Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

RHINITIS VASOMOTOR

Oleh:
Faris Naufal, S.Ked
NIM. 1930912310073

Pembimbing :
dr. Ida Bagus Ngurah Swabawa, Sp.THT-KL

DEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Februari, 2022

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR............................................................................... iii

DAFTAR TABEL.................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................ 2

A. Anatomi Hidung................................................................ 2

B. Definisi............................................................................... 6

C. Epidemiologi...................................................................... 6

D. Etiologi............................................................................... 6

E. Patofisiologi....................................................................... 7

F. Gambaran Klinis................................................................. 9

G. Diagnosis........................................................................... 10

H. Tatalaksana........................................................................ 12

I. Komplikasi.......................................................................... 14

J. Pencegahan.......................................................................... 14

K. Prognosis............................................................................ 15

BAB III LAPORAN KASUS.............................................................. 16

BAB IV PEMBAHASAN.................................................................... 22

BAB V PENUTUP............................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 28

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Anatomi Hidung............................................................................ 3

2.2 Konka Nasi.................................................................................... 4

2.3 Rhinoskopi Anterior pada Rhinitis Non Alergi............................. 11

2.4 Algoritma Tatalaksana Rhinitis Vasomotor.................................. 14

3.1 Endoskopi Hidung......................................................................... 20

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Perbedaan Rhinitis alergi dan Rhinitis vasomotor......................... 24

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Rhinitis merupakan peradangan yang terjadi pada membran mukosa

hidung. Rhinitis terbagi menjadi dua yaitu rhinitis alergi dan rhinitis non alergi.

Rhinitis non-alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang disebabkan selain

karena reaksi alergi, seperti karena infeksi, medikamentosa, perubahan hormonal

maupun disfungsi sistem otonom hidung.1

Rhinitis vasomotor terdapat gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung yang

disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Gangguan pada mukosa

hidung yang ditandai dengan adanya edema dan hipersekresi kelenjar pada

mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik terjadi pada rhinitis

vasomotor.2

Angka kejadian rhinitis vasomotor muncul antara usia 20-60 tahun. Wanita

lebih banyak terkena rhinitis vasomotor daripada pria. Rhinitis vasomotor

mempunyai gejala yang mirip dengan rhinitis alergi sehingga sulit untuk

dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan hidung tersumbat, ingus kental

atau encer dan bersin. Penyebab rhinitis vasomotor yaitu udara dingin, kelembaban

yang tinggi, polusi udara, asap rokok, bau yang merangsang dan stress

(emosional). Pada pemeriksaan penunjang rhinitis vasomotor ditemukan test kulit

negatif, test RAST negatif, serta kadar IgE total dalam batas normal.3,

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Hidung

Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung

dengan pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar

berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah: 1

a. Pangkal hidung (bridge)

b. Batang hidung (dorsum nasi)

c. Puncak hidung (hip)

d. Ala nasi

e. Kolumela

Lubang hidung (nares anterior)

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke

belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi

kanan dan kiri. Lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior,

tepat dibelakang disebut dengan vestibulum. Vestibulum dilapisi oleh kulit yang

mempunyai banyak kelenjar subasea dan rambut panjang

2
yang disebut vibrise. Sedangkan nares posterior (koana) yang menghubungkan

kavum nasi dengan nasofaring. Tiap kavum nasi mempunyai empat buah dinding,

yaitu dinding lateral, medial, inferior, dan superior.1

Gambar 2.1 Anatomi Hidung

Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan. Bagian tulang adalah 1) lamina perpendikularis os etmoid, 2)

vomer, 3) krista nasalis os maksila dan 4) krista nasalis os palatine. Bagian tulang

rawan adalah 1) kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan 2) kolumela. 1

Dinding lateral terdapat 4 buah konka yaitu yang terbesar bagian bawah

konka inferior kemudian lebih kecil adalah konka media dan lebih kecil lagi

konka superior dan yang terkecil disebut konka suprema yang biasanya

rudimenter. Diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat meatus nasi yang

jumlahnya tiga buah, yaitu meatus inferior, meatus media, dan meatus superior.

Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding

lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus

nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral

rongga hidung yang bermuara pada sinus frontalis, sinus etmoid anterior dan
3
4

sinus maksilaris. Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka

superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus

sphenoid.1

Gambar 2.2 Konka nasi

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os

maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan

dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari

rongga hidung. Lamina kribriformis merupakan lempeng tulang berasal dari os

etmoid, tulang ini berlubang-lubang (kribrosa=saringan) tempat masuknya

serabut-serabut saraf olfaktorius. Di bagian posterior, atap rongga hidung

dibentuk oleh os sphenoid.1

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa secara histologi dan fungsional dibagi

atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa

olfaktori). Mukosa pernafasan dilapisi oleh epitel pseudokolumnar berlapis yang

mempunyai silia dan terdapat sel-sel goblet. Dalam keadaan normal warna

mukosa adalah merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir.

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan

menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat


5

disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental, dan

obat-obatan. Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior,

dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel pseudostratified

columnar tidak bersilia. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.1

Rongga hidung bagian bawah mendapat perdarahan dari cabang arteri

maksilaris interna, diantaranya adalah ujung a. palatina mayor dan a.

splenopalatina yang keluar dari foramen splenopalatina bersama n.

splenopalatina. Hidung bagian depan mendapat perdarahan dari a. fasialis. Pada

bagian depan septum terdapat anastomosis cabang a. splenopalatina, a. etmoidalis

anterior, a. palatina mayor, dan a. labialis superior yang membentuk Pleksus

Kiesselbach yang mudah cedera oleh trauma sehingga sering menjadi sumber

epistaksis anterior. Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan

sensoris dari n. etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris

yang berasal dari n. ophtalmicus. Rongga hidung lainnya sebagian lainnya

mendapat persarafan sensoris dari n. maksilaris melalui ganglion spenopalatina.

Ganglion spenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima

serabut sensoris dari n. maksilaris (N V2), serabut parasimpatis dari n. petrosus

superfisialis mayor dan serabut simpatis dari n. petrosus profunda.1

Ganglion spenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung

posterior konka media. N. olfaktorius turun melalui lamina kribrosa dari

permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor

penghidu pada mukosa olfaktorius di sepertiga atas hidung.1


6

B. Definisi

Rhinitis Vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang di diagnosis tanpa

adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipotiroid)

dan penggunaan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, beta blocker, aspirin,

klorpromazin dan obat topikal hidung).

Rhinitis Vasomotor digolongkan dalam rhinitis non alergi bila adanya alergi/

alergen spesifik tidak dapat di identifikasi dengan pemeriksaan anamnesis, tes

cukit kulit dan kadar antibodi IgE spesifik serum. Kelainan ini disebut juga

vasomotor rinorhea, nasal vasomotor instability atau non allergic perennial

rhinitis.1

C. Epidemiologi

Berkisar 20% populasi di negara-negara industri sebanyak 20 hingga 40 juta

orang terkena rhinitis alergi, dengan biaya lebih dari 1,9 miliar dollar per tahun.

Diperkirakan 17 hingga 19 juta individu di Amerika mengalami rhinitis non

alergi. Rhinitis vasomotor muncul paling sering antara usia 20-60 tahun. Wanita

lebih banyak terkena rhinitis vasomotor daripada pria. 70% populasi berusia 50

hingga 64 tahun mengalami beberapa bentuk rhinitis nonalergi, termasuk rhinitis

vasomotor.2

D. Etiologi

Etiologi dari rhinitis vasomotor dipercayai sebagai akibat dari

terganggunya keseimbangan dari saraf autonom pada mukosa hidung yang


7

menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan hipersekresi. Keseimbangan vasomotor

ini dipengaruhi berbagai hal, antara lain: 1,4

a. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, misal

ergotamin, clorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokonstriktor

lokal.

b. Faktor fisik, seperti asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang

tinggi, dan bau yang merangsang.

c. Faktor endokrine, seperti kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme.

d. Faktor psikis seperti cemas, tegang.

Pada rhinitis vasomotor, gejala seing di cetuskan oleh berbagai

rangsangan non-spesifik, seperti asap/rokok, bau yang menyengat, parfum,

minuman beralkohol, makanan pedas, udara dingin, pendingin, dan pemanas

ruangan, perubahan kelembapan, perubahan suhu luar, kelelahan, dan

stress/emosi. Pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai

gangguan oleh individu tersebut.1,4

E. Patofisiologi

Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara saraf simpatis dan

saraf parasimpatis sehingga terjadi keseimbangan pada mukosa hidung. Saraf

simpatis lebih dominan dalam keadaan hidung normal. Rangsangan saraf

parasimpatif akan menyebabkan pelepasan asetilkolin sehingga terjadi dilatasi

pembuluh darah dalam konka memicu peningkatan permeabilitas kapiler dan

sekresi kelenjar. Adanya ketidakseimbangan impuls saraf akibat aktivitas

berlebihan saraf parasimpatis menyebabkan terjadinya gangguan vasomotor.1,5


8

1. Neurogenik

Serabut simpatis hidung berasal dari korda spinalis segmen Th 1-2,

menginervasi terutama pembuluh darah mukosa dan sebagian

kelenjar. Serabut simpatis melepaskan ko-transmiter noradrenalin dan

neuropeptida Y yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan

sekresi hidung. Tonus simpatis ini berfluktuasi sepanjang hari yang

menyebabkan adanya peningkatan tahapan rongga hidung yang

bergantian setiap 2-4 jam. Keadaan ini disebut sebagai ‘siklus nasi’.

Serabut saraf parasimpatis berasal nukleus salivatori superior menuju

ganglion sfenopalatina dan membentuk n.vidianus, kemudian

menginervasi pembuluh darah dan terutama kelenjar eksokrin. Pada

rangsangan akan terjadi pelepasan co-transmitter asetilkolin dan

vasoaktif intestinal peptida yang menyebabkan peningkatan sekresi

hidung dan vasodilatasi, sehingga terjadi kongesti hidung.

2. Neuropeptida

Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh

meningkatnya rangsangan terhadap saraf sensori serabut C di hidung.

Adanya rangsangan abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dengan

peningkatan pelepasan neuropeptida seperti substansi P dan calcitonin

genrelated protein. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin,

leukotrien, prostaglandin, polipeptida, intestinal vasoaktif dan kinin.

Elemen ini tidak hanya sebagai dilatasi pembuluh darah tetapi juga

akan meningkatkan efek asetilkolin dari sistem parasimpatis akan


9

dilatasi pembuluh darah dan meningkatkan sekresi kelenjar sehingga

menyebabkan rinore. Pelepasan peptide ini tidak disertai dengan

imunoglobulin E (Ig E) seperti pada rhinitis alergi.

3. Nitrit oksida.

Kadar nitrit oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan epitel

hidung dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel,

sehingga rangsangan non-spesifik berinteraksi langsung ke lapisan

sub-epitel. Akibatnya terjadi peningkatan reaktifitas serabut trigeminal

dan recruitment refleks vaskuler dan kelenjar mukosa hidung.

4. Trauma

Rhinitis vasomotor dapat merupakan komplikasi jangka panjang dari

trauma hidung melalui mekanisme neurogenik dan/atau neuropeptida.

F. Gambaran Klinis

Gambaran klinis rhinitis vasomotor terjadi persisten, ada atau tidak adanya

alergen tidak berpengaruh. Namun, ada beberapa gejala yang memburuk pada

waktu tertentu dalam setahun (yaitu musim semi dan musim gugur). Faktor-

faktor ini termasuk bau yang merangsang menghirup udara dingin, perubahan

suhu lingkungan, perubahan kelembaban atau tekanan atmosfer dan konsumsi

alkohol. Faktor pencetus rangsangan non spesifik seperti asap rokok, bau yang

menyengat, parfum, udara dingin, perubahan kelembaban, kelelahan maupun

stress, minuman beralkohol atau makanan pedas. Pada keadaan normal faktor

tersebut tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu.

Kelainan ini mempunyai gejala yang mirip dengan rhinitis alergi namun gejala
10

yang dominan adalah hidung tersumbat secara bergantian kanan dan kiri

tergantung posisi perubahan posisi pasien. Keluhan bersin tidak begitu nyata

dibandingkan rhinitis alergi terdapat adanya rinore mukoid atau serosa. Keluhan

ini jarang disertai rasa gatal di hidung dan mata.1,5

Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya

perbuhan suhu yang ekstrim. Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus

yang jatuh ke tenggorok (post nasal drip).6

Berdasarkan gejala yang menonjol kelainan ini dibedakan dalam 3

golongan yaitu:1

 Golongan bersin (sneezers) gejala dapat diatasi memberikan respon

yang baik dengan pemberian antihistamin dan glukokortikosteroid

topikal.

 Golongan rinore (runners) gejala dapat diatasi dengan pemberian

antikolinergik topikal.

 Golongan hidung tersumbat (obstruksi) gejala dapat diatasi dengan

glukokortikosteroid topikal dan vasokontriktor oral.

G. Diagnosis

Diagnosis rhinitis vasomotor ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan

fisik maupun pemeriksaan penunjang.1

Anamnesis

a. Gejala utama: 6

• Ingus mukoid atau serosa (rinore)


11

• Hidung tersumbat bergantian kanan dan kiri (obstruksi nasal)

• Bersin saat pagi hari atau udara dingin (sneezing)

• Ingus jatuh ke tenggorokan (post nasal drip)

b. Gejala muncul jika ada :7

• Udara dingin

• Perubahan kelembaban

• Asap Rokok

• Polusi Udara

• Stress atau kelelahan

• Bau yang menyengat

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang diperlukan pada rhinitis vasomotor sebagai berikut :

1. Pemeriksaan rhinoskopi anterior atau nasoendoskopi dapat ditemukan :

• Edema mukosa hidung

• Konka berwarna merah gelap

• Permukaan konka licin atau berbenjol tidak rata

• Rongga hidung terdapat sekret mukoid atau serosa1


12

Gambar 2.3 Rhinoskopi Anterior pada Rhinitis Non Alergi.8

2. Pemeriksaan rhinoskopi posterior dapat ditemukan :

Rongga hidung terdapat sekret mukoid atau serosa (post nasal drip)1

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

rhinitis alergi. Test kulit (skin test) negatif, demikian pula test RAST, serta kadar

IgE total dalam batas normal. Kadang-kadang ditemukan juga eosinofil pada

sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai

yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret. Pemeriksaan radiologi

sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin tampak gambaran cairan

dalam sinus apabila sinus telah terlibat.1,9

H. Tatalaksana

Tatalaksana rhinitis vasomotor sebagai berikut:1,5,7

1. Menghindari penyebab atau pencetus

2. Terapi Medikamentosa

a. Dekongestan

Berfungsi untuk mengurangi edema persisten serta keluhan hidung

tersumbat. Contoh: Pseudoefedrin dan Phenylpropanolamin (oral) dosis 3x

30-60 mg/ hari atau Phenylephrine dan Oxymetazoline (topikal).

b. Cuci hidung dengan larutan garam fisiologis (NaCl 0.9%)

direkomendasikan diberikan sebelum pemberian kortikosteriod topikal.

c. Anti Histamin
13

Pemberian antihistamin generasi pertama direkomendasikan untuk

mengurangi rinore. Pemberian kombinasi anti histamin dan dekongestan

terbukti dapat membantu mengurangi rinore.

d. Anti kolinergik efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan utama.

Contoh: Ipratropium Bromide (nasal spray)

e. Kortikosteroid Topikal

Bertujuan untuk menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh

mediator vasoaktif dengan terjadi penurunan aktivitas reseptor asetilkolin

dan mengurangi basofil dan sel mast. Biasanya digunakan selama 1-2

minggu dengan satu kali sehari dosis 200 mcg. Contoh steroid topikal :

Budesonide, Flunisolide atau Beclomethasone dan Fluticasone.

2. Terapi Pembedahan (dilakukan apabila pengobatan konservatif gagal):

• Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau

triklorasetat pekat (chemical cautery) maupun secara elektrik (electrical

cautery).

• Bedah beku konka inferior (cryosurgery)

• Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection) -

Turbinektomi dengan laser (laser turbinectomy)

• Neurektomi n. vidianus (vidian neurectomy)

yaitu dengan melakukan pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara

diatas tidak memberikan hasil optimal. Operasi sebaiknya dilakukan pada

pasien dengan keluhan rinore yang hebat. Terapi ini sulit dilakukan, dengan

angka kekambuhan yang cukup tinggi dan dapat menimbulkan berbagai


14

komplikasi seperti sinusitis, diplopia, buta, neuralgia, lakrimasi.13

Gambar 2.4 Algoritma Tatalaksana Rhinitis Vasomotor.10

I. Pencegahan

Upaya pencegahan dilakukan dengan menghindari atau mengurangi kontak

dengan kemungkinan faktor pencetus dari rhinitis vasomotor serta menerapkan

pola hidup yang sehat.12

J. Komplikasi

Tidak ada komplikasi yang berbahaya dari rhinitis vasomotor, komplikasi

yang mungkin terjadi hanyalah seperti infeksi pada hidung yang menyebabkan

sekret mukopurulen dan juga dapat memberikan manifestasi kelainan di mata


15

walaupun jarang dijumpai. Komplikasi rhinitis vasomotor menyebabkan

terjadinya polip nasi dan sinusitis. Sedangkan komplikasi yang mungkin terjadi

dari terapi neurektomi adalah diplopia, buta, gangguan lakrimasi, neuralgia atau

anestesis infraorbita dan palatum.1,4

K. Prognosis

Prognosis pengobatan rhinitis vasomotor golongan obstruksi lebih baik

daripada golongan rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan

rhinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan

diagnosisnya. Secara umum prognosis ini dapat membaik namun dapat resisten

karena menimbulkan kelainan yang berbahaya, membuat rasa tidak nyaman,

namun tanpa tindakan pembedahan penyakit ini tidak dapat benar-benar

hilang/sembuh.1

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam.


BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn. AS

Jenis Kelamin : Laki-lakia

Umur : 58 tahun

Agama : Islam

Suku : Banjar

Pekerjaan : Pensiun

Alamat : Jl Rawasari 11 RT.93, Kota


Banjarmasin

II. ANAMNESIS

Sumber: Alloanamnesis

Keluhan Utama : Kedua hidung tersumbat sejak 6 bulan

16
17

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien merupakan rujukan RS Siaga dengan keluhan hidung tersumbat

yang dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul.

Muncul mendadak sering saat pagi hari ataupun saat cuaca dingin. Keluhan

dirasakan pada kedua hidung, dan terjadi secara bergantian. Pasien juga sempat

mengeluhkan keluar cairan berwarna bening dan tidak berbau, namun keluhan

tersebut jarang terjadi. Cairan encer dan tidak bercampur darah. Keluhan bersin

jarang dikeluhkan oleh pasien. Keluhan hidung gatal disangkal oleh pasien.

Keluhan tidak terlalu mengganggu aktivitas pasien.

Pasien juga terkadang mengeluhkan batuk berdahak dengan dahak tidak

kental dan berwarna putih. Keluhan dirasakan hilang timbul. Muncul bersamaan

dengan keluhan utama. Keluhan tidak terlalu mengganggu aktivitas pasien.

Keluhan telinga berdenging, rasa penuh, penurunan pendengaran, dan

keluar cairan disangkal oleh pasien. Tidak ada keluhan perdarahan hidung dan

gangguan penciuman. Tidak ada keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, sulit

menelan, sesak napas, dan suara parau. Tidak ada keluhan demam, nyeri kepala,

dan mual muntah

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien pernah mengeluhkan keluhan serupa beberapa tahun yang lalu. HT (+),

DM (-), Asma (-), Alergi (-), Keganasan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:

Keluhan serupa tidak ada. Riwayat alergi, hipertensi, diabetes dan riwayat

keganasan pada keluarga disangkal.


18

Riwayat Pengobatan :

Pasien pernah berobat ke Sp.THT dengan keluhan serupa beberapa tahun yang

lalu dan sempat mendapat obat Iliadin, dan keluhan dirasakan hilang setelah

pengobatan. Pasien rutin mengkonsumsi obat hipertensi berupa candesartan.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis, GCS = E4 V5 M6

2. TANDA VITAL

Tekanan Darah : 154/100 mmHg

Denyut Nadi : 89 kali/menit

Frekuensi Nafas : 20 kali/menit, reguler

Temperatur Aksila : 36.8oC

SpO2 : 98% tanpa supplementasi oksigen

3. STATUS LOKALIS

a. Telinga

Inspeksi : Kelainan kongenital (-/-), massa (-/-), fistula (-/-), eritema (-/-),

oedem (-/-), laserasi (-/-)

Palpasi : Nyeri tekan preaurikular (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri

tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikular (-/-), massa (-/-), edema

(-/-)

MAE : Serumen (+/+) minimal, hiperemi (-/-), edema (-/-), furunkel (-/-),
19

perdarahan (-/-), sekret (-/-)

MT : Intak (+/+), sekret (-/-), kolesteatoma (-/-), refleks cahaya (+/+),

hiperemis (-/-)

Test pendengaran

Test Rinne :+/+

Test Weber : tidak ada lateralisasi

Test Schwabach : normal/normal

Kesimpulan : normal

b. Hidung

Inspeksi : Deformitas (-), hiperemis (-), massa(-), sekret (+/-),


epistaksis (-/-)

Palpasi : Nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-)

Sinus Parasanal : Nyeri tekan sinus frontalis (-/-), sinus maxillaris (-/-), sinus

ethmoidalis (-/-)

Rinoskopi Anterior :

Vestibulum nasi : Hiperemis (-/-), furunkel (-/-), edema (-/-), sekret (-/-)

Kavum nasi : Sekret (+/-) mucous, tampak massa (-/-), konka edema

(+/+), mukosa hiperemis (+/+), septum deviasi (-/-)

Rinoskopi posterior : tidak dilakukan

c. Tenggorok

1) Rongga mulut

Bibir : Simetris, mukosa lembab, hiperemis (-), ulkus (-)

Gingiva : Hiperemis (-), ulkus (-), massa (-), perdarahan (-)

Gigi geligi : Gigi lengkap, karies (-)


20

Lidah : deviasi (-), massa (-), ulkus (-)

Palatum : massa (-), ulkus (-), hiperemis (-)

Uvula : deviasi (-), pseudomembran (-), ulkus (-), hiperemi (-)

2) Orofaring

post nasal drip (-), refleks muntah (+), pseudomembran (-), edema (-/-), massa

(-/-). Tonsil: hiperemis (-/-), ukuran (T1/T1), pelebaran kripta (-/-), detritus (-/-)

3) Laring (tidak dilakukan pemeriksaan laringoskopi indirek)

d. Leher

Inspeksi : pembesaran KGB (-/-), massa (-/-), hiperemis (-/-)

Palpasi : pembesaran KGB (-/-), pembesaran tiroid (-), benjolan (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang

1) Nasoendoskopi

Gambar 3.1 Endoskopi Hidung

Kesimpulan : Sekret (+/-) mucous, konka edema (+/+), mukosa hiperemis (+/+)
21

V. Diagnosis Kerja

Rhinitis Vasomotor

VI. Tatalaksana

Non Medikamentosa

1. Hindari suasana suhu udara yang terlalu dingin

2. Menjaga kesehatan daya tahan tubuh dengan berolahraga dengan rutin

3. Rutin kontrol sesuai anjuran dokter untuk keluhan hidung dan hipertensi

Medikamentosa

1. Kortikosteroid topikal (Budesonide inhaler 1x1)

2. Dekongestan topikal (Oxymetazoline spray 2x2)

VI. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam


BAB IV

PEMBAHASAN

Pada makalah ini dibahas sebuah kasus Tn.AS usia 58 tahun

dengan diagnosis Rhinitis Vasomotor. Pasien datang ke Poli THT RS

Ansari Saleh Banjarmasin dengan keluhan keluhan hidung tersumbat yang

dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan pada kedua hidung

secara bergantian dan terkadang disertai keluar cairan encer berwarna

bening dan tidak berbau. Keluhan sering muncul saat pagi atau saat cuaca

dingin. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi dan rutin meminum obat

antihipertensi.

Rinitis non-alergi cenderung onset dewasa, dengan usia khas

antara 30 dan 60 tahun, berbeda dengan Rhinitis Alergi yang populasinya

lebih banyak ditemukan pada usia dibawah 20 tahun. Pada pasien keluhan

baru muncul dalam beberapa tahun terakhir, sehingga lebih mengarah

kepada rhinitis vasomotor. Pada pasien juga tidak ditemukan adanya

riwayat alergi maupun riwayat alergi pada keluarga pasien.14

Etiologi dari rhinitis vasomotor dipercayai sebagai akibat dari

terganggunya keseimbangan dari saraf autonom pada mukosa hidung

yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan hipersekresi.

Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal, antara lain faktor

fisik seperti udara dingin dan penggunaan obat-obatan yang menekan dan

menghambat kerja saraf simpatis seperti obat antihipertensi. Pada pasien

22
23

keluhan sering terjadi setelah terpapar udara dingin, pasien juga rutin

mengkonsumsi obat antihipertensi.1,15

Rhinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rhinitis

alergi namun gejala yang dominan pada rhinitis vasomotor adalah hidung

tersumbat secara bergantian kanan dan kiri tergantung posisi perubahan

posisi pasien. Keluhan bersin tidak begitu nyata dibandingkan rhinitis

alergi, terdapat adanya rinore mukoid atau serosa, keluhan ini jarang

disertai rasa gatal di hidung dan mata. Pada pasien ditemukan gejala yang

dominan berupa hidung tersumbat dan walaupun pada pasien juga disertai

rinore, hal ini jarang dikeluhkan oleh pasien. Keluhan pasien tanpa

disertai adanya rasa gatal pada hidung ataupun mata.1,5

Dianggap bahwa sistem saraf otonom, karena pengaruh dan

kontrolnya atas mekanisme hidung, dapat menimbulkan gejala yang mirip

rhinitis alergika. Rinopati vasomotor disebabkan oleh gangguan sistem

saraf autonom dan dikenal sebagai disfungsi vasomotor. Reaksi

vasomotor ini terutama akibat stimulasi parasimpatis (atau inhibisi

simpatis) yang menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas

vaskular disertai edema dan peningkatan sekresi kelenjar. Bila

dibandingkan mekanisme kerja pada rhinitis alergik dengan rhinitis

vasomotor, maka reaksi alergi merupakan akibat interaksi antigen

antibodi dengan pelepasan mediator yang menyebabkan dilatasi arteriola

dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas yang menimbulkan gejala

obstruksi saluran pernafasan hidung serta gejala bersin dan rasa gatal.
24

Pelepasan mediator juga meningkatan aktivitas kelenjar dan

meningkatkan sekresi, sehingga mengakibatkan gejala rinorea. Pada

reaksi vasomotor yang khas, terdapat disfungsi sistem saraf autonom yang

menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis (penurunan kerja simpatis)

yang akhirnya menimbulkan peningkatan dilatasi arteriola dan kapiler

disertai peningkatan permeabilitas yang menyebabkan transudasi cairan

dan edema. Hal ini menimbulkan gejala obstruksi saluran pernafasan

hidung serta gejala bersin dan gatal. Peningkatan aktivitas parasimpatis

meningkatkan aktivitas kelenjar dan menimbulkan peningkatan sekresi

hidung yang menyebabkan gejala rinorea. Pada reaksi alergi dan disfungsi

vasomotor menghasilkan gejala yang sama melalui mekanisme yang

berbeda. Pada reaksi alergi, ia disebabkan interaksi antigen-antibodi,

sedangkan pada reaksi vasomotor ia disebabkan oleh disfungsi sistem

saraf autonom.16

Tabel 4.1 Perbedaan Rhinitis alergi dan Rhinitis vasomotor.17

Rhinitis alergi Rhinitis vasomotor


Muncul saat anak-anak,
sering dikaitkan dengan Onset saat dewasa, biasanya
Onset
riwayat keluarga dengan setelah usia 35 tahun
alergi atau atopi
Saat terpapar alergen, Persisten dengan eksaserbasi
Eksaserbasi
musiman selama musim dingin
Rinore, bersin paroksismal, Hidung tersumbat yang persisten
Gejala gejala gatal pada hidung bergantian pada kedua hidung dan
dan mata, hidung tersumbat rinore tanpa disertai gatal
Alergen indoor untuk yang Stimulus tak spesifik seperti
Stimulus persisten, alergen outdoor perubahan suhu, aroma yang kuat,
untuk yang intermiten asap, atau makanan pedas
Skin test Positif Negatif
25

Pada rhinitis vasomotor, pada saat dilakukan pemeriksaan rinoskopi

anterior tampak gambaran yang khas berupa edema mukosa hidung,

konka berwarna kemerahan atau merah tua, tetapi dapat pula pucat.

Permukaan konka dapat licin atau berbenjol-benjol. Pada pasien

ditemukan adanya edema mukosa dan konka yang berwarna kemerahan.1

Pemeriksaan penunjang yang dapat menyingkirkan diagnosis rhinitis

alergi dapat meliputi Test kulit (skin test) dengan hasil negatif, demikian

pula test RAST (Radioallergosorbent test), serta kadar IgE total dalam

batas normal.

Penatalaksanaan yang digunakan pada rhinitis vasomotor bervariasi,

tergantung pada faktor penyebab dan gejala yang menonjol, Jika stimulus

diketahui, terapi terbaik adalah dengan pencegahan dan menghindarinya.

Kortikosteroid hidung topikal dianggap lini pertama pada rinitis

vasomotor, terutama untuk kongesti dan gejala obstruktif. Steroid topikal

bekerja pada mukosa hidung yang mengakibatkan penurunan kemotaksis

neutrofil dan eosinofil, penurunan pelepasan mediator sel mast dan basofil,

dan akhirnya menurunkan edema dan inflamasi. Pada pasien diberikan

kortikosteroid topikal berupa Budesonide 200mcg sekali sehari karena

gejala yang dominan pada pasien adalah hidung tersumbat.11

Obat simpatomimetik, khususnya dekongestan topikal, dapat

meredakan gejala jangka pendek. Dekongestan topikal bekerja terutama


26

dengan merangsang adrenoreseptor alfa-1 dan alfa-2 pada pembuluh darah

mukosa hidung. Tindakan ini menyebabkan vasokonstriksi, penurunan

aliran darah, dan selanjutnya penurunan kemacetan dan rinore rongga

hidung. Sampai saat ini, tidak ada penelitian yang menentukan efektivitas

dekongestan topikal pada rinitis non-alergi kronis. Penggunaan jangka

panjang dekongestan topikal dapat menyebabkan rebound vasodilatasi dan

peningkatan penyumbatan. Kondisi ini disebut rinitis medikamentosa,

suatu bentuk rinitis yang diinduksi obat. Dengan membatasi penggunaan

dekongestan hidung hingga lima hari dan tidak melebihi dosis yang

direkomendasikan, rinitis medicamentosa dapat dihindari. Pada pasien

diberikan dekongestan topikal berupa Oxymetazoline spray.18

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan melakukan

olahraga dapat meningkatkan daya tahan dan kondisi penderita rhinitis

vasomotor. Peningkatan aktivitas fisik berpengaruh pada pengurangan

produksi dari protein yang memacu timbulnya mukus. Penjelasan lain

menyebutkan dengan olahraga dapat menyebabkan terjadinya

vasokonstriksi membran, karena dengan olahraga dapat meningkatkan

kadar adrenalin sehinggga dapat mengurangi sekresi mukus. Juga dengan

olahraga akan membentuk reflek nasopulmonal yaitu dengan

meningkatkan volume tidal (VT) paru dan diharapkan bila paru terbuka

maksimal maka hidung juga akan lebih terbuka, sehingga dapat

mengurangi sumbatan hidung. Ini bukanlah suatu solusi permanen dalam


27

menangani rhinitis vasomotor, tetapi dapat dipertimbangkan sebagai salah

satu bentuk pencegahan terjadinya eksaserbasi gejala.1,15

Prognosis pengobatan rhinitis vasomotor golongan obstruksi lebih

baik daripada golongan rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip

dengan rhinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk

memastikan diagnosisnya. Secara umum prognosis ini dapat membaik

namun dapat resisten karena menimbulkan kelainan yang berbahaya,

membuat rasa tidak nyaman, namun tanpa tindakan pembedahan penyakit

ini tidak dapat benar-benar hilang/sembuh.1


BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan kasus rhinitis vasomotor pada seorang pasien Tn. AS

usia 58 tahun dengan keluhan utama berupa hidung tersumbat sejak +6

bulan yang lalu Keluhan dirasakan pada kedua hidung secara bergantian

dan terkadang disertai keluar cairan encer berwarna bening dan tidak

berbau. Keluhan muncul saat pagi hari arau saat cuaca dingin. Pada

pemeriksaan hidung didapatkan adanya sekret mucous, konka edema, dan

mukosa hiperemis Untuk terapi non-medikamentosa disarankan untuk

menghindari pencetus berupa suhu udara dingin dan dianjurkan untuk

berolahraga secara teratur, sedangkan untuk terapi medikamentosa

diberikan steroid topikal dan dekongestan topikal.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Effianty A. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 7 Cetakan ke 6. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Univeristas Indonesia, 2017.

2. Leader P, Geiger Z. Vasomotor Rhinitis. [Updated 2021 Jul 15]. In:


StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2021.Available from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547704/. 

3. Lieberman PL, Smith P. Nonallergic Rhinitis: Treatment. Immunol


Allergy Clin North Am. 2016 May;36(2):305-19.

4. Dhingra PL. Anatomy of Nose Diseases of Ear, Nose and Throat, and
Head & Neck Surgery. 6th ed. Kundli: Replica Press; 2014. 170–3.

5. Cingi, C, Bayar MC. Challenges in Rhinology: In Vasomotor


Rhinitis. 2021. 83-90.

6. Paul B. Idiopathic rhinitis or vasomotor rhinitis. 2012. 20:1-8.

7. Shusterman D. Nonallergic Rhinitis: Environmental Determinants.


Immunol Allergy Clin North Am. 2016. 36(2):379-99.

8. Indah P, Meula P. Rhinitis Vasomotor. Sumatera Utara: Fakultas


Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, 2013.

9. Adams, Boies, Higler, Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2013. 218-20.
10. Sánchez BM, Capriles HA, Caballero FF. A Novel Phenotype of
Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug Hypersensitivity. World Allergy
Organization Journal. 2009; 2(2), 17–19.

11. Pattanaik D, Lieberman P. Vasomotor rhinitis. Curr Allergy Asthma Rep.


2010;10(2):84-91.

12. Agnihotri, N. T., & McGrath, K. G. Allergic and nonallergic rhinitis.


Allergy and Asthma Proceedings, 2019, 40(6): 376–9. 

28
13. Hellings, P, Klimek, L. Non-allergic rhinitis: Position paper of the
European Academy of Allergy and Clinical Immunology. Allergy. 2017.
72(11), 1657–65.

14. Scarupa MD, Kaliner MA. Nonallergic rhinitis, with a focus on vasomotor
rhinitis: clinical importance, differential diagnosis, and effective treatment
recommendations. World Allergy Organ J. 2009

15. Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke
enam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 196-222.

16. Sanico A, Togias A. Noninfectious, nonallergic rhinitis (NINAR). Dalam:


Lalwani KA,Ed. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head
and Neck Surgery second edition. New York: Lange McGrawHill Comp,
2007.p. 112-117.

17. Di Lorenzo G, Pacor M, L, Amodio E, Leto-Barone M, S, La Piana S,


D’Alcamo A, Ditta V, Martinelli N, Di Bona D: Differences and
Similarities between Allergic and Nonallergic Rhinitis in a Large Sample
of Adult Patients with Rhinitis Symptoms. Int Arch Allergy Immunol.
2011.

18. Lockey RF. Rhinitis medicamentosa and the stuffy nose. J Allergy Clin
Immunol. 2006 Nov;118(5):1017-8.

29

Anda mungkin juga menyukai