Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN RADIOLOGI Laporan Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN Februari 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

EDEMA PARU

Oleh:
\

Oleh:
Asvika Anis Anwar C014181050
Anastazia Adeela C014181052
St. Adinda Srikandi C014181053
Anildhah Wahab C014181055
Muh. Hilmy Aditya C014181058

Pembimbing Residen:
dr. Nur Alam

Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. dr. Bachtiar Murtala, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS : EDEMA PARU


Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama :
1. Asvika Anis Anwar
2. Anastazia Adeela
3. St. Adinda Srikandi
4. Anildhah Wahab
5. Muh. Hilmy Aditya

Fakultas : Kedokteran.
Universitas : Universitas Hasanuddin. Telah menyelesaikan tugas dalam
rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.

Makassar, Februari 2019

Menyetujui

Konsulen Pembimbing Residen Pembimbing

Prof Dr. dr. Bachtiar Murtala ,Sp.Rad (K) dr. Nur Alam

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................. ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI................................................................................... 5

2.1.1 THORAX ............................................................................................................ 5

2.1.2 MEDIASTINUM ................................................................................................ 6

2.1.3 PARU-PARU ...................................................................................................... 7

2.2 DEMAM .................................................................................................................. 10

2.3 PATOFISIOLOGI.................................................................................................... 10

2.4 GEJALA KLINIS .................................................................................................... 13

2.5 GAMBARAN RADIOLOGI ................................................................................... 14

2.6 DIAGNOSIS BANDING......................................................................................... 21

2.6.1 PULMONARY HEMORHAGY ...................................................................... 21

2.6.2 BRONCHOPNEUMONIA ............................................................................... 21

2.6.3 PNEUMOCYSTIC CARINII PNEUMONIA................................................... 22

2.7 PENETALAKSANAAN ......................................................................................... 23

2.8 PROGNOSIS ........................................................................................................... 24

BAB III LAPORAN KASUS ........................................................................................... 25

3.1 IDENTITAS PASIEN .............................................................................................. 25

3.2 ANAMNESIS .......................................................................................................... 25

3.3. PEMERIKSAAN FISIS .......................................................................................... 25

3.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ................................................................... 24

iii
3.5. PEMERIKSAAN RADIOLOGI ............................................................................. 24

3.6. DIAGNOSIS ........................................................................................................... 24

3.7. PENANGANAN ..................................................................................................... 24

3.8. DISKUSI ................................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 32

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru yang dapat disebabkan oleh tekanan
intravaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas
membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan
secara cepat.1
Terdapat dua mekanisme terjadinya edema paru, diantaranya 1) Mekanisme kapiler
alveoli, Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang interstisial atau
ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran
cairan ke pembuluh limfe. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh dalam hal ini diantaranya
peningkatan tekanan vena pulmonalis, penurunan tekanan onkotik plasma, gangguan
permeabilitas membran kapiler alveoli, dan peningkatan negativitas dari tekanan interstisial; 2)
Sistem limfatik, Sistem pembuluh ini dipersiapkan untuk menerima larutan, koloid, dan cairan
balik dari pembuluh darah. Insufisiensi sitem limfe dapat terjadi pada pasca transplantasi paru,
karsinomatosis, dan limfangitis.2
Edema paru dibedakan oleh karena sebab kardiogenik dan nonkardiogenik. Hal ini
penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema paru kardiogenik adalah
edema paru yang disebabkan oleh adanya payah jantung kiri apapun sebabnya. Jika terjadi
gagal jantung kiri dan jantung kanan terus memompakan darah,maka tekanan kapiler paru akan
meningkat sampai terjadi edema paru. Sedangkan edema paru nonkardiogenik bukan disebakan
oleh penyakit atau kelainan pada jantung, misalnya edema paru yang terjadi akibat ARDS,
gangguan renal, high altitude pulmonary edema (HAPE), obat-obatan dan toxin dan
sebagainya.Meski demikian pemeriksaan radiografi tidak dapat membedakan penyebab-
penyebab edema paru tersebut.2,3
Gambaran klinik bervariasi dan tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Pada
awalnya terjadi edema paru interstisial yang secara klinis berupa napas pendek dan
takhipneu.Selanjutnya terjadi edema alveolar yang bermanifestasi sebagai dispneu dengan
sputum bercampur darah.dan krepitasi bilateral pada bagian basal paru. Asfiksia dapat terjadi
bila tidak segera diambil tindakan untuk menghilangkan edema paru.2,3

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi


2.1.1. Thorax

Gambar 1. Anatomi thorax

Yang dimaksud Thorax adalah sebuah rongga yang berisikan viscera thoracis,
merupakan bagian sistem kardiovaskuler dan respirasi. Selain itu cavitas thoracis
dilalui oleh struktur-struktur masuk dan keluar dari cavitas ini. Apertura thoracis
superior merupakan lubang yang terbuka, sedangkan apertura thoracis inferior
ditempati oleh diafragma thoracis. Dinding cavitas thoracis memiliki peranan penting
yaitu sebgai pelindung cavitas thoracis, alat respirasi, dan pada facies externanya
terdapat mamma. Dinding thorax dibentuk oleh :
Skeleton :
1. Vertebra thoracalis berjumlah 12 buah
2. Costae sebanyak 12 pasang
3. Sternum
Musculus :
1. Lapisan superficial meliputi m.pectoralis mayor, m.pectoralis minor,
m.rectus abdominis, m.obliqus externus abdominis, m.serratus anterior,
m.latissumus dorsi, m.trapezius, m.rhomboideus mayor, m.rhomoiideus
minor, m.levator scapulae, dan m.serratus posterior.
2. Lapisan intermedia meliputi m.intercostalis internus dan m.intercostalis
externus.
6
Vascularisasi : Mendapatkan perdarahan dari a.mammaria interna,
a.musculophrenica, a.intercostalis inferior
Innervasi : Dipersarafi oleh n.intercostalis.

2.1.2. Mediastinum

Gambar 2. Anatomi Mediastinum

Mediastinum adalah struktur yang terletak dibagian tengah cavitas thoracis,


berada diantara pleura parietalis sinister dan pleura parietalis dexter. Meluas dari
sternum dibagian dorsal. Disebalah cranial dibatasi oleh apertura thoracis superior
dan di caudal oleh apertura thoracis inferior. Angulus sterni dan tepi caudal corpus
vertebra thoracalis IV membagi mediastinum menjadi 2, yaitu :
1. Mediastinum Superius : Berisi v.cava superior, v.brachiocephalicae, arcus
aortae, oesophagus, trachea, n.vagus, n.laryngeus recurrens, n. phrenicus, serta
thymus.
2. Mediatinum Inferius :
a. Mediastinum Anterius : Thymus, jaringan penyambung longgar,
lig.sternopericardiaca, nodi lymphoidea, dan lemak.
b. Mediastinum Medium : Jantung, pericardium, arcus v.azygos, bronchi
principales, radix pembuluh darah besar.
c. Mediastinum Posterius : Aortae thoracica, oesophagus, v.azygos dan
hemiazygos, n.vagus, ductus thoracicus.

7
Gambar 3. Pembagian mediastinum2

2.1.3. Paru-Paru

Gambar 4. Anatomi Paru-Paru

Sistem pernapasan adalah adalah suatu system yang dibentuk oleh organ-
organ dan jaringan yang membantu proses pernapasan. Bagian utama dari system
pernapasan adalah jalan napas, paru-paru serta pembuluh darah yang saling
berhubungan. Pada dasarnya system pernapasan terdiri dari suatu rangkaian saluran

8
udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membrane kapiler
alveoli , yaitu pemisah antara system pernapasan dan system kardiovakular. Saluran
penghantar udara yang menghantar udara ke dalam paru-paru adalah hidung, faring,
laring, trachea, bronkus dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai
bronkhiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia.4
Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura
oblik dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan
inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblik menjadi 2 lobus, yaitu
lobus superior dan inferior.

Gambar 5. A) Traktus Respiratorius, B) Gambaran bronchus, alveoli dan kapiler, C)


Tempat pertukaran gas antara alveoli dan kapiler

Trakea terletak tepat di bagiaan anterior esophagus. Tempat di mana trakea


bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri dikenal sebagai karina. Bronkus
utama kanan dan kiri tidak simetris. Bronkus kanan lebih lebar dan lebih pendek dan
merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertical. Sebaliknya bronkus
kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan
sudut yang lebih tajam.B entuk anatomi ini mempunyai implikasi klinis yang penting
. Benda asing yang terhirup lebih sering tersangkut pada percabangan bronkus kanan
karena arahnya yang vertical.4

9
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris
dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus
yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis , yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli.Setelah bronkiolus terminalis
terdapat asinus yang merupakan unit respiratori fungsional paru , yaitu tempat
pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkhiolus respiratorius yang terkadang
memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya. (2) duktus alveolaris,
seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan
struktur akhir paru-paru.yang ukurannya dapat berubah.

Gambar 6. Sirkulasi antara jantung dan paru-paru

Asinus adalah unit respiratori fungsional dasar, meliputi semua struktur dari
bronkhiolus respiratorius sampai ke alveolus. Dalam paru-paru manusia, terdapat
kira-kira 130.000 asini, yang masing-masing terdiri dari tiga bronkhiolus
respiratorius, tiga duktus alveolaris dan 17 sakus alveolaris. Alveolus adalah kantong
udara terminal yang berhubungan erat dengan jejaring kaya pembuluh darah.
Ukurannya bervariasi, tergantung lokasi anatomisnya, semakin negatif tekanan
intrapleura di apeks, ukuran alveolus akan semakin besar. Ada dua tipe sel epitel
alveolus. Tipe I berukuran besar, datar dan berbentuk skuamosa, bertanggungjawab
untuk pertukaran udara. Sedangkan tipe II, yaitu pneumosit granular, tidak ikut serta
dalam pertukaran udara. Sel-sel tipe II inilah yang memproduksi surfaktan, yang
melapisi alveolus dan memcegah kolapnya alveolus.5

10
2.2. Definisi
Suatu keadaan dimana terjadi perpindahan cairan dari vaskular paru ke interstitial ke
alveoli paru. Pada edema paru, terdapat penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa
secara berlebihan dalam ruang interstitial dan alveoli paru

2.3. Patofisiologi

Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih
banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius pada fungsi
paru oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan.
Dalam keadaan normal di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan
dan protein dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran
darah melalui saluran limfe. Pergerakan cairan tersebut memenuhi hukum Starling.
Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah1 :

 Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru.
 Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap protein
plasma.
 Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari jaringan
interstisial.
Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (“wedge” pressure) adalah sekitar
7 dan 12 mm Hg. Karena tekanan onkotik plasma berkisar antara 25 mm Hg, maka tekanan
ini akan mendorong cairan kembali ke dalam kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja
melewati jaringan konektif dan barier seluler, yang dalam keadaan normal bersifat relatif
tidak permeabel terhadap protein plasma. Paru mempunyai sistem limfatik yang secara
ekstensif dapat meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila terjadi kelebihan air di dalam
jaringan interstisial paru. Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk menjaga
paru tetap kering terganggu seperti tersebut di bawah ini: 1,3
 Permeabilitas membran yang berubah.
 Tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat.
 Tekanan peri mikrovaskuler yang menurun.
 Tekanan osmotik / onkotik mikrovaskuler yang menurun.
 Tekanan osmotik / onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat.
 Gangguan saluran limfe.

11
Edema paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik maka
sebaliknya edem paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan dan protein masuk ke dalam
interstisial paru dan alveolus. Cairan edema paru nonkardiogenik memiliki kadar protein
tinggi karena membran pembuluh darah lebih permeabel untuk dilewati oleh moleku besar
seperti protein plasma. Banyaknya cairan edema tergantung pada luasnya edem interstisial,
ada atau tidak adanya cidera pada epitel alveolar dan acute lung injury di mana terjadi
cedera epitel alveolar yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk menghilangkan
cairan alveolar.1,3,4

Edem paru kardiogenik atau edema volume overload terjadi karena peningkatan
tekanan hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi cairan
transvaskular, ketika tekanan interstisial paru lebih besar daripada tekanan pleural maka
cairan bergerak menuju pleura visceral yang menyebabkan efusi pleura. Sejak
permeabilitas kapiler endotel tetap normal, maka cairan edema yang meninggalkan
sirkulasi memiliki kandungan protein yang rendah. Peningkatan tekanan hidrostatik di
kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Peningkatan
ringan tekanan atrium kiri (18-25 mmHg) menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan
ruang interstisial peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih tinggi (>25)
maka cairan edem akan menembus epitel paru, membanjiri alveolus. Kejadian tersebut
akan menimbulkan lingkaran setan yang terus memburuk oleh proses sebagai berikut:
 Meningkatnya kongesti paru akan menyebabkan desaturasi, menurunnya
pasokan oksigen miokard dan akhirnya semakin memburuknya fungsi jantung.
 Hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan vasokonstriksi
pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan. Peningkatan tekanan
ventrikel kanan melalui mekanisme interdependensi ventrikel akan semakin
menurunkan fungsi ventrikel kiri.
 Insufesiensi sirkulasi akan menyebabkan asidosis sehingga memperburuk fungsi
jantung.

12
Secara patofisiologi edem paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan
dengan kandungan protein yang rendah ke paru akibat terjadinya peningkatan tekanan di
atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada
permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler dan hasil akhir yang terjadi
adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas.

Gambar 7. Sirkulasi normal dan sirkulasi pada acute pulmonary edema

2.4. Gejala Klinis

Gambaran klinis bervariasi dan tergantung pada penyakit atau gangguan yang
mendasarinya.Secara umum edema paru memberikan gejala napas pendek, hemoptisis,
ortopneu, dispneu on exertion. Pada edema paru akut , distress pernapasan biasanya berat,
tetapi bila onsetnya lambat, khususnya pada keadaan uremia, gangguan pernapasan
mungkin sangat minim.5,8 Gambaran klinik edema kardiak dapat dibagi ke dalam tiga
stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini5,9

1. Stadium 1
Distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru akibat peningkatan tekanan
di atrium kiri, dapat memperbaiki pertukaran udara di paru dan meningkatkan
kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada keadaan ini akan terjadi sesak
nafas saat melakukan aktivitas fisik dan disertai ronkhi inspirasi akibat terbukanya
saluran nafas yang tertutup.
2. Stadium 2
13
Edema interstisial diakibatkan peningkatan cairan pada daerah interstisial yang
longgar dengan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, hal ini akan
mengakibatkan hilangnya gambaran paru yang normal secara radiografik dan
petanda septum interlobuler (garis kerley B). Pada derajat ini akan terjadi kompetisi
untuk memperebutkan tempat antara pembuluh darah, saluran nafas dan
peningkatan jumlah cairan di daerah di interstisium yang longgar tersebut, dan akan
terjadi pengisian di lumen saluran nafas yang kecil yang menimbulkan refleks
bronkokonstriksi. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi aka
mengakibatkan terjadinya hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi yang
semakin memburuk. Pada keadaan infark miokard akut misalnya, beratnya
hipoksemia berhubungan dengan tingkat peningkatan tekanan baji kapiler paru.
Sehingga seringkali ditemukan manifestasi klinis takipnea.

3. Stadium 3
Proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal, dengan hipoksemia yang berat dan
seringkali hiperkapnea. Alveolar yang sudah terisi cairan ini terjadi akibat sebagian
besar saluran nafas yang besar terisi cairan berbusa dan mengandung darah.

2.5. Gambaran Radiologi


Edema paru kardiogenik maupun edema paru nonkardiogenik dapat memberikan
gambaran foto thorax berupa edema interstisial dan atau edema alveolaris. Meskipun
demikian pemeriksaan radiografi tidak dapat membedakan penyebab-penyebab edema
paru tersebut:2

1. Edema Interstisial

Edema paru interstisial menggambarkan fase awal dari edema yang timbul
sebagai akibat dari proses filtrasi yang berlebihan. Biasanya disebabkan oleh congestif
heart failure, dan merupakan kausa utama yang sering ditemukan.dalam praktek sehari-
hari.8,12,13

 Kerley’s A lines
Lebih panjang dengan ukuran sampai dengaqn 4 atau 5 cm, memanjang
atau sedikit melengkung dan meluas dari hilus atau parahilar ke perifer. Banyak
terlihat padalobus superior dan tampak pada edema interstisial akut.

14
 Kerley’B Lines
Berupa garis-garis horizontal dengan panjang sekitar 1,5 sampai 2,0 cm. Sangat
baik terlihat pada lobus inferior posisi oblik dengan kualitas film yang
baik.Merupakan representasi dari septa interlobular yang mengalami penebalan
akibat cairan.
 Kerley’s C Line
Berbentuk seperti sarang laba-laba akibat dilatasi pembuluh limfe paru.
Jaringan ikat yang terletak di bagian sentral paru akan berkumpul dan
menebal, memberikan gambaran sebagai Kerley’s C tersebut.
- Perkabutan di daerah perihiler akibat perivascular fluid collection
- Penebalan fissure minor sebagai akibat adanya cairan pada fissure
- Peribronchial cuffing, tampak sebagai doughnut shape rings

Gambar 8. Edema interstisial paru pasien dengan congestive heart failure.


Tampak garis Kerley A dan Kerley B

15
Gambar 9. Kanan : peribronchial cuffing. Kiri. Perkabutan perihiler dan efusi pleura3

Gambar 10.. Kiri. Cephalisasi : vascular di lobus superior lebih prominent


Sebaga manifestasi hipertensi vena pulmonal .Kanan. Edema interstisial
pasien dengan CHF2,8

16
Karakteristik gambaran radiografi hydrostatic pulmonary edema atau
edema kardiogenik meliputi air bronchogram, kardiomegali, peningkatan kaliber
pembuluh darah lobus superior, batas pembuluh darah tidak jelas, perihilar atau difus
konsolidasi, penebalan fissura minor , pelebaran pedikel pembuluh darah, septal
(Kerley’s line) lines dan efusi pleura minimal.2,4,8

2. Edema Alveolar

Gambaran radiologis yang terlihat merupakan gambaran khas yang dikenal


dengan nama bat-wing appearance, yaitu adanya opasitas alveolar difus yang
terkonsentrasi di daerah sentral (perihilar) kedua paru sehingga menyerupai
gambaran sayap kelelawar yang sedang mengembang (bat wing); ada juga literatur
yang menyebutnya sebagai butterfly appearance (menyerupai kupu-kupu). Gambaran
ini terjadi akibat adanya ekstravasasi cairan dari intravaskular paru ke ruang
ekstravaskular di daerah interstisial, dan pada akhirnya mengisi alveolar paru. Oleh sebab
itu edema paru tipe alveolar seperti ini biasanya selalu didahului oleh adanya
edema paru tipe interstisial, yang memperlihatkan gambaran peningkatan corakan
vaskular paru yang prominen dengan batas yang difus. Meski demikian edema tipe
alveolar lebih sering dijumpai karena pasien seringkali tidak langsung berobat saat
gejala masih ringan.2,4

Gambar 11. Gambaran klasik bat wing appearance.8

17
Gambaran lain yang seringkali menyertai edema paru
adalah kranialisasi/sefalisasi vaskular, dan efusi pleura. Dapat terlihat opasitas
dengan pergeseran garis pleura pada sisi lateral hemithorax yang juga
menyebabkan sinus kostofrenikus tumpul.8

Gambar 12. AP chest radiograph pasien 50 thn dengan ARDS 12 jam setelah intubasi.
Tampak infiltrat alveolar difus bilateral, sesuai dengan edema paru. Tidak tampak pleural
efusi, sebagaimana yang sering terdapat pada pasien dengan edema paru cardiogenik.7

Gambar 13. Tampak perubahan yang cepat pada foto foto thorax.16

18
2.6 Diagnosis Banding
2.6.1 Pulmonary Hemorhagy
 Riwayat hemoptisis (+)
 Ukuran jantung normal
 Distribusi difus
 Biasanya tidak ada efusi pleura
 Tidak di pengaruhi gravitasi

Gambar 14. Pulmonary haemorrage9

2.6.2 Bronchopneumonia
 Pasien demam
 Inhalasi atau hemogenik dari organisme (biasanya viral atau mycoplasma) di
bronkhioli sehingga terjadi reaksi inflamasi di sekitar alveoli kemudian
meluas ke seluruh lobularis
 Ukuran jantung normal dan biasanya tidak disertai efusi pleura
 Gambaran : biasanya lebih heterogen/ multifocal, asimetris, penyebaran
berbercak

21
Gambar 15. Bronchopneumonia9

2.6.3 Pneumocystic Carinii Pneumonia


 Terdapat riwayat immunocompromise
 Tidak ada redistribusi vascular paru
 Ukuran jantung normal
 Opasifikasi halus atau terlihat granular dan berkembang secara progresif
menjadi konsolidasi (3-4 hari)
 Biasanya disertai dengan limfadenopati mediastinal

22
Gambar 16. Pneumocystic Carinii Pneumonia10

2.7 Penetalaksanaan

Pada dasarnya penanganan edema paru adalah dengan mengetahui penyebabnya


dan penanganan segera. Selama penyebabnya belum diketahui atau tak bisa
diatasi,proses penumpukan cairan akan terus berlanjut. Pengobatan diarahkan pada
penyakit primer yang menyebabkan edema paru. Pemberian oksigen untuk meredakan
dispneu dan nyeri dada, bila mungkin dapat diatasi dengan pemberian tekanan positif
intermiten. Dispneu sering dapat dikurangi dengan morfin sulfat 0,1 mg/kg.5,11
Edema paru dibedakan oleh karena sebab kardiogenik dan nonkardiogenik. Hal ini
penting diketahui oleh karena Jika edema paru merupakan akibat pemberian cairan
parenteral atau darah yang berlebihan atau akibat gagal jantung maka diberikan
diuretic, misalnya furosemid (1 mg/kg), pemberian digitalis atau bronkodilator
untuk memperbaiki kontraktilitas miokardium, Kadang-kadang pemasangan torniket
atau manset tekanan darah yang dikembunvgkan pada extremitas, atau flebotomi
untuk pembuangan darah dapat menyelamatkan jiwa.1,12

23
2.8 Prognosis

Peluang kesembuhan edema paru-paru dipengaruhi oleh berapa jumlah dan


seberapa luas paru-paru yang tertimbun cairan. Kondisi terburuk pasien adalah
henti napas. Prognosis edema paru tergantung penyebabnya, lamanya menderita,
komplikasi yang didapat, kemungkinan untuk sembuh, tingkat kesembuhan, dan
tingkat kematian pada edema paru. Hal-hal tersebut pada dasarnya sulit untuk
diprediksi.4,7
Survival rate pada pasien dengan ARDS parah yang mendapatkan perawatan ialah
60%. Sedangkan jika ARDS dengan hipoksemia hebat tidak dikenali dan
ditangani dengan cepat, hampir 90% pasien akan mengalami cardiac arrest.
Pasien yang mendapatkan pengobatan efektif biasanya tidak mengalami disfungsi
kapasitas residual paru, meskipun pasien yang memerlukan ventilator dalam waktu lama
dengan FiO2>50% cenderung akan mengalami fibrosis paru. Sedangkan pasien-pasien
ARDS lainnya lama- kelamaan juga akan mengalami fibrosis paru. 4,6

24
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama Pasien : Ny. HS
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : BTN Mangga Tiga Permai G. 1/02
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
No. Rekam Medis : 865771
Tanggal Pemeriksaan : 07/02/2019
Ruangan : IGD Pusat Jantung Terpadi

3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri dada
Anamnesis terpimpin : Keluhan Nyeri dada sebelah kiri tembus ke punggung belakang
dan menjalar sampar ke lengan kiri hingga telapak tangan yang dirasakan saat 1 hari
sbeleum masuk RS ketika pasien sedang istirahat dengan durasi nyeri 20 menit. Keluhan
disertai dengan keringat dingin. Sesak napas yang memberat saat pasien melakukan
aktivitas. Pasien juga merasa mudah lelah yang dirasakan ketika melakukan aktivitas
seperti melakukukan kerjaan rumah. Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 7 tahun
yang lalu, namun pengobatan tidak teratur. Riwayat diabetes mellitus tidak ada.
Anamnesis Sistematis : Demam (-), sakit kepala (-), pusing (-), penglihatan kabur (-),
nyeri menelan (-),batuk (+), sesak (+), nyeri dada (+), nyeri ulu hati (+), mual (+) muntah
(-), BAK lancar, BAB lancar.
Riwayat pengobatan : Penggunaan obat anti hipertensi yang tidak teratur.
Riwayat keluarga : Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisis (16 Juni 2016)


- Keadaan Umum : sakit sedang/ gizi lebih/ composmentis
BB= 70 kg TB= 159 cm IMT= 27.6 kg/m2

25
- Tanda Vital
o Tensi : 150/70mmHg
o Nadi : 94x/mnt (reguler, kuat angkat)
o Pernapasan : 24x/mnt
o Suhu : 36,7oC (axial)
- Kepala : Ekspresi : biasa Deformitas : tidak ada
Simetris muka: simetris Rambut : Hitam, sulit dicabut
- Mata :
Eksoptalmus/ enoptalmus : (-)
Gerakan : kesegala arah
Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak mata : dalam batas normal
Konjungtiva : anemi (+) Kornea : jernih
Sklera : ikterus (-) Pupil : isokor 2,5mm
- Telinga :
Tophi : (-)
Gangguan Pendengaran : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
- Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
- Mulut
Bibir : kering (-) Tonsil : hiperemis (-)
Gigi geligi : karies (-) Farings: Hiperemis (-)
Gusi : perdarahan (-) Lidah : Kotor (-)
- Leher
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran
DVS : R+2 cmH2O (posisi 30o)
Pembuluh darah :-
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)

26
- Dada
Inspeksi : simetris, spider nevi (-)
Bentuk : normochest
Pembuluh darah : Bruit (-)
Buah dada : tidak ada kelainan
Sela iga : tidak ada pelebaran
- Thorax
Palpasi : Vokal fremitus : menurun
Nyeri tekan : (-)
Perkusi : Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru hepar : ICS V dextra anterior
Batas paru belakang kanan : V Th VIII dextra posterior
Batas paru belakang kiri : V Th IX sinistra posterior
Auskultasi : Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Rh +/+ mediobasal paru , Wh -/-
- Cor
Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : pekak, batas jantung kesan melebar
Auskultasi : BJ I/II regular
- Abdomen
Inspeksi : distended, ikut gerak napas
Palpasi :
Hati : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Ginjal : ballottement (-)
Lain-lain : Kulit: tidak ada kelainan
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Ekstremitas
Edema : -/-

27
3.4 Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Februari 2019

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


WBC 9.85 4 - 10 x 103/uL
NEUT 84.8 52.0-75.0
LYMPH 9 20.0-40.0
MONO 4.6 2.00-8.00
EO 1.4 1.00-3.00
BASO 0.2 0.00-0.10
HGB 7.5 12 - 16 g/dL
HCT 22.8 37 – 48%
MCV 90.1 80.0-97.0
MCH 29.6 26.5-33.5
PLT 380 150 - 400 x 103/uL

GDS 104 140 mg/dl


Ureum 8 10-50 mg/dl
Kreatinin 0,52 <1,3 mg/dl
SGOT 14 <38 U/L
SGPT 10 <41 U/L
Natrium 135 136-145 mmol/L
Kalium 3.8 3,5-5,1 mmol/L
Klorida 102 97-111 mmol/L

28
3.5 Pemeriksaan Radiologi
Edema Paru
Tanggal Pemeriksaan: 7 Februari 2019

Foto Thorax PA
• Perkabutan parahilar dan parakardial kedua paru
• Tampak perselubungan pada hemithorax bilateral yang menutupi kedua sinus dan
diafragma
• Cor: membesar, CTI 0.64, pinggang jantung melurus, apex terangkat (RVE), aorta
dilatasi
• Tulang-tulang intak
• Jaringan lunak sekitar baik

Kesan: - Cardiomegaly disertai tanda-tanda edema paru


- Efusi Pleura Bilateral
- Dilatatio Aortae

29
3.6 Diagnosis
- Unstable Angina Pectoris
- Coronary Artery Disease
- Hipertensi Grade 1

3.7 Penanganan
 O2 4 liter permenit
 NaCl 500cc/24jam/intravena
 Aspilet 80mg/24jam/oral
 Clopidogrel 75mg/24jam/oral
 Atorvastatin 40mg/24jam/oral
 Arixna 2.5mg/24 jam/subcutan
 Captopril 12.5mg/8 jam/oral
 Nitrocaf R 2.5mg/12jam/oral
 Furosemid 40mg/24jam/oral
 N-Asetilisistein 200mg/8jam/oral

3.8. Diskusi
Seorang perempuan 45 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada
sebelah kiri tembus ke punggung belakang dan menjalar sampar ke lengan kiri hingga telapak
tangan yang dirasakan saat 1 hari sbeleum masuk RS ketika pasien sedang istirahat dengan
durasi nyeri 20 menit. Keluhan disertai dengan keringat dingin. Sesak napas yang memberat
saat pasien melakukan aktivitas. Pasien juga merasa mudah lelah yang dirasakan ketika
melakukan aktivitas seperti melakukukan kerjaan rumah. Nyeri ulu hati ada, mual ada. BAK
lancar, BAB biasa. Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 7 tahun yang lalu, namun
pengobatan tidak teratur. Riwayat diabetes mellitus tidak ada.
Dari pemeriksaan fisi didapatkan keadaan umum: sakit sedang/ gizi lebih/ GCS 15
BB: 70 kg,TB: 159 cm, IMT: 27.6 kg/m2. TD: 150/70 mmHG, Nadi: 94 kali/menit,
Pernapasan: 24 kali/menit, Suhu: 36,7oC. Thorax; palpasi: vokal fremitus kesan menurun,
auskultasi: bunyi nafas vesikuler, ronchi ada pada daerah basal kedua hemithorax. Cor;
palpasi: kesan jantung membesar.

30
Dari hasil laboratorium pada tanggal 6 februari 2019, terdapat kadar hemoglobin
menurun dengan 7.5gr/dl.
Dari pemeriksaan radiologi yang dilakukan pada tanggal 6 februari 2019 didapatkan
Perkabutan parahilar dan parakardial kedua paru Tampak perselubungan pada hemithorax
bilateral yang menutupi kedua sinus dan diafragma. Cor terdapat membesar, CTI 0.64,
pinggang jantung melurus, apex terangkat (RVE), aorta dilatasi.
Dari pemeriksaan radiologi diatas menunjukkan hasil yang bermakna berupa keluhan
nyeri dada disertai sesak napas yang dirasakan oleh pasien didukung oleh diagnosis radiologi.
Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 7 tahun yang lalu dan tidak berobat teratur yang
menyebabkan pembesaran jantung, terutma pembesaran pada ventrikel kiri. Keluhan sesak
dirasakan akibat perselubungan parahilar kedua paru yang memberikan kesan edema paru
yang disertai pembesaran jantung dan efusi pleura sinistra
Proses awal yang terjadinya berupa bendungan cairan yang terjadi akibat
ketidakmampuan jantung untuk memompa secara maksimal mengakibatkan cairan menjadi
terbendung di saluran yang dilalui sebelumnya (Backward) sehingga organ vital yang
kemungkinan mengalami bendungan yakni paru-paru. Pada awalnya bendungan akan terjadi
di pembuluh darah paru dengan gambaran radiologi berupa corakan vaskuler yang meningkat.
Lama kelamaan akan terjadi ekstravasasi cairan dalam vaskuler menuju ke dalam parenkim
paru sehingga menyebabkan terjadinya edema paru6. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis dan hasil pemeriksaan radiologi yang memperkuat keluhan pasien maka pasien tersebut
didiagnosis dengan edema paru.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Harun S & Nasution SA. 2009. Edema paru akut: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing
2. Snell, Richard S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. EGC : Jakarta
3. Lorraine et al. Acute Pulmonary Edema. N Engl J Med. 2005; 353:2788-96.
4. Alasdair et al. Noninvasive Ventilation in Acute Cardiogenic Pulmonary Edema. N
Engl J Med 2008; 359: 142-51.
5. Rasad, Sjahriar. 2009. Radiologi Diagnostik. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI; p.100-
103, p.108-113, p.116-117, p.124-126, p.131-134, p.400-404,
6. Herring, William. Learning Radiology Recognizing The Basics. Philadelphia: Elsevier.
2016; p.8-12, 14-15, 45-49, 58-67.
7. Hall, Guyton &. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2007..

8. Soetikno R.2011. Radiologi Emergensi.Bandung: PTRefika Aditama


9. Helms, CA & William EB. 2007. Fundamental Diagnostic of Radiology.
USA. Lippincott Wlliams & Wilkins
10. World Health Organization. 2015. Pneumonia. November. WHO 2015
11. Smith W & Farrel T. 2014. Radiology 101 : basics and fundamentals of imaging.
USA: Lipincott Williams and Wilkins
12. Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta:
EGC
13. Indonesia PDP. 2003. Pneumonia Komuniti. Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaannya di Indonesia
14. Robbins SL,M.D, Kumar V, Buku ajar patology part II Edisi 4, EGC hal 153

32

Anda mungkin juga menyukai