Anda di halaman 1dari 28

SMF Bagian Ilmu Penyakit Mata Laporan Kasus

RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang September 2020


Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana

KATARAK KONGENITAL

Disusun Oleh

Tekla Windyanita Sengi, S.Ked


(1508010004)

Pembimbing :

dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M


dr. Komang Dian Lestari, M. Biomed, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG
2020
2

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Laporan kasus dengan judul : Katarak Kongenital atas Nama Tekla Windyanita
Sengi, S. Ked (NIM 1508010004) pada Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Nusa Cendana telah disajikan dalam kegiatan kepaniteraan
klinik bagian Mata RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang pada September 2020.

Mengetahui Pembimbing :

dr. Eunike Cahyaningsih, Sp. M 1………………..

dr. Komang Dian Lestari, M. Biomed, Sp. M 2………………..


3

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, perlindungan, dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul Katarak Kongenital di Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Mata RSUD
Prof. Dr. W. Z. Johannes / Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana. Penulisan
laporan kasus ini tidak lepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. dr. Eunike Cahyaningsih, Sp. M selaku pembimbing dan kepala SMF bagian
Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes.
2. dr. Komang Dian Lestari, M. Biomed, Sp. M selaku pembimbing dalam
penyusunan laporan kasus ini.
3. Seluruh staf SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes-
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini jauh dari sempurna
maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan
kasus ini memberi manfaat bagi banyak orang.

Kupang, September 2020

Penulis
4

BAB 1

PENDAHULUAN

Katarak adalah kekeruhan pada lensa sehingga cahaya sulit mencapai retina
dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Katarak kongenital adalah
perubahan pada kebeningan struktur lensa mata yang muncul pada saat kelahiran bayi
atau segera setelah bayi lahir. Katarak jenis ini dapat terjadi bilateral maupun
unilateral. Katarak kongenital dapat disebabkan oleh kelainan genetik, infeksi
intrauterin, berkaitan dengan sindroma, ataupun idiopatik.1,2
Prevalensi katarak kongenital secara global mencapai angka 1-15 per 10.000
anak, dan prevalensi katarak kongenital di negara berkembang 10 kali lipat
dibandingkan di negara maju. Katarak kongenital tersebut merupakan penyebab
utama timbulnya kebutaan pada anak. Ada sekitar 200.000 anak di seluruh dunia
yang menderita kebutaan akibat katarak kongenital dan 133.000 diantaranya
merupakan penduduk negara berkembang.3
Gejala klinis pada katarak kongenital adalah silau, bercak putih pada pupil
disebut leukokoria dan penglihatan berkurang akibat lensa yang tampak keruh. Lensa
yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan tampak sebagai warna
keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam. Pemeriksaan mata secara
menyeluruh dapat menegakkan diagnosis dini katarak kongenital.1,2
Katarak kongenital harus segera ditangani secepatnya karena dapat memicu
timbulnya kelainan mata yaitu ambliopia, strabismus, dan nistagmus. Operasi
sebaiknya dilakukan sedini mungkin karena banyaknya kelainan mata yang dapat
timbul sehingga mempengaruhi prognosis nantinya. Untuk mencapai hasil yang
optimal, sebaiknya katarak kongenital bilateral dioperasi sebelum usia 10 minggu,
dan katarak kongenital unilateral dioperasi lebih cepat lagi, yaitu sebelum usia 6
minggu.2,4
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lensa
2.1.1 Anatomi Lensa
Lensa mata berbentuk bikonveks, avaskuler, transparan, dengan diameter 9 mm,
dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan nukleus.
Anterior lensa berhubungan dengan humor aqueous, ke posterior berhubungan
dengan corpus vitreus. Di posterior iris, lensa digantung pada prosesus siliaris oleh
zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa,
serta menghubungkannya dengan corpus siliar. Zonula Zinii berasal dari lamina basal
epitel tidak berpigmen prosesus siliar. Zonula Zinii melekat pada bagian ekuator
kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior.2,5

Gambar 1. Anatomi mata

Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan


anterior. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran
semipermeabel, yang dapat dilewati air dan elektrolit sebagai sumber nutrisi. Di
bagian anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator. Epitel subkapsuler ini
6

berperan dalam proses metabolisme dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel,
termasuk biosintesa dari DNA, RNA, protein dan lipid.2,5
Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-lamel
panjang yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai
dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga
lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat mengandung inti yang
pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan dengan
epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan di bagian anterior. Garis-garis
persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung
berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan
terbalik di posterior (huruf Y yang terbalik).2,5,6

Gambar 2. Struktur lensa


7

Gambar 3. Sutura Y

Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water
soluble dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang terdiri
dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedang yang termasuk dalam water
insoluble adalah urea soluble. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Pada lensa tidak terdapat serat nyeri, pembuluh darah atau
saraf.5,6

Gambar 4. Biokimia lensa


8

2.1.2 Embriologi lensa


Mata berasal dari tonjolan otak (optic vesicle). Lensanya berasal dari
ektoderm permukaan pada tempat lensplate, yang kemudian mengalami invaginasi
dan melepaskan diri dari ektoderm permukaan membentuk vesikel lensa dan bebas
terletak di dalam batas-batas dari optic cup. Segera setelah vesikel lensa terlepas dari
permukaan ektoderm, maka sel-sel bagian posterior memanjang dan menutupi bagian
yang kosong. Pada stadium ini, kapsul hialin dikeluarkan oleh sel-sel lensa. Serat-
serat sekunder memanjangkan diri, dari daerah ekuator dan tumbuh ke depan di
bawah epitel subkapsuler, yang hanya selapis dan ke belakang di bawah kapsula
lentis. Serat-serat ini saling bertemu dan membentuk sutura lentis, yang berbentuk
huruf Y yang tegak di anterior dan Y yang terbalik di posterior. Pembentukan lensa
selesai pada usia 7 bulan penghidupan fetal. Inilah yang membentuk substansi lensa,
yang terdiri dari korteks dan nukleus. Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat
sekunder berlangsung terus selama hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa
menjadi bertambah besar lambat-lambat. Kemudian terjadi kompresi dari serat-serat
tersebut dengan disusul oleh proses sklerosis.2,6

Gambar 5. Nukleus dan korteks lensa

2.1.3. Fisiologi lensa


Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal
ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar yang
9

datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut akomodasi. Hal
ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama kurvatura anterior.2,7
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda
dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa
yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya
biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan
pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.2,6,7
Secara fisiologi lensa mempunyai sifat tertentu yaitu kenyal atau lentur karena
memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau
transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, dan terletak di tempatnya.
Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya lebih
padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa,
dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-lahan sampai
dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana nukleus menjadi lebih besar
dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng,
warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak sebagai grey reflex atau senile
reflex, yang sering disangka sebagai katarak. Karena proses sklerosis ini, lensa
menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut
presbiopia, pada orang Indonesia dimulai pada umur 40 tahun.2,7

2.2 Katarak Kongenital

2.2.1 Definisi

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
10

penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akbiat keduanya. Katarak kongenital
adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah kelahiran dan bayi
yang berusia kurang dari satu tahun.2,8

2.2.2 Epidemiologi

Di Indonesia belum data mengenai insiden katarak kongenital, namun di


Amerika Serikat insiden katarak kongenital adalah 1,2-6 kasus per 10.000 kelahiran.
Insiden katarak secara internasional belum diketahui. Meskipun WHO dan organisasi
kesehatan yang lain membuat resolusi yang luar biasa dalam vaksinasi dan
pencegahan penyakit, angka rata-rata katarak kongenital mungkin lebih tinggi di
bawah negara berkembang.3,9

2.2.3. Etiologi
Katarak terbentuk saat protein di dalam lensa menggumpal bersama-sama
membentuk sebuah clouding atau bentuk yang menyerupai permukaan. Ada banyak
alasan yang menyebabkan katarak kongenital, yaitu antara lain:2,10
1) Herediter (isolated – tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau sistemik)
seperti autosomal dominant inheritance.
2) Herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom
multisistem.
• Kromosom seperti Down’s syndrome (trisomy 21), Turner’s syndrome.
• Penyakit otot skelet atau kelainan otot seperti Stickler syndrome,
Myotonicdystrophy.
• Kelainan sistem saraf pusat seperti Norrie’s disease.
• Kelainan ginjal seperti Lowe’s syndrome, Alport’s syndrome.
11

• Kelainan mandibulo-fasial seperti Nance-Horan cataract-dental


syndrome.
• Kelainan kulit seperti Congenital icthyosis, incontinentia pigmenti.
3) Infeksi seperti toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simplex, sifilis,
poliomielitis, influenza, Epstein-Barr virus saat hamil.
4) Obat-obatan prenatal (intra-uterine) seperti kortikosteroid dan vitamin A
5) Radiasi ion prenatal (intra-uterine) seperti X-rays
6) Kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan dan galaktosemia.
7) Tapi penyebab terbanyak pada kasus katarak adalah idiopatik, yaitu tidak
diketahui penyebabnya.

2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi katarak kongenital berdasarkan morfologi penting, karena dapat
menunjukkan etiologi kemungkinan, diwariskan dan efek pada penglihatan. Adapun
klasifikasi berdasarkan morfologi adalah sebagai berikut:11
a. Katarak nuclear adalah katarak yang terbatas pada nukleus lensa embrio atau
janin. Katarak bisa padat atau halus dengan kekeruhan berbentuk serbuk/seperti
debu (Gambar 6A). Berhubungan dengan mikrophthalmos.
b. Katarak lamellar, mempengaruhi lamella tertentu dari lensa baik anterior dan
posterior (Gambar 6B) dan dalam beberapa kasus dikaitkan dengan ekstensi radial
(Gambar 6C). Katarak lamellar mungkin AD, terjadi pada bayi dengan gangguan
metabolik dan infeksi intrauterin.
c. Katarak koroner (supranuclear), katarak terletak di korteks dalam dan
mengelilingi inti seperti mahkota (Gambar 6D). Biasanya sporadis dan hanya
sesekali yang bersifat herediter.
d. Katarak blue dot (cataracta punctata caerulea - Gambar 6E) yang umum dan tidak
berbahaya, dan dapat bersamaan dengan katarak jenis lain.
12

e. Katarak sutura, di mana kekeruhan mengikuti sutura Y anterior atau posterior.


(Gambar 6F).

Gambar 6. Morfologi katarak kongenital

f. Katarak polaris anterior (Gambar 7A), bisa flat atau kerucut ke ruang anterior
(katarak piramidal - Gambar 7B). Katarak piramidal sering dikelilingi oleh daerah
katarak kortikal dan dapat mempengaruhi penglihatan. Berhubungan dengan
katarak polaris anterior termasuk membran pupil persisten (Gambar 7C), aniridia,
anomali Peters dan lenticonus anterior.
13

g. Katarak polaris posterior (Gambar 7D) kadang-kadang berhubungan dengan sisa-


sisa hyaloid persisten (Mittendorf dot), lenticonus posterior dan vitreous primer
hiperplastik persisten.
h. Katarak central oil droplet (Gambar 7E), khas pada galaktosemia.
i. Katarak membranosa, jarang dan mungkin terkait dengan Hallermann-Streiff-
François sindrom. Terjadi ketika bahan lentikular sebagian atau seluruhnya
menyerap kembali meninggalkan sisa kapur putih-materi lensa yang terjepit di
antara kapsul anterior dan posterior (Gambar 7F).

Gambar 7. Morfologi katarak kongenital


14

2.2.5 Diagnosis

Gejala klinis pada katarak kongenital adalah silau, bercak putih pada pupil
disebut leukokoria, penglihatan berkurang, cahaya tidak dapat melalui lensa, karena
tidak lagi transparan. Pada anak yang lebih tua mata bisa berubah. Ini disebut
strabismus, atau dikenal dengan juling. Terjadi karena mata tidak bisa fokus dengan
baik. Pemeriksaan mata secara menyeluruh dapat menegakkan diagnosis dini katarak
kongenital. Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan tampak
sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam. Bayi gagal
menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan di sekitarnya dan kadang terdapat
nistagmus.2,8

Pemeriksaan dengan slit lamp pada kedua bola mata tidak hanya melihat adanya
katarak tetapi juga dapat mengidentifikasi waktu terjadinya saat di dalam rahim dan
jika melibatkan sistemik dan metabolik. Pemeriksaan dilatasi fundus
direkomendasikan untuk pemeriksaan kasus katarak unilateral dan bilateral. Bila
fundus okuli tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka
sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.1

Pada katarak kongenital, pemeriksaan laboratorium yang dilakukan seperti


hitung jenis darah, titer TORCH, tes reduksi urin, red cell galactokinase, pemeriksaan
urin asam amino, kalsium dan fosfor. Pemeriksaan darah dan rontgen perlu dilakukan
untuk mencari kemungkinan penyebab.1,2

2.2.6. Penatalaksanaan

Penanganan pada katarak kongenital sangat tergantung pada jenis katarak,


bilateral atau unilateral, adanya kelainan mata lain, dan saat terjadinya katarak.
Kekeruhan lensa kongenital sering ditemui dan sering secara visual tidak bermakna.
Kekeruhan parsial atau kekeruhan diluar sumbu penglihatan atau kekeruhan yang
15

tidak cukup padat untuk mengganggu transmisi cahaya tidak memerlukan terapi
selain pengamatan untuk menilai perkembangan.2,4
Katararak kongenital yang menyebabkan penurunan penglihatan yang bermakna
harus dideteksi secara dini. Karena prognosisnya dapat kurang memuaskan dan
mungkin sekali pada mata telah terjadi ambliopia. Bila terdapat nistagmus, maka
keadaan ini menunjukan hal yang buruk pada katarak kongenital.2,4
Pengobatan katarak kongenital bergantung pada :2
1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya
segera katarak terlihat.2,3
2. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau
segera sebelum terjadinya juling. Bila terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia
bila tidak dilakukan tindakan segera.
3. Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk, karena
mudah sekali terjadi ambliopia, karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan
secepat mungkin.
4. Katarak bilateral parsial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga
sementara dapat dicoba kaca mata atau midriatika, bila terjadi kekeruhan yang
progresif ditandai dengan tanda-tanda strabismus dan ambliopia maka dilakukan
pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.
Tindakan bedah diindikasikan apabila reflek fundus tidak tampak. Tindakan
bedah yang dikenal adalah iridektomi optis, disisio lensa, ekstraksi linier dan
ekstraksi dengan aspirasi. 2

a. Rehabilitasi optikal setelah operasi


Pemilihan optical device untuk koreksi aphakia tergantung pada beberapa
faktor. Kacamata merupakan metoda yang paling aman, mudah diatur sesuai
pertumbuhan tetapi tidak ideal pada kasus aphakia monokular.4
1. Lensa kontak merupakan metode yang paling popular pada kasus aphakia
monokular tetapi mempunyai resiko tinggi untuk mengalami infeksi mata dan
16

ulkus kornea. Meskipun kesulitan teknis melakukan operasi katarak pada bayi
dan anak-anak sebagian besar telah diselesaikan, hasil visual yang terhambat
oleh amblyopia. Sehubungan dengan koreksi optik untuk anak aphakic, dua
pertimbangan utama adalah usia dan laterality dari aphakia. Kacamata
berguna untuk anak-anak dengan aphakia bilateral.4
2. Lensa kontak memberikan solusi optik superior untuk aphakia baik unilateral
dan bilateral. Toleransi biasanya wajar sampai usia sekitar 2 tahun, meskipun
setelah ini masalah periode dengan kepatuhan dapat berkembang sebagai
anak menjadi lebih aktif dan mandiri.4
3. IOL implantasi semakin banyak dilakukan pada anak-anak muda dan
tampaknya efektif dan aman dalam kasus-kasus dipilih. Kesadaran laju
pergeseran rabun yang terjadi di mata berkembang, dikombinasikan dengan
biometri akurat, memungkinkan perhitungan kekuatan IOL ditargetkan pada
awal hypermetropia (diperbaiki dengan kacamata) yang idealnya akan
membusuk menuju emmetropia di kemudian hari. Namun, refraksi akhir
adalah variabel dan emetropia di masa dewasa tidak dapat dijamin.4
4. Oklusi untuk mengobati atau mencegah ambliopia sangat penting. Atropin
hukuman juga dapat dipertimbangkan.4
b. Perawatan pasca operasi
• Terapi medis
Jika seluruh korteks dapat diangkat maka inflamasi setelah operasi
tanpa IOL, biasanya ringan sehingga dapat diberikan antibiotik topikal dan
steroid topikal sekitar 2 minggu. Pada kasus aphakia, pemberian midriasis
dilanjutkan beberapa minggu menggunakan atropin atau agen lainnya. Steroid
topikal diberikan lebih agresif pada pemasangan IOL dan steroid oral
diberikan bila heavy pigmented irides.4
• Manajemen ambliopia
17

Terapi ambliopia penting dilakukan secepat mungkin setelah operasi.


Pada pasien aphakia, kacamata atau lensa kontak diberikan 1 minggu setelah
operasi. Patching diindikasikan pada kasus katarak unilateral atau katarak
bilateral dimana ditutup mata yang lebih baik. Part time occlusion pada
neonatus untuk merangsang penglihatan binokular dan menghambat
strabismus. Regimen yang popular : jumlah jam mata ditutup sesuai dengan
usia anak dalam bulan. Misalnya mata ditutup 1 jam pada usia 1 bulan setiap
hari. Maksimal 8 jam pada usia 8 bulan.4
• Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah operasi katarak berbeda antara
anak dan dewasa. Retina detachment, makular edema dan abnormalitas kornea
jarang pada anak-anak. Angka kejadian infeksi dan perdarahan sama antara
anak dan dewasa. Glaukoma pada anak-anak aphakia dapat terjadi beberapa
tahun kemudian.11
2.2.8 Komplikasi
Jika tidak ditangani dengan segera, katarak kongenital dapat memicu terjadinya
mata malas atau ambliopia. Keadaan ambliopia ini kemudian memicu masalah lain
seperti nistagmus, strabismus, dan ketidakmampuan untuk menyempurnakan
gambaran terhadap objek. Hal ini akan sangat mempengaruhi kemampuan belajar,
kepribadian, dan penampilan, lebih jauh lagi mempengaruhi seluruh kehidupan anak.
Ambliopia yang terjadi dapat berupa ambliopia sensoris (ambliopia ex anopsia)
akibat makula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan dan ambliopia eksanopia
akibat kerusakan permanen pada saraf penglihatan. Operasi katarak pada anak-anak
memiliki komplikasi yang lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa. Komplikasi
pasca operasi adalah sebagai berikut :10
1. Kekeruhan capsular posterior hampir menyeluruh jika kapsul posterior masih
dipertahankan pada anak di bawah usia 6 tahun. Hal ini juga lebih penting pada
18

anak-anak karena efek ambliogeniknya. Insiden kekeruhan berkurang saat


capsulorhexis posterior dikombinasikan dengan vitrektomi.
2. Membran sekunder dapat terbentuk di seluruh pupil, terutama di microphthalmic
mata atau dengan uveitis kronis. Pada uveitis pasca operasi fibrinosa di mata
dinyatakan normal, kecuali jika diobati dengan agresif, juga dapat mengakibatkan
pembentukan membran.
3. Proliferasi epitel lensa bersifat universal tetapi biasanya penglihatan tidak
konsekuen, karena tidak melibatkan sumbu visual. Dan dapat berupa sisa-sisa
kapsul anterior dan posterior dan disebut sebagai cincin Soemmerring.
4. Glaukoma akhirnya berkembang pada sekitar 20% dari mata.
• Closed-angle glaucoma dapat terjadi pada periode pasca operasi segera di
mata microphthalmic sekunder karena terdapat penyumbatan pupil.
• Secondary open-angle galucoma dapat berkembang bertahun-tahun setelah
operasi awal, karena itu penting untuk memantau tekanan intraokular jangka
panjang.
5. Ablasio retina merupakan komplikasi yang jarang terjadi dan biasanya terlambat.

2.2.9. Prognosis

Prognosis visus tergantung dari age of onset, jenis katarak (unilateral/bilateral,


total/parsial), ada tidaknya kelainan mata yang menyertai katarak, tindakan operasi
(waktu, teknik, komplikasi) dan rehabilitasi visus pasca operasi.2 Dengan
menggunakan teknik-teknik bedah canggih saat ini, penyulit intra-operasi dan pasca-
operasi serupa dengan yang terjadi pada tindakan untuk katarak dewasa. Dengan
pengalaman, ahli bedah katarak anak-anak dapat mengharapkan hasil teknik yang
baik pada lebih dari 90 % kasus. Koreksi optik sangat penting bagi bayi dan
memerlukan usaha besar oleh ahli bedah dan orang tua pasien. Koreksi tersebut dapat
berupa kacamata untuk anak-anak harus diikuti dengan koreksi lensa kontak.
19

Epikeratofakia tampaknya memberi harapan untuk mengkoreksi afakia pada pasien


pediatrik yang tidak dapat mentoleransi lensa kontak.2,11

Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan


pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien senilis. Adanya ambliopia dan
kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian
penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman
penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling
baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat.2,11

Hasil pembedahan katarak kongenital biasanya kurang memuaskan, karena


banyak penyulit pembedahan atau adanya kelainan-kelainan kongenital lainnya di
mata yang menyertainya. Pada monokular katarak yang dibedah dini disertai dengan
pemberian lensa kontak segera akan menghindari gangguan perkembangan
penglihatan, maka sebaiknya katarak kongenital dilakukan pembedahan sebelum bayi
berusia 4 bulan. Pembedahan katarak kongenital sesudah berusia 4 bulan biasanya
tidak efektif lagi. Beberapa ahli mengatakan waktu yang optimum untuk pembedahan
katarak adalah antara enam minggu hingga tiga bulan sejak kelahiran bayi.2,10
20

BAB 3

LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : An. J. K
Tanggal lahir : 18 Desember 2019
Umur : 9 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Oesapa
Agama : Kristen Protestan
Tanggal pemeriksaan : 18 September 2020
Nomor MR : 536667
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis (Orang tua pasien) di Poli Mata
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes pada tanggal 18 September 2020
• Keluhan Utama : Tampak bercak putih pada bola mata sejak usia 3 bulan
• Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang diantar kedua orang tuanya ke Poliklinik Mata RSUD
Prof. Dr. W. Z. Johannes dengan keluhan tampak bercak putih pada bola mata
sejak usia 3 bulan. Keluhan ini disertai rasa silau ketika melihat cahaya.
Menurut orang tua, pasien tidak merespon dengan keadaan lingkungan sekitar.
Keluhan pasien ini tidak disertai dengan mata merah, nyeri ataupun berair
pada kedua matanya. Demam (-), mual muntah (-).
• Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada
• Riwayat Pengobatan:
Tidak ada
• Riwayat penyakit keluarga :
21

Nenek pasien menderita katarak sejak dua tahun yang lalu.


• Riwayat antenatal
Selama hamil, ibu pasien rutin melakukan ANC 4 kali dan selama hamil, ibu
pasien tidak pernah mengalami sakit berat.
• Riwayat persalinan
Pasien lahir secara spontan dengan bantuan bidan, cukup bulan dengan berat
badan lahir 2800 gram.
• Riwayat nutrisi
Pasien menyusu sejak lahir hingga sekarang. Pada usia 6 bulan pasien sudah
mulai mengonsumsi makanan bubur saring, wortel, buncis dan telur puyuh.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Tanda-tanda Vital :
HR : 102 x/menit
RR : 28 x/menit
Suhu : 36,8 0C
Status antropometri :
BB : 7 kg
PB : 66 cm
22

Status Oftalmologis

Oculi Dextra Status oftalmologis Oculi Sinistra

Fiksasi cahaya (+) Fiksasi cahaya (+)


Visus
Fiksasi benda (-) Fiksasi benda (-)

Pergerakan Bola Mata

Positif ke segala arah Positif ke segala arah


Edema (-) Palpebra Edema (-)

Hiperemis (-), Injeksi Hiperemis (-), Injeksi


silier (-), Jaringan Conjungtiva silier (-), Jaringan
fibrovaskular (-) fibrovaskular (-)
Keruh (-), Sikatrik (-) Keruh (-), Sikatrik (-),
Cornea
Ulkus (-),Corpal (-) Corpal (-), Ulkus (-)
Dalam, Hipopion (-), Dalam, Hipopion (-),
COA
Hifema (-) Hifema (-)
Intak Iris Intak
Bulat, Sentral,Refleks Bulat, Sentral,Refleks
cahaya langsung (+), Pupil cahaya langsung (+),
diameter ɸ 3 mm Diameter ɸ 3 mm
Keruh Lensa Keruh
Refkles fundus (+) Refleks fundus (+)
Funduskopi
Media : keruh Media : keruh
23

Gambar 3.1 Mata Kanan Pasien

Gambar 3.2 Mata Kiri Pasien

D. Diagnosis
Katarak kongenital ODS

E. Terapi
Pro OP katarak dalam narkosa
Setelah dioperasi :
Amoxycilin syrup 3x1 cth
Paracetamol syrup 3x1 cth
Ofloxacin 6x1 tetes
24

F. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
25

BAB 4

PEMBAHASAN

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akbiat
keduanya. Pada kasus, pasien berusia 9 bulan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
katarak kongenital mulai terjadi sebelum atau segera setelah kelahiran dan bayi yang
berusia kurang dari satu tahun.2

Pasien datang dengan keluhan pandangan kabur sejak lahir. Keluhan disertai
rasa silau ketika melihat cahaya dan tampak bercak putih pada bola mata sejak usia 3
bulan. Menurut orang tua, pasien tidak merespon dengan keadaan lingkungan sekitar.
Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan lensa tampak keruh. Berdasarkan teori,
gejala katarak kongenital adalah rasa silau, bercak putih pada pupil disebut
leukokoria, penglihatan berkurang akibat cahaya tidak dapat melalui lensa, karena
tidak lagi transparan. Pada anak yang lebih tua mata bisa berubah. Ini disebut
strabismus, atau dikenal dengan juling. Terjadi karena mata tidak bisa fokus dengan
baik. Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan tampak sebagai
warna keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam. Bayi gagal
menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan di sekitarnya dan kadang terdapat
nistagmus.2,10

Katarak kongenital dapat disebabkan oleh karena herediter, infeksi, obat-obatan


dan radiasi selama kehamilan, kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan
dan galaktosemia dan penyebab terbanyak pada kasus katarak adalah idiopatik, yaitu
tidak diketahui penyebabnya.2,8 Pada pasien ini, kemungkinan penyebabnya adalah
herediter karena keluarga pasien ada yang memiliki riwayat katarak.
26

Pasien didiagnosa dengan katarak kongenital ODS karena keluhan mengenai


dua mata disebut katarak bilateral. Oleh karena itu, pada pasien sebaiknya dilakukan
pembedahan secepatnya segera katarak terlihat. Tindakan bedah diindikasikan apabila
reflek fundus tidak tampak.4 Tindakan bedah yang dikenal adalah iridektomi optis,
disisio lensa, ekstraksi linier dan ekstraksi dengan aspirasi. Pada pasien dilakukan
operasi katarak berupa aspirasi irigasi masa lensa dan iridektomi perifer. Tujuan
dilakukan iridektomi adalah untuk memudahkan pengangkatan lensa mata.

Setelah dilakukan operasi, perlu diberikan terapi medis, Jika seluruh korteks
dapat diangkat maka inflamasi setelah operasi tanpa IOL, biasanya ringan sehingga
dapat diberikan antibiotik topikal dan steroid topikal sekitar 2 minggu. Pada kasus
aphakia, pemberian midriasis dilanjutkan beberapa minggu menggunakan atropin
atau agen lainnya. Steroid topikal diberikan lebih agresif pada pemasangan IOL dan
steroid oral diberikan bila heavy pigmented irides.4 Pada pasien ini diberikan
amoxicillin syrup 3x1 cth, paracetamol syrup 3x 1 cth dan ofloxacin 6x1 tetes.
Tujuan diberikan adalah untuk mencegah terjadinya infeksi dan mengurangi nyeri
post operasi.

Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan


pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien senilis. Adanya ambliopia dan
kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian
penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman
penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling
baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat. Hasil
pembedahan katarak kongenital biasanya kurang memuaskan, karena banyak penyulit
pembedahan atau adanya kelainan-kelainan kongenital lainnya di mata yang
menyertainya.2,10 Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam karena pasien mengalami
katarak bilateral dan tidak memiliki kelaianan mata lainnya sehingga tidak ada
penyulit.
27

BAB 5

PENUTUP

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akbiat
keduanya. Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun.

Pada katarak kongenital ditemukan rasa silau, bercak putih pada pupil disebut
leukokoria, penglihatan berkurang akibat cahaya tidak dapat melalui lensa, karena
tidak lagi transparan. Lensa keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan
tampak sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam. Selain
itu, bayi akan gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan di sekitarnya
dan kadang terdapat nistagmus.

Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi bergantung jenis


katarak yaitu unilateral atau bilateral. Jika tidak ditangani dengan segera, katarak
kongenital dapat memicu terjadinya mata malas atau ambliopia. Keadaan ambliopia
ini kemudian memicu masalah lain seperti nistagmus, strabismus, dan
ketidakmampuan untuk menyempurnakan gambaran terhadap objek.
28

DAFTAR PUSTAKA

1. Zhale Rajavi. Journal of Ophthalmic & Vision Research : Congenital Cataract


Screening. 2016
2. Ilyas, H.S., Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-5. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2015
3. Vaughan D, Asburry T, Riordan-Eva P and Whitcher JP. Vaughan & Asbury :
Oftalmologi Umum. 17 ed. Jakarta: EGC, 2012.
4. Sana Nadeem. Pakistan Journal of Ophthalmology : Congenital Cataract:
Morphology and Management. 2013
5. Kanski J Jack. Ophthalmology in focus. Elsevier. London. 2012.
6. Lang. K Gerhard. Ophthalmology. Thieme. New York.2011
7. Kanski J Jack. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. 6th ed: 577-84.
Elsevier. London.2010
8. Suhardjo, Hartono.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta. 2017.
9. Lady Sherly Nuramalia. The Outcome after Surgery of Patients with Congenital
Cataract in the Outpatient Clinic of RSUD Dr. Soetomo Surabaya in January
2014 – January 2017. 2019
10. Pandey AN. Journal of Ophthalmology & Visual Neurosciences : A Clinical
Study of Congenital Cataract. 2016
11. M. Edward Wilson, MD. American Academy ophthalmology : Pediatric cataract-
Europe.2015

Anda mungkin juga menyukai