Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN

Stroke adalah penyakit pembuluh darah otak dengan kejadian, kecacatan,

dan kematian yang cukup tinggi. Menurut World Health Organization (WHO)

stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun

global, yang berlangsung mendadak dan lebih dari 24 jam atau berakhir dengan

kematian tanpa ditemukannya penyebab lain selain vaskular.Terdapat dua tipe

utama dari stroke yaitu stroke iskemik akibat berkurangnya aliran darah

sehubungan dengan penyumbatan (trombosis, emboli), dan hemoragik akibat

perdarahan 1 .

Menurut WHO, Stroke merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah

penyakit jantung dan kanker, serta merupakan penyakit penyebab kecacatan

tertinggi di dunia. Menurut American Heart Association (AHA), angka kematian

penderita stroke di Amerika setiap tahunnya adalah 50 – 100 dari 100.000 orang

penderita 3.

Menurut data dari Riskesdas tahun 2018, prevalensi stroke tertinggi adalah

pada usia > 75 tahun dengan prevalensi 50,2 %. Sedangkan berdasarkan jenis

kelamin, jenis kelamin laki-laki sebesar 11,0 % lebih tinggi jika dibandingkan

dengan perempuan yaitu sebesar 10,9 % 4.

Ada 2 jenis faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke

adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti

usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack atau stroke
sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors)

berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, alkohol,

dislipidemia. Identifikasi faktor risiko stroke sangat penting untuk mengendalikan

kejadian stroke di suatu negara agar dapat dilakukan tindakan pencegahan dan

penanggulangan penyakit stroke (1) .


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah manifestasi

klinik dari gangguan fungsi Otak, baik fokal maupun global, yang berlangsung

mendadak dan lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa ditemukannya

penyakit selain daripada gangguan vaskular 1.

2.2 Epidemiologi

Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke

tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia. Diperkirakan

jumlah stroke iskemik terjadi 85% dari jumlah stroke yang ada. Penyakit darah

tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia 2.

Di negara-negara ASEAN penyakit stroke juga merupakan masalah

kesehatan utama yang menyebabkan kematian. Dari data South East Asian Medical

Information Centre (SEAMIC) diketahui bahwa angka kematian stroke terbesar

terjadi di Indonesia yang kemudian diikuti secara berurutan oleh Filipina,

Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Di Indonesia, stroke merupakan

penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker .

Menurut data riskesdas tahun 2018, Prevalensi stroke tertinggi berdasarkan

usia, usia > 75 tahun yaitu 50,2 %, kemudian diikuti oleh usia 65-74 tahun yaitu
45,3 %, usia 55-64 sebesar 32,4 %, usia 45-54 tahun sebesar 14,2 %. Dari seluruh

penderita stroke di Indonesia, stroke ischemic merupakan jenis yang paling banyak

diderita yaitu sebesar 52,9%, diikuti secara berurutan oleh perdarahan intraserebral,

emboli dan perdarahan subaraknoid dengan angka kejadian masing - masingnya

sebesar 38,5%, 7,2%, dan 1,4% 3 . Sebanyak 28,5 % penderita meninggal dunia

dan sisanya mengalami kelumpuhan total atau sebagian. Hanya 15 % saja yang

dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan 1.

2.3 Anatomi Otak

Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa. Otak

menerima 15% dari curah jantung memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen

tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak bertanggung jawab

terhadap bermacam-macam sensasi atau rangsangan terhadap kemampuan manusia

untuk melakukan gerakan-gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk

melaksanakan berbagai macam proses mental, seperti ingatan atau memori,

perasaan emosional, intelegensi, berkomuniasi, sifat atau kepribadian, dan

pertimbangan. Berdasarkan gambar dibawah, otak dibagi menjadi lima bagian,

yaitu otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), otak tengah (mesensefalon),

otak depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons varoli) 8


Gambar 2.1 Anatomi Otak

1. Serebrum (Otak Besar)

Serebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut

Forebrain atau Otak Depan. Serebrum merupakan bagian otak yang membedakan

manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan

berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan

visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian

ini. Serebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian

lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit

disebut sulkus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal,

Lobus Parietal, Lobus Oksipital dan Lobus Temporal.8,9

a) Lobus Frontalis

Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,

seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hermisfer kiri),

pusat penghidu dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan
volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi

motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur

ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara,

motivasi dan inisiatif 8.9

b) Lobus Temporalis

Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari

fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis .Lobus ini

berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan

dalam pembentukan dan perkembangan emosi8,9.

c) Lobus Parietalis

Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus post

sentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran 8,9

d) Lobus Oksipitalis

Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi

penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus

optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain dan memori
8,9

2. Serebelum

Serebelum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak

neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang

penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang
diterima inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Serebelum terdiri dari

tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi

ke bagian lain dari sistem saraf pusat. Serebelum merupakan pusat koordinasi untuk

keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot - otot volunter secara

optimal. Bagian - bagian dari serebelum adalah lobus anterior, lobus medialis dan

lobus flukolonodularis8,9.

3) Batang otak

Batang otak berfungsi untuk mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar.

Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya.

Struktur - struktur fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan

desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian - bagian otak,

anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf kranial. Secara garis besar batang otak terdiri

dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata 8,9.

2.4 Vaskularisasi otak


2.4.1 Peredaran Darah Arteri

Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis .

Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan

masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus

kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina, akhirnya

bercabang dua yaitu arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Arteri karotis

interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri

serebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian

tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media memberikan

vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis9.


Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang

berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis

di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum,

lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas

medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah

mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris

berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri posterior. Arteri vertebralis

memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas. Arteri

basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior memberikan

vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus,

hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak

bagian atas 9.

2.5 Faktor Resiko Stroke

Menurut WHO (1997) dalam Price dan Wilson (2006), faktor utama yang

berkaitan dengan epidemi penyakit serebrovaskular adalah perubahan global dalam

gizi dan merokok, ditambah urbanisasi dan menuanya populasi. Menurut National

Stroke Association (2009), ada 2 tipe faktor risiko terjadinya stroke 7:

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:

a. Usia

Usia merupakan faktor resiko yang paling kuat untuk stroke,

semakin tua usia maka risiko terkena stroke akan semakin meningkat.

Setelah usia 55 tahun, risiko stroke meningkat dua kali lipat setiap
pertambahan usia 10 tahun. Hasil penelitian Lestari tahun 2010

mendapatkan bahwa kejadian stroke pada usia >55 tahun lebih besar

dibandingkan dengan usia 40-55 tahun(3,7).

b. Jenis Kelamin

American Heart Association mengungkapkan bahwa serangan

stroke lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Laki-

laki lebih cenderung berisiko stroke karena kejadian stroke pada

perempuan meningkat pada usia pasca menopause, sebelum menopause

perempuan dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam

meningkatkan HDL, dimana HDL berperan penting dalam pencegahan

aterosklerosis(3,7).

c. Ras

Orang kulit hitam, hispanik Amerika, Cina, dan Jepang lebih

banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih. Di Indonesia

sendiri, suku Batak dan Padang lebih rentan terserang stroke

dibandingkan dengan suku Jawa. Hal ini disebabkan oleh pola hidup dan

jenis makanan yang lebih banyak mengandung kolesterol(3).

d. Riwayat Keluarga

Riwayat stroke meningkat pada seseorang dengan riwayat keluarga

stroke. Seseorang dengan riwayat keluarga stroke cenderung menderita

hipertensi dan diabetes melitus. Berdasarkan hasil penelitian Sorganvi et

al. tahun 2014, riwayat keluarga stroke mempunyai risiko 2,3 kali lebih

besar dibanding yang tidak mempunyai riwayat keluarga stroke(3,7).


e. TIA atau stroke sebelumnya

Data epidemiologi menyebutkan bahwa resiko untuk timbulnya

serangan ulang stroke adalah 30% dan populasi yang pernah menderita

stroke memiliki kemungkinan serangan ulang adalah sembilan kali

dibandingkan populasi normal. Diperkirakan 25% orang yang sembuh

dari stroke yang pertama akan mendapatkan stroke berulang dalam kurun

waktu 1-5 tahun(3).

2. Faktor yang dapat dimodifikasi

a. Hipertensi

Pada hasil Farmingham Study ditemukan bahwa hipertensi lebih

sering ditemukan 1,5 kali lebih banyak pada stroke dibandingkan dengan

yang tanpa hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian Sorganvi et al. tahun

2014, hipertensi meningkatkan resiko 3,8 kali terkena stroke. Berbagai

studi telah membuktikan bahwa dengan mengendalikan hipertensi akan

menurunkan insiden stroke. Hasil dari penelitian menunjukkan setiap

peningkatan tekanan darah 20/10 mmHg (dimulai dari tekanan darah

115/75 mmHg) akan meningkatkan mortalitas stroke hingga dua kali(3,7).

b. Diabetes Melitus

Keadaan hiperglikemi atau kadar gula dalam darah yang tinggi dan

berlangsung kronis memberikan dampak yang tidak baik pada jaringan

tubuh, yaitu mempercepat terjadinya aterosklerosis. Keadaan pembuluh

darah otak yang sudah mengalami aterosklerosis sangat berisiko untuk


mengalami sumbatan maupun pecahnya pembuluh darah yang

mengakibatkan timbulnya serangan stroke(3,7).

c. Penyakit Jantung

Penyakit atau kelainan pada jantung dapat menyebabkan iskemia

otak. Hal ini disebabkan oleh denyut jantung yang tidak teratur dapat

menurunkan curah jantung ke otak. Penyakit jantung koroner merupakan

kondisi dimana terdapat plak dalam arteri yang sering disebut dengan

aterosklerosis. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya stroke. Seseorang

dengan penyakit atau kelainan pada jantung mendapatkan risiko untuk

terkena stroke 3 kali lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak memiliki

penyakit jantung(3,7).

d. Hiperlipidemia

Kelebihan kadar kolesterol dalam darah akan bereaksi dengan zat

lain sehingga dapat mengendap pada pembuluh darah yang

menyebabkan penyempitan dan pengerasan yang disebut sebagai plak

aterosklerosis. Hal ini menyebabkan pembuluh darah menjadi lebih

sempit sehingga mengganggu suplai darah ke otak dan menyebabkan

stroke. Kadar kolesterol dalam darah yang tinggi pada laki-laki

mempunyai risiko 0,80 kali terkena stroke, sedangka pada perempuan

mempunyai risiko 0,58 kali terkena stroke(3,7).

e. Kebiasaan Konsumsi Alkohol

Alkohol dapat meningkatkan resiko terserang stroke jika diminum

dalam jumlah yang banyak. Konsumsi alkohol yang banyak menjadi


salah satu pemicu untuk terjadinya hipertensi. Dalam sebuah penlitian,

didapatkan data bahwa konsumsi 3 gelas alkohol per hari akan

meningkatkan risiko stroke hemoragik, yaitu perdarahan intracerebral

hingga 7 kali lipat(3,7).

f. Obesitas

Obesitas merupakan faktor predisposisi penyakit kardiovaskular dan

stroke. Hal ini disebabkan oleh keadaan obesitas berhubungan dengan

tingginya tekanan darah dan kadar gula darah. Obesitas juga

mempercepat terjadinya proses aterosklerosis pada remaja dan dewasa

muda(2,3,7).

g. Merokok

Rokok merupakan salah satu faktor yang signifikan untuk

meningkatkan resiko terjadinya stroke. Kebiasaan merokok cenderung

beresiko terkena penyakit jantung dan stroke. Hal ini disebabkan oleh

zat- zat seperti nikotin dan karbon monoksida yang dapat merusak

lapisan endotel pembuluh darah arteri, meningkatkan tekanan darah, dan

menyebabkan kerusakan pada sisten kardiovaskuler. Rokok juga

berhubungan dengan meningkatnya kadar fibrinogen, agregasi

trombosit, menurunnya HDL dan menigkatnya hematokrit yang dapat

mempercepat proses aterosklerosis yang menjadi faktor risiko untuk

terkena stroke. Hasil penelitian pada Framingham Study, insiden stroke

40% lebih tinggi pada perokok laki-laki dan 60% lebih tinggi pada

perokok perempuan dibandingkan dengan yang bukan perokok(3,7).


h. Stress

Saat stress terjadi prsuksi hormon kortisol dan adrenalin yang

berkontribusi pada proses aterosklerosis. Hal ini disebabkan oleh kedua

hormon tadi meningkatkan jumlah trombosit dan prodksi kolesterol.

Kortisol dan adrenalin juga dapat merusak sel yang melapisi arteri,

sehingga lebih mudah bagi jaringan lemak untuk tertimbun di dalam

dinding arteri(3,7).

2.6 Stroke Non - Hemoragik

2.6.1 Defenisi

Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan karena adanya sumbatan

pada pembuluh darah otak tertentu sehingga daerah otak yang diperdarahi oleh

pembuluh darah tersebut tidak mendapat pasokan energy dan oksigen,sehingga

pada akhinya jaringan sel-sel otak di daerah tersebut mati dan tidak berfungsi lagi 7

2.6.2 Klasifikasi

1) Stroke iskemik dibagi menjadi beberapa tipe menurut penyebabnya, yaitu 2,6:

1.Trombosis

Trombosis adalah bekuan darah. Stroke thrombosis adalah stroke yang

terjadi karena adanya sumbatan di pembuluh darah besar di otak oleh karena

adanya gumpalan dan plak yang terbentuk akibat proses aterosklerotik

(pengerasan arteri) 2. Stroke karena trombosis ini merupakan stroke yang paling

sering terjadi (hampir 70 % dari seluruh stroke). Plak aterosklerotik tersebut


akan menyumbat suatu pembuluh darah tertentu di otak yang pada akhirnya

daerah otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan nutrisi tersebut

menjadi kekurangan nutrisi da oksigen (iskemik) dan akhirnya menjadi mati

(infark). Plak aterosklerotik biasanya menyumbat pembuluh darah besar

disekitar leher ataupun didasar otak. Proses aterosklerotik sendiri dipercepat

oleh berbagai faktor, seperti hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterol, dan

faktor-faktor lainnya. Aterosklerotik terjadi oleh karena penimbunan lipid

termasuk kolesterol dibawah lapisan intima pembuluh darah. Plak

aterosklerotik sering dijumpai pada kelok-kelokan atau percabangan arteri besar

seperti misalnya arteri karotisl eher. Setelah umur 50 tahun, tampaknya ada

kecenderungan bahwa arteri-arteri serebral yang kecil juga terkena proses

aterosklerosis. penyempitan yang disebabkan oleh plak arterosklerotik bisa

mencapai 80-90 % dari diameter pembuluh darah tanpa menimbulkan

gangguan pada daerah yang diperdarahi oleh arteri yang bersangkutan. Namun,

arteri-arteri yang sudah mempunyai plak aterosklerotik itu cenderung mendapat

komplikasi berupa trombosis. Sumbatan karena bekuan darah (trombus) sering

terjadi di malam hari pada saat tidur atau beraktivitas. Pasien biasanya baru

sadar bahwa mereka mengalami kelemahan anggota badan sesisi pada saat

mereka bangun 7.

2..Emboli Serebral

Stroke emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya gumpalan darah

dan bekuan darah yang berasaldari jantung dan kemudian terbawa aliran darah

sampai ke otak, kemudian menyumbat pembuluh darah di otak 2. Proporsinya


sekitar 20% dari seluruh kasus stroke. Bekuan darah dari jantung ini biasanya

terbentukakibat denyut jantung yang tidak teratur (misalnya fibrilasi atrium),

kelainan katup jantung, infeksi didalam jantung, dan juga operasi jantung 7.

2) Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non-hemorgik masi dapat

dikelompokan menjadi2 :

1.TIA ( Transient Ischemic Attack) TIA yang disebut juga serangan iskemik

sesaat adalah serangan pada pembuluh darah otak karena terjadi gangguan

akut dari fungsi fokal serebral dengan tanda dengan tanda dan gejala yang

hamper sama dengan stroke tetapi semua gejala kelumpuhan dan defisit

neurolohis tersebut akan hilang kurang dari 27 jam biasanya disebabkan

karena emboli atau thrombosis. Sebanyak 50% dari TIA telah sembuh

dalam waktu 1 jam dan 90 % sembuh dalam waktu 4 jam. Dengan demikian

pada umumnya setelah 4 jam sudah dapat dibedakan antara TIA dengan

stroke (komplit). Oleh karena itu darah dari dua sistemyaitu sistem

vertebrobasiler dan sistem karotis maka TIA dibagi menjadi : TIA yang

disebabkan oleh gangguan dari sistem karotis dan TIA yang disebabkan dari

sistem vertebrobasiler 2 .

2. RIND Reversible Ischemic Neurologic Deficit Seperti halnya pada TIA,

gejala neurologis yang ada pada RIND juga akan mengilang, hanya saja

waktunya lebih dari 24 jam namun kurang dari 21 hari 2.

3. Progresing stroke atau stroke inevolution


Pada ada bentuk ini kelainan yang ada masih terus berkembang ke arah yang

lebih berat 2.

4. Completed stroke Completed stroke diartikan bahwa kelianan neurologis

yang sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi 2.

2.6.3 Patofisiologi Stroke Non- Hemoragik

Stroke iskemik merupakan tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan

jaringan otak sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak sehingga

mengganggu pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. Gangguan

pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja didalam arteri-arteri yang

membentuk sirkulus wilisi (arteri karotis interna dan system vertebrobasiler dan

semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak

terputus selama 15-20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan otak).

Oklusi disuatu arteri tidak selalu menyebabkan infark didaerah otak yang

diperdarahi arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi

kolateral yang memadai kedaerah tersebut. Proses patologik yang mendasari

mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi didalam pembuluh darah yang

memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa 7 :

 Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri. Seperti pada

aterosklerotik atau thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah, atau

peradangan.

 Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya syok

atau hiperviskositas darah.


 Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus yang berasal dari

jantung atau pembuluh ekstrakranium.

 Rupture vaskuler didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.

Stroke iskemik sangat erat hubungannya dengan arterosklerosis dan

arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat mengaktifkan mekanisme pembekuan darah

sehingga dapat terbentuk trombus. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh

darah dan akan terbawa sebagai emboli ke aliran darah otak yang mengakibatkan

terjadinya iskemia jaringan otak dan menyebabkan hilangnya fungsi otak secara

akut atau permanen pada daerah yang teralokasi.

Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik

dengan cara:

1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi

aliran darah

2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena thrombus atau perdarahan

ateroma

3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai

emboli

4. Meyebabkan dinding pembuluh darah menjadi lemah dan terjadi

aneurisma yang kemudian dapat merobek.

Embolus yang akan mnyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan

otak dibagian distal sumbatan. Selain itu, embolus juga berperan sebagai iritan yang

menyebabkan vasospasme lokal dimana embolus berada. Gejala klinisnya

bergantung pada pembuluh darah yang tersumbat. Ketika arteri tersumbat secara
akut oleh trombus atau embolus, maka area system saraf pusat yang diperdarahi

akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat. Disekitar

zona nekrotik sentral, terdapat penumbra iskemik yang tetap viable untuk suatu

waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika liran darah baik kembali. Iskemia otak

akan merusak fungsi motoris dan sensoris mengalami gangguan sehingga

pengaturan gerak seluruh tubuh dan keseimbangan akan terganggu. Area otak yang

membutuhkan sinyal untuk pergerakan dan koordinasi otot tidak ditransmisikan ke

spinal cord, saraf dan otot sehingga serabut motorik pada sistem saraf mengalami

gangguan untuk mengontrol kekuatan dan pergerakan serta dapat mengkakibatkan

terjadinya kecacatan pada pasien stroke. Iskemia otak dapat pula mengakibatkan

defisit neurologis. Iskemia SSP juga dapat disertai oleh pembengkakan karena 2

alasan :

1. Edema sitotoksik yaitu akumulasi cairan pada sel-sel glia dan

neuron yang rusak

2. Edema vasogenik : akumulasi cairan ekstraseluler akibat perobekan

sawar darah otak. Edema otak dapat menyebabkan perburukan

klinis yang berat beberapa hari setelah stroke, akibat peningkatan

tekanan intrakranial dan kompresi struktur sekitar.

2.6.4 Manifestasi klinis

Sindrom iskemik batang otak :

1. Subclavian Steal Syndrome


Sindrome ini terjadi akibat oklusi arteri subklavia sinistra atau dextra di bagian

proksimal tempat arteri vertebralis berasal.

Manifestasi klinisnya : Vertigo dan penurunan kesadaran

2. Sindroma Vaskular Batang otak individual

Infark pada distribusi vertebrobasiler, seperti distribusi karoti, biasanya terjadi

akibat embolisme.

Manifestasi klinis : Hemiplegia alaternans,

3. Sindroma medularis dorsolateralis

Oklusi pada teritori arteri serebeli inferior posterior atau arteri vertebralis.

Gambaran klinis : Onset mendadak disertai vertigo, nistagmus (nucleus

vestibularis inferior dan pedunkulus serebeli inferior), mual dan muntah (area

postrema), distatria dan disfonia (nukleus ambigus), singultus (pusat respirasi

formatio reticularis)

4. Sindroma medularis medialis

Oklusi ramus paramedianus arteria vertebralis atau arteri basilaris, umumnya

bilateral.

Gambaran klinis : Kelumpuhan flaksid nervus hipoglosus ipsilateral,

hemiplegia kontralateraldengan tanda Babinski, hipestesi kolumna posterior

kontralateral (yaitu hipestesi terhadap raba dan tekan, dengan gangguan sensasi
posisi), serta nistagmus (pada kasus terkenanya fasikulus longitudinalis

medialis oleh lesi tersebut).

5. Sindrom basis pontis kaudalis (syndrome millard-gubler atau sindrom

foville)

Oklusi pada ramus sirkumferensialis arteri basilaris, tumor, abses,

Gambaran klinis : Kelumpuhan nervus abdusen (perifer), dan nervus fasialis

(nuclear) ipsilateral, hemiplegia kontralateral, analgesia, gangguan posisi, raba,

serta getar sisi kontalateral.

6. Sindrome tegmentum pontis kaudale

Oklusi cabang arteri basilaris (ramus sirkumferensialis longus dan brevis)

Gambaran klinis : Kelumpuhan nuklear abdusen dan fasialis ipsilateral,

nistagmus, hemiataksia dan asinergia ipsilateral, analgesia, hipestesia dan

gangguan sensasi posisi dan getar sisi kontralateral,

7. Sindrome tegmentum pontis orale

Oklusi ramus sirkumferensialis longus arteri basilaris dan arteri serebelaris

anterior.

Gambaran klinis: hilangnya sensasi wajah ipsilateral, paralisisotot pengunyah,

hemiataksia, paralisis otot pengunyah, hemiataksia, gangguan semua

modalitas sensorik kontralateral.

8. Sindrome basis pontis bagian tengah


Oklusi ramus sikumferensialis brevis dan ramus paramedianus arteribasilaris.

Gambaran klinis : paresis flaksid otot-otot pengunyah ipsilateral, serta

hipestesi, analgesia, dan termanestesia wajah, hemiataksia dan asinergia

ipsilateral, hemiparesis spastik kontralateral.

10. Sindrome nuklear ruber :

Oklusi ramus interpedunkularis arteri basilaris arteri basilaris dan arteri

serebriposterior.

Gambaran klinis : Kelumpuhan nervus okulomotoris ipsilateral dengan

midriasis , gangguan sesnsasi raba,posisi dan getar kontralateral, serta

diskriminasi dua titi, hyperkinesia kontralateral, rigiditas kontralateral.

11. Sindrome pedunkulus serebri

Oklusi ramus interpedunkulus arteri serebri posterior dan arteri khoroidalis

posterior, biasanya karena tumor.

Gambaran klinis : Kelumpuhan nervus okulomotoris ipsilateral, hemiparesis

spastik kontralateral, rigiditas parkinsonisme kontralateral, distaksia

kontralateral, deficit saraf kranialis kemungkinan akibat gangguan persarafan

nuklear pada nervus VII, IX,X,XIII.

Pembuh darah otak yang Gejala dan tanda

terkena
Arteri karotis interna (sirkulasi 1.Dapat terjadi kebutaan satu mata ( episodik dan disebut

anterior) amaurosis fugaks) disisi artei karotis yang terkena, akibat

insufisiensi arteri retinalis.

2.Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral

karena insufisiensi arteri serebri media

Lesi dapat terjadi didaerah antara serebri anterior dan serebri

media atau arteri serebri media.

Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan mungkin

mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka

terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara-

motorik broca

Arteri serebri media Hemiparesis atau monoparesis kontralateral biasanya

mengenai lengan. Kadang –kadang hemianopsia (kebutaan)

kontralateral

Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena)

Sistem Verebrobasiler Kelumpuhan disatu sampai empat ekstremitas,meningkatnya

refleks tendon, ataksia, tanda-tanda Babinski bilateral, gejala

serebelum seperti tremor intention, vertigo, disfagia, disatria,

sinkop, koma, pusing, gangguan adaya ingat, disorientasi,

gangguan penglihatan diplopia, nistagmus, ptosis, paralisis

satu gerakan mata,hemianopsia homonium, tinnitus,

gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut dan lidah.


Arteri serebri posterior Koma, hemiparesis kontralateral, afasia visual, kelumpuhan

N.III : Hemianopsia, koreoatetosis

2. Gejala klinis SNH berdasarkan penyebab

Gejala Trombosis Emboli

Onset Defisist neurologik dini Terjadi mendadak

timbul secara mendadak/

subakut didahului gejala

prodormal

Waktu Terjadi waktu istirahat Pada saat aktif

(bangun pagi)

Kesadaran Biasanya kesadaran tidak Kesadaran bisa menurun

menurun ataupun tidak tergantung

besar emboli

Usia Usia > 50 tahun Terjadi pada usia lebih muda

Terdapat sumber emboli,

misalnya kelainan jantung

atau ateroma yang terlepas

2.6.5 Diagnosis stroke Non hemoragik

2.6.5.1 Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat

kebiasaan. Menanyakan identitas untuk mengecek kesadaran pasien apakah ada

disorientasi atau penurunan kesadaran dan dapat digunakan untuk menilai fungsi

luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada identitas yaitu nama, usia, alamat, status

pernikahan, agama, suku, cekat tangan. Menanyakan cekat tangan untuk

mengetahui pusat bahasa lebih dominan di hemisfer cerebri kanan atau kiri. Pada

kinan (cekat tangan kanan), 90% pusat bahasa berada di hemisfer kiri sehingga jika

ada lesi di hemisfer kiri dapat mengakibatkan gangguan bicara atau afasia.

Sedangkan pada kidal (cekat tangan kiri), 60% pusat bahasa berada kiri dan 40%

berada di kanan, sehingga gangguan bicara tidak menonjol karena masih

terkompensasi.

Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk ke

dalam kasus apakah penyakit tersebut. Dalam hal ini, stroke termasuk ke dalam

penyakit vaskular dimana harus terdapat kata kunci yang menandakannya yaitu

awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau mendadak. Ada 3 hal yang harus

disebutkan dalam keluhanutama, yaitu defisit neurologi yang terjadi, onset, dan kata

kunci yang menandakan kasus tersebut.

Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena 90%

anamnesis dapat menegakkan diagnosis. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,

terdapat dua jenis stroke yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik. Gejala stroke

hemoragik diawali dengan peningkatan tekanan intra kranial yaitu nyeri kepala

hebat, muntah, pandangan ganda, dan penurunan kesadaran.


Sedangkan pada stroke iskemik diawali dengan gejala lateralisasi yang

mencakup gangguan motorik, sensorik, dan otonom. Kelemahan pada anggota

gerak menandakan adanya gangguan fungsi motorik. Rasa kesemutan dan mati

rasa/baal berhubungan dengan fungsi sensorik. Untuk mengetahui adanya

gangguan otonom dapat ditanyakan tentang alvi, uri, dan hidrosis. Adanya

inkontinensia menandakan lesi UMN dan retensi pada lesi LMN. Bicara pelo dan

mulut mencong berhubungan dengan nervus VII. Riwayat tersedak ketika makan

atau minum berhubungan dengan nervus IX, X. Sedangkan bicara cadel

berhubungan dengan nervus XII. Hal-hal tersebut dapat ditanyakan ketika

anamnesis pasien.

Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset,

nyeri kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan

pertama atau berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko

stroke. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras,

dan genetik. Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah hipertensi,

diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok,

kolesterol tinggi dalam darah, dan obesitas10,13.

2.6.5.2 Pemeriksaan Fisik

 Tanda vital

Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan untuk

mengetahui adanya gangguan aliran darah. Denyut nadi dan pernapasan

berhubungan dengan saraf otonom. Suhu diukur untuk menyingkirkan

adanya keterlibatan infeksi.


 Status Generalis

Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.

 Status Neurologis

Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi anamnesis yang

telah ditanyakan. Komponen status neurologis yang dinilai :

o GCS

o Pupil

o Tanda rangsang meningeal

o Nervus cranialis

o Fungsi motorik

o Fungsi sensorik

o Fungsi otonom

o Gait dan koordinasi

Skor Stroke Siriraj(12)


Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x
tekanan diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12
Keterangan :
Derajat kesadaran 0 = kompos mentis; 1 = somnolen; 2 =
stupor/koma
Muntah 0 = tidak ada; 1 = ada
Nyeri kepala 0 = tidak ada; 1 = ada
Ateroma 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (DM,
angina pektoris, klaudikasio intermiten)
Hasil :
SSS > 1 Stroke hemoragik
SSS -1 s.d. 1 Perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
SSS < -1 Stroke iskemik

2.6.5.3 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium (14,15)


 Pemeriksaan darah lengkap

 Pemeriksaan kimia darah lengkap:

o Gula darah sewaktu

Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah

dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-

angsur kembali turun.

o Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim

SGOT, SGPT, CPK, dan profil lipid (trigliserida, LDH, HDL

serta total lipid).

 Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap):

o Waktu protrombin

o APTT

o Kadar fibrinogen

o D-dimer

o INR

o Viskositas plasma

 Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi:

o Protein S

o Protein C

o ACA

o Homosistein

2. Pemeriksaan Neurokardiologi
Pada sebagain kecil penderita stroke terdapat juga perubahan

elektrokardiografi. Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat

serangan infark jantung atau pada stroke dapat terjadi perubahan-

perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan otak yang

menyerupai suatu infark miokard. Dalam hal ini pemeriksaan khusus

atas indikasi, misalnya CK-MB follow-up nya akan memastikan

diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik, mengarah

kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli (PSCE)

maka pemeriksaan echocardiography terutama Transesofagial

Ekokardiografi dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.

3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah:

1) CT-Scan otak

Pemeriksaan ini sangat penting untuk melihat apakah ada

perdarahan atau tidak pada otak, karena perbedaan manajemen

perdarahan otak dan infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan

CT-Scan otak mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas jika

dikerjakan pada hari-hari pertama, biasanya tampak setelah 72

jam serangan.

2) Pemeriksaan foto toraks:

o Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat

pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda


hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan lain

pada jantung.

o Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial

mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis


(14,15)
.

2.6.5 Penatalaksanaan

Tujuan tatalaksana stroke non hemoragik adalah memastikan kestabilan


(15,16)
pada pasien dan mencegah/membatasi kematian neuron . Pemantauan ketat

terhadap penderita dengan resiko edema serebral harus dilakukan dengan

memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari-hari pertama

setelah serangan.

Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu :

1. Breathing

Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup

baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.

2. Brain

Posisi kepala diangkat 20-30 derajat. Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila

terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya

bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.

3. Blood

Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG. Tekanan darah dipertahankan

pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak. Kadar Hb

harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Kadar gula yang tinggi pada fase
akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-lebih pada penderita dengan diabetes

mellitus lama. Keseimbangan elektrolit dijaga.

4. Bowel

Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan

setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar,

dianjurkan melalui pipa nasogastrik.

5. Bladder

Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter intermiten

steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-

buli.

Penatalaksaan penderita dengan peningkatan TIK seperti memposisikan

pasien dengan posisi kepala 20-30o, posisi pasien hendaklah menghindari tekanan

vena jugular, hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik, hindari

hipertermia, dan jaga normovolernia. Bila kejang diberikan diazepam dengan bolus

lambat iv 5-20 mg dan diikuti fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan

kecepatan maksimum 50 mg/menit.

Penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan

diatasi penyebabnya. Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC.

Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan

(trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler,

analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis. Jika

didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotik.


Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,

malnutrisi, penumonia, trombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus, komplikasi

ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan. Pencegahan dekubitus degan mobilisasi

terbatas.

 Farmakologi khusus untuk Stroke non-Hemoragik 17 :

1. Fibrinolitik/trombolitik (rtPA/ recombinant tissue plasminogen activator)

intravena

Golongan obat ini digunakan sebagai terapi reperfusi untuk mengembalikan

perfusi darah yang terhambat pada serangan stroke akut. Jenis obat golongan ini

adalah alteplase, tenecteplase dan reteplase, namun yang tersedia di Indonesia

hingga saat ini hanya alteplase. Obat ini bekerja memecah trombus dengan

mengaktivasi plasminogen yang terikat pada fibrin. Efek samping yang sering

terjadi adalah risiko pendarahan seperti pada intrakranial atau saluran cerna; serta

angioedema.8 Kriteria pasien yang dapat menggunakan obat ini berdasarkan

rentang waktu dari onset gejala stroke dapat dilihat pada tabel 1 (onset gejala <3

jam) dan 2 (onset gejala 3-4,5 jam). Waktu memegang peranan penting dalam

penatalaksanaan stroke iskemik akut dengan fibrinolitik. Beberapa penelitian yang

ada menunjukkan bahwa rentang waktu terbaik untuk dapat diberikan terapi

fibrinolitik yang dapat memberikan manfaat perbaikan fungsional otak dan juga

terhadap angka kematian adalah <3 jam dan rentang 3-4,5 jam setelah onset gejala.

Pada pasien yang menggunakan terapi ini usahakan untuk menghindari penggunaan
bersama obat antikoagulan dan antiplatelet dalam 24 jam pertama setelah terapi

untuk menghindari risiko perdarahan 17.

2. Antikoagulan

Unfractionated heparin (UFH) dan lower molecular weight heparin

(LMWH) termasuk dalam golongan obat ini. Obat golongan ini seringkali juga

diresepkan untuk pasien stroke dengan harapan dapat mencegah terjadinya kembali

stroke emboli, namun hingga saat ini literatur yang mendukung pemberian

antikoagulan untuk pasien stroke iskemik masih terbatas dan belum kuat. Salah satu

meta-analisis yang membandingkan LMWH dan aspirin menunjukkan LMWH

dapat menurunkan risiko terjadinya tromboembolisme vena dan peningkatan risiko

perdarahan, namun memiliki efek yang tidak signifikan terhadap angka kematian,

kejadian ulang stroke dan juga perbaikan fungsi saraf. Oleh karena itu antikoagulan

tidak dapat menggantikan posisi dari aspirin untuk penggunaan rutin pada pasien

stroke iskemik. Terapi antikoagulan dapat diberikan dalam 48 jam setelah onset

gejala apabila digunakan untuk pencegahan kejadian tromboemboli pada pasien

stroke yang memiliki keterbatasan mobilitas dan hindari penggunaannya dalam 24

jam setelah terapi fibrinolitik. Bukti yang ada terkait penggunaan antikoagulan

sebagai pencegahan kejadian tromboembolik atau DVT (deep vein thrombosis)

pada pasien stroke yang mengalami paralisis pada tubuh bagian bawah, dimana

UFH dan LMWH memiliki efektifitas yang sama tapi juga perlu diperhatikan

terkait risiko terjadinya pendarahan. Berdasarkan analisis efektivitas biaya LMWH

lebih efektif dan risiko trombositopenia lebih kecil dibandingkan dengan UFH 17.
3. Antiplatelet

Golongan obat ini sering digunakan pada pasien stroke untuk pencegahan

stroke ulangan dengan mencegah terjadinya agregasi platelet. Aspirin merupakan

salah satu antiplatelet yang direkomendasikan penggunaannya untuk pasien stroke.

Penggunaan aspirin dengan loading dose 325 mg dan dilanjutkan dengan dosis 75-

100 mg/hari dalam rentang 24-48 jam setelah gejala stroke. Penggunaannya tidak

disarankan dalam 24 jam setelah terapi fibrinolitik. Sedangkan klopidogrel hingga

saat ini masih belum memiliki bukti yang cukup kuat penggunaannya untuk stroke

iskemik jika dibandingkan dengan aspirin. Pada salah satu kajian sistematis yang

membandingkan terapi jangka panjang antiplatelet monoterapi (aspirin atau

klopidogrel) dan kombinasi antiplatelet (aspirin dan klopidogrel) pada pasien stroke

iskemik menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan dalam keterulangan stroke

antara kombinasi dan aspirin tunggal [RR], 0.89 [95% CI, 0.78 to 1.01], klopidogrel

tunggal (RR, 1.01 [CI, 0.93 to 1.08]), demikian juga dengan risiko pendarahan

intrakranial yang tak berbeda bermakna namun lebih tinggi pada kombinasi aspirin

dan klopidogrel (RR, 1.46 [CI, 1.17 to 1.82], dengan demikian penggunaan

antiplatelet tunggal efektif dengan risiko perdarahan yang lebih rendah

dibandingkan dengan kombinasi pada pasien dengan stroke iskemik. Oleh karena

itu pada pedoman terapi stroke iskemik oleh American Heart Association/American

Stroke Association tahun 2013 tidak direkomendasikan kombinasi antiplatelet

karena masih belum kuatnya bukti dan masih merekomendasikan penggunaan

antiplatelet tunggal dengan aspirin 17.

4. Antihipertensi
Peningkatan nilai tekanan darah pada pasien dengan stroke iskemik akut

merupakan suatu hal yang wajar dan umumnya tekanan darah akan kembali turun

setelah serangan stroke iskemik akut. Peningkatan tekanan darah ini tidak

sepenuhnya merugikan karena peningkatan tersebut justru dapat menguntungkan

pasien karena dapat memperbaiki perfusi darah ke jaringan yang mengalami

iskemik, namun perlu diingat peningkatan tekanan darah tersebut juga dapat

menimbulkan risiko perburukan edema dan risiko perdarahan pada stroke iskemik.

Oleh karena itu seringkali pada pasien yang mengalami stroke iskemik akut,

penurunan tekanan darah tidak menjadi prioritas awal terapi dalam 24 jam pertama

setelah onset gejala stroke, kecuali tekanan darah pasien >220/120 mmHg atau

apabila ada kondisi penyakit penyerta tertentu yang menunjukkan keuntungan

dengan menurunkan tekanan darah, hal ini dikarenakan peningkatan tekanan darah

yang ekstrim juga dapat berisiko terjadinya ensefalopati, komplikasi jantung dan

juga insufisiensi ginjal. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa setiap penurunan

tekanan darah 10 mmHg pada pasien stroke yang masuk rumah sakit dengan

tekanan darah sistolik ≤180 mmHg dan juga peningkatan tekanan darah 10 mmHg

pada pasien stroke yang masuk dengan tekanan darah sistolik > 180 mmHg dalam

24 jam pertama setelah gejala stroke iskemik akut dapat berakibat pada perburukan

fungsi neurologis (penurunan ≥ 1 poin pada Canadian stroke scale yang mengukur

beberapa aspek seperti kesadaran dan fungsi motorik) dan outcome yang lebih

buruk pada pasien stroke iskemik akut. Target penurunan tekanan darah pada pasien

yang tidak menerima terapi rtPA adalah penurunan tekanan darah 15% selama 24
jam pertama setelah onset gejala stroke dengan disertai monitoring kondisi

neurologis 17.

5. Obat neuroprotektif

Golongan obat ini seringkali digunakan dengan alasan untuk menunda

terjadinya infark pada bagian otak yang mengalami iskemik khususnya penumbra

dan bukan untuk tujuan perbaikan reperfusi ke jaringan. Beberapa jenis obat yang

sering digunakan seperti citicoline, flunarizine, statin, atau pentoxifylline.

Citicoline merupakan salah satu obat yang menjadi kontroversi penggunaannya

hingga saat ini untuk pasien dengan stroke iskemik, dimana penggunaan obat ini

diharapkan dapat melindungi sel membran serta stabilisasi membran sehingga dapat

mengurangi luas daerah infark. Namun menurut beberapa penelitian terbaru

termasuk ICTUS trial menunjukkan bahwa penambahan citicoline tidak

memberikan manfaat dibandingkan dengan plasebo. Penggunaan flunarizine juga

tidak menunjukkan adanya manfaat pada pasien stroke berdasarkan penelitian

terdahulu dan belum ada data penelitian terbaru terkait efektifitasnya pada stroke

iskemik. Demikian juga halnya dengan penggunaan golongan statin berdasarkan

salah satu kajian sistematis menunjukkan belum adanya bukti yang cukup kuat

terkait efektifitasnya pada stroke iskemik. Namun pada pasien yang sudah

menggunakan statin sebelumnya, statin sebaiknya tetap dilanjutkan dan tidak

ditunda penggunaannya. Salah satu penelitian pada pasien stroke iskemik yang

sudah menggunakan statin sebelumnya dan statin dihentikan saat terjadi stroke

iskemik akut selama 3 hari meningkatkan risiko kematian 4,7 kali lebih tinggi

dalam 3 bulan ke depan. Oleh sebab itu pedoman terapi yang ada menyatakan
bahwa statin dapat dilanjutkan penggunaannya pada pasien stroke iskemik akut

yang sudah menggunakan statin sebelumnya. Penggunaan pentoxifylline yang

tergolong methylxanthine berdasarkan salah satu kajian sistematis belum

menunjukkan bukti yang kuat terkait efektifitas maupun keamanannya pada pasien

stroke iskemik 17.

Prinsip penatalaksanaan farmakologi stroke iskemik akut adalah untuk

segera memperbaiki perfusi darah ke bagian otakyang mengalami iskemik serta

mengurangi risiko terjadinya serangan ulang stroke pada masa mendatang hingga

dapat mengurangi terjadinya risiko kecacatan dan kematian akibat serangan stroke

iskemik. Oleh sebab itu sangat penting untuk memilih terapi obat secara tepat dan

cepat dengan mempertimbangkan efektifitas dan keamanan bagi penggunaannya.

2.6.6 Komplikasi stroke non-Hemoragik

 Ulkus decubitus : Tirah baring yang sangat lama karna kelumpuhan dapat

mengakibatkan luka/ lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat

berbaring , seperti pinggul, sendi kaki, pantat, dan tumit. Luka decubitus

jika dibiarkan lama akan menyebabkan infeksi.

 Kekakuan otot dan sendi : pada pasien stroke yang bebrbaringlama akan

menimbulkan kekakuan pada otot dan sendi.

 aspirasi, malnutrisi, penumonia, trombosis vena dalam, emboli paru,

dekubitus, komplikasi ortopedi dan kontraktur

2.6.7 Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yaitu, death, disease, disability,

discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam prognosis tersebut dapat

terjadi pada awal stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih

buruk, maka semua penderita stroke harus dimonitor dengan hati-hati terhadap

keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah, suhu tubuh

secara terus menerus selama 24 jam setelah serangan stroke. Prognosis stroke juga

dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang terjadi pada penderita stroke.

Hasil akhir yang dipakai sebagai tolak ukur antara lain outcome fungsional seperti

kelemahan motorik,disabilitas, quality of life, serta mortalitas 15.


BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : AS

Umur : 54 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Bangsa : Indonesia

Agama : Katolik

Alamat : Jl. Wairklau

Pekerjaan : Wiraswasta

MRS tanggal : 19 Agustus 2019

Tanggal pemeriksaan : 31 Agustus 2019

KRS tanggal :

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama :

Lemah separuh tubuh kiri

Keluhan tambahan yang berhubungan dengan keluhan utama:

Mulut mencong, bicara pelo, dan muntah

Perjalanan Penyakit :

Pasien laki-laki usia 54 tahun datang ke IGD pada tanggal 19 Agustus 2019 pukul

05.00 dengan keluhan lemah separuh tubuh kiri secara mendadak saat
membersihkan jambu mete sejak tanggal 18 Agustus 2019 pukul 18.00 (11 jam

SMRS). Bersamaan dengan itu, pasien mengalami mulut mencong dan bicara pelo.

Pasien mengalami muntah 3x tanpa didahului rasa mual pada jam 20.00 (9 jam

SMRS). Tidak ada keluhan nyeri kepala, penurunan kesadaran, demam dan kejang.

Riwayat penyakit sebelumnya :

Pasien menderita stroke 1 tahun yang lalu dengan lemah separuh tubuh kanan dan

sudah menjalani pengobatan dan bisa berjalan sendiri. Riwayat hipertensi tidak

terkontrol.

Riwayat penyakit keluarga :

Kakak kandung pasien juga pernah menderita stroke.

Riwayat Sosial :

Pasien tidak merokok dan sering mengonsumsi alkohol, namun semenjak stroke

tahun 2018, pasien mulai berhenti.

Keluhan pada saat pemeriksaan :

Pasien masih tidak dapat mengerakan tangan dan kaki kiri, mulut mencong dan

bicara pelo. Mual (-), Muntah (-), nyeri ulu hati (-), Nyeri kepala (-). Makan minum

sedikit, BAK baik dan pasien belum BAB sejak 3 hari yang lalu. Pada saat

pemeriksaan pasien sudah dirawat selama 5 jam di ruang mawar.

Skor Siriraj : (2,5x 0) + (2 x 0) + (2 x 1)+ (0,1 x 100) – (3 x 0) – 12 = 0

3.3 Pemeriksaan fisik


1. Vital sign:

TD : 190/110 mmHg ( Saat di IGD: 180/100 mmHg)

Nadi : 74 x/menit (regular dan kuat angkat)

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,6oC

SpO2 : 98%.

2. Glasgow Coma Scale ( GCS ) : E4 V5 M6

3. Pemeriksaan Rangsang meningeal : Negatif (-)

a. Kaku Kuduk : -

b. Kernig Sign :-

c. Brizinski 1 :-

d. Bruzinski 2 :-

e. Bruzinski 3 :-

f. Bruzinski 4 :-

4. Pemeriksaan Nervus Kranialias :

Nervus III, IV, VI:

Pupil bentuk bulat, diameter 3 mm/3 mm, isokor. Refleks cahaya langsung +/+,

Refleks cahaya tidak langsung +/+. Kedudukan bola mata tengah dan setangkup.

Pergerakan bola mata dalam batas normal kesegala arah.

Nervus VII

Istirahat:

kerutan dahi simetris, tinggi alis simetris, sulkus nasolabialis sinistra dangkal dan

sudut bibir sinistra lebih rendah.


Aktivitas :

Mengangkat alis : Kerutan dahi simetris, tinggi alis simetris.

Menutup mata : Normal dan kuat

Meringis : Sulcus nasolabialis sinistra lebih dangkal dan sudut bibir

sinistra tertinggal.

Mencucu : Mulut mencong ke dextra

Nervus XII

Istirahat : Terdapat deviasi lidah ke dextra.

Aktivitas :

Menjulurkan lidah : Terdapat deviasi lidah ke sinistra.

Disartria : (+)

Tremor (-), Atropi (-), Fasikulasi (-).

5. Pemeriksaan motorik ekstremitas

a. Kekuatan Otot

5555 2222

5555 2222

b. Tonus otot : normotonus/flaksid

c. Refleks fisiologis

Refleks bisep : ++/+

Refleks trisep : ++/+

Refleks patella : ++/+

Refleks achiles : ++/+

d. Refleks patologis
Refleks Hofman/ Tromner : -/-

Refleks Babinski dan variannya : Babinski : +/+

Refleks Mendel Bechterew dan Rosolimo: -/-.

e. Tidak ada atrofi otot

3.4 Pemeriksaan penunjang


 Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Darah Lengkap
Leukosit 15,25 103/µL 3,8 – 10,6
Hemoglobin 14,4 g/dL 13,2-17,3
Hematokrit 41,48 % 40-52
Trombosit 286 103/µL 150-450
Profil Lemak
Kolestrol Total 254 mg/dL Yang diinginkan : < 200
Batas tinggi : 200-239
Tinggi > 239
Kolestrol HDL 59 mg/dL Wanita : > 50
Pria : > 40
Kolestrol LDL 183 mg/dL Optimal : < 100
Mendekati optimal : 100-129
Batas tinggi : 130-159
Tinggi : 160-189
Sangat tinggi : > 189
Trigliserida 62 mg/dL Optimal : < 100
Normal : < 150
Batas tinggi : 150-199
Tinggi : 200-499
Sangat tinggi : > 499
Gula Darah
Gula Darah Sewaktu 141 mg/dL < 200

3.5 Diagnosis

 Diagnosis klinis

- Parese N VII Dextra sentral

- Parese N. XII Dextra sentral


- Hemiparese sinistra grade 2

- Refleks Patologis : Babinski +

 Diagnosis Topis : Sub korteks Hemisfer Serebri Dextra

 Diagnosis Etiologi : SH (Hari ke 2)

Hipertensi

3.6 Planning

 Bed Rest

 Diet rendah garam

 IFVD Nacl 0,9 % 20 tpm

 Citikolin 2x500 mg IV

 Lapibal 1x1 Amp IV

 Captopril 3x50mg PO

 Simvastatin 20 mg 0-0-1 PO

3.7 Follow Up Pasien

 12 Juni 2019

(S) Subjective

Pasien masih tidak dapat mengerakan tubuh bagian kanan dan tidak dapat

berbicara, namun mengerti perintah.Keluhan penyerta lain tidak ada.

(O) Objective

Tanda-tanda Vital :
 TD : 180/100 mmHg

 Nadi : 68 x/menit (regular dan kuat angkat)

 RR : 24x/menit

 Suhu : 37,1oC

 SpO2 : 98%.

Glasgow Coma Scale ( GCS ) : E4 Vx M6

Pemeriksaan Rangsang meningeal : Negatif (-)

a. Kaku Kuduk :-

b. Kernig Sign :-

c. Brizinski 1 :-

d. Bruzinski 2 :-

e. Bruzinski 3 :-

f. Bruzinski 4 :-

Pemeriksaan Nervus Kranialias:

Nervus III, IV, VI:

Pupil bentuk bulat, diameter 3 mm/3 mm, isokor. Refleks cahaya langsung +/+,

Refleks cahaya tidak langsung +/+. Kedudukan bola mata tengah dan setangkup.

Pergerakan bola mata dalam batas normal kesegala arah.

Nervus VII

Istirahat:

kerutan dahi simetris, tinggi alis simetris, sulkus nasolabialis dekstra dangkal dan

sudut bibir dekstra lebih rendah.

Aktivitas :
Mengangkat alis : Kerutan dahi simetris, tinggi alis simetris.

Menutup mata : Normal dan kuat

Meringis : Sulkus nasolabialis dextra lebih dangkal dan sudut bibir

dekstra tertinggal.

Mencucu : Mulut mencong ke sinistra.

Nervus XII

Istirahat : Terdapat deviasi lidah ke sinisstra

Aktivitas :

Menjulurkan lidah : Terdapat deviasi lidah ke dekstra.

Disartria: Sulit dievaluasi

Tremor (-), Atropi (-), Fasikulasi (-).

6. Pemeriksaan motorik ekstremitas,

a. Kekuatan Otot

1111 5555

1111 5555

b. Tonus otot : flaksid/normotonus

c. Refleks fisiologis

Refleks bisep : ++/++

Refleks trisep : +/++

Refleks patella : +/++

Refleks achiles : +/++

d. Refleks patologis

Refleks Hofman/ Tromner : +/+


Refleks Babinski dan variannya : +/-

Refleks Mendel Bechterew dan Rosolimo: +/-.

e. Tidak ada atrofi otot

Diagnosis

 Diagnosis klinis

- Hemiparese dextra grade 1/1

- Parese N VII Dextra sentral

- Parese N. XII Dextra sentral

 Diagnosis Topis : Sub korteks Hemisfer Serebri Sinistra

 Diagnosis Etiologi : SNH (Hari ke 2)

Hipertensi

Planning

 Bed Rest

 Diet rendah garam

 IFVD Nacl 0,9 % 20 tpm

 Citikolin 2x500 mg IV

 Lapibal 1x1 Amp IV

 Captopril 3x50mg PO

 Aspilet 1x80 mg PO

Anda mungkin juga menyukai