Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MAKALAH

SYOK

Disusun
Oleh :

Kelompok 7

Subi khatul Fadhika 10542057414

Wa Ode Alsarima Markuta 10542057514

Kartini S 10542057614

Aulia Fatimanisa 10542057714

A. Nurul Azizah Abbas 10542057814

Nur Fitri Syam 10542057914

A. Suci Setyawati 10542058114

Ulfa Sari Al-Bahmi 10542058214

Alif Adeyani 10542058314

Dzakiyah Nurul Isra 10542058414

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017
sKATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang syok ini. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad
SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran
agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam
semesta.
Kami sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul "syok". Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu kamu selama pembuatan makalan ini
berlangsung sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap
makalah ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah
yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.

Makassar, Juli 2016

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

Syok adalah kegagalan sirkulasi untuk membawa oksigen dan nutrien ke


jaringan. Pemahaman tentang penyebab dan patofisiologinya bisa mengarahkan
para klinisi membuat keputusan yang rasional dalam terapi dan bisa memperbaiki
prognosis. Sebagai sindrom klinis yang kompleks, syok ditandai oleh disfungsi
sirkulasi akut dimana hubungan antara kebutuhan oksigen dan pasokan terganggu.
Akibatnya, sistem kardiovaskuler gagal menjalankan fungsi utamanya, yakni
membawa substrat dan membuang metabolit, sehingga terjadi metabolisme
anaerob dan asidosis jaringan.

Umumnya semua keadaan syok berakhir dengan berkurangnya hantaran


atau gangguan utilisasi substrat sel yang esensial, sehingga fungsi sel normal
berhenti. Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok
hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan
hebat. Syok merupakan diagnosa klinis, namun deteksi masih merupakan masalah
terutama pada anak. Syok sebaiknya dideteksi dengan tanda klinis dan
laboratorium yang meliputi takipnea dan takikardia, vasodilatasi perifer sehingga
ekstremitas menjadi dingin, hipotermia atau hipertermia, diikuti dengan
berkurangnya jumlah urin, asidosis metabolik dan peningkatan laktat darah,
bahkan dapat terjadi penurunan kesadaran dan kematian.

Oleh karena itu, deteksi tanda-tanda syok dini sangatlah penting begitu pula
dengan penanganan syok haruslah dilakukan secara dini. Syok terjadi akibat
penurunan perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah secara bermakna.
Syok juga dapat terjadi akibat dehidrasi jika kehilangan cairan tubuh lebih 20%
BB (berat badan) atau kehilangan darah 20% EBV (estimated blood volume).
Secara umum, syok dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan penyebab,
yaitu : hipovolemik (volume intravaskuler berkurang), kardiogenik (pompa
jantung terganggu), obstruktif (hambatan sirkulasi menuju jantung), dan distributif
(vasomotor terganggu)
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFENISI SYOK
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalansirkulasi dalam mencukupi
kebutuhan oksigen jaringan tubuh.4 Syok terjadi akibat penurunan perfusi
jaringan vital atau menurunnya volume darah secara bermakna. Syok juga
dapat terjadi akibat dehidrasi jika kehilangan cairan tubuh lebih20% BB (berat
badan) atau kehilangan darah 20% EBV (estimated blood volume). 5Secara
umum, syok dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan penyebab, yaitu :
1. Hipovolemik (volume intravaskuler berkurang)
2. Kardiogenik (pompa jantung terganggu)
3. Obstruktif (hambatan sirkulasi menuju jantung)
4. Distributif (vasomotor terganggu)

B. KLASIFIKASI DAN PATOFISIOLOGI SYOK


1. Syok Hipovolemik
Terjadi karena volume intravaskuler berkurang akibat perdarahan,
kehilangan cairan akibat diare, luka bakar, muntah, dan third space loss,
sehingga menyebabkan pengiriman oksigen dan nutrisike sel tidak
adekuat. Beberapa perubahan hemodinamik yang terjadi pada kondisi
syokhipovolemik adalah CO (cardiac output) , BP (blood pressure) ,
SVR (systemic vascularresistance) , dan CVP (central venous
pressure).
Peranan Fisiologis Sisitim Kardiovaskuler dan Saraf pada Syok
Untuk memahami patofisiologi atau memahami proses terjadinya
berbagai jenis syok terutama syok hipovolemik, maka pemahaman
fisiologi jantung, sirkulasi dan sisitim saraf sangat diperlukan. Peranan
Fungsi Kardiovaskuler Jantung merupakan organ yang berfungsi untuk
memompakan darah keseluruh tubuh. Jantung bergerak secara otonom
yang diatur melalui mekanisme sistim saraf otonom dan hormonal dengan
autoregulasi terhadap kebutuhan metabolime tubuh. Mekanisme otonom
aktifitas otot jantung ini berasal dari cetusan listrik (depolarisasi) pada
otot jantung itu sendiri. Depolarisai otonom otot jantung berasal dari
sekelompok sel-sel yang menghasilkan potensial listrik yang disebut
dengan nodus sinoatrial [sinoatratrial (SA) node]. SA node terletak di
atrium kanan berdekatan dengan muara vena cava superior. Impuls listrik
yang dihasilkan oleh SA node akan dialirkan keseluruh otot-otot jantung
(miokardium) sehingga menyebabkan kontraksi. Mekanisme penyebaran
impuls ini teratur sedemikian rupa sesuai dengan siklur kerja jantung.
Pertama impuls dialirkan secara langsung ke otot-otot atrium kiri dan
kanan sehingga menyebabkan kontraksi atrium. Atrium kanan yang berisi
darah yang berasal dari sistim vena sitemik akan dipompakan ke ventrikel
kana, dan darah pada atrium kiri yang berasl dari paru (vena pulmonalis)
akan dialirkan ke ventrikel kiri. Selanjutnya impuls diteruskan ke
ventrikel melalui sistim konduksi nodus atrioventrikuler [atrioventricular
(AV) node], terus ke atrioventricular (AV) bundle dan oleh serabut
purkinje ke seluruh sel-sel otot ventrikel jantung. Impils listrik yang ada
di ventrikel terjadinya depolarisasi dan selanjutnya menyebabkan otot-
otot ventrikel berkontraksi. Kontraksi ventrikel inilah yang dikenal
sebagai denyut jantung. Denyut ventrikel kanan akan mengalirkan darah
ke paru untuk pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida, dan
denyut ventrikel kiri akan mengalirkan darah ke seleuruh tubuh melalui
aorta. Denyut jantung yang berasal dari depolarisai SA node berjumlah
60-100 kali permenit, dengan rata-rat 72 kali permenit. Kontraksi
ventrikel saat mengeluarkan darah dari jantung disebut sebagai fase
sitolik atau ejeksi ventrukuler. Jumlah darah yang dikeluarkan dalam satu
kali pompan pada fase ejeksi ventrikuler disebut sebagai volume
sekuncup atau stroke volume, dan pada dewasa rata-rata berjumlah 70
ml. Dengan jumlah kontraksi rata-rata 72 kali permenit, maka dalam satu
menit jumlah darah yang sudah melewati dan diponpakan oleh jantung
sekitar 5 liter, yang dsiebut sebagai curah jantung (cardiac output).
Aktifitas listrik pada SA node yang menyebabkan kontraksi otot
jantung terjadi secara otonom tanpa kontrol pusat kesadaran yang
dipengaruhi oleh sistim saraf otonom simpatis dan parasimpatis. Dengan
demikian seperti yang terlihat pada gambar-1, sistim saraf otonom sangat
berperan dalam pengaturan kardiovaskuler dengan mempengaruhi
frekuensi denyut dan kontraktilitas otot jantung. Disamping itu sisitim
saraf otonom juga mempengaruhi pembuluh darah terhadap perubahan
resistensi pembuluh darah. Curah jantung mempunyai peranan penting
sebagai salah satu faktor untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi atau
perfusi kejaringan sebagai tujuan dari fungsi kardiovaskuler. Kecukupan
perfusi jaringan ditentukan oleh kemampuan fungsi sirkulasi
menghantarkan oksigen ke jaringan yang disebut sebagai oxygen delivery
(DO2), dan curah jantung adalah faktor utama yang menentukan DO2 ini.
Gangguan pada faktor-faktor yang mepengaruhi curah jantung
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi dan berujung kepada
syok. Misalnya kehilangan volume plasma hebat akan mengurangi
preload dan dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik, gangguan
kontraktilitas dapat mengakibatkan terjadinya syok kardiogenik, dan
gangguan resistensi vaskuler sitemik dapat berujung ada syok distributif.
Peranan Fungsi Sistim Saraf Otonom

Sistim saraf otonom dibedakan menjadi dua macam, yaitu sistim


saraf simpatis dan para simpatis. Sistim saraf simpatis merupakan sistim
saraf yang bekerja secara otonom terhadap respon stress psikis dan
aktifitas fisik. Respon simpatis terhadap stress disebut juga sebagai
faight of flight response memberikan umpan balik yang spesisfik pada
organ dan sistim organ, termasuk yang paling utama adalah respon
kardiovaskuler, pernafasan dan sistim imun. Sedangkan sistim para
simpatis mengatur fungsi tubuh secara otonom terutama pada organ-organ
visceral, produksi kelenjar, fungsi kardiovaskuler dan berbagai sistim
organ lainnya dan bukan respon terhadap suatu stressor ataupun aktifitas
fisik.

Sistim saraf simpatis berasal dari medulla spinalis pada segmen


torakolumbal, tepatnya segmen torakal-1 sampai lumbal-2, dengan pusat
ganglion sarafnya berada di daerah paravertebre. Sistim saraf simpatis
menimbulkan efek pada organ dan sistim organ melalui perantra
neurotrasmiter adrenalin (epinefrin) atau noradrenalin (norepinefrin)
endogen yang dhasilkan oleh tubuh. Adrenalin di sekresikan oleh kelenjar
adrenal bagian medula, sedangkan noradrenalin selain dihasilkan oleh
medulla adrenal juga disekresikan juga oleh sel-sel saraf (neutron)
simpatis pascaganglion.

Respon yang muncul pada organ-organ target tergantung reseptor


yang menerima neurotrasmiter tersebut yang dikenal dengan reseptor alfa
dan beta adrenergik. Pada jantung terdapat resesptor beta, rangsangan
simpatis pada otot jantung atau reaksi adrenalin dengan reseptor beta-1
menyebabkan peningkatan frekuensi (kronotropik) dan kontraktilitas otot
jantung (inotropik). Efek adrenergik pada pembuluh terjadi melalui reaksi
neurotrasmiternya dengan reseptor alfa-1, yang menyebabkan terjadinya
vasokontriksi arteri dan vena. Sedangkan efek pada saluran pernafasan
terutama bronkhus adalah dilatasi (melalui reseptor beta-2).

Sistim parasismpatis dari segmen kraniosakral, yaitu dari saraf


kranial dan medulla spinalis sekmen sakralis. Saraf kranial merupakan
saraf tepi yang langsung keluar dari batang otak dan terdapat 12 pasang,
namun yang memberikan efek parasimpatis yaitu nervus-III
(okulomotorius), nervusVII (fasialis), nervus-IX (glosofaringeus) dan
nervus-X (vagus). Rangsangan parasimpatis pada masingmasing saraf
tersebut memberikan efek spesifik pada masing-masing organ target,
namun yang memberikan efek terhadap fungsi kardiovaskuler adalah
nervus vagus. Sedangkan yang berasal dari medulla spinalis yang
menimbulkan efek parasimpatis adalah berasal dari daerah sakral-2
hingga 4.

Efek parasimpatis muncul melalui perantara neurotrasnmiter


asetilkolin, yang disekresikan oleh semua neuron pascaganglion sisitim
saraf otonom parasimpatis. Efek parasimpatis ini disebut juga dengan
efek kolinergik atau muskarinik. Sebagaimana halnya sistim saraf
simpatis, sistim saraf parsimpatis juga menimbulkan efek bermacam-
macam sesuai dengan reaksi neurotransmitter asetilkolin dengan
reseptornya pada organ target. Efek yang paling dominan pada fungsi
kardiovaskuler adalah penurunan frekuensi jantung dan kontraktilitasnya
(negatif kronotropik dan inotropik) serta dilatasi pembuluh darah.

Dalam kedaan fisiologis, kedua sistim saraf ini mengatur fungsi


tubuh termasuk kardiovaskuler secara homeostatik melalui mekanisme
autoregulasi. Misalnya pada saat aktifitas fisik meningkat, tubuh
membutuhkan energi dan metabolisme lebih banyak dan konsumsi
oksigen meningkat, maka sistim simpatis sebagai respon homestatik akan
meningkatkan frekuensi denyut dan kontraktilitas otot jantung, sehingga
curah jantung dapat ditingkatkan untuk untuk mensuplai oksigen lebih
banyak. Begitu juga bila terjadi kehilangan darah, maka respon simpatis
adalah dengan terjadinya peningkatan laju dan kontraktilitas jantung serta
vasokontriksi pembuluh darah, sehingga kesimbangan volume dalam
sirkulasi dapat terjaga dan curah jantung dapat dipertahankan. Namun bila
gangguan yang terjadi sangat berlebihan, maka kompensasi autoregulasi
tidak dapat lagi dilakukan sehingga menimbulkan gejala-gejala klinis.

2. Syok Kardiogenik
Terjadi apabila terdapat gangguan kontraktilitas miokardium,
sehingga jantung gagal berfungsi sebagaipompa untuk mempertahankan
curah jantung yang adekuat. Disfungsi ini dapatterjadi pada saat sistolik
atau diastolik ataudapat terjadi akibat obstruksi pada sirkulasi
jantung.4Terapi syok kardiogenik bertujuan untukmem perbaiki fungsi
miokardium dan sirkulasi. Beberapa perubahan hemodinamikyang terjadi
pada kondisi syok kardiogenik adalah CO, BP, SVR, dan CVP.
Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi syok kardiogenik
adalah sebagai berikut :
Infus cairan untuk memperbaiki sirkulasi
Inotropik
Apabila CO, BP, SVR, berikandobutamine 5 g/kg/min
Pada keadaan tekanan darah sangatrendah harus diberi obat yang
berefek inotropik dan vasopressor, seperti norepinephrine.

Jantung sebagai pompa, berfungsi untuk memompa darah ke


seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Jumlah
darah yang dipompakan jantung setiap kali jantung kontraksi disebut
dengan isi sekuncup, sedangkan jumlah darah yang dipompakan
jantung setiap menit adalah curah jantung. Fungsi inilah yang disebut
dengan fungsi sistolik. Selain itu, jantungjuga mempunyai fungsi
diastolik, yaitu kemampuan jantung untuk berelaksasi agar jantung
dapat menerima darah dari vena paru atau vena sistemik.
Jika terjadi gagal jantung kedua fungsi ini terganggu. Gangguan
fungsi sistolik mengakibatkan curah jantung akan menurun yang akan
menimbulkan asidosis, aliran darah ke ginjal berkurang, dsb. Akibat
gangguan fungsi diastolik, darah dari paru atau sistemik tidak dapat
mengalir ke jantung sehingga terjadi bendungan di paru dan sistemik
sehingga timbul sesak napas, edema di tungkai, dan tekanan vena
jugular yang meningkat.
Kinerja jantung sebagai pompa, ditentukan oleh beberapa faktor
yaitu: preload, afterload, kontraksi, dan laju jantung. Preload adalah
beban pada saat diastolik, ini sesuai dengan tekanan pengisian
ventrikel. Afterload adalah beban pada saat sistolik, yaitu saat darah
dipompakan ke luar ventrikel. Kontraksi adalah kemampuan otot
jantung berkontraksi. Terakhir adalah laju jantung yaitu kecepatan
atau frekuensi jantung dalam berkontraksi. Gangguan dari salah satu
atau lebih kinerja jantung ini akan menyebabkan gagal jantung.
Pada jantung berlaku hukum Starling. Menurut Starling jika
tekanan pengisian ditingkatkan, maka isi sekuncup akan bertambah
sampai pada suatu titik tertentu, dan jika titik ini dilewati maka
peningkatan tekanan pengisian tidak lagi diikuti dengan meningkatnya
isi sekuncup. Bahkan kalau tekanan pengisian ditingkatkan lagi, isi
sekuncup malah sebaliknya akan berkurang, dan keadaan inilah yang
terjadi pada gagal jantung.
Gangguan fungsi sistolik mengakibatkan curah jantung
menurun, sedangkan akibat gangguan fungsi diastolik mengakibatkan
bendungan di paru atau sistemik. Akibat berkurangnya curah jantung
tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara takikardia,
vasokonstriksi, retensi cairan dan garam, dan melepaskan hormon-
hormon tertentu. Kompensasi ini jika berlangsung terus menerus
justru akan memperburuk keadaan jantung yang sebelumnya sudah
terganggu.
Secara klinis anak tampak pucat, lemas, badan dingin,
takikardia, hipotensi, berkurangnya perfusi perifer, akral dingin,
asidosis dan oliguria serta penurunan kesadaran. Manifestasi klinis di
atas sebetulnya hampir sama dengan manifestasi klinis syok pada
umumnya. Pada pemeriksaan auskultasi jantung bisa ditemukan
murmur jika kelainan dasarnya adalah penyakit jantung bawaan.
3. Syok Obstruktif
Terjadi apabila terdapathambatan aliran darah yang menuju
jantung (venous return) akibat tension pneumothorax dan cardiac
tamponade.5Beberapa perubahan hemodinamik yangterjadi pada syok
obstruktif adalah CO, BP, dan SVR. Penanganan syok obstruktif
bertujuan untuk menghilangkan sumbatan dapat dilakukan sebagai
berikut :
a) Pemberian cairan kristaloid isotonikuntuk mempertahankan
volume intravaskuler.
b) Pembedahan untuk mengatasi hambatan/obstruksi sirkulasi.
4. Syok Distributif
Apabila terdapat gangguanvasomotor akibat maldistribusi
aliran darah karena vasodilatasi perifer, sehingga volume darah yang
bersirkulasi tidak adekuat menunjang perfusi jaringan.
Vasodilatasiperifer dapat menyebabkan hipovolemia. Beberapa syok
yang termasuk dalam golongan syok distributif ini antara lain:
a) Syok Anafilaktik
Syok anafilaktik adalah syok yang disebabkan reaksi
antigen-antibodi (antigen IgE). Antigen menyebabkan pelepasan
mediator kimiawi endogen, seperti histamin, serotonin, yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas endotelial vaskuler
disertai bronkospasme. Gejala klinis dapat berupa pruritus,
urtikaria, angioedema, palpitasi, dyspnea, dan syok.
imunopatologik): I. immediate (Ig-E dependent); II. Cytotoxic (Ig-
G, Ig-Mdependent); III. Immune complexes (Ig-G, Ig-M complex
dependent); IV. Delayed (T-lymphocyte dependent).
Bukan hanya reaksi Ig-E dependent yang dapat
menyebabkan Coombs dan Gell pertama menglasifikasikan 4 tipe
reaksi hipersensitivitas (anafilaksis tapi juga cytotoxic (seperti
reaksi transfusi darah) dan immune complex (seperti injeksi
complex gammaglobulin IM/IV). Sell mengusulkan system
klasifikasi alternative berdasarkan 7 mekanisme immunopatologik
dengan kedua fungsi proteksi dan destruksinya :
Inaktivasi immune-mediated-reaksi aktivasi dari biological
aktif molekul.
Antibody-mediated cytotoxic atau reaksi cytolitik.
Reaksi immunecomplex
Reaksi alergi
T-lymphocyte-mediated cytotoxicity
Delayed hypersensitivity
Reaksi granulomatous.

Reaksi ke 4 pada klasifikasi ini menggabungkan kedua reaksi


anafilaksis dan anafilaktoid, tapi beberapa mekanisme
immunopatologik ini dapat secara aktif menyebabkan reaksi
anafilaksis pada individu tertentu. Sebagai contoh, aggregate
anafilaksis melibatkan formasi kompleks immune dan transfusi
related anafilaksis memiliki pengaruh dari cytotoxic, keduanya
melibatkan Ig-E dan dapat menyebabkan anafilaksis. Table 2
mengklasifikasikan agent-agent yang dapat menyebabkan
anafilaksis berdasarkan mekanisme patofisiologinya.

Patofisiologi syok anafilaktik


Mediator biokimia dan substansi kemotaktik terlepas ke
sistemik selama proses degranulasi dari sel mast dan basofil.
Termasuk terbentuknya substansi granule-associated, seperti
histamine, tryptase, chymase, dan heparin; histamine realizing
factor, dan cytokines lainnya. Dan pembentukan lipid-derived
mediator baru, seperti PGD2, leukotrine (LTB4), plateletactivating
factor, dan cysteinyl leukotrines LTC4, LTD4, dan LTE4.
Eosinophils dapat berperan sebagai proinflamasi (contoh:
pelepasan cytotoxic granule-associated protein) dan anti-
inflamatori (contoh: metabolism dari mediatorvasoactive).
Histamine mengaktifkan reseptor H1 dan H2. Pruritus,
rhinorrhea, takikardi, dan bronkhospasm adalah efek dari
pengaktifan reseptor H1, kedua reseptor H1 dan H2 memediasi
terjadinya sakit kepala, flushing, dan hipotensi.
Tryptase adalah satu-satunya protein yang terkonsentrasi
selektif pada granules sekretori dari sel mast manusia. Level
tryptase plasma berhubungan dengan tingkat keparahan klinik dari
anafilaksis. Karena beta-tryptase tersimpan dalam granule sekretori
sel mast, pelepasannya lebih spesifik untuk aktifasi dari pada alfa-
tryptase, yang ternyata merupakan sekresi konstitutif.
Pengukuran serum tryptase post mortem berguna untuk
menegakkan anafilaksis sebagai penyebab kematian untuk subjek
yang mengalami kematian tiba-tiba. Tanpa penyebab yang jelas.
Peningkata level tryptase postmortem dilaporkan sebesar 12% pada
orang dewasa sehat yang meninggal secara tiba-tiba dan sedikitnya
40% dari infant dengan sindrom sudden infant death terjadi
peningkatan level tryptase tapi hanya pada yangmeninggal dengan
posisi prone. Backley dan Al mengamati bahwa 5 (16%) dari 32
pasien memiliki level tryptase yang abnormal tinggi. Sebagai
refleksi dari peningkatan beta-tryptase (anafilksis spesifik), tapi
bukan peningkatan dari alfa-tryptase. Serum untuk pemeriksaan
level tryptase postmortem harus diambil dalam 15 jam setelah
kematian untuk menghindari peningkatanpeningkatan yang non
spesifik untuk anafilaksis.
Histamine berikatan dengan reseptor H1 selama masa
anafilaksis, menstimulasi sel endothelial untuk merubah asam
amino L-arginin menjadi nitric oxide (NO), autocoid vasodilator
yang potent. NO mengaktifkan guanilate cyclase, menyebabkan
vasodilatasi dan produksi dari cyclase guanosine manaphosphate.
Secara fisiologis, NO memodulasi tonus vaskuler dan tekanan
darah regional. Peningkatan produksi NO menurunkan venous
return, yang disebabkan oleh vasodilatasi yang terjadi pada saat
anafilaksis. Tetapi pada studi dengan binatang invivo dengan NO
inhibitor menyebabkan depresi miokard yang difasilitasi oleh
pelepasan histamine, produksi LT, dan vasokonstriksi koroner. NO
inhibitor selama masa anafilaksis juga menyebabkan spasme
bronkhus, menunjukkan bahwa NO dapat menurunkan tanda dan
gejala dari anafilaksis tapi memperberat vasodilatasinya.

b) Syok Neurogenik
Umumnya terjadi pada kasus cervical atau high thoracic
spinal cord injury. Gejala klinis meliputi hipotensi disertai
bradikardia. Gangguan neurologis akibat syok neurogenik dapat
meliputi paralisis fl asid, refl eks ekstremitas hilang dan
priapismus. Penanganan syok neurogenik: Resusitasi cairan secara
adekuat berikan vasopressor.
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan
perfusi jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari
hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh darah
sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan,
penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi
dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh
darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena
peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi
miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel,
penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel.
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler
dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam
sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus
simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik
adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit.
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan
yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splangnikus,
sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya
disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau
nyeri.
Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke
jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan
menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya
pingsan mendadak akibat gangguan emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan
kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus
vasomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stres emosi dan ketakutan
meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak
jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan
terjadi sinkop.

c) Insufi siensi Adrenal Akut


Insufi siensi adrenal akut dapat disebabkan oleh beberapa hal,
seperti:
Kegagalan adrenal gland: penyakit autoimun, adrenal
hemorrhagic, infeksi HIV, penggunaan ketoconazole dosis
tinggi, meningococcemia, penyakit granulomatous.
Kegagalan hypothalamic/pituitary axis: efek putus obat dari
terapi glucocorticoid

d) Syok Septik
Syok septik adalah sepsis yang disertai hipotensi (tekanan
sistolik<90 mmHg) dantanda-tanda hipoperfusi meskipun
telahdilakukan resusitasi cairan secara adekuat.Syok septik
merupakan salah satu penyebabkematian utama pada unit perawatan
intensif.
Patofisiologi sepsis melibatkan dalam pelepasan mikroba
akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai
mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan
berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan
proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi
dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan
homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif,
sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif,
kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada
berbagai organ.
Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO
yang menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi
hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh mediator juga
menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah
jantung.
Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi
berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel
(MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan pada tingkat
seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan,
iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang
diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral
dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi
kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit,
dan efek samping dari terapi yang diberikan.

C. GEJALA DAN TANDA SYOK


Secara umum didapatkan gambaran perfusi jaringan yang terjadi
melalui salah satu mekanisme di bawah ini :
1. Berukurang volume sirkulasi (syok hipovolemik
2. Kegagalan daya pompa jantung (syok kardiogenik)
3. Perubahan resistensi pembuluh darah perifer penurunan tonus
vasomotor (syok anafilaktik, neurogenik, kegagalan endokrin) atau
peninggian resisten (syok septik, obstruksi aliran darah)
Gejala yang tampak:
1. Sistem jantung dan pembuluh darah:
Hipotensi, sistolik < 90 mmHg atau turun > 30 mmHg dari semula
Takikardi denyut nadi > 100/menit, kecil, lemah/tidak teraba
Penurunan aliran darah koroner
Penurunan aliran darah kulit, sianotik, dingin dan basa; pengisian
kapiler yang lambat
2. Sistem saluran napas
Hiperventilasi akibat anoksi jaringan, penurunan venous return serta
peninggian physiological dead space dalam paru
3. Sistem saraf pusat
Akibat hipoksi terjadi peninggian permeabilitas kapiler yang
menyebabkan edema cerebri dengan gejala penurunan kesadaran
4. Sistem saluran kemih
Oligouri (diuresis < 30ml/jam), dapat berlanjut menjadi anuri, uremi
akibat payah ginjal akut
5. Perubahan biokimiawi; terutama pada syok yang lama dan berat
Asidosis metabolik akibat anoksi jaringan dan gangguan fungsi
ginjal
Hiponatremi dan hiperkalemi
Hiperglikemi

D. LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSTIK
1. Syok Sepsis Dan Syok Neurologis
a. Anamnesa
Beberapa hal penting yang perlu diketahui pada pasien baik dari
keluarga maupun teman dekatnya, antara lain:
Riwayat trauma
Riwayat penyakit jantung
Riwayat infeksi
Riwayat pemakaian anafilaktik
b. Pemeriksaan Fisik
i. Kulit:
suhu dingin (hangat pada syok septic hanya bersifat sementara)
warna pucat (pada syok septi biasanya kemerahan, sedangkan
pada syok kardiogenik biasanya sianosis)
basah, terjadi jika syok telah memasuki fase lanjutdan basah.
ii. Tekanan darah : Hipotensi dengan sistol < 80 mmHg
iii. Jantung : Takikardi, denyut lemah, dan sulit diraba
iv. Respirasi : Respirasi meningkat dan dangkal dan kemudian
melambat
v. Status mental : Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan,
kesadaran menurun, spoor, dan koma.
vi. Ginjal : Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam
vii. Fungsi metabolic
Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan
Alkaliosis respirasi akibat takipneu
viii. Sirkulasi : Tekanan darah vena sentral menurun pada syok
hipovolumik tetapi meninggi pada syok kardiogenik
ix. Keseimbangan asam basa : Pada awal syok, pO2 dan pCO2
menurun. Penurunan pCO2 karena adanya takipne, sedangkan
penurunan pO2 karena adanya aliran pintas paru.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah: Hb, Hmt, Leukosit, dan golongan darah
Kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, dan glukosa darah
Analisa gas darah
EKG
2. SYOK ANAFILAKTIK
a. Anamnesis
apakah keluhan yang dirasakan sesudah pemberian obat?
apakah sebelumnya didahului sakit kepala dan gangguan
penglihatan?
apakah sebelumnya lesu, lemah, atau rasa tidak enak di dada dan
perut?
apakah sebelumnya ada rasa gatal di hidung dan langit-langit
mulut?
apakah hidung terasa gatal, tersumbat atau bersin?
apakah mengalami sesak napas dan batuk?
apakah merasa nyeri saat menelan, atau mual dan muntah?
apakah sering diare disertai darah?
b. Pemeriksaan Fisis
Inspeksi:lesu, lemah, urtikaria, angioedema di bibir, muka atau
ekstremitas.
Auskultasi: wheezing (mengi)
Tanda Vital: hipotensi, takikardi
c. Pemeriksaan Penunjang
EKG= gelombang T datar, terbalik, atau tanda-tanda infark
miokard

3. SYOK HIPOVOLEMIK
a. Anamnesis
apakah merasa pusing dan haus?
apakah mengalami keringat dingin?
apakah dalam sehari air kencing saat buang air kecil sedikit?
b. Pemeriksaan Fisis
Inspeksi: tampak pucat, gelisah, sianosis (jika stadium berat)
Palpasi: dingin
Tanda Vital: hipotensi, takikardi, takipneu
c. Pemeriksaan Penunjang : Hb, Ht, EKG
4. SYOK KARDIOGENIK
a. Anamnesis
apakah merasakan nyeri dada yan tiba-tiba?
apakah merasakan jantung berdebar-debar?
apakah pernah mengalami penurunan kesadaran?
apakah ada riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya?
b. Pemeriksaan Fisis
Inspeksi: sianosis ekstremitas
Palpasi: ekstremitas teraba dingin, distensi vena jugular
Auskultasi: ronki, gallop S3
c. Pemeriksaan Penunjang : EKG, Foto rontgen dada, Ekokardiogra

5. PENATALAKSANAAN
a. SYOK HIPOVOLEMIK
1) Prognosis
Syok hipovolemik selalu merupakan kondisi darurat medis.
Namun, gejala-gejala dan hasil dapat bervariasi bergantung pada :
Jumlah volume darah yang hilang
Tingkat kehilangan darah
Cedera yang menyebabkan kehilangan darah
Mendasari pengobatan kondisi kronis, seperti diabetes, jantung,
paru-paru, dan penyakit ginjal

Secara umum, pasien dengan derajat syok yang ringan lebih


cenderung lebih baik dibandingkan dengan syok yang lebih berat.
Dalam kasus-kasus syok hipovolemik berat, kematian adalah
mungkin bahkan dengan perhatian medis segera. Orang tua lebih
cenderung memiliki hasil yang buruk dari shock.
2) Pencegahan
Mencegah syok lebih mudah daripada mencoba untuk
mengobatinya setelah terjadi
Cepat dalam mendiagnosis dan bertindak dapat mengurangi
resiko syok berat
Awal pertolongan pertama dapat membantu kontol syok
3) Komplikasi
Kerusakan ginjal
Kerusakan otak
Serangan jantung
4) Penatalaksanaan
a. Bila disebabkan perdarahan, hentikan dengan tourniket balut
tekan atau penjahitan
b. Meletakkan penderita dalam posisi syok
Kepala setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada dada
Tubuh horizontal atau dada sedikit lebih rendah
Kedua tungkai lurus, diangkat 20 derajat
c. Perhatikan keadaan umum dan tanda-tanda vital; pelihara jalan
napas. Bila perlu lakukan resusitasi
d. Pemberian cairan
e. Pemberian obat-obat suportif
Vasodilator
Vasokonstriktor
Kortikosteroid
Koreksi asidosis
Diuretik

b. SYOK NORMOVOLEMIK
1) Syok Kardiogenik
Norepinefrin 5 mg dalam 500 mL glukosa 5% per drip dengan
tetesan disesuaikan dengan tekanan darah
Diberikan pada syok kardiogenik kororner dan syok
kardiogenik non koroner dengan frekuensi denyut jantung
120/menit
Isoproterenol diberikan pada syok kardiogenik nonkoroner
dengan frekuensi denyut jantung 120/menit
Obat-obat lain koreksi asidosis, diuretik, kortikosteroid

2) Syok Neurogenik
Penderita segera dibaringkan dengan kepalalebih rendah, pada
pemeriksaan mungkin didaptkan bradikardi
Hilangkan penyebab; bila perlu diberikan analgetik
Dalam hal lesi sumsum tulang, berikan kortikosteroid untuk
mencegah edema sumsum tulang
Biasanya penderita akan sadar beberapa saat kemudian setelah
sirkulasi serebral membaik oleh tindakan diatas

3) Syok Sepsis
Perawatan dan pengawasan umum
Terapi cairan, bila mungkin dengan monitoring CVP
Antibiotik
Obat-obatan lain (vasodilator, diuretik, kortikosteroid, heparin)

4) Syok Anafilaktik
Hentikan kontak dengan alergen
Perhatikan tanda-tanda vital dan jalan napas, bila perlu
dilakukan resusitasi dan pemberian oksigen
Epinefrin 1/1000 0,5-1 mL SC/IM dapat diulang 5-10 menit
kemudian
DAFTAR PUSTAKA

http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/SYOK-
ANAFILAKSIS-2.pdf

Anda mungkin juga menyukai