulai dengan pertumbuhan septum atrium primer (septum primum) dari
bagian atas atrium primitif ke arah kaudal menuju bantalan endokardium.
Ujung kaudal septum primum ditutupi oleh sel-sel mesenkim yang berasal
dari endokardium embrionik. Saat septum primum tumbuh dan menempel
pada bantalan endokardium atrioventrikular, septum primum menutup dan
akhirnya ostium primum menghilang. Setelah bagian tepi dari septum primum
menempel di anterior ke bantalan atrioventrikular, atrium primitif dibagi
menjadi atrium kanan dan kiri. Septum primum di bagian dorsal menempel
pada tonjolan mesenkim dorsal. Saat ostium primum menutup, kematian sel
terjadi di dorsal septum primum, membentuk ostium sekundum. Septum
sekundum terbentuk dari bagian atas atrium di sebelah kanan septum primum.
6
Saat ia tumbuh secara kaudal dan menutupi sebagian ostium sekundum, ruang
yang terbentuk antara septum primum dan septum sekundum membentuk
foramen ovale. Pada janin, foramen ovale memungkinkan darah yang kaya
oksigen melewati paru-paru dengan mengalir langsung dari atrium kanan ke
atrium kiri. Ketika anak lahir dan mulai bernapas, perubahan resistensi
pembuluh darah paru dan penurunanan tekanan yang dihasilkan oleh atrium
kanan memungkinkan septum primum menutup foramen ovale.13

Normalnya, tekanan di atrium kanan secara signifikan lebih rendah


daripada atrium kiri; oleh karena itu, darah mengalir dari atrium kiri ke atrium
kanan menyebabkan shunt dari kiri-ke-kanan. Ukuran defek menentukan
seberapa signifikan shunt yang terjadi. Shunt yang signifikan memiliki rasio
aliran pulmonal (Qp) terhadap aliran sistemik (Qs) lebih besar dari 1,5:1
(Qp/Qs > 1,5). Kelebihan volume yang kronis karena aliran darah paru yang
tinggi menyebabkan remodeling pembuluh darah paru. Apabila remodeling
pembuluh darah paru terjadi, lapisan otot polos meningkat di dinding
pembuluh darah hingga menyebabkan resistensi aliran di sirkulasi paru turut
meningkat. Dikarenakan terjadinya peningkatan resistensi pembuluh darah
dan peningkatan tekanan paru maka terjadilah hipertensi pulmonal. Setelah
tekanan paru sama dengan tekanan sistemik, shunt yang melintasi ASD
membalik, dan darah terdeoksigenasi mengalir ke atrium kiri secara sistemik.
Ketika pembalikan shunt melintasi ASD terjadi karena hipertensi pulmonal,
suatu kondisi yang dikenal sebagai sindrom Eisenmenger berkembang.14

2.2.4. Manifestasi Klinis

Defek septum atrium (DSA) sering asimtomatik. Murmur yang khas


adalah murmur ejeksi sistolik yang halus di area pulmonal (ruang interkostal
kedua) dikombinasikan dengan pemisahan S2 yang lebar dan tetap. Banyak
kasus DSA tidak terdiagnosis sampai dewasa; oleh karena itu, pengobatan,
terutama untuk defek yang besar, sering tertunda. Defek besar yang tidak
diobati dapat menyebabkan intoleransi olahraga, disritmia jantung, palpitasi,

7
peningkatan insiden pneumonia, hipertensi pulmonal, dan peningkatan
mortalitas. Sindrom Eisenmenger adalah komplikasi yang jarang, tetapi parah
dari DSA yang tidak diobati karena terjadinya remodeling vaskular yang
disebabkan oleh aliran berlebih yang kronis (shunt kiri-ke-kanan). Ketika
resistensi vaskular meningkat, tekanan atrium kanan mendekati sistemik.
Ketika tekanan atrium kanan melebihi tekanan sistemik, terjadi pembalikan
aliran shunt. Secara klinis pasien sindrom Eisenmenger dapat terjadi sianosis
kronis, peningkatan resistensi pembuluh darah paru, dispnea saat beraktivitas,
sinkop, dan lebih rentan terhadap infeksi.15
Pasien dengan defek jantung yang lebih kecil (kurang dari 5 mm)
mungkin tidak mengalami sebarang gejala sementara pasien dengan defek
yang berkisar antara 5 hingga 10 mm gejala akan muncul pada dekade
keempat atau kelima kehidupan. Pasien dengan defek yang lebih besar
gejalanya akan muncul lebih cepat, pada dekade ketiga kehidupan.[12] Pasien
mungkin datang dengan dispnea, kelelahan, intoleransi olahraga, palpitasi
atau tanda-tanda gagal jantung sisi kanan. Sekitar 20% pasien dewasa
mengalami takiritmia atrium sebelum operasi.15

2.2.5. Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan Radiologi
a) Foto Thoraks
Pemeriksaan foto Jika jantung membesar atau hipertensi
pulmonal ada, itu mungkin yang disebabkan oleh ASD. Jika kita
mencurigai sebuah ASD kita harus memperhatikan hal-hal berikut ini:

• Jantung mungkin membesar. Penentuan CTR yaitu dengan


membandingkan lebar thorax dan lebar dari pada jantung. Jika diameter
jantung lebih besar daripada diameter thorax, itu adalah pembesaran
jantung

• Perhatikan bentuk jantung.pertama, perhatikan apexnya yang mana


sering terjadi pembesaran pada ventrikel kanan dan kadang- kadang
terlihat jelas diafragma terangkat. Selanjutnya lihat batas dari jantung

8
kanan. Karena atrium kanan membesar, batas dari jantung kanan terlihat
lebih lebar dari normalnya.

• Perhatikan posisi dari jantung dengan membandingkan pada posisi dari


vertebra. Pada ASD, jantung kadang bergeser ke kiri dan terlihat juga
ke tepi kanan dari columna vertebra

• Perhatikan tonjolan dan lengkungan aorta. Itu sering mengecil jika ASD
ada, karena darah dialirkan melalui atrium kanan, tidak melaluiaorta.16

• Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP


menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus
pulmonalis yang menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan
corakan vaskularisasi paru yang prominent sesuai dengan besarnya
pirau.4 Sehingga pulsasi ventrikel kanan merambat sampai ke hilus.
Makin besar defeknya, makin kecil jumlah darah yang mengalir ke
ventrikel kiri, karena sebagian besar darah dari atrium kiri mengalir ke
atrium kanan melalui defek. Aorta menjadi kecil, hampir sukar dilihat,
sedangkan arteri pulmonalis menjadi 3- 5 kali lebih besar. Pembuluh
darah hilus melebar demikian juga cabang- cabangnya. Lambat laun
pembuluh darah paru bagian tepi menyempit dan tinggal pembuluh dari
sentral (hilus) saja yang melebar. Bentuk hilus lebar, meruncing ke
bawah berbentuk sebagai tanda koma terbalik.17

9
Gambar 3. Gambaran Thoraks PA pada ASD: sedikit peningkatan pada arteri
pulmonalis dengan ukuran jantung normal.
b) CT Scan
Pemeriksaan dengan CT scan jantung memerankan peran
penting dalam mengevaluasi pasien dengan penyakit jantung bawaan.
CT scan dapat digunakan untuk menilai aorta, arteri pulmonal, vena
pulmonal, ruang-ruang jantung dan hubungan arteriventrikular,
hubungan antara bronkus lobus atas dan arteri pulmonal, arteri
coroner, katup, vena sistemik (vena cava superior, vena cava inferior,
vena hepatik) secara sistematis.18 CT jantung memberikan kualitas
gambar yang sangat baik pada atrium septum yang dapat
direkonstruksi untuk memberikan gambaran tiga dimensi dari defek
yang non-geometris.18
c) Magnetic Resonance Imaging (MRI) Jantung
MRI digunakan untuk kuantitatif volume ventrikel, fungsi
jantung, shunt dan fraksi regurgitasi. Pemeriksaan ini dapat
memberikan penilaian bagi arterial pulmonalis extracardiac dan vena.5
Hasil dari MRI dapat menunjukkan kuantifikasi yang akurat dari
regurgitasi katup sebagai contoh asesmen terhadap regurgitasi
pulmonalis dan fungsi ventrikel kanan. Namun, utilitasnya dibatasi
oleh radiologi di lapangan dalam penyakit jantung bawaan akan tetapi
pemeriksaan ini semakin diunggulkan kerana ia dapat memberikan
informasi yang lebih terperinci dan berguna dalam menentukan
kepastian sesuatu diagnosis penyakit jantung bawaan yang
kompleks.19

Dengan satu kali pemeriksaan, struktur LV, perfusi, dan


kelangsungan hidup dapat dievaluasi dengan tingkat ketelitian yang
tinggi sambil menghindari efek potensi berbahaya dari radiasi pengion
dan agen kontras nefrotoksik.19
2) Elektrokardiogram (EKG)
Elektrokardiogram dapat menunjukkan ciri anatomi dan
hemodinamik melalui perubahan dalam morfologi QRS dan T-wave.
10
Kita juga dapat cari tanda-tanda pembesaran ruang jantung seperti
hipertropi atrial atau ventrikular serta melalui pemeriksaan ini kita
dapat kaji ada tidaknya bundle branch block. Melalui pemeriksaan ini
dari kadar dan irama, pertimbangankan denyut atrium dengan blok
variabel jika ada kadar konstan 100 atau 150/menit karena mudah
disalah diagnosis dengan „sinus rhythm‟. Direkomendasikan bahwa
13- lead ECG dilakukan pada pasien pediatri, termasuk sama ada lead
V3R atau V4R atau kedua-duanya yang merupakan faktor penting
untuk evaluasi hipertropi ventrikular kanan.5 Hipertrofi ventrikuler
dapat memberikan hasil dengan adanya peningkatan voltase pada
gelombang R dan S. Walau bagaimana pun, dalam menentukan
diagnosis dengan hipertrofi ventrikuler tidak boleh hanya
berlandaskan perubahan voltase saja karena dinding jantung pada
infant, anak dan dewasa relatif tipis.20

Elektrokardiografi Gambaran EKG penting dalam membantu


diagnosis defek septum sekundum. Elektroardiogram menunjukkan
pola RBBB pada 95% kasus defek septum sekundum, yang
menunjukkan terdapatnya beban volume ventrikel kanan. Pada defek
septum atrium deviasi sumbu QRS ke kanan ( right axis deviation)
yang membedakannya dari defek septum atrium primum yang
menunjukkan deviasi sumbu (left axis deviation).20
3) Echocardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi merupakan noninvasif yang paling
akurat dan terbaik untuk mendefinisikan ciri morfologi ruang
intrakardia, katup jantung, dan intrakardia shunt.5 Pemeriksaan ini
dapat digunakan untuk evaluasi struktur jantung pada lesi kelainan
bawaan, estimasi tekanan intrakardia dan gradien di seluruh katup dan
pembuluh stenosis dan pembuluh, mengukur fungsi kontraktil jantung
(baik sistolik maupun diastolik), dan tentukan arah aliran yang
melintasi defek, memeriksa integritas arteri coroner, serta dapat
deteksi vegetasi dari endokarditis, perikardial fluid dan tumor jantung.

11
Dengan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis yang mencukupi, kita
dapat mengarahkan untuk melakukan pemeriksaan ekokardiografi.
Walaubagaimana pun, pemeriksaan pencitraan pada dewasa ini ada
batasnya karena echogenic windows yang buruk.20
Terdapat beberapa jenis ekokardiografi antaranya adalah
ekokardiografi transtorakal, Doppler dan transesofageal yang
terutamanya dapat memberikan gambaran pada penyakit jantung
bawaan. Ekokardiografi transtorakal dapat menentukan lokasi, jenis
dan besarnya defek, dimensi atrium kanan, ventrikel kanan dan dilatasi
arteri pulmonalis. Pada pemeriksaan doppler dapat dilihat pola aliran
shunt, manakala pada ekokardiografi transtorakal apabila tidak jelas,
maka dapat dilakukan ekokardiografi transesofageal dengan
memasukan transduser ke esofagus.20
Ekokardiografi Dengan menggunakan ekokardiografi trans
torakal (ETT) dan Doppler berwarna dapat ditentukan lokasi defek
septum, arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan, keterlibatan
katup mitral misalnya prolaps yang memang sering terjadi pada DSA.
Ekokardiografi trans esophageal (ETE) sangat bermanfaat bila,dengan
cara ini dapat dilakukan pengukuran besar defek secara presisi,
sehingga dapat membantu dalam tindakan penutupan DSA perkutan,
juga kelainan yang menyertai.20
4) Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung dapat membantu dalam diagnosis awal
penyakit jantung bawaan yang kompleks seperti Tetralogi of Fallot
dengan atresia pulmonal dan major arteri kolateral aortapulmonal,
atresia pulmonal dengan ventrikel septum intak dan coronary
sinusoids.17 Pemeriksaan ini dapat mengukur data hemodinamik dan
mengukur shunt serta bagi memfasilitasi prosedur transkateter
perkutan seperti oklusi pada ASD. Dengan populasi yang menua,
kebanyakkan pasien dengan penyakit jantung bawaan perlu menjalani
angiografi koroner karena prosedur bedah mungkin diperlukan.19

12
Kateterisasi jantung Dengan tersedianya alat ekokardiografi
dan doppler, terdapat 2 hal penting dalam diagnosis dan
penatalaksanaan defek septum atrium. Pertama, lebih banyak pasien
dengan defek septum sekundum yang diagnosisnya dapat ditegakkan
pada masa bayi dan anak kecil. Kedua, diagnosis anatomik dan
fisiologis yang akurat dengan ekokardiografi dan doppler
memungkinkan kateterisasi jantung., kateterisasi hanya dilakukan
apabila terdapat keraguan akan adanya penyaki penyerta atau
hipertensi pulmonal.19

2.2.6. Gambaran Radiologi X-Ray Atrial Septal Defect

Defek pada sekat atrium dapat terjadi pada septum primum yang
tidak menutup atau pada septum sekundum (foramen ovale) secara
sempurna. Pada kebocoran jantung dengan arah arus dari kiri ke kanan
(L-R shunt), hilus membesar, tebal dan nampak pulsasi hilus. Pulsasi ini
disebut hilar dance yang terjadi karena arteri pulmonalis penuh darah dan
melebar, sehingga pulsasi ventrikel kanan merambat sampai ke hilus yang
dapat terlihat pada kedua hilus dengan fluoroskopi.21
Darah dari atrium kiri mengalir ke atrium kanan yang akan masuk
ke ventrikel kanan lalu ke arteri pulmonalis yang menyebabkan
terjadinya dilatasi pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis sehingga
darah yang masuk ke ventrikel kiri berkurang. Makin besar defeknya,
maka darah yang mengalir ke ventrikel kiri makin sedikit sehingga aorta
menjadi kecil sukar dilihat sedangkan arteri pulmonalis menjadi 3-5 kali
membesar. Pembuluh darah hilus melebar demikian juga cabang-
cabangnya, lama kelamaan pembuluh darah tepi menyempit tinggal
pembuluh darah hilus (sentral) yang melebar, meruncing ke bawah
berbentuk tanda koma terbalik.22
Gambaran ini menunjukkan adanya tekanan yang meninggi dari
pembuluh darah paru yang menyebabkan hipertensi pulmonal yang akan
membawa perubahan pada arah kebocoran karena tekanan pada atrium
13
dan ventrikel kanan yang berangsur menjadi tinggi ( R-L shunt). Pada
awalnya tidak sianotik,tetapi dengan pembalikan arah arus penderita
menjad sianosis yang disebut dengan Sindrom Eisenmenger. 21,22,23
Gambaran foto thorax pada ASD bergantung dengan atau tanpa
adanya hipertensi pulmonal. ASD tanpa hipertensi pulmonal pada foto
thorax PA menunjukkan :
• Jantung membesar ke kiri dengan apex di atas diafragma.
• Hilus melebar.
• Arteri pulmonalis dan cabangnya melebar.
• Vena pulmonalis tampak melebar di daerah suprahilar dan
sekitar hilus, sehingga corakan paru meningkat.
• Konus pulmonalis tampak menonjol.
• Arcus aorta tampak mengecil.

Gambar 4. Pembesaran jantung dan corakan vascular


paru meningkat

Pada foto thorax lateral kiri tampak ventrikel kanan membesar


(ruang retrosternal terisi), tidak tampak pembesaran ventrikel kiri
maupun atrium kiri. Sedangkan ASD dengan hipertensi pulmonal pada
foto thorax PA menunjukkan :

14
• Jantung membesar ke kiri dan kanan
• Hilus sangat melebar di bagian sentral dan menguncup ke arah
tepi.
• Konus pulmonalis sangat menonjol.
• Aorta kecil.
• Pembuluh darah paru berkurang.
• Bentuk torak emfisematous (barrel chest).

Gambar 5. ASD dengan hipertensi pulmonal

Pada foto thorax lateral kiri tampak pembesaran ventrikel


kanan yang menempel jauh ke atas sternum. Tidak tampak
pembesaran ventrikel kiri. Atrium kiri normal atau kadang membesar
disertai hilus berukuran besar. Pada foto thorax AP biasanya tampak
jantung yang hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru yang
meningkat sesuai dengan besarnya pirau.

15
2.2.7. Diagnosis Banding

1. Ventricular Septal Defect (VSD)


Kelainan kongenital ini paling sering dijumpai pada anak-anak
dimana terjadi kebocoran di septum interventrikular. Kebocoran ini
terjadi karena keterlambatan dalam pertumbuhan. Biasanya terjadi di
pars muskularis atau di pars membranacea dari septum. Darah dari
ventrikel kiri mengalir melalui defek ke dalam ventrikel kanan (L-R
shunt). Bersama-sama darah yang datang atrium kanan, darah di
ventrikel kanan jumlahnya menjadi bertambah besar, seluruh
pembuluh darah arteri pulmonalis beserta pembuluh darah paru
melebar. Arteri pulmonalis menonjol, aorta menjadi kecil karena darah
yang seharusnya ke aorta mengalir kembali ke ventrikel kanan. Atrium
kiri yang menampung darah dari vena pulmonalis yang jumlahnya
banyak, akan melebar dan mengalami dilatasi, otot ventrikel kiri juga
mengalami hipertrofi namun sukar dinilai pada foto polos. Arah arus
dapat berubah menjadi kanan ke kiri (R-L shunt) bila terjadi kelainan
pada pembuluh darah paru lumennya menjadi sempit terutama di
perifer sehingga tekanan ventrikel kanan menjadi lebih tinggi
dibanding ventrikel kiri. Perubahan arah kebocoran ini menyebabkan
penderita sianosis sesuai dengan gejala Eisenmenger pada ASD.21,22

Gambaran foto thorax pada VSD bergantung tingkat lesi yang


terjadi :

a. Kebocoran yang ringan : Jantung membesar ke kiri oleh


hipertrofi dan ventrikel kiri. Apex menuju ke bawah
diafragma. Ventrikel kanan belum jelas membesar. Atrium kiri
berdilatasi
b. Kebocoran yang sedang-berat : Ventrikel kanan dilatasi dan
hipertrofi. Atrium kiri berdilatasi. A. pulmonalis dengan
cabang-cabangnya melebar. Atrium kanan tidak tampak

16
kelainan. Ventrikel kiri hipertrofi. Aorta kecil.

Gambar 6. VSD moderate L-R shunt

Gambar 7. VSD large L-R shunt

2. Atrioventricular Septal Defect (AVSD)


Kelainan kongenital ini adalah tidak terbentuknya struktur
septum atrioventrikuler yang normal sehingga atrioventricular
junction dapat menyatu. Biasa disebut juga sebagai malformasi
atrioventricular canal atau defek “endocardial cushion”, tetapi sebutan
Atrioventriular Septal Defect (AVSD) adalah yang lebih tepat. AVSD
dapat dikategorikan kepada klasifikasi secara parsial bila hanya ada

17
atrial septal defect (ASD) primum tanpa ventrikuler septal defect
(VSD), dengan dua katup AV yaitu mitral dan trikuspid yang tidak
menutup dengan sempurna sehingga terdapat mitral regurgitasi.
Manakala kategori komplit bila ada defek atau lubang pada septum
atrium dan ventrikel. Pada AVSD komplit didapatkan lubang ditengah
jantung yang mempertemukan antara dinding bagian atas dan bawah
ruang jantung terdiri dari dua katup terpisah di kiri dan kanan, salah
satu katup berada antara ruang atas dan bawah, sering katup ini tidak
menutup dengan sempurna.24 Kebanyakan pasien dengan AVSD tipe
komplit adalah dari golongan Down Syndrome.
Pada manusia dengan kondisi normal, sisi kiri jantung
memiliki tekanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sisi kanan
jantung. Dengan adanya defek pada AV, konsep aliran darah tersebut
menjadi berubah. kiri ke kanan (L-R shunt) berarti terdapat aliran dari
bagian kiri ke bagian kanan. Darah memasuki ke atrium kanan dari
vena cava dan bercampur dengan darah dari atrium kiri apabila
berlakunya L-R shunt yang melintasi dari defek septum atrium
sehingga menghasilkan peningkatan saturasi oksigen pada atrium
kanan. Hal ini membuat atrium kanan memiliki volume darah yang
lebih banyak, sehingga aliran darah menuju paru juga meningkat,
memicu terjadinya hipertensi pulmonal. Kemudian, apabila darah
memasuki atrium kanan melalui katup AV, ianya bercampur dengan
darah yang bergerak melewati L-R shunt ke ventrikel kanan
menyebabkan saturasi oksigen meningkat di ventrikel kanan. Hal ini
menyebabkan darah yang melewati arteri pulmonalis akan membawa
darah berisi oksigen semula ke paru-paru dan juga ke atrium kiri
dengan L-R shunt sepanjang defek. Dalam pada waktu yang sama,
darah dari ventrikel kiri melewati katup AV sehingga menyebabkan
mid-diastolic flow rumble.25 Darah akan melewati defek septum
ventrikel dari kiri ke kanan shunt dan diejeksi masuk ke aorta

18
ascenden. Pirau dapat bertambah apabila tidak adanya septum AV.
Insufisiensi katup AV meningkatkan beban volume pada satu atau
kedua ventrikel. Apabila defeknya cukup besar, dapat terjadi kanan ke
kiri (R-L shunt) pada kedua atrium dan ventrikel sehingga dapat
menyebabkan desaturasi arteri.25 Dengan seiring waktu, pulmonary
vascular disease dapat menjadi progresif dengan meningkatkan pirau
kanan ke kiri (R-L Shunt) dan akhirnya dapat berkembang menjadi
Eisenmenger Syndrome.25
Gambaran foto thorax pada AVSD banyak variasinya. Secara
umumnya adalah arah kebocoran dari kiri ke kanan. Pada foto thorax
dapat terlihat pembuluh darah paru yang melebar dengan pembesaran
jantung kanan. Hal ini dapat menunjukkan kesan kardiomegali.

Gambar 8. Corakan bronkhovaskular kedua paru meningkat, Batas jantung


kanan melebihi 1/3 hemitoraks kanan (RAE), konus pulmonalis menonjol, apex
terangkat (RVE), kardiomegali

3. Stenosis Pulmonal
Stenosis pulmonal adalah penyempitan pada lubang masuk
arteri pulmonalis. Tahanan yang merintangi aliran darah menyebabkan
hipertrofi ventrikel kanan dan penurunan aliran darah paru. Stenosis

19
arteri pulmonal bisa terjadi pada bagian valvular, supravalvuler
maupun infundibular. Adanya stenosis yang terjadi pada katup
pulmonal (tipe valvular), atau pada pangkal arteri pulmonal (tipe
supravalvular), atau pada infundibulum ventrikel kanan (tipe
subvalvular), maka ventrikel kanan akan menghadapi beban tekanan
berlebihan yang kronis. Dilatasi pasca stenotik pada arteri pulmonal
merupakan karakteristik khas bagi stenosis pulmonal tipe valvular dan
tidak ditemukan pada tipe stenosis pulmonal lainnya. Katup pulmonal
tampak doming pada waktu sistol, tebal dan mengalami fibrosis, tetapi
jarang disertai kalsifikasi. Jika ditemukan proses kalsifikasi, biasanya
disebabkan oleh infiksi endokarditis bacterial. Adanya hipertrofi
ventrikel kanan menunjukkan bahwa stenosis pulmonal cukup
signifikan. Bagian infundibuler akan mengalami hipertrofi yang akan
memperberat stenosis pulmonal. Tekanan akhir diastolic dalam
ventrikel kanan pun meninggi. Elastisitas miokard berkurang dan
akhirnya timbul gejala gagal jantung kanan. 26
Pada stenosis pulmonal yang ringan, umumnya pasien
asimptomatik dan tidak memburuk oleh bertambahnya usia. Proses
tumbuh kembang pun tidak terganggu. Pada stenosis pulmonal yang
moderate atau cukup berat, berbagai keluhan dan komplikasi dapat
berkembang lebih buruk di waktu mendatang. 26
Gambaran foto thorax pada stenosis katup pulmonal
menunjukkan ukuran jantung yang masih normal dengan pelebaran
arteri post stenotik, tetapi vaskularisasi paru tidak meningkat. Tidak
ada hubungan langsung antara ukuran arteri pulmonalis dengan
derajat stenosis.21,22,26

20
Gambar 9. Foto torak PA mendemonstrasikan ukuran normal jantung.
Arteri pulmonal tampak abnormal convex dengan cabang arteri
pulmonalis. Pembuluh darah aorta terlihat di sisi kiri

2.3 Contoh Kasus

1. Kasus 1
Seorang Laki Laki Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 6
bulan yang lalu , hilang timbul , memberat dengan aktivitas , dyspnea on
effort ada , ortopneu tidak ada, paroxysmal nocturnal dyspnea ada, ,Pasien
mengatakan sering merasa Lelah jika aktivitas berat . Pasien sebelumnya
dirujuk ke Rumah Sakit Sorong dan di diagnosis oleh dokter spesialis
jantung sebagai atrial septal defect ,Riwayat biru ketika kecil tidak ada
,Riwayat kelahiran : Pasien merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara, lahir
normal , cukup bulan , lahir melalui persalinan normal ditolong oleh bidan,
langsung menangis, tidak biru, berat badan lahir dan panjang badan lahir
tidak diingat. Riwayat hipertensi tidak ada , Riwayat diabetes melitus tidak
ada , Riwayat Penyakit Jantung bawaaan dikeluarga tidak ada , Saat ini
pasien minum obat furosemide 40 mg , spironolactone 25 mg , bisoprolol
2,5 mg.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tanda-tanda vital didapatkan
tekanan darah 121/82 mmHg, nadi 109 kali per menit, pernapasan 20 kali
per menit, suhu 36.5 ˚C. Pasien tidak anemis, tidak icterus. JVP R + 4
cmH2O. Pemeriksaan thorax didapatkan pernapasan vesikuler, rhonki dan
21
wheezing tidak ada. Bunyi jantung S1/S2 regular, terdapat murmur ejeksi
sistolik di left lower sternal border grade 2/6 . Pada extremitas tidak
didapatkan adanya edema . Pada Pemeriksaan EKG Sinus Ritme , HR
100x/m , Right axis deviation, Multiform P wave , Qrs duration 0,10 .
Kesan : Multifocal atrial takkikardi with Incomplete Right Bundle Branch
Block . Pada Pemeriksaan Echocardiography : Atrial Septal Defect ,
Massive Tricuspid regurgitation , Mild Pulmonary regurgitation , Pulmonary
Hypertension , Fungsi left ventrikel dan Right Ventrikel baik.. Pada
pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
Pada pemeriksaan foto thorax AP didapatkan cardiomegaly dengan
CTI 0.63, apex terangkat, Conus Pulmonalis menonjol, aorta normal dan
corakan vascular kedua paru meningkat. Pasien didiagnosis dengan Atrial
Septum Defect Secundum Left to Right Shunt

Gambar 2.0 Kasus ASD

22
BAB III

PENUTUP

Atrial Septal Defect (ASD) merupakan penyakit jantung bawaan yang terjadi
karena terdapat defek pada septum interatrial yang memisahkan atrium kanan dan kiri
gagal menutup sepenuhnya sehingga terjadi hubungan secara langsung antar
keduanya. Defek pada septum akan menyebabkan bercampurnya darah dari sirkulasi
sistemik dan sirkulasi pulmonal . Tanda dan gejala klinis ASD dapat beragam pada
setiap pasien bergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakitnya. ASD dapat
bisa tidak menunjukkan gejala pada saat setelah bayi lahir sehingga kebanyakan
kelainan ini tidak terdiagnosis hingga sampai dewasa

Modalitas radiologi yang dapat digunakan untuk melihat ASD di antaranya


foto thorax, CT-Scan, MRI Jantung. Pada pemeriksaan foto thorax pada ASD
menunjukkan : Jantung membesar ke kiri dengan apex di atas diafragma , Aorta
menjadi kecil hampir sukar dilihat, sedangkan arteri pulmonalis menjadi 3- 5 kali
lebih besar. Pembuluh darah hilus melebar demikian juga cabang- cabangnya seperti
Vena pulmonalis yang tampak melebar di daerah suprahilar dan sekitar hilus,
sehingga corakan paru meningkat, selain itu didapatkan Konus pulmonalis tampak
menonjol. Bentuk hilus yang lebar, meruncing ke bawah berbentuk sebagai tanda
koma yang terbalik . Selain Pemeriksaan Radiologi kita dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis ASD dengan melakukan pemeriksaan penunjang lainnya
seperti EKG , Echocardiografi dan Katerisasi jantung .

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Sayasathid J, Sukonpan K, Somboonna N. Epidemiology and Etiology of


Congenital Heart Diseases. Thailand : Cardiac Center, Faculty og Medicine,
Naresuan University. Di unduh dari : www.intechopen.compada 28 November
2021.
2. Teddy Ontoseno. Deteksi dini penyakit jantung bawaan pada bayi untuk indikasi
pembedahannya. Forum diskusi Farmacia; Simposia Edisi Maret 2007
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/category_news.asp?IDCategory=13/
diakses tanggal 28 November 2021
3. Anidar, dkk. Kelainan Jantung pada Anak yanng sering ditemukan dalam Pearls
of comprehensive care in pediatrics. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012: 65
4. Aru WS, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Jantung Kongenital
pada Dewasa. Ed.4, Jilid.III. Jakarta Pusat : Interna Publishing 2007. Hal : 1641-
1644
5. Marelli AJ, Ionescu-Ittu R, Mackie AS, et al. Lifetime prevalence of congenital heart
disease in the general population from 2000 to 2010. Circulation 2014;130:749–56.
6. Tim Anatomi Unhas. Buku Ajar Anatomi Biomedik III. Fakultas Kedokteran
Univesitas Hasanuddin. 2014.
7. Puddy E, Hill C. Interpretation of the chest radiograph. Contin Educ Anaesthesia,
Crit Care Pain [Internet]. 2007;7(3):71–5. Available from:
http://dx.doi.org/10.1093/bjaceaccp/mkm014
8. Rubens MB, Padley SP. The Pleura. In: Sutton D, editor. Textbook Of Radiology
And Imaging. Volume 1. 7thed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2002. p. 87-
106.
9. WHO. WHO Manual of Diagnostic Imaging: Radiographic Anatomy and
Interpretation of the Chest. Who [Internet]. 2006; Available from:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/43293/1/9241546778_eng.pdf
10. Menillo AM, Lee LS, Pearson-Shaver AL, Atrial Septal Defect. StatPearls Publishing
2021. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK535440/#_NBK535440_pubdet_ (
Diakses 28 November 2021)

24
11. Noormanto. 2010. Diagnosis dan Tatalaksana Dini Atrium Septal Defek. Dalam :
Lubis, Bidasari et al. (2010) Kumpulan Naskah Lengkap PIT IV IKA Medan. Medan :
USU Press
12. Adler DH., Atrial Septal Defect. Medscape. 2017
https://emedicine.medscape.com/article/162914-overview#a6 (Diakses 28 November
2021)
13. Naqvi N, McCarthy KP, Ho SY. Anatomy of the atrial septum and interatrial
communications. J Thorac Dis. 2018 Sep;10(Suppl 24):S2837-S2847. doi:
10.21037/jtd.2018.02.18. PMID: 30305943; PMCID: PMC6174145.
14. Torres AJ. Hemodynamic assessment of atrial septal defects. J Thorac Dis. 2018
Sep;10(Suppl 24):S2882-S2889. doi: 10.21037/jtd.2018.02.17. PMID: 30305948;
PMCID: PMC6174148.
15. Menillo AM, Lee LS, Pearson-Shaver AL. Atrial Septal Defect. [Updated 2021 Aug
11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK535440/
16. Corne, Jonathan, dkk. Chest X-Ray made easy. UK : Churcill Livingstone; 1998. p.
87-89
17. Soetikno, DR. Gambaran Foto Thoraks pada Congenital Heart Disease. [Cited] 28
November 2021 Available from: http://repiratory.unpad.ac.id
18. Sreedhar CM, Ram S, Alam A, Indrajit IK. Cardiac MRI in Congenital Heart Disease:
Our Experience. MJ AFI.Vol 61 No 1, 2015
19. Ramrakha, P. & Hill, J. Oxford Handbook of Cardiology. 2 ed. United States of
America: Oxford University Press. 2012.
20. Robert M. Kliegman, MD , Bonita F. Stanton, MD, 2011. Nelson Textbook Of
Pediatric. 19th ed. United States of America: Elsevier Saunders
21. Ade S, Arman A, Azwar B, Bambang B, Daniel M. Radiologi Diagnostik Edisi
Kedua. Balai Penerbit FKUI Jakarta. 2005
22. Madiyono B, Endah S, Rubiana. Penanganan Penyakit Jantung Pada Bayi dan
Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2005

23. Jones J. Atrial Septal Defec. 2010. [Diunduh tanggal 22 Agustus 2021]. Tersedia
di : http://radiopaedia.org.

25
24. Muresan D, Marginean C, Zaharie G, Stomatian F, Rotar IC. Complete
atrioventricular septal defect in the era of prenatal diagnosis.
Medultrason.2016:18;500-7.
25. Robert M. Kliegman, MD, Bonita F. Stanton, MD, 2011. Nelson Textbook Of
Pediatric. 19th ed. United States of America: Elsevier Saunders.
26. Cuypers JAAE, Witsenburg M, van der Linde D, et al. Pulmonary stenosis:
update on diagnosis and therapeutic options Heart 2013;99:339-347.

26

Anda mungkin juga menyukai