Anda di halaman 1dari 45

BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2018

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

EISENMENGER SYNDROME

Disusun Oleh :

Alif Adeyani, S.Ked.

10542 0583 14

Pembimbing :

dr. Iriani Bahar, M.kes, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Alif Adeyani, S.Ked.


Stambuk : 10542 0583 14
Judul Laporan kasus : Eisenmenger Syndrome

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Radiologi Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Mei 2018

Pembimbing

dr. Iriani Bahar, M.kes, Sp.Rad

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan
hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Referat dengan judul
Eisenmenger Syndrome.Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Radiologi.

Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas Referat ini, namun


berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman
sehingga tugas ini dapat terselesaikan.

Penulis sampaikan terima kasih banyak kepada, dr. Iriani Bahar,


M.kes, Sp.Rad, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu
dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi
selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari yang diharapkan oleh
karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran
demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat
bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.

Makassar, Mei 2018

Alif Adeyani, S.Ked

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

A. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI .................................................................. 3

C. DEFINISI ................................................................................................. 20

D. EPIDEMIOLOGI ...................................................................................... 20

E. PATOFISIOLOGI ..................................................................................... 21

F. ETIOLOGI ................................................................................................ 24

G. DIAGNOSIS ............................................................................................. 24

1. GAMBARAN KLINIS ........................................................................ 24

2. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ................................................ 25

3. PEMERIKSAAN RADIOLOGI .......................................................... 26

H. PENATALAKSANAAN .......................................................................... 35

I. PROGNOSIS ............................................................................................ 36

J. KAJIAN ISLAM ........................................................................................ 37

DAFTAR PUSTAKA 40

iii
EISENMENGER SYNDROME

( Alif Adeyani, Iriani Bahar )

A. PENDAHULUAN
Sindrom Eisenmenger mengacu pada setiap cacat jantung kongenital
yang tidak diobati dengan komunikasi intracardiac yang mengarah ke
hipertensi pulmonal, aliran balik, dan sianosis. Shunt kiri-ke-kanan
sebelumnya diubah menjadi shunt kanan-ke-kiri sekunder untuk tekanan arteri
pulmonal tinggi dan penyakit vaskular paru terkait.1
Lesi pada sindrom Eisenmenger, seperti defek septum yang besar,
ditandai oleh tekanan paru yang tinggi dan/atau keadaan aliran pulmonal yang
tinggi. Pengembangan sindrom merupakan titik di mana hipertensi pulmonal
tidak dapat diubah dan merupakan indikasi bahwa lesi jantung kemungkinan
tidak dapat dioperasi. Aritmia jantung dan kematian jantung mendadak
merupakan komplikasi akhir yang penting dari sindrom ini. Manajemen
konservatif dengan obat-obatan dan/atau transplantasi paru-paru dan jantung
adalah pendekatan terapeutik yang dapat menawarkan peningkatan kualitas
hidup.1
Sindrom Eisenmenger awalnya dijelaskan pada tahun 1897, ketika
Victor Eisenmenger melaporkan pada pasien dengan gejala dyspnea dan
sianosis dari bayi yang kemudian mengembangkan gagal jantung dan
menyerah pada hemoptisis masif. Otopsi mengungkapkan Ventricular Septal
Defect yang besar (VSD) dan overiding aorta. Ini adalah deskripsi pertama
dari hubungan antara defek shunt jantung kongenital yang besar dan
perkembangan hipertensi pulmonal.1
Kemajuan dalam perawatan medis pasien dengan hipertensi pulmonal
berat dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan sindrom
Eisenmenger dan berpotensi membalik proses pada pasien terpilih ke titik di
mana mereka kembali menjadi kandidat untuk perbaikan bedah.1

1
Setiap komunikasi intrakardiak yang memungkinkan aliran darah paru
tinggi akan menyebabkan cedera vaskular pulmonal irreversibel, peningkatan
tekanan arteri pulmonal dan akhirnya terjadi aliran darah intrakardiak kanan-
ke-kiri. Awalnya dijelaskan dalam hubungan dengan VSD besar, sindrom
Eisenmenger juga dapat bermanifestasi dengan Patent Ductus Arteriosus
(PDA) atau lebih jarang, dengan anomali jantung kongenital lainnya, seperti
AtrioVentrikular Septal Defect (AVSD) dan Atrial Septal Defect (ASD).1
Contoh subtipe penyakit jantung kongenital yang dapat menyebabkan
penyakit vaskular paru dan berlanjut ke sindrom Eisenmenger termasuk yang
berikut:1
 Peningkatan aliran arteri pulmonal: ASD, fistula arteriovenosa sistemik,
anomali pengembalian vena pulmonal total.
 Meningkatnya tekanan dan aliran arteri pulmonal: VSD besar, PDA besar,
trunkus arteriosus, ventrikel tunggal dengan aliran darah pulmonal yang
tidak terhalang.
 Tekanan vena pulmonal yang meningkat: Stenosis mitral, cor triatriatum,
pengembalian vena pulmonal terhambat.
Modalitas radiologi pada penyakit jantung dan paru sangat penting
dalam mendiagnosis penyakit Eisenmenger Syndrome. Salah satu modalitas
tersebut adalah pemeriksaan ekokardiografi yang dapat melihat adanya defek
pada ruang jantung dan mengetahui adanya shunt dan pemeriksaan kateterisasi
jantung yang bertujuan untuk memeriksa tekanan dan kadar oksigen dalam
atrium dan ventrikel serta pembuluh-pembuluh darah besar arteri pulmonalis.2

2
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi
a. Lokasi Jantung
Cor (Jantung) adalah suatu organ muscular yang berbentuk
conus sebesar kepalan tangan (tinju), betumpu pada diaphragma
thoracis dan berada di antara kedua pulmo bagian caudalis. Dibungkus
oleh suatu selaput yang disebut dengan pericardium dan menempati
mediastinum medium. Letak cor sedemikian rupa sehingga puncaknya
(apex cordis) menghadap ke arah caudo-ventral sinistra, 2/3 bagian cor
berada di sebelah sinistra linea mediana. Proyeksi dinding cor pada
dinding ventral thorax adalah sebagai berikut:3
 Tepi sinistra cor, di sebelah cranial: berada pada tepi caudal pars
cartilaginis costa II sinister, yaitu 1 cm di sebelah lateral tepi
sternum.
 Tepi sinistra cor, di sebelah caudal: berada pada ruang intercostalis
V, yaitu kira-kira 9 cm di sebelah kiri linea mediana atau 2 cm di
sebelah medial linea medioclavicularis sinistra.
 Tepi dextra cor, di sebelah cranial: berada pada tepi cranialis pars
cartilaginis costa III dextra, kira-kira 1 cm dari tepi lateral sternum.
 Tepi dextra cor, di sebelah caudal: berada pada pars cartilaginis
costa VI dextra, kira-kira 1 cm di lateral sternum.

Gambar 1. Proyeksi Jantung4

3
b. Lapisan Jantung
Dinding cor terdiri atas 3 lapisan yaitu:5
1) Lapisan superficial disebut epicardium
Pericardium terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan fibrosa yang
terleltak di sebelah superficial, membentuk kantong fibrosa dan
lapisan serosa yang terletak di sebelah profunda membentuk
kantong serosa. Lapisan atau membrana serosa yang meliputi
permukaan cor membentuk epicardium, disebut pericardium
viscerale, dan lapisan fibrosa akan membentuk pericardium
parietale. Epicardium merupakan jaringan penunjang terluar dan
biasa disebut dengan tunica intima atau tunica eksterna
2) Lapisan intermedia disebut myocardium
Myocardium terdiri atas 3 bagian yaitu 1) serabut otto pada
atrium, 2) serabut otot pada ventriculus dan 3) berkas
atrioventricularis. Lapisan ini biasa juga disebut dengan tunica
media.
3) Lapisan profunda disebut endocardium
Lapisan terdalam yang berisi sel-sel endotel pipih (datar)
yang ditunjang oleh membran basal dan jaringan kolagen yang
rapi. Lapisan ini biasa juga disebut dengan tunica adventisia.

Gambar 2. Dinding Jantung4

4
c. Bagian Jantung
1) Atrium Dextrum
Merupakan suatu ruangan di jantung yang terletak di antara
vena cava superior dan ventrikulus dexter. Di dalam atrium
dextrum bermuara vena cava superior, vena cava inferior dan sinus
coronarius. di dalam atrium dextrum juga terdapat septum atriosum
(septum interatrialis) yang merupakan dinding dorsal dari atrium
dextrum. Pada septum ini terdapat suatu cekungan yang disebut
fossa ovalis, yang merupakan degenerasi dari foramen ovale
(kehidupan foetal).6
2) Ventriculus Dexter
 Ostium atrioventriculare dextra, berbentuk oval dengan
diamater 4 cm dilengkapi dengan 3 valvula, disebut valvula
tricuspidalis yang membuka ke arah ventriculus.
 Chordae tendinae, adalah jaringan ikat penguat berjumlah
sekitar 20 buah dengan ukuran panjang dan tebal yang berbeda-
beda. Melekat pada ujung dan tepi cuspis, serta facies valvula
menghadap ke arah ventriculus.
 Trabeculae carnaeae, merupakan tonjolan serabut-serabut otot
pada dinding ventriculuc yang tampak tidak beraturan.
 M. Papillaris, adalah otot yang menonjol, berbentuk bulat atau
conus, pada ujungnya melekat chordae tendinae.
 Ostium trunci pulmonalis (orificium A. Pulmonalis), berbentuk
bulat, berada pada ujung conus anteriosus, letaknya dekat pada
septum interventriculorum, di sebelah cranial kiri dari ostium
atrioventriculare dextrum. Dilengkapi oleh valvula trunci
pulmonalis, fungsi valvula untuk mencegah darah mengalir
kembali masuk ke dalam ventriculus.

5
3) Atrium Sinistrum
Bentuknya lebih kecil dibanding atrium dextrum, tetapi
mempunyai dinding yang lebih tebal. Disini bermuara vena
pulmonalis sinistra et dextra. Diantara atrium sinistrum dan
dextrum terdapat septum interatriorum (septum atriorum) yang
mengandung sisa dari fossa ovalis.6
4) Ventriculus Sinister
 Ostium atrioventriculare sinistra, menghubungkan antara
atrium sinistrum dan ventriculus sinister, dilengkapi dengan
valvula bicuspidalis (valvula mitralis) yang membuka arah
ventriculus.
 Chordae tendinae, mempunyai bentuk yang lebih besar dan
lebih kuat daripada yang terdapat pada ventriculus dexter.
 Trabeculae carnaeae, merupakan tonjolan serabut-serabut otot
pada dinding ventriculuc yang tampak tidak beraturan
 M. Papillaris, adalah otot yang menonjol, berbentuk bulat atau
conus, pada ujungnya melekat chordae tendinae
 Ostium aoertae, yang bentuk bulat dilengkapi dengan valvula
aortae, fungsi valvula untuk mencegah darah mengalir kembali
masuk ke dalam ventriculus.

Gambar 3. Bagian Jantung4

6
d. Vaskularisasi Jantung
1) Arteri
Seluruh myocardium mendapat suplai darah dari arteri
coronaria dextra dan arteri coronaria sinistra. Percabangannya
adalah ramus marginalis, ramus transversus dan ramus descendens
posterior (ramus interventricularis posterior).7

Gambar 4. Arteri Jantung4


2) Vena
Sebagian besar vena cordis bermuara ke dalam sinus
coronarius, kecuali vena cordis anterior yang bermuara langsung di
atrium dextrum. Kedalam sinus coronarius bermuara adalah vena
cardiaca magna (vena coronaria sinistra), vena cardiaca media,
vena posterior ventriculi sinistra, vena cardiaca parva (vena
coronaria dextra), dan vena oblique atrii sinistra.7

Gambar 5. Vena Jantung4

7
e. Innervasi Jantumg
Dibagi menjadi innervasi intrinsik, yaitu sistem pengantar
rangsang, dan innervasi ekstrinsik yang dibentuk oleh saraf sympathis
dan parasympathis. Serabut sympathis berasal dari sumber secara
langsung berasal dari ganglion cervicale sedangkan serabut
parasympathis berasal dari Nervus vagus.7
Saraf sympathis berfungsi untuk mempercepat denyut jantung
(cardiac acceleration) dan dilatasi arteri coronaria. Sedangkan saraf
parasympathis berfungsi untuk menghambat denyut jantung (cardiac
inhibitory) dan kontraksi arteri coronaria.7

Gambar 6. Innervasi Jantung4

8
2. Fisiologi
a. Sistem Sirkulasi Tubuh
Darah yang kembali dari sirkulasi sitemik masuk ke bagian
atrium kanan melalui 2 vena besar, vena kava, satu mengembalikan
darah dari level di atas jantung dan yang lain dari level di bawah
jantung. Tetes darah yang masuk ke atrium kanan telah kembali dari
jaringan tubuh, dimana O2 telah diambil darinya dan CO2 ditambahkan
ke dalamnya. Darah yang terdeoksigenasi parsial ini mengalir dari
atrium kanan ke dalam ventrikel kanan yang memompanya keluar
menuju arteri pulmonalis, yang segera membentuk dua cabang, satu
berjalan ke masing-masing dari kedua paru. Karena itu, sisi kanan
jantung menerima darah dari sirkulasi sistemik dan memompanya ke
dalam sirkulasi paru.8
Di dalam paru, tetes darah tersebut kehilangan CO2 ekstra dan
menyerap pasokan segar O2, sebelum dikembalikan ke atrium kiri
melalui vena pulmonalis yang datang dari kedua paru. Darah kaya
akan O2 yang kembali ke atrium kiri ini selanjutnya mengalir ke dalam
ventrikel kiri, rongga pemompa yang mendorong darah ke seluruh
sistem tubuh kecuali paru; jadi, sisi kiri jantung menerima darah dari
sirkulasi paru dan memompanya ke dalam sirkulasi sistemik. Satu
arteri besar yang membawa darah menjauhi ventrikel kiri adalah aorta.
Aorta bercabang-cabang menjadi arteri-arteri besar yang mendarahi
berbagai organ tubuh.8
Berbeda dari sirkulasi paru, dimana semua darah mengalir ke
paru, sirkulasi sistemik dapat dipandang sebagai suatu rangkaian jalur
sejajar. Sebagian dari darah yang dipompa oleh ventrikel kiri mengalir
ke otot, sebagian ke ginjal, sebagian ke otak dan sebagainya. Karena
itu keluaran ventrikel kiri terdistribusi sedemikian rupa sehingga setiap
bagian tubuh menerima darah segar; darah arteri yang sama sekali
tidak mengalir dari organ ke organ. Karena itu, tetes darah yang kita
telusuri mengalir hanya ke satu organ sistemik. Sel-sel jaringan di

9
dalam organ tersebut menyerap O2 dari darah dan menggunakannya
untuk mengoksidasi nutrien untuk menghasilkan energi; dalam
prosesnya, sel jaringan membentuk CO2 sebagai produk sisi yang
ditambahkan ke dalam darah. Tetesan darah yang sekarang hilang
kandungan O2 nya sebagian dan mengalami peningkatan kandungan
CO2, kembali ke sisi kanan jantung, yang kembali memompanya ke
paru.8
Kedua sisi jantung secara simultan memompa darah dalam
setara. Volume darah miskin O2 yang sedang dipompa ke paru oleh sisi
kanan jantung segera menjadi sama dengan volume darah kaya O2
yang sedang disalurkan ke jaringan oleh sisi kiri jantung. Sirkulasi
paru adalah sistem bertekanan rendah dan beresistensi rendah,
sedangkan sirkulasi sistemik adalah sistem bertekanan tinggi dan
beresistensi tinggi. Tekanan adalah gaya yang ditimbulkan di dinding
pembuluh oleh darah yang dipompa ke dalam pembuluh darah oleh
jantung. Resistensi adalah oposisi terhadap aliran darah, terutama
disebabkan oleh gesekan antara darah yang mengalir dan dinding
pembuluh. Meskipun sisi kanan dan kiri jantung memompa darah
dalam jumlah yang sama namun sisi kiri melakukan kerja lebih besar,
karena memompa darah dalam jumlah yang sama pada tekanan yang
lebih tinggi ke dalam sistem yang lebih panjang dengan resistensi lebih
tinggi. Karena itu, otot jantung di sisi kiri jauh lebih tebal daripada otot
di sisi kanan, menyebabkan sisi kiri jauh lebih tebal daripada otot di
sisi kanan, menyebabkan sisi kiri menjadi pompa yang lebih kuat.8

10
Gambar 7. Sistem Sirkulasi9
b. Embriogenesis Kardiovaskular
Proses embriogenesis jantung merupakan serangkaian peristiwa
yang kompleks, dalam proses ini terdapat empat tahapan, yaitu: 1)
tubing, yaitu tahapan ketika bakal jantung masih merupakan tabung
sederhana, 2) looping, yaitu suatu peristiwa kompleks berupa
perputaran bagian-bagian bakal jantung dan arteri besar (Aorta dan A.
Pulmonalis), 3) septasi, yaitu proses pemisahan bagian-bagian bakal
jantung serta arteri besar dengan pembentukan berbagai ruang jantung,
dan 4) migrasi, yaitu pergeseran bagian-bagian jantung sebelum
mencapai bentuk akhirnya.10
1) Tubing
Pada awalnya jantung merupakan sebuah tabung lurus yang
berasal dari fusi sepasang primordia yang simetris. Pada tabung
tersebut terdapat beberapa dilatasi, yaitu atrium primitif, komponen
ventrikel yang terdiri dari segmen inlet dan outlet, dan trunkus
arteriosus yang kelak menjadi Aorta dan A. Pulmonalis.10

11
Vena umbilicalis yang mengalirkan darah dari plasenta,
vena vitelina yang berasal dari kandung kuning (yolk sac) serta
vena kardinalis yang berasal dari embrio bergabung dan masuk ke
sinus venosus, untuk selanjutnya berhubungan dengan atrium
primitif dari tabung jantung. Bagian distal trunkus arteriosus
(aortic sac) di dalam perkembangannya bergabung dengan arkus
aorta dan aorta desendens. Keadaan ini terjadi pada embrio berusia
6 minggu dengan panjang kira-kira 10 mm.10
2) Looping
Tahapan selanjutnya dikenal sebagai suatu proses looping
antara atrium dengan komponen inlet ventrikel, dan juga antara
komponen inlet dengan outlet ventrikel. Sinus venosus, yang
tertanam kuat pada septum transversum, menjadi bagian dari ujung
tabung yang terfiksasi. Perkembangan yang bertahap menyebabkan
atrium primitif bergeser ke arah sinus venosus, hingga terbentuk
lengkungan ke kanan antara atrium dan segmen inlet ventrikel.
Pada komponen inlet dan outlet ventrikel juga terbentuk lengkung
dengan sudut sebesar 180 derajat, sehingga trunkus berada di
depan dan kanan kanalis atrioventrkularis. Proses looping ini
biasanya terjadi ke arah kanan, dan disebut sebagai
dextroventricular looping.10
3) Septasi
Selanjutnya adalah tahapan septasi pada segeme atrium,
ventrikel, dan trunkus arteriosus. Perubahan segmen atrium sangat
bergantung pada reorganisasi sistem vena. Sistem vena yang
simetris mengalami lateralisasi, dengan anastomosis dari kiri ke
kanan di daerah kepala dan abdomen.10
 Anastomosis superior pada daerah kepala berlangsung antara
sistem vena kardinalis, hingga vena kardinalis superior kiri
mengalir ke vena kardinalis kanan dan selanjutnya ke sinus

12
venosus. Vena kardinalis kanan ini kelak menjadi vena kava
superior.
 Perubahan di daerah abdomen terjadi pada sistem vena vitelina
dan vena umbilikalis. Sistem vena ini membentuk saluran yang
baru yaitu duktus venosus, yang menghubungkan vena
umbilikalis kiri ke vena vitelina kanan untuk kemudian masuk
ke dalam sinus venosus. Vena vitelina kanan ini kemudian
menjadi vena kava inferior. Vena-vena lainnya mengalami
regresi dan sebagian dari vena vitelina bergabung dengan
sistem vena porta.
Setelah terjadi reorganisasi sistem vena ini, maka darah
seluruhnya mengalir masuk ke bagian kanan sinus venosus melalui
vena kava superior (vena kardinalis kanan) dan vena kava inferior
(vena vitelina kanan). Bagian kiri sinus venosus mengalami regresi
dan hanya tersisa sebagai sinus koronarius dan vena oblik.10
Pada saat ini telah terjadi pergeseran ke kanan dari
sinoatrial junction. Sebuah saluran vena baru, yaitu vena
polmunalis primer, tumbuh dari bagian kiri atrium primitif.
Bersamaan dengan pergeseran ke kanan ini juga terjadi pergeseran
ke arah kanan pada atrioventrikular junction.10
Kanalis atrioventrikularis dibagi oleh bantalan
endokardium (endocardial cushion) superior dan inferior, yang
bersatu di tengah, menjadi orifisium kanan dan kiri. Atrium
primitif disekat septum primum yang utmbuh dari atap atrium
mendekati bantalan endokardium. Celah antara septum primum
dan bantalan endokardium disebut ostium primum. Selanjutnya
fusi septum primum dan bantalan endokardium menutup ostium
primum. Untuk mempertahankan hubungan interatrial, tepi atas
spetum terlepas ke bawah membentuk foramen sekundum.
Kemudian lipatan yang terbentuk di kanan dinding atrium primitif

13
menutup foramen sekundum dan melapisi bagian bawah septum
primum. Celah antara kedua sekat ini disebut foramen ovale.10
Sisa sinoatrial junction merupaka sekat tipin yang menjadi
katup untuk mengarahkan aliran darah vena kava inferior dari
plasenta ke atrium kiri melalui formen ovale. Pada saat yang sama
V. Pulmonalis primer tumbuh ke arah tunas paru (lung buds), yang
berasal dari usus depan (foregut). Pleksus V. Pulmonalis yang
terpisah juga terbentuk dalam paru, berasal dari pleksus
splangnikus yang leingkari usus depan. Pada perkembangan
normal, V. Pulmonalis yang berasal dari atrium bergabung dengan
pleksus V. Interpulmonalis, mengalami reabsorbsi menjadi atrium
kiri dan keempat vena pulmonalis.10
Setelah looping maka akan terbentuk kantung-kantung dari
komponen inlet dan outlet ventrikel. Kantung yang terbentuk dari
komponen inlet menjadi daerah trabekular ventrikel kiri,
sedangkan kantung dari komponen outlet menjadi daerah
trabekular ventrikel kanan. Akibat pembentukan kantung-kantung
ini terjadilah septum trabekular yang kelak akan menjadi bagian
bawah dari cincin lubang antara komponen inlet dan outlet
vnetrikel. Pada stadium ini maka seluruh aliran kanalis
atrioventrikularis masuk ke daerah trabekular ventrikel kiri,
sedangkan aliran yang keluar melalui trunkus akan berasal dari
area trabekular ventrikel kanan.10
Septasi trunkus arteriosus terjadi dengan terbentuk dan
berfusinya tonjolan-tonjolan endokardial yang dimulai dari segmen
outlet ventrikel. Mula-mula proses ini berlangsung seperti spiral,
dan selanjutnya pada saat fusi menjadi septum yang lurus. Septum
yang kemudian menjadi pemisah aorta dan arteri pulmonalis
tersebut tidak hanya saja berasal dari tonjolan endokardium
tersebut tetapi juga dari perlekatan antara dinding trunkus. Septum
ini disebut septum infundibular. Proses yang berlangsung seperti

14
spiral ini menyebabkan aorta dan arteri pulmonalis keluar dari
jantung dalam posisi seperti spiral.10
4) Migrasi
Bersama dengan septasi kanalis atrioventrikularis dengan
terbentuknya bantalan endokardium yang telah diuraikan, terjadi
juga pergeseran (migrasi) segmen inlet ventrikel, sehingga
orificium atrivenrikular kanan akan berhubungan dengan daerah
trabekular ventrikel kanan. Pada saat yang sama terbentuk septum
inlet antara orificium atriventrikular kanan dan kiri, sehingga
ventrikel kanan sudah mempunyai daerah inlet dan outlet,
sedangkan ventrikel kiri hanya mempunyai inlet.10
Darah yang masuk ke ventrikel kiri harus melalui lubang
yang dibentuk oleh septum inlet, septum trabekular dan lengkung
jantung bagian dalam (inner heart curvature), masuk ke dalam
ventrikel kanan dan baru dapat keluar ke aortic outflow tract.
Dalam perkembangan selanjutnya aortic outflow tract akan
bergeser ke arah ventrikel kiri dengan absorbsi dan perlekatan dari
inner heart curvature. Sekarang kedua ventrikel masing-masing
sudah memiliki inlet, outlet dan trabekular.10
Pergeseran aorta ke arah ventrikel kiri ini akan
menyebabkan septum outlet (infundibular) berada pada satu garis
dengan septum inlet dan septum trabekular. Komunikasi antara
kedua ventrikel masih tetap ada, dan lubang baru yang terbentuk
ini selanjutnya akan tertutup oleh septum membranous. Jadi
septum ventrikel terdiri dari empat bagian, yaitu septum trabekular,
septum inlet, septum infundibular dan septum membranasea.10
Selanjutnya aortic outflow tract bergabung dengan arkus
aorta, sedangkan pulmonary outflow tract dengan arkus aorta. Pada
masa janin selanjutnya arkus aorta ini berfungsi sebagai duktus
arteriosus, yang menghubungkan areteri pulmonalis dengan aorta
desendens.10

15
Katup atrioventrikularis terbentuk dari pengelupasan
lapisan superficial dari segmen inlet ventrikel, sedangkan katup
arterial (semilunar) dari outlet-truncal junction. Pada awalnya
kedua katup atrioventrikular ini terpisah dari kedua katup arterial
oleh lipatan ventrikulo-infundibular (inner heart curvature). Pada
saat pergeseran aorta ke arah ventrikel kiri, lipatan ini menghilang
dan katup aorta berdekatan dengan katup mitral (aortic-mitral
continuity). Sedangkan lipatan ventrikulo-infundibular antara katup
pulmonal dan trikuspid tetap ada, bahkan diperkuat oleh septum
infundibular. Kedua struktur ini membentuk krista
supraventrikulari dan terjadilah tricuspid-pulmonary
discontinuity.10

Gambar 8. Embriogenesis Jantung9

16
c. Sistem Sirkulasi Janin
Sirkulasi janin berjalan paralel; artinya sirkulasi paru dan
sirkulasi sitemik berjalan sendiri-sendiri dan hubungan keduanya
terjadi melalui pirau intra dan ekstrakardiak. Pada bayi sirkulasi paru
dan sistemik berjalan secara seri. Untuk memenuhi kebutuhan
respirasi, nutrisi dan ekskresi janin memerlukan sirkulasi yang berbeda
dengan sirkulasi ekstrauterin.10
Pada janin, darah dengan oksigen relatif cukup (pO2 30 mmHg)
mengalir dari plasenta melalui vena umbilikalis. Separuh jumlah darah
ini mengalir melalui hati, sedangkan sisanya memintas hati melalui
duktus venosus ke vena kava inferior, yang juga menerima darah dari
hati (melalui vena hepatika) serta tubuh bagian bawah.10
Sebagian besar darah dari vena kava inferior mengalir ke
atrium kiri melalui foramen ovale, selanjutnya ventrikel kiri, aorta
ascendens dan sirkulasi koroner. Dengan demikian sirkulasi otak dan
koroner mendapat darah dengan tekanan oksigen yang cukup.
Sebagian kecil darah dari vena kava inferior memasuki ventrikel kanan
melalui katup tricuspid. Darah yang kembali dari leher dan kepala
janin (pO2 10 mmHg) memasuki atrium kanan melalui vena cava
superior, dan bergabung dengan darah dari sinus koronarius menuju
ventrikel kanan, selanjutnya ke arteri pulmonalis. Pada janin hanya
15% darah dari ventrikel kanan yang memasuki paru, selebihnya
melewati duktus arteriosus menuju ke aorta desendens, bercampur
dengan darah dari aorta ascendens. Darah dengan kandungan oksigen
yang rendah ini akan mengalir ke organ-organ tubuh sesuai dengan
tahanan vaskular masing-masing, dan juga ke plasenta melalui arteri
umbilikalis yang keluar dari arteri iliaka interna.10
Pada janin normal ventrikel kanan memompakan 60% seluruh
curah jantung. Diameter duktus arteriosus pada janin sama dengan
diameter aorta, dan tekanan arteri pulmonalis juga sama dengan
tekanan aorta. Tahanan vaskular paru masih tinggi oleh karena

17
konstriksi otot arteri pulmonalis. Dimensi aorta dan arteri pulmonalis
dipengaruhi oleh aliran darah kedua pembuluh darah ini.10
Setelah lahir, sirkulasi plasenta mengalami gangguan. Inflasi
paru akibat bernapas membuka sirkulasi pulmonal dan menyebabkan
peningkatan pada tekanan darah di atrium kanan. Peralihan dari
sirkulasi pranatal menjadi pascanatal meliputi perubahan sebagai
berikut:10
 Tahanan vaskular pulmonal turun dan aliran darah pulmonal
meningkat
 Tahanan vaskular sistemik meningkat
 Duktus arteriosus menutup
 Foramen ovale menutup
 Duktus venosus menutup

Gambar 9. Sirkulasi Janin9

18
Ostium yang seperti katup pada foramen ovale diantara atrium
kanan dan kiri tertutup secara pasif akibat meningkatnya tekanan darah
di dalam atrium kiri. Kemudian, valvula foraminis ovalis menyatu
dengan septum secundum, menyisahkan fossa ovalis yang persisten di
dalam atrium kanan. Ductus arteriosus secara fungsional dalam
beberapa hari dan kemudian berobliterasi menjadi ligamentum
arteriosum. Duktus venosus berobliterasi pascanatal dan tersisa sebagai
ligamentum venosum di hilum hepar. Vena umbilikalis berobliterasi
dan tersisa sebagai ligamentum teres hepatis di antara hepar dan
dinding ventral abdomen. Bagian distal dari arteri umbilikalis
membentuk ligamentum umbilikalis media di sisi kanan dan kiri, yang
masing-masing berkontribusi dalam pembentukan plika umbilikalis
medialis di bagian internal dinding ventral abdomen.3
Terdapat perbedaan yang mendasar antara sirkulasi pada janin
dan pada bayi, sesuai dengan fungsinya. Perbedaan ini dapat dilihat
sebagai berikut:10
 Pada janin terdapat pirau intrakardiak (foramen ovale) dan pirau
ekstrakardiak (duktus arteriosus, duktus venosus) yang efektif.
Arah pirau adalah dari kanan ke kiri, yaitu dari atrium kanan ke kiri
melalui foramen ovale dan dari arteri pulmonalis menuju aorta
melalui duktus arteriosus. Pada sirkulasi pascalahir pirau intra dan
ekstrakardiak tersebut tidak ada.
 Pada janin ventrikel kiri dan kanan bekerja serentak, sedangkan
pada keadaan pascalahir ventrikel kiri berkontraksi sedikit lebih
awal dari ventrikel kanan.
 Pada janin ventrikel kanan memompa darah ke tempat dengan
tahan yang lebih tinggi, yaitu tahanan sistemik, sedangkan
ventrikel kiri melawan tahanan yang rendah yaitu plasenta. Pada
keadaan pascalahir ventrikel kanan akan melawan tahanan paru,
yang lebih rendah daripada tahanan sistemik yang dilawan
ventrikel kiri.

19
 Pada janin darah yang dipompa oleh ventrikel kanan sebagian
besar menuju aorta melalui duktus arteriosus, dan hanya sebagian
kecil yang menuju ke paru. Pada keadaan pascalahir darah dari
ventrikel kanan seluruhnya ke paru.
 Pada janin paru memperoleh oksigen dari darah yang
mengambilnya dari plasenta; pascalahir paru memberi oksigen
kepada darah.
 Pada janin, plasenta merupakan tempat yang utama untuk
pertukaran gas, makanan dan ekskresi. Pada keadaan pascalahir
organ-organ lain mengambil alih berbagai fungsi tersebut.
C. DEFINISI
Eisenmenger Sydrome (Sindrom Eisenmenger) adalah sindrom dengan
tanda-tanda hipertensi pulmonal disertai pirau terbalik (kanan-kiri) melalui
VSD (Ventricular Septal Defect) atau ASD (Atrial Septal Defect) atau PDA
(Patent Ductus Arteriosus). Sindrom Eisenmenger adalah komplikasi dari
penyakit jantung bawaan yang menyebabkan ada lubang (shunt), darah dari
jantung kiri akan ikut mengalir masuk ke jantung kanan. Hal ini dikarenakan
jantung kiri memiliki tekanan yang lebih tinggi dibandingkan jantung kanan.
Pada akhirnya, darah akan menumpuk di dalam paru-paru dan merusak
pembuluh darah di dalamnya. Tumpukan darah di paru-paru ini lama-kelaman
akan menyebabkan peningkatan tekanan paru, sehingga aliran darah akan
berbalik dari jantung kanan menuju jantung kiri. Akibatnya, darah yang kaya
oksigen akan bercampur dengan darah kotor (darah yang belum masuk ke
paru-paru) untuk kemudian dipompa ke seluruh jaringan tubuh. Pada akhirnya
organ dan jaringan tidak akan mendapatkan oksigen yang cukup dan hal ini
akan mengakibatkan suatu kondisi yang mengancam jiwa.11, 12
D. EPIDEMIOLOGI
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah suatu kelainan bawaan yang
cukup banyak ditemukan dengan insiden antara 8-10 kejadian setiap 1000
kelahiran hidup. Angka kejadian PJB di Indonesia cukup tinggi, yaitu 45.000
bayi Indonesia lahir dengan PJB tiap tahun. PJB asianotik merupakan

20
kelompok penyakit terbanyak yakni sekitar 75% dari semua PJB, sedangkan
sisanya merupakan kelompok PJB sianotik (25%). VSD (Ventricular Septal
Defect) yang merupakan salah satu jenis dari PJB asianotik, paling sering
ditemukan, yaitu sebanyak 20-30% dari seluruh kasus PJB. PJB asianotik
dengan defek atau pirau dari kiri ke kanan dapat menyebabkan terjadinya
Hipertensi Arteria Pulmonalis (HAP), gagal jantung kongestif dan infeksi paru
berulang.13
Prevalensi sindrom Eisenmenger sulit diukur, tetapi menurun di negara
maju dengan identifikasi dan koreksi bedah pada kondisi jantung bawaan.
Pasien dari negara-negara terbelakang cenderung memiliki presentasi akhir
sindrom Eisenmenger karena lesi jantung kongenital yang tidak terkoreksi.1
E. PATOFISIOLOGI
Sindrom Eisenmenger terjadi pada pasien dengan shunt kiri-ke-kanan.
Shunts ini awalnya menyebabkan peningkatan aliran darah paru. Jika
dibiarkan, peningkatan aliran darah paru dan/atau tekanan arteri pulmonalis
yang meningkat dapat menyebabkan remodelling mikrovaskularisasi paru,
dengan obstruksi berikutnya terhadap aliran darah paru. Ini sering disebut
sebagai Pulmonary Vascular Obstructive Disease (PVOD).1
Seiring waktu, setiap komunikasi yang memungkinkan shunt kiri-ke-
kanan menyebabkan peningkatan aliran pembuluh darah paru dan, akhirnya,
cedera vaskular ireversibel. Komunikasi sistemik ke paru biasanya tidak
berbahaya sebelum lahir karena resistensi vaskular paru yang tinggi pada janin
membatasi pirau kiri-ke-kanan. Setelah lahir, resistensi pembuluh darah paru
biasanya menurun dan ada peningkatan kepatuhan ventrikel kanan,
menghasilkan shunt kiri-ke-kanan dan peningkatan aliran darah paru. Selain
itu, aliran darah pulmonal konstan tinggi menghasilkan kelainan struktural
progresif dan perubahan histologis dalam pembuluh darah paru. Perubahan
histologis dimediasi oleh peningkatan endotelin 1, peningkatan tromboksan,
aktivasi trombosit, dan produksi elastase intrinsik dan faktor pertumbuhan
endotel vaskular. Seiring berjalannya waktu, peningkatan resistensi pembuluh
darah paru dan shunt kanan-ke-kiri berkembang di ruang jantung atau arteri

21
besar. Sianosis juga berkembang dari waktu ke waktu, awalnya pada pada saat
beraktivitas dan akhirnya pada saat istirahat (late cyanosis).14
Ukuran intracardiac shunt memainkan peran penting dalam
kemungkinan pengembangan sindrom. Sekitar 3% pasien dengan defek
septum ventrikel kecil (VSD) (≤1,5 cm) dan 50% pasien dengan VSD besar (>
1,5 cm) dapat mengembangkan sindrom Eisenmenger. Onset dari sindrom
biasanya lebih awal (bayi) pada pasien dengan VSD atau patent ductus
arteriosus (PDA), sedangkan cenderung lebih sering selama masa dewasa pada
pasien dengan defek septum atrium (ASD).1
Kegagalan untuk mengurangi tekanan paru dalam 2 tahun pertama
kehidupan dapat menyebabkan perkembangan endotel disfungsi endemik dan
remodeling pembuluh darah pulmonal. Kondisi ini kemudian berkembang
menjadi hipertensi paru ireversibel. Secara historis, kematian terjadi antara
usia 30 dan 35 tahun. Kematian dapat terjadi dari kematian jantung mendadak,
hemoptisis, kejadian tromboembolik, gagal jantung, komplikasi kehamilan,
komplikasi operasi nonkardiak, dan infeksi sistem saraf pusat.1
Eisenmenger syndrome ditandai oleh adanya hipertensi pulmonal yang
menunjukkan adanya tekanan darah yang tinggi pada sirkulasi pulmonal, yang
bila berlangsung kronis akan menyebabkan perubahan karakteristik histologi
pembuluh darah yang disebut pulmonary arteriopathy. Awal perubahan terjadi
pada arteriola dan arteri pulmonalis kecil, kemudian akan berlanjut ke arteri
pulmonalis yang besar. Terjadi proliferasi tunika intima dan tunika media
yang disertai proses hialinisasi dan fibrosis. Proses-proses tersebut bersama
dengan proliferasi sel otot vaskular mengakibatkan timbulnya obstruksi
pembuluh darah pulmonal sehingga terjadi hipertensi pulmonal permanen.
Pada keadaan yang demikian operasi penutupan defek menjadi
kontraindikasi.15
Berikut adalah tahapan kelainan pada karakteristik histologi arteri
pulmonalis adalah sebagai berikut:15
 Grade I : Hipertrofi tunika media tanpa proliferasi tunika intima.
 Grade II : Hipertrofi tunika media tanpa reaksi seluler tunika intima.

22
 Grade III : Fibrosis tunika intima, disertai hipertrofi tunika media dan
dilatasi vaskular.
 Grade IV : Dilatasi vaskular secara umum, adanya oklusi vaskular karena
fibrosis tunika intima dan lesi pleksiform.
 Grade V : Lesi dilatasi yang lain, seperti lesi pada kavernosa dan
angiomatoid.
 Grade VI : Nekrosis arteri yang mengalami inflamasi menyertai perubahan
pada grade V.
Obstruksi mengakibatkan perubahan vaskular yang irreversibel dan
resisteni pulmonal meningkat yang kemudian akan meningkatkan tekanan
pada ventrikel kanan. Secara perlahan tekanan di ventrikel kanan yang
awalnya rendah (25 mmHg) akan naik hingga menyamai tekanan ventrikel kiri
(120 mmHg). Pada saat tekanan antar keduanya sama shunt akan menghilang
(secara klinis penderita tampak lebih baik). Bila tekanan di ventrikel kanan
meningkat melebihi tekanan di ventrikel kiri, shunt akan timbul berbalik dan
kanan ke kiri, penderita menjadi sianosis (sianosis sentral), mengalami
desaturasi arteri, dan prognosisnya memburuk.15
NYHA (New York Heart Association) mengklasifikasi hipertensi
pulmonal secara fungsional menjadi:15
 Kelas I : Pasien dengan hipertensi pulmonal tanpa mengalami keterbatasan
dalam aktifitas fisik. Aktifitas fisik yang normal tidak menyebabkan sesak
napas, kelelahan, nyeri dada, atau sinkop.
 Kelas II : Pasien dengan hipertensi pulmonal yang menyebabkan
keterbatasan ringan pada aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat, aktifitas
fisik biasa tidak menyebabkan sesak napas, kelelahan, nyeri dada, atau
sinkop.
 Kelas III : Pasien dengan hipertensi pulmonal, tanpa keterbatasan saat
aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat dan aktifitas fisik biasa bisa
menyebabkan sesak napas, kelelahan, nyeri dada, atau sinkop.

23
 Kelas IV : Pasien hipertensi pulmonal dengan ketidakmampuan untuk
melakukan aktifitas fisik sehari-hari tanpa menunjukkan gejala. Adanya
tanda-tanda gagal jantung kanan, yaitu sesak napas dan kelelahan.
Pada hipertensi pulmonal didapatkan suara jantung kedua (S2)
diperkeras, sering teraba biasanya tunggal dan EKG tampak gambaran
hipertrofi ventrikel kanan.15
F. ETIOLOGI
Penyebab sindrom Eisenmenger adalah sebagai berikut:1
 Shunt besar jantung yang tidak terkoreksi
 VSD besar dan tidak terbatas
 PDA nonrestrictive
 Defek septum atrioventrikular, termasuk ostium primum ASD besar tanpa
komponen ventrikel
G. DIAGNOSIS
1. GAMBARAN KLINIS
Anak tampak biru dan sesak napas. Aktifitas ventrikel kanan
sangat meningkat. Pada ICS II kiri dapat diraba komponen pulmonal bunyi
jantung II (pulmonary tapping). Terdengar bunyi jantung II yang tunggal
dan keras atau bunyi jantung II split sempit, bising ejeksi sistolik yang
pendek terdengar pada ICS kiri atas. Disini gambaran klinis penyakit
primernya sudah tidak jelas lagi (VSD/ASD/PDA).11
Gambaran klinis dilihat berdasarkan dari besar kecilnya shunt,
semakin besar shunt maka gejala akan semakin berat. Shunt besar,
penderita mengalami sesak napas, sianosis (apabila aliran darah inefektif
lebih tinggi dibanding aliran darah efektif), gangguan makan, infeksi dan
radang paru yang berulang, dan gangguan pertumbuhan. Pada pemeriksaan
fisiknya ditemukan sesak napas, bulging dan prekordil hiperaktif; bising
pansistolik derajat 3-4, nada tinggi kasar, dengan punktum maksimum di
ICS 3-4 linea parasternalis kiri; bising diastolik pendek pada ICS 4 linea
midklavikularis setelah bunyi jantung ke-2 (hipertensi pulmonal). Shunt
sedang (gejala mirip shut besar namun lebih ringan), penderita mengeluh

24
mudah lelah dan terdapat bising pansistolik cukup keras (derajat 3) nada
tinggi, kasar, pada ICS 3-4 linea prasternalis kiri. Shunt kecil, biasanya
tidak menunjukkan gejala. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
bising holosistolik, dengan atau tanpa thrill, tepat sebelum bunyi jantung
ke-2.15
Sindrom Eisenmenger merupakan penyakit multisistemik karena
adanya shunt dari kanan ke kiri yang menyebabkan desaturasi darah di
sirkulasi sisitemik yang dapat mengakibatkan sianosis. Sianosis inilah
yang bisa menyebabkan gangguan pada sistem tubuh termasuk, sistem
saraf pusat, hematologi, metabolisme bilirubin, sistem vaskular, sirkulasi
koroner, myocardium, ginjal, sistem respiratori, sistem digestiv,
metabolisme asam urat, dan tulang panjang.15
Kelanjutan dari Eisenmenger Syndrome adalah Eisenmenger
Complex yang ditandai dengan Ventricular Septal Defect (VSD),
hipertensi pulmonal yang berat dan shunt reversal serta sianosis.16
2. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada penderita Eisenmenger Syndrome, pemeriksaan laboratorium
yang dapat dilihat adalah sebagai berikut:17
 Polisitemia
 Peningkatan hemoglobin dan hematokrit
 Peningkatan bilirubin
 Penurunan PaCO2 dan PaO2
Namun pemeriksaan laboratorium tidak terlalu efektif dalam
mendiagnosis Eisenmenger Syndrome.17

25
3. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
a. Elektrokardiogram (EKG)
Elektrokardiogram berguna untuk menunjukkan tanda-tanda
hipertrofi ventrikel kanan. Tanda-tanda ini termasuk yang berikut:18
 Right axis deviation.
 Gelombang R tinggi pada sadapan V1, gelombang S dalam pada
sadapan V6, dengan atau tanpa abnormalitas gelombang ST dan T.
 P pulmonale.di sadapan II (RAH)

Gambar 10. Gambaran EKG Eisenmenger Syndrome18


b. Foto Thorax
Pada Foto Thorax (Posisi PA dan Lateral) penderita
Eisenmenger Syndrome dapat ditemukan tanda-tanda hipertensi
pulmonal dan defek ruang jantung. Tanda-tanda ini termasuk yang
berikut:17
 Pelebaran arteri pulmonal sentral disertai penurunan ukuran dan
jumlah pembuluh darah pulmonal perifer.
 Kalsifikasi arteri pulmonal.
 Kardiomegali pada jantung bagian kanan atau normal.
 Jantung yang berdilatasi karena pembesaran ventrikel kanan dilihat
sebagai penurunan ruang retrosternal pada gambar lateral

26
Gambar 11. Foto Thorax (Posisi PA dan Lateral) Pada Eisenmenger Syndrome17

c. Ekokardiografi
1) Ekokardiografi Trans Esofageal
Ekokardiografi Trans Esofageal merupakan modalitas
pencitraan yang paling sering digunakan untuk evaluasi jantung
(penyakit kongenital, valvular, dan miokard) dan hemodinamik
pada hipertensi pulmonal.17

Gambar 12. Ekokardiografi Trans Esofageal Pada Penderita ASD17

27
Gambar 13. Ekokardiografi Trans Esofageal Pada Penderita VSD19

2) Echocardiography Color Flow Doppler


Echocardiography Color Flow Doppler adalah metode non-
invasif yang dapat melihat arah shunt di ruang jantung dan juga
dapat memperkirakan tekanan arteri pulmonal. Echocardiography
Color Flow Doppler juga dapat digunakan untuk:17
 Defek struktur kardial.
 Lokasi pirau kardial.
 Perbedaan tekanan melalui defek.
 Tekanan sistolik dan diastolik pulmonary.
 Abnormalitas struktural yang menyertai.
 Ukuran/fungsi ventrikel kanan & kiri.
 Kemungkinan koreksi secara bedah.

28
Gambar 14. Echocardiography Color Flow Doppler Pada Penderita ASD17

Gambar 15. Echocardiography Color Flow Doppler Pada Penderita VSD19

29
d. Pulmonary Angiography
Pulmonary Angiography merupakan salah satu modlitas
radiologi yang dapat digunakan untuk menilai keadaan pembuluh
darah pada arteri pulmonalis yang dicurigai terjadi hipertensi
pulmonal. Modalitas ini juga untuk mengetahui penyebab hipertensi
pulmonal baik dari gangguan cardiac atau noncardiac. Modalitas yang
digunakan adalah:20
1) Digital Subtraction Pulmonary Angiography (DSPA)
Digital Subtraction Pulmonary Angiography (DSPA)
adalah kriteria standar atau tes definitif dalam mengevaluasi
penyakit yang melibatkan pembuluh darah paru. Teknik ini
memungkinkan visualisasi semua cabang arteri pulmonalis. Hal ini
memungkinkan pengukuran arteri pulmonal berdasarkan kateter,
dan dapat digunakan untuk intervensi terapeutik.21
Teknik ini memerlukan kateterisasi vena perkutan,
manipulasi kateter intrakardiak, dan kateterisasi arteri pulmonalis.
Radiasi pengion dan agen kontras iodinasi digunakan untuk
menghasilkan gambar arteri pulmonal dan vena. Komplikasi yang
terkait menekankan yaitu termasuk prosedur yang invasif. Namun,
DSPA tetap standar kriteria untuk evaluasi banyak gangguan
vaskular paru termasuk hipertesi pulmonal.21
DSPA dapat dilakukan melalui banyak vena. Pembuluh
darah yang paling sering dipilih adalah Vena Femoralis Kanan.
Vena jugularis atau vena lengan atas juga dapat digunakan. Injeksi
dibuat dalam masing-masing cabang arteri pulmonal utama dan
diposisikan sedemikian sehingga memungkinkan semua lobus satu
paru untuk menjadi opasitas yang baik.21

30
Gambar 16. DSPA paru kanan menunjukkan bahwa Tekanan arteri
pulmonal meningkat pada pasien. Temuan ini dapat ditemukan
dengan emboli paru kronis dengan hipertensi arteri pulmonal21

Gambar 17. Angiografi pulmonal. Angiogram paru kanan


menunjukkan cabang arteri di lobus kanan bawah yang mengarah
ke nidus vaskular dilatasi fokus di pinggiran paru-paru21

31
Gambar 18. Angiografi pulmonal. Fase vena angiogram paru
kanan. Nidus vaskular mengalir ke vena pulmonal yang tampak
normal pada lobus kanan bawah21

2) CTPA (Computed Tomography Pulmonary Angiography)


CTPA membutuhkan penggunaan radiasi pengion dan agen
kontras beriodium. Bahan kontras dapat disuntikkan melalui garis
intravena perifer. CTPA memungkinkan untuk alternatif deteksi
patologi intrathoracic. CT telah meningkatkan resolusi dan tingkat
deteksi kelainan pembuluh darah paru.21, 22

Gambar 19. CTPA Hipertensi Pulmonal21

32
3) Magnetic Resonance Pulmonary Angiography (MRPA)
Magnetic Resonance Pulmonary Angiography (MRPA)
tidak memerlukan penggunaan zat kontras iodinasi atau radiasi
pengion. MRPA dilaporkan memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang sebanding dengan CTPA. Bahan kontras dapat disuntikkan
melalui saluran intravena perifer.21
Saat ini, MRPA membutuhkan napas panjang oleh pasien.
MRPA membutuhkan penggunaan agen kontras (dengan risiko
minimal reaksi alergi), dan mungkin tidak ditoleransi oleh pasien
dengan claustrophobia (jika sistem MRI tertutup digunakan).
PMRA tidak memiliki sensitivitas dalam mendeteksi penyakit
emboli subsegmental, dan resolusi spasialnya lebih rendah
daripada DSPA.21
Karena Digital Subtraction Pulmonary Angiography
(DSPA) dianggap invasif dan membutuhkan penggunaan bahan
kontras iodinasi, sehingga hal ini kurang dimanfaatkan. PMRA
juga lebih murah daripada DSPA.21

Gambar 20. MRPA21

33
e. Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa tekanan dan kadar
oksigen dalam atrium dan ventrikel serta pembuluh-pembuluh darah
besar arteri pulmonalis. Untuk pemeriksaan ini, sebuah kateter
dimasukkan kedalam ruang jantung dan arteri pulmonalis melalui vena
maupun arteri. Di tempat etrsebut, darah diambil melalui kateter untuk
dihitung kadar oksigennya dan dicatat tekanan dalam ruang tersebut
pada saat sistolik dan diastolik.2
Pemeriksaan ruang jantung sebelah kanan disebut kateterisasi
jantung kanan yaitu kateter melalui vena kubiti. Sedangkan
pemeriksaan ruang jantung sebelah kiri disebut kateterisasi jantung kiri
yaitu kateter melalui arteri femoralis.2
Kateterisasi jantung merupakan sandar baku emas untuk
diagnosis hipertensi arteri pulmonalis. Kateterisasi membantu
diagnosis dengan menyingkirkan etiologi lain dan untuk dugaan
prognosis pada pasien dengan hipertensi pulmonal.23
Kateterisasi juga merupakan radiointervensi dengan cara tes
vasodilator dengan obat kerja singkat (seperti: adenosin, inhalasi nitric
oxide atau epoprostenol). Respon positif bila didapatkan penurunan
tekanan arteri pulmonalis dan resistensi vaskular paru sedikitnya 20%
dari tekanan awal.23
f. Kedokteran Nuklir
Ilmu kedokteran nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang
menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari inti radionuklida
buatan untuk mempelajari perubahan fisiologik dan biokimia sehingga
dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian.2, 24
Pemindaian perfusi paru radioisotop dilakukan dengan suntikan
intravena partikel albumin berlabel technetium-99m. Ketika partikel-
partikel ini mengaliri paru-paru, paru-paru dicitrakan dengan
menggunakan kamera gamma untuk mendapatkan pandangan anterior,
posterior, lateral, dan oblique. Seseorang akan mengharapkan

34
distribusi normal dari partikel-partikel ini, yang menghasilkan 2
bayangan paru-paru yang menghitam.21
Pada hipertensi pulmonal primer (PPH), pemindaian V / Q
biasanya normal. Pada hipertensi paru sekunder karena penyakit
tromboemboli kronis, emboli bertanggung jawab untuk memblokir
cabang-cabang arteri pulmonal. Jaringan paru-paru perifer ke blok
tidak perfusi; blok ini menghasilkan cacat pada pemindaian. Ketika
temuan dalam scan perfusi tidak normal, scan ventilasi diperoleh
berikutnya dengan menggunakan radioaktif xenon-133 inhalasi.
Sejumlah penyakit paru-paru, termasuk pneumonia dan COPD, dapat
menyebabkan perubahan dalam komponen ventilasi, sedangkan PE
yang tidak rumit tidak.21

Gambar 21. Kedokteran Nuklir Hipertensi Pulmonal2

H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Medikamentosa11
a. Terapi Oksigen Nokturnal
 Diberikan pada malam hari secara jangka panjang namun masih
kontroversial.
 Suplementasi oksigen juga diperlukan untuk pasien yang akan
bepergian dengan pesawat.

35
b. Terapi Antikoagulasi
 Penggunaan rutin masih kontroversial
 Indikasi : Peningkatan risiko trombosis pulmonal atau komplikasi
tromboembolik lainnya.
 Tidak boleh diberikan tanpa monitoring ketat.
c. Terapi Vasodilator Pulmonar
 Dianggap era baru terapi sindrom Eisenmenger.
 Dapat diberikan : Antagonis Reseptor Endothelin, Inhibitor
Phosphodiesterase Tipe-5, Prostacyclin dan Analog Prostacyclin.
2. Terapi Bedah11
Harus dilakukan sedini mungkin atau dalam keadaan yang
reversibel pada pasien Penyakit Jantung Kongenital. Bila sudah
irreversibel hanya diberika terapi simptomatik.
a. Transplantasi paru saja
b. Transplantasi jantung-paru
I. PROGNOSIS
Sindrom Eisenmenger berakibat fatal Jika terjadi kegagalan untuk
mengurangi tekanan paru dalam 2 tahun pertama kehidupan karena dapat
menyebabkan perkembangan endotel disfungsi endemik dan remodeling
pembuluh darah pulmonal. Kondisi ini kemudian berkembang menjadi
hipertensi paru ireversibel.1
Namun, beberapa pasien bertahan hidup hingga dekade keenam
kehidupan. Harapan hidup yang biasa dari seorang pasien dengan sindrom
Eisenmenger adalah 20-40 tahun jika sindrom didiagnosis segera dan diobati
dengan kewaspadaan. Onset perdarahan paru biasanya merupakan ciri dari
perkembangan penyakit yang cepat.1
Komplikasi penyakit jantung sianotik kronis mempengaruhi sistem
organ multipel, termasuk sistem hematologi, skeletal, ginjal, dan neurologis,
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.1
Kualitas hidup yang buruk pada pasien dengan sindrom Eisenmenger,
karena toleransi latihan sangat terbatas (karena penyerapan oksigen yang

36
terbatas akibat ketidakmampuan untuk meningkatkan aliran darah paru) dan
komplikasi yang mendalam. Tanda-tanda prognosis buruk adalah sinkop,
peningkatan tekanan sisi kanan, dan hipoksemia.1
Penyakit jantung kongenital yang tidak terkoreksi dengan
perkembangan kompleks Eisenmenger menandakan perkembangan yang
membahayakan dan mendekati kecacatan fisik.1
J. KAJIAN ISLAM
1. Perintah Allah SWT Untuk melindungi diri dari Bahaya
QS. AR RA'DU AYAT 11

Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya


bergiliran, dimuka dan di belakang, mereka menjaganya atas perintah
Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap kaum maka tidak ada yang dapat
menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia“25
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa Allah tidak akan merubah
keadaan manusia kecuali mereka mau merubah keadaan mereka sendiri,
hal ini berarti jika ingin maju dan sukses maka manusia harus mau bekerja
untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Allah tidak akan memberikan
rejeki secara cuma-cuma, Allah tidak akan memberi kesuksesan tanpa
usaha. Kemudian pada kalimat selanjutnya disebutkan bahwa manusia
tidak memiliki pelindung terhadap keburukan yang dikehendaki Allah,
artinya bahwa manusia tidak bisa menghindar dari keburukan yang telah
ditakdirkan oleh Allah untuk terjadi dalam hidup manusia. Yang perlu
digarisbawahi dari ayat ini adalah manusia harus mau berusaha untuk
merubah keadaannya.26

37
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk bekerja. Dan bekerja
mestilah dilakukan dengan niat semata-mata karena Allah untuk mendapat
kebahagian hidup berupa rezeki di dunia, disamping tidak melupakan
kehidupan hari akhirat. Kerana itu dalam Islam hendaklah menjadikan
kerja sebagai ibadah bagi keberkatan rezeki yang diperolehnya, lebih-lebih
lagi sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan di akhirat yang kekal
abadi.26
2. Perintah Allah SWT Untuk Berperilaku Hidup Sehat
QS. AL-QOSHOSH AYAT 77

Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah Kepadamu
(kebahagiaan) negeri akherat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan“25
Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa manusia tidak boleh berbuat
kerusakan di muka bumi. Ini berarti bahwa manusia diutus untuk menjaga
lingkungan, tidak mencemarinya, berbuat dan berperilaku sehat. Karena
Allah tidak menyukai orang-orang yang merusak alam ciptaannya. Sama
halnya dalam bekerja di perusahaan berarti perlu adanya kesehatan dan
keselamatan kerja agar dapat dipelajari hal-hal apa saja yang dapat
merusak lingkungan untuk kemudian dihindari sehingga tercipta lingkunga
yang aman dan pekerja dapat terhindar dari resiko bahaya yang
ditimbulkan.26

38
QS AL-BAQARAH AYAT 195

Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah


kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik”25

Melihat firman Allah seperti diatas, kami ingin berbagi. Dengan


saling mengingatkan, bahwa Allah SWT sesungguhnya tidak menghendaki
adanya kerusakan dimuka bumi ini. Segala sesuatunya yang diciptakan
Allah swt diberikan kepada manusia untuk dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya. Dan manusia sebagai mahluk yang diberi akal dan kemampuan
dari semua mahluk hidup ciptaan-Nya diberi peringatan untuk tidak
melakukan kerusakan dengan perbuatannya (perilakunya tidak aman)
dimana dengan berperilaku tidak aman tersebut akan menciptakan kondisi
yang dapat membahayakan dirinya sendiri maupun terhadap orang lain dan
juga terhadap kelangsungan hidup ciptaan-Nya yang lain (lingkungan
hidup).26

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Jorge L Penalver. Eisenmenger Syndrome.


https://emedicine.medscape.com/article/154555-overview Diakses pada
tanggal 20 April 2018.
2. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI; 2016.
3. Paulsel, Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 2. Jakarta: EGC;
2012.
4. http://www.ina-ecg.com/2016/08/anatomi-jantung-dan-pembuluh-darah.html
Diakses pada tanggal 21 April 2018.
5. Jonquiera, Jose. Histologi Dasar Teks dan Atlas. Jakarta: EGC; 2007.
6. Djayalangkara Harfiah, Rafiah Siti. Buku Ajar Anatomi Biomedik II.
Makassar; 2014.
7. Spalteholz. Atlas Antomi Manusia. Jakarta: EGC; 2005.
8. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC;
2014.
9. https://www.slideshare.net/potensihebatku/sistem-sirkulasi-55812212 Diakses
pada tanggal 21 April 2018.
10. Sastroasmoro Sudigdo, Madiyono Bambang. Buku Ajar Kardiologi Anak
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994.
11. Dahlan, Aminullah. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2007.
12. Rubenstein, David, dkk. Lecture Notes Patofisiologi Klinis. Jakarta: Erlangga;
2007.
13. B Madiyono, SE Rahayuningsih, R Sukardi. Penanganan Penyakit Jantung
Pada Bayi Dan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.
14. L Tao, K Kendall. Sinopsis Organ System Kardiovaskular. Tangerang Selatan:
Karisma Publising Group; 2013.
15. Wahab Samik. Kardiologi Anak Penyakit Jantung Kongenital Yang Tidak
Sianotik. Jakarta: EGC; 2009.

40
16. Gailard Frank. Eisenmenger Complex.
https://radiopaedia.org/articles/eisenmenger-complex Diakses pada tanggal 22
April 2018.
17. Yeung. Eisenmenger Syndrome. https://radiopaedia.org/cases/eisenmenger-
syndrome-1 Diakses pada tanggal 22 April 2018.
18. Alim, Ahmad Muttaqin. Pocket ECG. Yogyakarta: Intan Cendekia; 2009.
19. Amgad N. Makaryus, Lawrence M. Boxt. Ventricular Septal Defect.
https://radiologykey.com/ventricular-septal-defect/ Diakses pada tanggal 25
April 2018.
20. Davinder Jassal. Pulmonary Hypertension Imaging.
https://emedicine.medscape.com/article/361242-overview#showall Diakses
pada tanggal 25 April 2018.
21. Hearns W Charles. Pulmonary Angiography.
https://emedicine.medscape.com/article/421904-overview#showall Diakses
pada tanggal 25 April 2018.
22. Hamidi Hidayatullah. Atrial septal defect complicated by Eisenmenger
syndrome. https://radiopaedia.org/cases/atrial-septal-defect-complicated-by-
eisenmenger-syndrome Diakses pada tanggal 22 April 2018.
23. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
24. Kunto Wiharto. Kedokteran Nuklir dan Aplikasi Teknik Nuklir dalam
Kedokteran. Batam: Pusat Standarisasi dan Penelitian Keselamatan Radiasi;
1996.
25. Al-Qur’an dan terjemahannya. Departemen Agama RI. Bandung: Diponegoro;
2008.
26. Kasir Ibnu. Tafsir Ibnu Kasir Jilid 3. Tafsir Al Surah Al-An’am Ayat 17, Al-
Baqarah Ayat 195, Al-Qoshosh Ayat 77, Ar Ra'du Ayat 11. Riyadh: Dat
Toyibah; 2002.

41

Anda mungkin juga menyukai