KATARAK KONGENITAL
Disusun Oleh
Pembimbing :
Laporan kasus dengan judul : Katarak Kongenital atas Nama Tekla Windyanita
Sengi, S. Ked (NIM 1508010004) pada Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Nusa Cendana telah disajikan dalam kegiatan kepaniteraan
klinik bagian Mata RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang pada September 2020.
Mengetahui Pembimbing :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, perlindungan, dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul Katarak Kongenital di Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Mata RSUD
Prof. Dr. W. Z. Johannes / Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana. Penulisan
laporan kasus ini tidak lepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. dr. Eunike Cahyaningsih, Sp. M selaku pembimbing dan kepala SMF bagian
Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes.
2. dr. Komang Dian Lestari, M. Biomed, Sp. M selaku pembimbing dalam
penyusunan laporan kasus ini.
3. Seluruh staf SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes-
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini jauh dari sempurna
maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan
kasus ini memberi manfaat bagi banyak orang.
Penulis
4
BAB 1
PENDAHULUAN
Katarak adalah kekeruhan pada lensa sehingga cahaya sulit mencapai retina
dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Katarak kongenital adalah
perubahan pada kebeningan struktur lensa mata yang muncul pada saat kelahiran bayi
atau segera setelah bayi lahir. Katarak jenis ini dapat terjadi bilateral maupun
unilateral. Katarak kongenital dapat disebabkan oleh kelainan genetik, infeksi
intrauterin, berkaitan dengan sindroma, ataupun idiopatik.1,2
Prevalensi katarak kongenital secara global mencapai angka 1-15 per 10.000
anak, dan prevalensi katarak kongenital di negara berkembang 10 kali lipat
dibandingkan di negara maju. Katarak kongenital tersebut merupakan penyebab
utama timbulnya kebutaan pada anak. Ada sekitar 200.000 anak di seluruh dunia
yang menderita kebutaan akibat katarak kongenital dan 133.000 diantaranya
merupakan penduduk negara berkembang.3
Gejala klinis pada katarak kongenital adalah silau, bercak putih pada pupil
disebut leukokoria dan penglihatan berkurang akibat lensa yang tampak keruh. Lensa
yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan tampak sebagai warna
keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam. Pemeriksaan mata secara
menyeluruh dapat menegakkan diagnosis dini katarak kongenital.1,2
Katarak kongenital harus segera ditangani secepatnya karena dapat memicu
timbulnya kelainan mata yaitu ambliopia, strabismus, dan nistagmus. Operasi
sebaiknya dilakukan sedini mungkin karena banyaknya kelainan mata yang dapat
timbul sehingga mempengaruhi prognosis nantinya. Untuk mencapai hasil yang
optimal, sebaiknya katarak kongenital bilateral dioperasi sebelum usia 10 minggu,
dan katarak kongenital unilateral dioperasi lebih cepat lagi, yaitu sebelum usia 6
minggu.2,4
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lensa
2.1.1 Anatomi Lensa
Lensa mata berbentuk bikonveks, avaskuler, transparan, dengan diameter 9 mm,
dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan nukleus.
Anterior lensa berhubungan dengan humor aqueous, ke posterior berhubungan
dengan corpus vitreus. Di posterior iris, lensa digantung pada prosesus siliaris oleh
zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa,
serta menghubungkannya dengan corpus siliar. Zonula Zinii berasal dari lamina basal
epitel tidak berpigmen prosesus siliar. Zonula Zinii melekat pada bagian ekuator
kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior.2,5
berperan dalam proses metabolisme dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel,
termasuk biosintesa dari DNA, RNA, protein dan lipid.2,5
Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-lamel
panjang yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai
dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga
lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat mengandung inti yang
pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan dengan
epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan di bagian anterior. Garis-garis
persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung
berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan
terbalik di posterior (huruf Y yang terbalik).2,5,6
Gambar 3. Sutura Y
Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water
soluble dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang terdiri
dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedang yang termasuk dalam water
insoluble adalah urea soluble. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Pada lensa tidak terdapat serat nyeri, pembuluh darah atau
saraf.5,6
datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut akomodasi. Hal
ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama kurvatura anterior.2,7
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda
dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa
yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya
biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan
pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.2,6,7
Secara fisiologi lensa mempunyai sifat tertentu yaitu kenyal atau lentur karena
memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau
transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, dan terletak di tempatnya.
Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya lebih
padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa,
dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-lahan sampai
dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana nukleus menjadi lebih besar
dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng,
warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak sebagai grey reflex atau senile
reflex, yang sering disangka sebagai katarak. Karena proses sklerosis ini, lensa
menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut
presbiopia, pada orang Indonesia dimulai pada umur 40 tahun.2,7
2.2.1 Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
10
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akbiat keduanya. Katarak kongenital
adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah kelahiran dan bayi
yang berusia kurang dari satu tahun.2,8
2.2.2 Epidemiologi
2.2.3. Etiologi
Katarak terbentuk saat protein di dalam lensa menggumpal bersama-sama
membentuk sebuah clouding atau bentuk yang menyerupai permukaan. Ada banyak
alasan yang menyebabkan katarak kongenital, yaitu antara lain:2,10
1) Herediter (isolated – tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau sistemik)
seperti autosomal dominant inheritance.
2) Herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom
multisistem.
• Kromosom seperti Down’s syndrome (trisomy 21), Turner’s syndrome.
• Penyakit otot skelet atau kelainan otot seperti Stickler syndrome,
Myotonicdystrophy.
• Kelainan sistem saraf pusat seperti Norrie’s disease.
• Kelainan ginjal seperti Lowe’s syndrome, Alport’s syndrome.
11
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi katarak kongenital berdasarkan morfologi penting, karena dapat
menunjukkan etiologi kemungkinan, diwariskan dan efek pada penglihatan. Adapun
klasifikasi berdasarkan morfologi adalah sebagai berikut:11
a. Katarak nuclear adalah katarak yang terbatas pada nukleus lensa embrio atau
janin. Katarak bisa padat atau halus dengan kekeruhan berbentuk serbuk/seperti
debu (Gambar 6A). Berhubungan dengan mikrophthalmos.
b. Katarak lamellar, mempengaruhi lamella tertentu dari lensa baik anterior dan
posterior (Gambar 6B) dan dalam beberapa kasus dikaitkan dengan ekstensi radial
(Gambar 6C). Katarak lamellar mungkin AD, terjadi pada bayi dengan gangguan
metabolik dan infeksi intrauterin.
c. Katarak koroner (supranuclear), katarak terletak di korteks dalam dan
mengelilingi inti seperti mahkota (Gambar 6D). Biasanya sporadis dan hanya
sesekali yang bersifat herediter.
d. Katarak blue dot (cataracta punctata caerulea - Gambar 6E) yang umum dan tidak
berbahaya, dan dapat bersamaan dengan katarak jenis lain.
12
f. Katarak polaris anterior (Gambar 7A), bisa flat atau kerucut ke ruang anterior
(katarak piramidal - Gambar 7B). Katarak piramidal sering dikelilingi oleh daerah
katarak kortikal dan dapat mempengaruhi penglihatan. Berhubungan dengan
katarak polaris anterior termasuk membran pupil persisten (Gambar 7C), aniridia,
anomali Peters dan lenticonus anterior.
13
2.2.5 Diagnosis
Gejala klinis pada katarak kongenital adalah silau, bercak putih pada pupil
disebut leukokoria, penglihatan berkurang, cahaya tidak dapat melalui lensa, karena
tidak lagi transparan. Pada anak yang lebih tua mata bisa berubah. Ini disebut
strabismus, atau dikenal dengan juling. Terjadi karena mata tidak bisa fokus dengan
baik. Pemeriksaan mata secara menyeluruh dapat menegakkan diagnosis dini katarak
kongenital. Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan tampak
sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam. Bayi gagal
menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan di sekitarnya dan kadang terdapat
nistagmus.2,8
Pemeriksaan dengan slit lamp pada kedua bola mata tidak hanya melihat adanya
katarak tetapi juga dapat mengidentifikasi waktu terjadinya saat di dalam rahim dan
jika melibatkan sistemik dan metabolik. Pemeriksaan dilatasi fundus
direkomendasikan untuk pemeriksaan kasus katarak unilateral dan bilateral. Bila
fundus okuli tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka
sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.1
2.2.6. Penatalaksanaan
tidak cukup padat untuk mengganggu transmisi cahaya tidak memerlukan terapi
selain pengamatan untuk menilai perkembangan.2,4
Katararak kongenital yang menyebabkan penurunan penglihatan yang bermakna
harus dideteksi secara dini. Karena prognosisnya dapat kurang memuaskan dan
mungkin sekali pada mata telah terjadi ambliopia. Bila terdapat nistagmus, maka
keadaan ini menunjukan hal yang buruk pada katarak kongenital.2,4
Pengobatan katarak kongenital bergantung pada :2
1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya
segera katarak terlihat.2,3
2. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau
segera sebelum terjadinya juling. Bila terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia
bila tidak dilakukan tindakan segera.
3. Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk, karena
mudah sekali terjadi ambliopia, karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan
secepat mungkin.
4. Katarak bilateral parsial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga
sementara dapat dicoba kaca mata atau midriatika, bila terjadi kekeruhan yang
progresif ditandai dengan tanda-tanda strabismus dan ambliopia maka dilakukan
pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.
Tindakan bedah diindikasikan apabila reflek fundus tidak tampak. Tindakan
bedah yang dikenal adalah iridektomi optis, disisio lensa, ekstraksi linier dan
ekstraksi dengan aspirasi. 2
ulkus kornea. Meskipun kesulitan teknis melakukan operasi katarak pada bayi
dan anak-anak sebagian besar telah diselesaikan, hasil visual yang terhambat
oleh amblyopia. Sehubungan dengan koreksi optik untuk anak aphakic, dua
pertimbangan utama adalah usia dan laterality dari aphakia. Kacamata
berguna untuk anak-anak dengan aphakia bilateral.4
2. Lensa kontak memberikan solusi optik superior untuk aphakia baik unilateral
dan bilateral. Toleransi biasanya wajar sampai usia sekitar 2 tahun, meskipun
setelah ini masalah periode dengan kepatuhan dapat berkembang sebagai
anak menjadi lebih aktif dan mandiri.4
3. IOL implantasi semakin banyak dilakukan pada anak-anak muda dan
tampaknya efektif dan aman dalam kasus-kasus dipilih. Kesadaran laju
pergeseran rabun yang terjadi di mata berkembang, dikombinasikan dengan
biometri akurat, memungkinkan perhitungan kekuatan IOL ditargetkan pada
awal hypermetropia (diperbaiki dengan kacamata) yang idealnya akan
membusuk menuju emmetropia di kemudian hari. Namun, refraksi akhir
adalah variabel dan emetropia di masa dewasa tidak dapat dijamin.4
4. Oklusi untuk mengobati atau mencegah ambliopia sangat penting. Atropin
hukuman juga dapat dipertimbangkan.4
b. Perawatan pasca operasi
• Terapi medis
Jika seluruh korteks dapat diangkat maka inflamasi setelah operasi
tanpa IOL, biasanya ringan sehingga dapat diberikan antibiotik topikal dan
steroid topikal sekitar 2 minggu. Pada kasus aphakia, pemberian midriasis
dilanjutkan beberapa minggu menggunakan atropin atau agen lainnya. Steroid
topikal diberikan lebih agresif pada pemasangan IOL dan steroid oral
diberikan bila heavy pigmented irides.4
• Manajemen ambliopia
17
2.2.9. Prognosis
BAB 3
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : An. J. K
Tanggal lahir : 18 Desember 2019
Umur : 9 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Oesapa
Agama : Kristen Protestan
Tanggal pemeriksaan : 18 September 2020
Nomor MR : 536667
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis (Orang tua pasien) di Poli Mata
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes pada tanggal 18 September 2020
• Keluhan Utama : Tampak bercak putih pada bola mata sejak usia 3 bulan
• Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang diantar kedua orang tuanya ke Poliklinik Mata RSUD
Prof. Dr. W. Z. Johannes dengan keluhan tampak bercak putih pada bola mata
sejak usia 3 bulan. Keluhan ini disertai rasa silau ketika melihat cahaya.
Menurut orang tua, pasien tidak merespon dengan keadaan lingkungan sekitar.
Keluhan pasien ini tidak disertai dengan mata merah, nyeri ataupun berair
pada kedua matanya. Demam (-), mual muntah (-).
• Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada
• Riwayat Pengobatan:
Tidak ada
• Riwayat penyakit keluarga :
21
Status Oftalmologis
D. Diagnosis
Katarak kongenital ODS
E. Terapi
Pro OP katarak dalam narkosa
Setelah dioperasi :
Amoxycilin syrup 3x1 cth
Paracetamol syrup 3x1 cth
Ofloxacin 6x1 tetes
24
F. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
25
BAB 4
PEMBAHASAN
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akbiat
keduanya. Pada kasus, pasien berusia 9 bulan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
katarak kongenital mulai terjadi sebelum atau segera setelah kelahiran dan bayi yang
berusia kurang dari satu tahun.2
Pasien datang dengan keluhan pandangan kabur sejak lahir. Keluhan disertai
rasa silau ketika melihat cahaya dan tampak bercak putih pada bola mata sejak usia 3
bulan. Menurut orang tua, pasien tidak merespon dengan keadaan lingkungan sekitar.
Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan lensa tampak keruh. Berdasarkan teori,
gejala katarak kongenital adalah rasa silau, bercak putih pada pupil disebut
leukokoria, penglihatan berkurang akibat cahaya tidak dapat melalui lensa, karena
tidak lagi transparan. Pada anak yang lebih tua mata bisa berubah. Ini disebut
strabismus, atau dikenal dengan juling. Terjadi karena mata tidak bisa fokus dengan
baik. Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan tampak sebagai
warna keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam. Bayi gagal
menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan di sekitarnya dan kadang terdapat
nistagmus.2,10
Setelah dilakukan operasi, perlu diberikan terapi medis, Jika seluruh korteks
dapat diangkat maka inflamasi setelah operasi tanpa IOL, biasanya ringan sehingga
dapat diberikan antibiotik topikal dan steroid topikal sekitar 2 minggu. Pada kasus
aphakia, pemberian midriasis dilanjutkan beberapa minggu menggunakan atropin
atau agen lainnya. Steroid topikal diberikan lebih agresif pada pemasangan IOL dan
steroid oral diberikan bila heavy pigmented irides.4 Pada pasien ini diberikan
amoxicillin syrup 3x1 cth, paracetamol syrup 3x 1 cth dan ofloxacin 6x1 tetes.
Tujuan diberikan adalah untuk mencegah terjadinya infeksi dan mengurangi nyeri
post operasi.
BAB 5
PENUTUP
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akbiat
keduanya. Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun.
Pada katarak kongenital ditemukan rasa silau, bercak putih pada pupil disebut
leukokoria, penglihatan berkurang akibat cahaya tidak dapat melalui lensa, karena
tidak lagi transparan. Lensa keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan
tampak sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam. Selain
itu, bayi akan gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan di sekitarnya
dan kadang terdapat nistagmus.
DAFTAR PUSTAKA